Nilai-Nilai Moral Al-Qur'an
Nilai-Nilai Moral Al-Qur'an |
PENDAHULUANNilai-nilai moral masyarakat di mana kita tinggal sudah menyesatkan.
Prinsip-prinsip moral ini yang merupakan hasil dari hasrat mementing-kan diri
sendiri serta keserakahan masyarakat, kemudian berubah menjadi keegoisan,
kesom-bongan, kesinisan, kekerasan, dan kebrutalan dalam masyarakat. Masyarakat
percaya bahwa untuk meningkatkan standar hidup, mereka harus mencurangi dan
mengalahkan yang lainnya. |
Hal ini bukanlah nilai-nilai moral yang Allah tetapkan bagi
kehidupan manusia bersama dengan apa yang telah Dia ciptakan. Al-Qur'an menyuruh
manusia menjadi bermartabat, rendah hati, dapat dipercaya, baik budi, beriman,
dewasa, dan mau mendengarkan. Al-Qur'an bahkan menggambar-kan jalan yang
seharusnya kita tempuh, "Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya, Allah tidak me-nyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri." (Luqman :18)
Karenanya, tugas bagi orang yang beriman adalah menjalankan
prinsip-prinsip mulia ini yang Allah telah tetapkan.
Akan tetapi, sekarang ini, orang-orang ber-iman tinggal bersama
dalam masyarakat yang penuh dengan kekejian, di mana etika-etika moral dalam
Al-Qur'an telah ditinggalkan. Untuk alasan itu, kita harus lebih berhati-hati
melawan pe-ngaruh buruk budaya yang menyesatkan ini. Me-reka harus terus-menerus
mengawasi diri mereka sendiri bersama masyarakat ini agar tidak terpengaruh oleh
budaya merusak dan mereka dapat mengamalkan nilai-nilai moral Al-Qur'an.
Hasil karya ini disiapkan untuk membantu orang-orang beriman agar
tidak melupakan ajaran dasar Al-Qur'an yang seharusnya selalu kita jalankan.
Pada bahasan-bahasan berikutnya, nilai-nilai moral dan
ibadah-ibadah yang tampaknya terlupakan oleh orang-orang beriman akan dibahas
dalam penjabaran yang berhubungan dengan ayat-ayat Al-Qur'an.
1 KEBERADAAN ALLAH
Al-Qur`an menginformasikan kepada kita tentang kebenaran sifat-sifat
Allah,
"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia
Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan
tidak tidur, Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada dapat memberi
syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi
Mahabesar." (al-Baqarah: 255)
"Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula
bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar
meliputi segala sesuatu." (ath-Thalaaq: 12)
Akan tetapi, banyak orang yang tidak menerima keberadaan Allah swt.
seperti yang telah dijelaskan dalam ayat-ayat tersebut. Mereka tidak memahami
kekuasaan dan kebesaran-Nya yang abadi. Mereka memercayai kebohongan bahwa
merekalah yang mengatur diri mereka sendiri dan berpikir bahwa Allah berada di
suatu tempat yang jauh di alam semesta dan jarang mencampuri "perkara
keduniaan". Pemahaman terbatas orang-orang ini disebutkan dalam Al-Qur`an, "Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.
Sesungguhnya, Allah benar-benar Mahakuat lagi Mahakuasa." (al-Hajj:
74)
Memahami kekuasaan Allah swt. dengan baik merupakan ikatan awal
dalam rantai keimanan. Sesungguhnya, seorang mukmin akan meninggalkan pandangan
masyarakat yang menyimpang tentang kekuasaan Allah swt. dan menolak keyakinan
sesat dengan mengatakan, "Dan bahwasanya Orang yang kurang
akal dari kami dahulu selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas
terhadap Allah." (al-Jin: 4)
Kaum muslimin memercayai Allah swt. sesuai dengan penjelasan
Al-Qur`an. Mereka melihat tanda-tanda keberadaan Allah pada dunia nyata dan alam
gaib, kemudian mulai memercayai keagungan seni dan kekuasaan Allah.
Akan tetapi, jika umat berpaling dari Allah serta gagal bertafakur
kepada Allah dan ciptaan-Nya, mereka akan mudah terpengaruh oleh
keyakinan-keyakinan yang menyesatkan pada saat ditimpa kesusahan. Allah
menyebutnya sebagai bahaya yang potensial, dalam surah Ali Imran: 154, mengenai
umat yang menyerah dalam berperang, "... sedang segolongan lagi telah dicemaskan
oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah
seperti sangkaan jahiliah...."
Seorang muslim seharusnya tidak melakukan kesalahan seperti itu.
Karena itu, dia harus membebaskan hatinya dari segala sesuatu yang dapat
memunculkan sangkaan jahiliah dan menerima keimanan yang nyata dengan segenap
jiwa sebagaimana penjelasan dalam Al-Qur`an.
2 Taqwa kepada Allah Sesuai Kesanggupan
Bertaqwa kepada Allah adalah awal dari segalanya. Semakin tebal
ketaqwaan seseorang kepada Allah, semakin tinggi kemampuannya merasakan
kehadiran Allah. Al-Qur`an memberikan contoh beberapa rasul yang dapat kita
bandingkan dengan diri kita sehingga paham bahwa kita dapat meningkatkan
ketaqwaan kita kepada Allah swt..
Allah swt. menginginkan manusia agar bertaqwa dengan
sebenar-benarnya. Berbagai cara untuk menunjukkan penghormatan kepada Yang
Mahakuasa dapat dilakukan, sebagai contoh: berjalan di jalan Allah, melakukan
perbuatan baik, mengikuti contoh-contoh yang diberikan para rasul, menaati serta
memperhatikan ajaran-ajaran Allah, dan sebagainya.
"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan
barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung." (at-Taghaabun: 16)
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam." (Ali Imran: 102)
3 Takdir
Tidak ada satu pun di alam ini yang terjadi secara kebetulan,
sebagaimana tertuang dalam Al-Qur`an, "... Allah mengatur
urusan (makhluk-Nya)…." (ar-Ra'd: 2) Dalam ayat lain dikatakan, "… dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula)...." (al-An'aam: 59) Dialah Allah Yang menciptakan
dan mengatur semua peristiwa, bagaimana mereka berawal dan berakhir. Dia pulalah
yang menentukan setiap gerakan bintang-bintang di jagat raya, kondisi setiap
yang hidup di bumi, cara hidup seseorang, apa yang akan dikatakannya, apa yang
akan dihadapinya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur`an,
"Sesungguhnya, Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran."
(al-Qamar: 49)
"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."
(al-Hadiid: 22)
Kaum mukminin seharusnya menyadari kenyataan yang agung ini.
Sebagai konsekuensinya, sudah seharusnya mereka tidak berbuat kebodohan seperti
orang-orang yang menolak kenyataan dalam hidupnya. Dengan memahami bahwa hidup
itu hanya "mengikuti takdir", mereka tidak akan pernah kecewa atau merasa takut
terhadap apa pun. Mereka menjadi yakin dan tenang seperti yang dicontohkan Nabi
Muhammad saw. yang bersabda kepada sahabatnya, "Janganlah
kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita." (at-Taubah: 40)
ketika sahabatnya itu merasa khawatir ditemukan para pemuja berhala yang
bermaksud membunuh mereka ketika bersembunyi di dalam gua.
4 Iman kepada Allah
Karena Allah adalah pembuat keputusan, setiap kejadian merupakan
anugerah bagi makhluk-Nya: segala sesuatu telah direncanakan untuk kebaikan
agama dan untuk kehidupan orang yang beriman di akhirat kelak. Kaum mukminin
dapat merujuk pada pengalaman mereka untuk melihat bahwa ada sesuatu yang
bermanfaat bagi diri mereka pada akhir sebuah kejadian. Untuk alasan tersebut,
kita harus selalu memercayai Allah.
Dialah Yang Maha Esa dan Maha Melindungi. Seorang mukmin harus
bersikap sebagaimana yang Allah inginkan: memenuhi tanggung jawabnya kemudian
berserah diri pada Allah dengan hasilnya. Ayat berikut mengungkapkan misteri
ini, yang tidak diketahui oleh orang-orang yang ingkar.
"... Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya, Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki) Nya. Sesungguhnya, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu." (ath-Thalaaq: 2-3)
"Katakanlah, 'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa
yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah
kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.'" (at-Taubah: 51)
Apa yang seharusnya seorang muslim katakan kepada orang-orang yang
ingkar kepada Allah swt., juga tercantum dalam Al-Qur`an,
"Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, padahal Dia
telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar
terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah
saja orang-orang bertawakal itu berserah diri." (Ibrahim: 12)
Dalam ayat lain dikatakan,
"Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat
mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka
siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?
Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mu'min bertawakal." (Ali
Imran: 160)
5 Bertafakur
Di dalam Al-Qur`an dijelaskan bahwa orang-orang yang ingkar kepada
Allah swt. adalah orang yang tidak mengenal ataupun menyadari adanya tanda-tanda
Allah. Yang membedakan seorang muslim dengannya adalah kemampuannya untuk
melihat tanda-tanda tersebut dan bukti-buktinya. Dia tahu bahwa semua ini tidak
diciptakan dengan sia-sia dan dia pun dapat menyadari kekuatan serta keagungan
seni Allah di mana pun dan mengetahui cara memuja-Nya. Dialah yang termasuk
orang yang berakal.
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Ali Imran: 191)
Pada beberapa ayat Al-Qur`an, ungkapan seperti "tidakkah kamu
perhatikan?", "terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal" menekankan
pentingnya bertafakur melihat tanda-tanda keberadaan Allah. Allah menciptakan
banyak hal yang tiada putus untuk direnungi. Setiap yang di langit dan di bumi
serta di antara keduanya adalah ciptaan Allah swt. dan yang demikian itu menjadi
renungan untuk orang yang berpikir. Salah satu ayat memberikan contoh tentang
ketuhanan Allah,
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman;
zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya, pada yang
demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan."
(an-Nahl: 11)
Kita dapat merenungi sejenak tentang ayat di atas, yaitu tentang
pohon kurma. Kurma tumbuh dari biji yang sangat kecil (ukuran biji tidak lebih
dari 1 cm3). Dari biji ini tumbuh sebatang pohon dengan panjang mencapai 4-5 m
dan beratnya bisa mencapai ratusan kilo gram. Satu hal yang diperlukan biji
tersebut untuk dapat mengangkat beban yang berat ini adalah tanah di mana ia
tumbuh.
Bagaimana sebutir biji mengetahui cara membentuk sebuah pohon?
Bagaimana biji tersebut "berpikir" untuk melebur dengan senyawa tertentu di
dalam tanah untuk menciptakan kayu? Bagaimana dia meramalkan bentuk dan struktur
yang dibutuhkan? Pertanyaan terakhir ini sangat penting karena ia bukanlah
sebatang pohon sederhana yang keluar dari sebutir biji. Dia adalah organisme
hidup yang kompleks dengan akar untuk menyerap zat-zat dari dalam tanah, dengan
urat dan cabang-cabang yang diatur dengan sempurna. Seorang manusia akan menemui
kesulitan untuk menggambarkan dengan tepat sebuah bentuk pohon, ketika secara
kontras sebutir biji yang sederhana dapat menghasilkan sebuah benda yang
kompleks hanya dengan menggunakan zat-zat yang ada di dalam tanah.
Pengamatan ini menyimpulkan bahwa biji tersebut sangat pandai dan
bijaksana, bahkan melebihi kita, atau lebih tepatnya, ada kepandaian yang
menakjubkan pada sebutir biji. Akan tetapi, apa sumber kepandaian tersebut?
Bagaimana mungkin sebutir biji memiliki kepandaian dan ingatan sedemikian
rupa?
Tidak diragukan lagi, pertanyaan ini memiliki jawaban yang
sederhana: biji tersebut diciptakan dan diberi kemampuan membentuk sebuah pohon
dengan program untuk proses selanjutnya. Setiap biji di bumi diarahkan oleh
Allah swt. dan tumbuh dengan ilmu-Nya. Pada salah satu ayat dikatakan,
"Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada
yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya
(pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu
yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)." (al-An'aam: 59)
Dialah Allah yang menciptakan biji-bijian dan membuatnya bersemi
menjadi sebuah tanaman baru. Dalam ayat lain dikatakan,
"Sesungguhnya, Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji
buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka
mengapa kamu masih berpaling?" (al-An'aam: 95)
Biji-bijian ini merupakan salah satu dari sejumlah tanda-tanda
ciptaan Allah swt. di alam ini. Jika manusia mulai berpikir tidak hanya dengan
akal mereka, tetapi juga dengan hati mereka dan bertanya sendiri, "mengapa dan
bagaimana", mereka akan mampu memahami bahwa semua yang ada di alam ini
merupakan bukti keberadaan dan kekuasaan Allah.
6 Berhati-hati
Allah menciptakan alam ini dengan disertai tanda-tanda
penciptaan-Nya. Akan tetapi, orang yang mengingkari-Nya tidak dapat memahami
kenyataan tersebut karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk "melihat" tujuan
penciptaan ini. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur`an, "...
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah)...." (al-A'raaf: 179) Secara kasat mata, mereka tidak
memiliki kearifan dan pemahaman untuk menanggapi kenyataan yang ada ini.
Orang-orang beriman tidak termasuk kategori "buta" ini. Mereka
menyadari dan menerima kenyataan bahwa seluruh alam ini diciptakan Allah swt.
dengan tujuan dan maksud tertentu. Keyakinan ini marupakan langkah awal dari
keimanan seseorang. Seiring dengan meningkatnya keyakinan dan kearifan, kita
akan dapat mengenali setiap detail ciptaan Allah.
Dalam tradisi Islam, ada tiga langkah pemacu keimanan: Ilmul-yaqin
(mendapatkan informasi), Ainul-Yaqin (melihat), dan Haqqul-Yaqin
(mengalami/merasakan).
Hujan dapat dijadikan contoh dari ketiga langkah ini. Ada tiga
tahapan dalam mengetahui tentang turunnya hujan.
Tahap pertama (Ilmul-Yaqin), ketika seorang duduk di dalam rumah
yang jendelanya tertutup, kemudian ada yang datang dari luar memberitahukan
padanya bahwa hujan turun dan dia memercayainya.
Tahap kedua (Ainul-Yaqin) adalah tahap kesaksian. Orang tersebut
menuju jendela, membuka tirai, dan melihat hujan turun.
Tahap ketiga (Haqqul-Yaqin). Dia membuka pintu, keluar rumah, dan
berada "di bawah" siraman air hujan.
Berhati-hati adalah bentuk tindakan dari do'a untuk beralih dari
tingkatan Ilmul-Yaqin menuju tingkatan Ainul-Yaqin, bahkan lebih.
Upaya melihat tanda-tanda keberadaan Allah dan tidak menjadi "buta"
seperti orang yang ingkar, membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Di dalam
Al-Qur`an, orang beriman diseru untuk mengamati dan memperhatikan tanda-tanda
keberadaan Allah di sekitar mereka dan ini hanya mungkin bisa dilakukan bila
dilakukan dengan berhati-hati.
"Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah
yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?" (al-Waaqi'ah: 63-64)
"Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?"
(al-Waaqi'ah: 68-69)
Allah pun menyatakan dalam ayat yang lain bahwa buta tidak sama
dengan melihat, kemudian Dia bertanya, "Maka apakah kamu tidak
memperhatikan(nya)?" (al-An'aam: 50)
Kita harus melatih diri untuk mengenal tanda-tanda keberadaan Allah
dan selalu mengingat-Nya. Bila tidak, pikiran kita akan menyimpang, melompat
dari masalah yang satu ke yang lainnya, menghabiskan waktu memikirkan hal yang
tidak berguna. Ini merupakan salah satu jenis ketidaksadaran. Kita akan
kehilangan kendali pikiran kita ketika kita kehilangan konsentrasi kepada Allah.
Kita tidak dapat terpusat pada satu hal, kemudian kita tidak dapat memahami
kebenaran di balik materi, kita pun tidak memiliki kemampuan memahami akibat
dari tanda-tanda tersebut. Sebaliknya, pikiran kita diarahkan kepada kesesatan.
Kita akan mengalami kebingungan sepanjang waktu. Yang demikian itu tidak terjadi
pada seorang muslim yang selalu mengingat-Nya, tetapi terjadi pada orang yang
ingkar.
"… Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka
adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau
diterbangkan angin ke tempat yang jauh." (al-Hajj: 31)
Dengan kata lain, orang beriman adalah mereka yang mengarahkan
pikirannya lebih baik dalam merasakan keberadaan Allah dan mereka yang berusaha
lebih baik dalam menjalankan agamanya. Mereka membebaskan pikirannya dari
pemikiran yang sia-sia dan selalu waspada terhadap godaan setan.
"Sesungguhnya, orang-orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa
waswas dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka
melihat kesalahan-kesalahannya." (al-A'raaf: 201)
Karena itu, seorang muslim harus menjaga pikiran dari memikirkan
hal-hal yang tidak berguna, tidak pernah kehilangan arah dengan
kejadian-kejadian di sekitarnya, dan harus selalu menjaga pikirannya.
7 Kebaikan pada Semua Peristiwa
Segala sesuatu diciptakan dengan maksud dan tujuan tersembunyi.
Bersama-sama dengan tujuan tersembunyi ini ada beberapa keuntungan bagi seorang
mukmin di dalam semua peristiwa. Hal ini dikarenakan Allah berada di sisi
orang-orang yang beriman dan tidak pernah mengecewakan mereka.
Pada awalnya, perjuangan hidup tampak tidak menyenangkan. Akan
tetapi, seorang muslim harus mengerti bahwa kejadian yang tampaknya menakutkan,
contohnya, persekongkolan orang kafir melawan orang beriman, akan berakhir
dengan kemenangan bagi orang beriman. Cepat atau lambat, Allah akan memberikan
kemurahan hati-Nya, sehingga orang beriman harus yakin bahwa terdapat hikmah
pada semua kejadian.
Dalam hal ini, terdapat banyak contoh yang tercantum dalam
Al-Qur`an; kehidupan Nabi Yusuf a.s. adalah salah satu di antara yang luar
biasa. Pada masa kecilnya, Nabi Yusuf a.s. dibuang ke dasar sumur oleh
saudara-saudaranya. Selanjutnya, ia diselamatkan, kemudian difitnah dan
dipenjara walaupun ia tidak bersalah. Bagi orang yang tidak beriman, semua
peristiwa itu disangka kemalangan yang paling besar. Akan tetapi, Yusuf a.s.
selalu berpikir bahwa hal ini dapat terjadi hanya dengan kehendak Allah swt. dan
semua itu pasti akan berubah menjadi lebih baik. Ternyata terbukti, Allah
mengubah "bencana" menjadi kebahagiaan. Nabi Yusuf a.s. berhasil lolos dari
penjara dan pada saat yang bersamaan menjadi gubernur di tempat tersebut.
Cerita Nabi Yunus a.s. tidak berbeda. Ia melarikan diri ke kapal
barang, di mana untuk mempertahankan tempatnya, ia bertaruh banyak. Ketika
taruhannya terbukti tidak menguntungkan, ia dilemparkan ke laut dan ditelan ikan
raksasa. Dijelaskan dalam Al-Qur`an bahwa ia lalu diselamatkan dan dikirim ke
"bangsa seratus ribu orang atau lebih" hanya karena ia memuji Allah.
"Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang
banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai
hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia
dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis
labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka
beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu
yang tertentu." (ash-Shaaffat: 143-148)
Semua contoh ini tertulis dalam Al-Qur`an, sebagai pelajaran bagi
kita bahwa peristiwa yang tampaknya "menyedihkan" itu tidak demikian bagi orang
yang beriman. Jika orang memercayai keberadaan Allah, mencari perlindungan hanya
kepada-Nya, dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya, maka tidak ada sesuatu
yang menjadi penyesalan baginya. Allah menciptakan berbagai kesulitan, namun
semua kesulitan itu hanya untuk menguji dan menguatkan kesetiaan dan keimanan
orang beriman.
Yang demikian itu tidak terjadi pada orang-orang yang ingkar. Tidak
ada satu pun dalam hidup ini kebaikan bagi mereka. Sesuatu yang menipu mereka
sebagai kegemaran atau kesenangan merupakan sebenar-benarnya kemalangan dan hal
ini akan menambah kesengsaraan mereka di hari kemudian. Segala sesuatu yang
mereka lakukan akan mereka pertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya,
"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang
Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang
mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan
kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Ali Imran: 180)
8 Kematian Itu Dekat
Pada dasarnya, kaum yang mementingkan duniawi adalah bodoh,
ceroboh, dan dangkal pikirannya. Hidup mereka tidak berdasarkan logika, tetapi
mereka hidup dengan kesesatan dan keyakinan yang salah serta mengikuti sangkaan
yang berakhir dengan kekeliruan. Salah satu kekeliruan ini adalah keyakinan
mereka tentang kematian. Mereka percaya bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak
perlu dipikirkan.
Sebenarnya, yang mereka lakukan adalah lari dari kenyataan dengan
cara mengabaikan kematian. Tanpa memikirkannya, mereka percaya bahwa mereka
dapat menghindari peristiwa itu. Akan tetapi, hal ini seperti burung unta yang
menenggelamkan kepalanya ke dalam pasir untuk mengindari bahaya. Mengabaikan
bahaya tidak membuat bahaya itu hilang. Sebaliknya, orang tersebut berisiko
menghadapi bahaya dengan tanpa memiliki persiapan. Akibatnya, ia akan menerima
kejutan yang lebih besar lagi. Tidak seperti halnya orang beriman yang
mentafakuri kematian dan menyiapkan dirinya terhadap kenyataan yang sangat
penting ini, kebenaran yang akan dialami semua manusia yang hidup. Allah
memperingatkan orang kafir dalam ayat-Nya,
"Katakanlah, 'Sesungguhnya, kematian yang kamu lari darinya,
maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia
beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.'" (al-Jumu'ah: 8)
Kematian bukanlah "bencana" yang harus dilupakan, melainkan
pelajaran penting yang mengajarkan kepada manusia arti hidup yang sebenarnya.
Dengan demikian, kematian seharusnya menjadi bahan pemikiran yang mendalam.
Seorang muslim akan benar-benar merenungi kenyataan penting ini dengan
kesungguhan dan kearifan. Mengapa semua manusia hidup pada masa tertentu dan
kemudian mati? Semua makhluk hidup tidak kekal. Ini menunjukkan bahwa manusia
tidak memiliki kekuatan dan tidak mampu menandingi Kekuasaan Allah. Allahlah
satu-satunya Pemilik kehidupan; semua makhluk hidup dengan kehendak Allah dan
akan mati dengan kehendak-Nya pula, seperti dinyatakan, "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah
Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (ar-Rahmaan: 26-27)
Setiap orang akan mati, namun tak seorang pun dapat memperkirakan
di mana dan kapan kematian akan menghampiri. Tidak seorang pun dapat menjamin ia
akan hidup pada saat berikutnya. Karena itu, seorang muslim harus bertindak
seolah-olah mereka sebentar lagi akan didatangi kematian. Berpikir tentang
kematian akan membantu seseorang meningkatkan keikhlasan dan rasa takut kepada
Allah, dan mereka akan selalu menyadari akan apa yang sedang menunggunya.
"Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun
sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada
Kamilah kamu dikembalikan." (al-Anbiyaa': 34-35)
Post a Comment