QUR-AN DAN SAINS MODERN (3/3)
Yang menarik perhatian dalam menghadapi teks Qur-an untuk
pertama kali adalah banyaknya hal-hal yang dibicarakan
mengenai penciptaan alam, astronomi, keterangan tentang
bumi, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan dan kelahiran manusia.
Dalam Bibel aku telah menemukan kekeliruan-kekeliruan ilmiah
yang besar, tetapi dalam Qur-an aku tidak menemukan sesuatu,
semua itu mendorong diriku untuk bertanya-tanya: Jika
pengarang Qur-an itu seorang manusia, mengapa pada abad VII
Masehi, orang itu dapat menulis hal-hal yang terbukti cocok
dengan Sains modern? Tidak ada kemungkinan untuk
menyangsikan bahwa teks Qur-an yang kita miliki sekarang
adalah teks yang bersejarah. (Fasal yang akan datang
membicarakan hal ini). Apakah yang dapat kita jadikan
penerangan lahiriyah terhadap kenyataan ini? Menurutku, tak
ada penerangan semacam itu. Tak ada keterang an yang
memuaskan yang dapat menjelaskan bagaimana seorang penduduk
Jazirah Arab, dapat memiliki pengetahuan ilmiah tentang
beberapa hal, dan pengetahuan itu mendahului ilmu
pengetahuan sekarang 13 abad, karena orang itu hidup pada
waktu yang memerintah Perancis adalah Raja Dagobert.
Sudah dibuktikan oleh Sejarah bahwa pada waktu Qur-an
diwahyukan selama 23 tahun (622 M.), pengetahuan ilmiah
terhenti semenjak beberapa abad. Dan sudah dibuktikan pula
bahwa periode berkembangnya kebudayaan Islam dengan kemajuan
ilmiahnya telah terjadi sesudah selesai turunnya wahyu atau
Qur-an. Ada orang yang berkata "Jika dalam Qur-an terdapat
keterangan-keterangan ilmiah yang mentakjubkan, maka
sebabnya pada waktu sebelum itu telah terdapat ahli-ahli
Sains Arab. Muhammad mendapatkan inspirasi dari
karangan-karangan mereka." Untuk dapat menerima keterangan
tersebut kita harus melupakan hal-hal yang terjadi dalam
sejarah. Barang siapa mengetahui sedikit daripada sejarah
Islam dan mengetahui bahwa perkembangan kebudayaan dan Sains
dalam dunia Arab pada abad pertengahan ia tidak akan
menerima khayalan semacam itu. Pemikiran seperti tersebut di
atas sangat tidak tepat apalagi kalau kita ingat bahwa
kebanyakan fakta Sains yang dikatakan oleh Qur-an secara
pasti, baru mendapat konfirmasi pada zaman modern itu.
Kita tahu bahwa selama berabad-abad, banyak ahli tafsir
Qur-an, termasuk mereka yang hidup dalam zaman kejayaan
peradaban Islam, yang telah membuat kesalahan dalam
menafsirkan beberapa ayat Qur-an yang mereka tidak dapat
mengungkap kan arti yang sebenarnya. Hanya pada waktu yang
kemudian, yang dekat daripada zaman kita ini, mereka dapat
menafsirkannya secara benar. Hal ini mengandung arti bahwa
untuk memahami ayat-ayat Qur-an, pengetahuan yang mendalam
tentang bahasa Arab saja tidak cukup. Di samping bahasa
Arab, ahli tafsir perlu memiliki pengetahuan ilmiah yang
bermacam-macam. Penyelidikan tentang Qur-an merupakan
penyelidikan pluridiscipliner, encyclopedical. Dengan
mengikuti persoalan-persoalan yang timbul, orang mengerti
bahwa bermacam-macam pengetahuan ilmiah adalah sangat perlu
untuk memahami ayat-ayat Qur-an tertentu.
Memang Qur-an bukannya suatu buku yang menerangkan
hukum-hukum alam. Qur-an mengandung tujuan keagamaan yang
pokok. Ajakan untuk memikirkan tentang penciptaan alam
dialamatkan kepada manusia dalam rangka penerangan tentang
kekuasaan Tuhan. Ajakan tersebut disertai dengan menunjukkan
fakta-fakta yang dapat dilihat oleh manusia dan
aturan-aturan yang ditetapkan oleh Tuhan untuk mengatur
alam, baik dalam bidang Sains maupun dalam bidang masyarakat
kemanusiaan. Sebagian daripada fakta-fakta tersebut ada yang
mudah difahami, tetapi sebagian lainnya tidak dapat difahami
tanpa pengetahuan ilmiah. Ini berarti bahwa manusia-manusia
pada abad-abad dahulu hanya dapat mengetahui arti-arti yang
nampak dan hal itu dapat membawa mereka kepada konklusi yang
kurang benar karena kekurangan pengetahuan pada waktu itu.
Pemilihan ayat-ayat Qur-an untuk diselidiki segi ilmiahnya
mungkin nampak kecil bagi pengarang-pengarang Islam yang
telah menarik perhatian kepada fakta-fakta ilmiah sebelum
aku. Secara keseluruhan aku rasa memang aku memilih jumlah
yang lebih sedikit. Tetapi di lain fihak, aku telah membahas
ayat-ayat yang sampai sekarang belum diberi perhatian yang
cukup dari segi pandangan ilmiah. Jika aku melakukan
kesalahan karena meninggalkan ayat-ayat yang telah mereka
pilih, aku harap mereka mema'afkan; selain daripada itu,
dalam beberapa buku, aku menemukan interpretasi ilmiah yang
tidak tepat; untuk hal-hal tersebut aku sajikan
interpretasiku pribadi yang didasarkan atas kebebasan
pikiran dan rasa tanggung jawab.
Aku juga menyelidiki apakah dalam Qur-an disebutkan fenomena
yang dapat difahami oleh manusia tetapi belum mendapatkan
konfirmasi daripada Sains modern. Dalam rangka ini aku
merasa bahwa Qur-an memuat isyarat bahwa dalam alam
(universe) ini terdapat planet-planet yang seperti bumi.
Harus kuterangkan bahwa banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan
menganggap hal tersebut sangat mungkin, walaupun tingkat
pengetahuan sekarang tidak dapat memberi kepastian. Aku
merasa berkewajiban menuturkan hal ini, dengan reserve yang
harus kita lakukan.
Aku telah melakukan penyelidikan ini semenjak kira-kira 30
tahun. Tetapi ada suatu fakta yang telah disebutkan oleh
Qur-an dan harus ditambahkan kepada hal-hal yang kutulis
mengenai astronomi (ilmu bintang). Fakta dalam Qur-an
tersebut adalah: pembukaan angkasa. Pada waktu itu, orang
meramalkan bahwa setelah percobaan-percobaan peluru-peluru
kendali, pada suatu waktu manusia akan dapat keluar dari
bumi dan menyelidiki angkasa. Orang sudah tahu bahwa ada
ayat Qur-an yang mengatakan bahwa manusia pada satu waktu
akan melaksanakan pembukaan angkasa. Hal tersebut sekarang
sudah terjadi.
Konfrontasi Kitab Suci (Bibel atau Qur-an) dengan Sains,
mengundang pemikiran-pemikiran yang ada hubungannya dengan
"Kebenaran ilmiah;" supaya konfrontasi itu mempunyai arti,
maka argumentasi ilmiah yang menjadi dasar harus sudah
ditetapkan secara pasti dan tidak dapat didiskusikan lagi.
Mereka yang segan menerima campur tangan Sains dalam menilai
Kitab Suci, mengingkari bahwa Sains dapat memberi patokan
untuk perbandingan; (Bibel akan menderita kerugian jika
dikonfrontir dengan Sains, tetapi Qur-an tidak takut
konfrontasi tersebut); Mereka mengatakan bahwa Sains itu
berubah menurut waktu, sehingga sesuatu hal mungkin dapat
diterirna pada suatu waktu, akan tetapi kemudian ditolak.
Soal tersebut di atas memerlukan penjelasan sebagai berikut:
kita harus membedakan teori ilmiah dan fakta yang diamati
dan dikuasai. Teori adalah untuk menerangkan suatu fenomena
atau kumpulan fenomena yang sukar difahami. Teori memang
sering berubah-ubah, teori dapat dirubah sedikit atau sama
sekali diganti dengan teori lain jika kemajuan ilmiah
memungkinkan orang untuk menganalisa fakta secara lebih baik
dan memikirkan suatu-penafsiran yang lebih berharga.
Sebaliknya, fakta yang diamati dan dibuktikan dengan
eksperimen tidak dapat dirubah. Orang dapat menjelaskan
sifat-sifatnya dengan lebih terperinci akan tetapi fakta itu
tetap tidak berubah. Orang telah membuktikan bahwa
bumi-beredar sekitar matahari dan bulan beredar sekitar
bumi, tidak akan mengalami perubahan; pada masa yang akan
datang mungkin orang akan dapat memberi gambaran tentang
orbit-orbitnya.
Pemikiran bahwa teori itu dapat berubah, telah mendorongku
umpamanya untuk tidak membicarakan satu ayat Qur-an yang
dikatakan oleh seorang muslim ahli fisika sebagai ayat yang
menerangkan konsep anti materi, sedangkan teori tersebut
pada waktu ini banyak diperdebatkan. Sebaliknya orang dapat
menerima dengan penuh perhatian suatu ayat Qur-an yang
mengatakan bahwa asal kehidupan itu adalah air; kehidupan
berasal dari air adalah suatu hal yang tak dapat dibuktikan
akan tetapi telah dikuatkan oleh argumentasi bermacam-macam.
Adapun mengenai pengamatan fakta-fakta, seperti perkembangan
janin manusia, orang dapat mengkonfrontasikan bermacam-
macam tahap yang disebutkan oleh Qur-an dengan
penemuan-penemuan embryologie (ilmu janin) modern, dan
menemukan persesuaian yang mutlak antara ayat Qur-an dengan
Sains.
Konfrontasi Qur-an dengan Sains telah disempurnakan oleh dua
perbandingan; di satu fihak konfrontasi ayat-ayat Bibel
dengan Sains modern dalam hal-hal yang dibicarakan oleh
keduanya. Di lain fihak perbandingan pandangan ilmiah
tersebut dengan ayat-ayat Qur-an, wahyu yang diberikan Allah
kepada Nabi Muhammad, dan dengan hadits, buku riwayat, serta
ucapan Nabi Muhammad di luar ayat-ayat yang tersebut dalam
Qur-an.
Pada akhir bagian ketiga daripada buku ini, orang akan
menemukan hasil perbandingan antara riwayat Bibel dan
riwayat Qur-an mengenai kejadian yang sama dengan hal yang
sudah disaring oleh kritik ilmiah; sebagai contoh, kita
telah mengadakan penyelidikan tentang penciptaan alam dan
tentang Banjir Nabi Nuh. Untuk kedua masalah itu telah kita
buktikan bahwa riwayat Bibel tidak sesuai dengan Sains.
Tetapi kita akan menemukan bahwa riwayat-riwayat Qur-an,
sesuai sepenuhnya dengan Sains. Orang akan melihat
perbedaan-perbedaan yang menjadikan riwayat Qur-an dapat
diterima di zaman modern sedang riwayat Bibel tak dapat
diterima.
Konstatasi ini sangat penting, oleh karena di negara-negara
Barat, orang-orang Yahudi, Kristen atau atheist semuanya
berpendapat tanpa bukti sedikitpun, bahwa Muhammad menulis
(mengarang) Qur-an atau memerintahkan orang menulis
(mengarang) Qur-an dengan meniru Bibel. Orang mengiraR bahwa
riwayat Qur-an tentang sejarah agama mengutip dari
riwayat-riwayat Bibel. Sikap semacam itu sama sembrononya
dengan sikap orang yang mengatakan bahwa Yesus telah menipu
orang-orang pada zamannya dengan mengatakan bahwa ia
mendapat inspirasi dari Perjanjian Lama selama ia berdakwah.
Kita mengetahui bahwa seluruh Injil Matius didasarkan atas
kontinuitas dengan Perjanjian Lama. Ahli tafsir mana yang
berani melepaskan kenabian Yesus oleh karena hal tersebut
(kontinuitas dengan Perjanjian Lama)? Tetapi begitulah orang
menilai Muhammad di negara-negara Barat. "Muhammad hanya
meniru Bibel." Hal ini tentu saja merupakan penilaian yang
sangat dangkal yang tidak memperdulikan kenyataan bahwa
Bibel dan Qur-an dapat memberikan versi yang berlainan.
Tetapi orang menganggap sepi perbedaan-perbedaan riwayat
antara Qur-an dan Injil. Bahkan orang menyatakan bahwa
riwayat-riwayat itu adalah identik, oleh karena itu
pengetahuan ilmiah tidak boleh mencampuri. Soal-soal semacam
ini akan kita bicarakan mengenai hikayat penciptaan alam dan
banjir pada zaman Nabi Nuh.
Kumpulan-kumpulan Hadits bagi Nabi Muhammad adalah seperti
Injil empat bagi Yesus, Hadits adalah riwayat mengenai
perbuatan dan perkataan Nabi, yang mengumpulkannya bukan
saksi-saksi mata (sedikitnya bagi kumpulan Hadits yang
benar), yang dikumpulkan sesudah zamannya Nabi Muhammad.
Kitab Hadits sama sekali tidak merupakan kitab yang
mengandung wahyu tertulis. Hadits bukan sabda Tuhan, tetapi
meriwayatkan kata-kata Muhammad. Dalam buku-buku Hadits yang
banyak tersiar kita dapatkan riwayat-riwayat yang mengandung
kekeliruan ilmiah, khususnya mengenai resep obat-obatan.
Tetapi siapa yang dapat mengatakan dengan pasti bahwa
keteranganketerangan yang dinisbatkan kepada Nabi itu
autentik? Kita tidak membicarakan problema-problema
keagamaan, yang memang tidak kita bicarakan berhubung dengan
persoalan Hadits. Banyak Hadits yang disangsikan
kebenarannya; Hadits-Hadits itu telah dibicarakan oleh
ulama-ulama Islam sendiri. Jika kita membicarakan aspek
ilmiah daripada beberapa Hadits dalam buku ini, hal itu
adalah pada dasarnya untuk menunjukkan perbedaan antara
Hadits dan Qur-an, karena Qur-an tidak mengandung pernyataan
ilmiah yang tak dapat diterima.
Konstatasi yang akhir ini menjadikan hipotesa bahwa Muhammad
adalah pengarang Qur-an, tidak dapat diterima. Tidak mungkin
seorang yang tak dapat membaca dan menulis menjadi pengarang
nomor satu, penulis karya nomor satu dalam sastra Arab, dan
memberitahukan soal-soal ilmiah yang tak ada manusia pada
waktu itu dapat melakukannya, serta segala keterangannya
tidak ada yang keliru.
Pemikiran-pemikiran yang akan kita kembangkan dalam
penelitian ini dari segi pandangan ilmiah akan menyampaikan
kita kepada suatu natijah yaitu: "tidak masuk akal bahwa
seseorang yang hidup pada abad VII M. dapat melontarkan
dalam Qur-an ide-ide mengenai bermacam-macam hal yang bukan
merupakan pemikiran manusia pada waktu itu. Dan ide-ide itu
cocok dengan apa yang akan dibuktikan oleh Sains beberapa
abad kemudian."
Bagiku, tak ada kemungkinan bahwa Qur-an itu buatan manusia.
|
Post a Comment