ILMU AGAMA DI RUMAH
ILMU AGAMA DI RUMAH
Nasehat (8): Pengajaran Anggota Keluarga
Mengajar adalah
kewajiban yang mesti dilakukan oleh pemimpin keluarga, sebagai realisasi dari
perintah Allah Ta'ala:
"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu".(At-Tahrim :
6)
Ayat di atas merupakan dasar pengajaran dan pendidikan anggota keluarga,
memerintah mereka dengan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran.
Di bawah ini beberapa komentar ahli tafsir tentang ayat tersebut, yakni
berkaitan dengan kewajiban yang dibebankan atas pemimpin keluarga.
Qatadah berkata: "Dia hendaknya memerintah mereka berbuat taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala serta mencegah mereka dari maksiat kepadaNya,
hendaknya menjaga mereka untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah dan
membantu mereka di dalamnya. Maka apabila kamu melihat kemaksiatan, hendaknya
engkau menjauhkan mereka daripadanya dan memperingatkan untuk tidak
melakukannya".
Adh-Dhahhak dan Muqatil berkata: "Merupakan kewajiban setiap muslim,
mengajarkan keluarganya dari kerabat dan hamba sahayanya akan apa yang
diwajibkan oleh Allah atas mereka dan apa yang dilarangNya".
Ali radhiyallah 'anhu berkata: "Ajari dan didiklah mereka''.
Al-Kiya At-Thabari berkata: "Kita hendaknya mengajari anak-anak dan
keluarga kita masalah agama dan kebaikan, serta apa-apa yang penting dan
dibutuhkan dalam persoalan adab dan akhlak".
Apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menganjurkan kita
mengajari wanita-wanita hamba sahaya yakni bukan orang-orang merdeka, maka
apatah lagi halnya dengan anak-anakmu dan keluargamu yang merdeka?"
Imam Bukhari dalam Shahihnya, Bab Pengajaran Laki-laki terhadap
Hamba Sahaya Perempuan dan Keluarganya, menulis hadits:
"Tiga orang yang mendapat dua pahala: ... dan seorang laki-laki yang
memiliki hamba sahaya perempuan lalu ia mendidiknya dengan baik, mengajarinya
dengan baik, kemudian ia memerdekakannya lalu menikahinya maka baginya dua
pahala."
Dalam penjelasan hadits di atas, Ibnu Hajar mengatakan: "Kesesuaian
hadits dengan tarjamah - maksudnya judul bab - dalam masalah hamba
sahaya perempuan adalah dengan nash, dan dalam masalah keluarga dengan qiyas,
sebab perhatian dengan keluarga yang merdeka dalam soal pengajaran
kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Allah dan sunnah-sunnah RasulNya
adalah sesuatu yang harus dan pasti daripada perhatian kepada hamba sahaya
perempuan".
Karena adanya kesibukan dan tugas serta ikatan lainnya, seseorang terkadang
melalaikan untuk meluangkan waktu bagi dirinya sehingga bisa
mengajari keluarganya. Diantara jalan pemecahan dalam persoalan ini
yaitu hendaknya ia mengkhususkan satu hari dalam seminggu sebagai waktu untuk
keluarga, bahkan mungkin juga dengan melibatkan kerabat lain untuk
menyelenggarakan majlis ilmu di dalam rumah. Ia hendaknya mengumumkan
hari tersebut kepada segenap anggota keluarga dan menganjurkan agar menepati
dan datang pada hari yang ditentukan tersebut, bahkan akan lebih efektif dengan
menggunakan kata-kata wajib datang, baik kepada dirinya maupun kepada anggota
keluarga yang lain.
Berikut ini adalah apa yang terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam masalah ini.
Imam Bukhari berkata: "Bab: Apakah bagi Wanita Disediakan Hari
Khusus untuk Ilmu?" Lalu menyitir hadits Abu Said AI-Khudri
radhiyallah 'anhu :
"Para wanita berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Kami telah dikalahkan kaum laki-laki dalam berkhidmat kepadamu. Karena itu buatlah untuk kami suatu hari dari dirimu", lalu Rasulullah menjanjikan mereka suatu hari untuk bertemu dengan mereka, maka Rasulullah menasehati dan memerintah mereka".
"Para wanita berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Kami telah dikalahkan kaum laki-laki dalam berkhidmat kepadamu. Karena itu buatlah untuk kami suatu hari dari dirimu", lalu Rasulullah menjanjikan mereka suatu hari untuk bertemu dengan mereka, maka Rasulullah menasehati dan memerintah mereka".
Ibnu Hajar berkata: "Dalam riwayat Sahl bin Abi Shalih dari ayahnya
dari Abu Hurairah mirip dengan kisah ini, ia berkata; "Perjanjian kalian
di rumah Fulanah, maka Rasulullah mendatangi mereka dan memberi ceramah
kepada mereka".
Dari hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan akan pentingnya
pengajaran para wanita di rumah-rumah, dan mengingatkan pula betapa besar
perhatian para sahabat wanita dalam masalah belajar, juga menunjukkan bahwa
mengkonsentrasikan semangat mengajar hanya kepada laki-laki dengan meninggalkan
kaum perempuan adalah kelalaian besar bagi para da'i dan pemimpin rumah tangga.
Sebagian pembaca mungkin berkata, misalnya, kita telah meluangkan waktu
sehari dalam seminggu dan hal itu telah kita kabarkan kepada anggota keluarga,
lalu apa yang akan kita berikan dalam pertemuan (majlis) tersebut? Dan
bagaimana pula memulainya?
Sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut, Penulis mencoba memberikan ide
dalam hal ini sehingga menjadi manhaj (program) sederhana untuk mengajar
anggota keluarga secara umum dan bagi kaum wanita secara khusus.
1. Tafsir
Al-Allamah Ibnu Sa'di, yaitu Tafsir Taisirul Karim Ar-Rahman fi Tafsiiri
Kalaamil Mannaan. Terdiri dari tujuh jilid, sajian dan bahasannya mudah.
Tafsir ini bisa ditelaah dan dibaca per surat atau semampunya dalam
tiap kali pertemuan.
2.
Riyaadhus Shaalihiin dengan
komentar dan keterangan serta pelajaran yang bisa diambil dari tiap hadits. Dalam hal ini bisa merujuk pada
kitab Nuzhatul Muttaqiin.
3.
Husnul
Uswah Bimaa Tsabata Anillaahi Waraasuulihi Fin Niswah, karya Shiddiq Hasan Khan.
Juga penting untuk diajarkan kepada wanita beberapa persoalan hukum Fiqh,
misalnya hukum bersuci, haid, hukum shalat dan zakat, puasa dan haji, jika
mereka telah bisa melakukannya. Demikian pula hukum makanan dan
minuman, pakaian dan perhiasan, sunnah-sunnah fithrah dan para mahram, hukum
lagu, gambar dan sebagainya.
Diantara rujukan-rujukan penting dalam masalah-masalah tersebut yaitu
fatwa-fatwa para ulama seperti Kumpulan Fatwa-fatwa Syaikh Abdul
Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan ulama lain selain
mereka, baik itu berupa buku maupun rekaman kaset.
Termasuk dalam kategori jadwal pengajaran wanita dan keluarga adalah dengan
mengingatkan mereka untuk mengikuti berbagai ceramah umum yang disampaikan oleh
para ulama, atau penuntut ilmu yang terpercaya di bidangnya, jika hal itu
memungkinkan. Hal ini untuk lebih banyak memberikan referensi dan sumber
pengajaran, juga untuk variasi. Selain itu, jangan pula dilupakan masalah
mendengarkan siaran bacaan Al-Qur'anul Karim serta menaruh perhatian kepadanya.
Termasuk dalam rangka penyediaan sarana pengajaran adalah mengingatkan anggota
keluarga pada hari-hari tertentu agar para wanitanya menghadiri pameran
buku-buku Islami, tetapi dengan memperhatikan syarat-syarat bepergian yang
telah diatur agama.
Nasehat (9): Buatlah Perpustakaan di Rumahmu.
Diantara yang membantu proses pengajaran bagi keluarga adalah pemberian
kesempatan belajar agama dan menolong mereka untuk mentaati hukum-hukum
syari'at dengan membuat perpustakaan Islami di rumah, tidak harus besar, tetapi
yang penting bisa menyeleksi buku-buku penting, menempatkannya di tempat yang
gampang diambil, dan menganjurkan anggota keluarga untuk membacanya.
Hendaknya di ruang dalam disediakan kamar yang bersih dan tertib, cocok
untuk meletakkan buku-buku, di kamar tidur, juga di ruang tamu, sehingga
memberi kesempatan kepada anggota keluarga membaca buku dengan teratur.
Diantara perpustakaan yang baik dan efisien - dan sungguh Allah menyukai
yang baik dan efisien - adalah hendaknya perpustakaan itu memuat sumber-sumber yang
daripadanya bisa dicari pembahasan dan pemecahan berbagai persoalan, bermanfaat
untuk anak-anak di sekolah, dan hendaknya pula memuat buku-buku untuk tingkatan
yang beragam, juga buku-buku yang cocok untuk orang dewasa dan anak-anak,
laki-laki dan perempuan.
Jika mampu, bisa pula disediakan buku-buku khusus hadiah bagi tamu dan
kawan anak-anak serta pengunjung keluarga, dengan memperhatikan soal cetakan
yang menarik, buku yang telah diteliti dan diedit, serta hadits-haditsnya telah
diperiksa dan diterangkan secara jelas.
Untuk mendirikan perpustakaan rumah, bila perlu dengan memanfaatkan pameran
buku-buku setelah meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada orang yang
ahli di bidang perbukuan.
Diantara yang membantu memudahkan mencari buku-buku yaitu dengan
menertibkan buku-buku sesuai judulnya. Misalnya buku tafsir di rak tersendiri,
demikian pula hadits, fiqh dan seterusnya.
Salah seorang anggota keluarga hendaknya ada yang menata daftar buku sesuai
dengan abjad dan judul, sehingga akan memudahkan pencarian buku, sebab
terkadang banyak orang yang senang membaca buku-buku keislaman menanyakan
nama-nama buku tersebut pada perpustakaan rumah.
Di bawah ini ada beberapa usulan dalam masalah buku-buku penting bagi
perpustakaan rumah:
Tafsir: Tafsir lbnu Katsir, Tafsir lbnu Sa'di, Zubdatut
Tafsir karya Al-Asyqar, Ushulut Tafsir karya Ibnu Utsaimin, dan Lamahaat
fii Uluumil Qur'an karya Muhammad Ash-Shabbagh.
Hadits: Shahihul Kalimith Thayyib, Amalul Muslimi fil
Yaum wal Lailah, Riyadhush Shalihin dan keterangannya, Nuzhatul
Muttaqin, Mukhtashar Shahih Al-Bukhari karya Zubaidi, Mukhtashar
Shahih Muslim karya Mundziri dan Al-Albani, Shahihul Jami' Ash-Shaghier,
Dha'iful Jami' Ash-Shaghier, Shahihut Targhib wat Tarhib, As-Sunnah
wa Makaanatuha fit Tasyrii', Qawa'id wa Fawa'id Minal Arba'in
An-Nawawiyyah karya Nazhim Sulthan.
Aqidah: Fathul Majid Syarhu KitabAt-Tauhid dengan tahqiq
Arna'uth, A'laamus Sunnah Al-Mansyurah karya Al Hakamy,Ma'arijul
Qabuul karya Al—Hakamy, Syarhul Aqidah Ath-Thahawiyah dengan tahqiq
Al-Albani, Silsilatul Aqidah karya Umar Sulaiman Al-Asyqar (8 ]uz), Asyraatus
Saa'ah karya Dr.Yusuf Al-Wabil.
Fiqh: Manaarus Sabil karya Ibnu Dhauyan, Irwaa'ul
Ghalil karya Al-Albani, Zaadul Ma'aad, Al-Mughni karya lbnu
Qudamah, Fiqhus Sunnah, Al-Mulakhkhashul Fiqhi karya Shalih
Fauzan, Majmu'atu Fataawa Al-Ulama (Abdul Aziz bin Baaz, Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin, Abdullah bin Jibrin), Shifatu Shalatin Nabi karya
Al-Albani dan Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Mukhtashar Ahkamil Jana'iz
karya Al-Albani.
Akhlaq dan Penyucian Jiwa: Tahdzibu
Madarijis Salikin, Al-Fawa'id, Al-Jawabul
Kaafi, Thariqul Hijratain Wa Baabus Sa'adatain, Al-Wabilush
Shayyib Wa Rafi'ul Kalimith Thayyib karya Ibnul Qayyim, Lathaa'iful
Ma'aarif karya lbnu Rajab, Tahdzibu Mau'idhatil Mukminin, Ghidza'ul
Albab.
Sejarah dan Biografi: Al-Bidayah Wan Nihayah karya
Ibnu Katsir, Mukhtashar Asy-Syamaa'il Al Muhammadiyyah karya
At-Turmudzi, Ar-Rahiiqul Makhtum, Al- 'Awaashim minal Qawaashim
karya Ibnul Arabi tahqiq Al-Khatib dan Al-Istanbuli, Al-Mujtama' Al-
Madani (1-2) karya Akram Al-Umari, Siyaru A'laamin Nubala', Manhaju
Kitaabit Tarikh Al-lslami karya Muhammad bin Shamil As-Salami.
Di samping itu, masih banyak lagi kitab-kitab di bidang lain. Misalnya
kitab-kitab karya Imam Mujaddid Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
kitab-kitab karya Al-Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di. Juga
kitab-kitab Umar bin Sulaiman Al-Asyqar, Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Ismail
Al-Muqaddam, Ustadz Muhammad Muhammad Husein, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu,
Ustadz Husain Uwaisyah dalam Raqa'iq, Kitabul Iman karya Muhammad
Na'im Yasin, Al-Wala' wal Bara' karya Syaikh Muhammad Said Al-Qahthani, Al-Inhiraafaat
Al-Aqadiyah fil Qarnain Ats-Tsani Asyar wats Tsalits Asyar karya Ali
Az-Zahrani, Al-Muslimun Wa Dhahiratul Hazimah An-Nafsiyah karya Abdullah
Asy-Syabanah, Al-Mar'ah Bainal Fiqhi Wal Qaanun karya Musthafa
As-Siba'i, Al-UsratuI Muslimah Amamal Fiidiyu Wal Tilifiziyun karya
Marwan Kack, Al-Mar'atul Muslimah I'daaduha Wa Mas'uuliyatuha karya
Ahmad Ababathin, Mas'uuliyatul Ab Al-Muslim fii Tarbiyati Waladihi karya
Adnan Baharits, Hijaabul Muslimah karya Ahmad Al-Barazi, Wajaa 'a
Daurul Majuus karya Abdullah Muhammad Al-Gharib, juga buku-buku karya
Syaikh Bakar Abu Zaid dan Ustadz Masyhur Hasan Salman.
Selain itu masih banyak lagi buku-buku yang bermanfaat. Apa yang kami
sebutkan di atas hanyalah sebagai contoh, tidak berarti kami membatasi. Di
samping itu, saat ini telah pula merebak kecenderungan buku-buku kecil dan
praktis yang banyak bermanfaat. Kalau kita catat di sini, tentu tak
memungkinkan, karena itu masing-masing hendaknya meminta pendapat orang ahli
dan teliti dalam menyeleksinya. Dan sungguh, barangsiapa yang dikehendaki oleh
Allah kebaikan, niscaya Ia akan pahamkan orang tersebut dalam masalah agama.
Nasehat (10): Perpustakaan Kaset di Rumah.
Tape Recorder di dalam rumah bisa berfungsi baik atau jelek. Bagaimana
menjadikan penggunaannya diridhai oleh Allah ?
Diantara sarana untuk itu adalah menjadikan koleksi kaset yang ada di dalam
rumah merupakan kaset-kaset Islami dan baik. Yakni rekaman dari para ulama,
pembaca Al-Qur'an (qari' ), penceramah, pemberi nasehat, khatib dll.
Sungguh, mendengarkan kaset bacaan Al-Qur'an yang khusyu' dari suara
sebagian imam shalat tarawih misalnya, memiliki pengaruh besar bagi keluarga di
rumah. Baik itu pengaruh dari makna yang terkandung di dalam Al-Qur'an maupun
pengaruh terhadap hafalan mereka, karena senantiasa memperdengarkannya kembali,
juga pengaruh segi penjagaannya dari pendengaran setan seperti lagu-lagu, sebab
telinga dan hati tidak cocok untuk bercampur di dalamnya kalamullah dan
lagu-lagu setan.
Betapa banyak kaset-kaset fatwa yang memberikan pengaruh dalam pemahaman
fiqh anggota keluarga dalam berbagai persoalan yang mereka hadapi sehari-hari
dalam kehidupan mereka. Di antara yang digagaskan dalam masalah ini yaitu
mendengarkan fatwa-fatwa rekaman dari para ulama seperti fatwa Syaikh
Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,, Syaikh Muhammad
Al-Utsaimin, Syaikh Shalih Al-Fauzan dan lain-lain dari ulama yang
terpercaya keilmuan dan agamanya.
Umat Islam hendaknya memperhatikan dari mana ia mengambil fatwa agama,
karena ini adalah urusan agama. Karena itu, lihatlah dari siapa kamu mengambil
agamamu. Kita hendaknya mengambil agama dari orang yang telah dikenal
keshalihan dan takwa serta wara'nya, bersandar kepada hadits-hadits shahih dan
tidak ta'ashub madzhab, berkata sesuai dengan dalil, konsisten
dengan manhaj wasath (pertengahan), tidak terlalu ekstrim dan
memberatkan, atau terlalu longgar dan mempermudah, dan dia adalah orang yang
mengetahui (khabir) terhadap apa yang kita tanyakan.
Allah berfirman:
"(Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia". (Al-Furqan: 59).
"(Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia". (Al-Furqan: 59).
Mendengarkan penceramah yang berdakwah menyadarkan umat, menegakkan dalil
dan kebenaran serta menolak kemungkaran adalah sesuatu yang amat penting dalam
pembangunan pribadi di dalam rumah tangga muslim.
Alhamdulillah, kaset-kaset para ulama itu sangat banyak
jumlahnya. Tetapi yang penting, setiap muslim harus mengetahui ciri-ciri manhaj
(metode) yang benar bagi seorang penceramah sehingga kaset-kasetnya
perlu didengarkan dan yang mendengarkan aman karenanya.
Di antara ciri-ciri itu adalah:
1. Penceramah
itu harus berada diatas aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, setia kepada
sunnah dan meninggalkan bid'ah.
2. Hendaknya
ia bersandarkan pada hadits-hadits shahih dan menghindari hadits-hadits dha'if
dan palsu.
3. Hendaknya
ia jeli dan peka dengan kondisi sosial masyarakat serta apa yang mereka alami. Ia
harus bisa meletakkan obat tepat pada penyakit. Menyampaikan kepada manusia apa
yang bermanfaat dan sangat mereka butuhkan.
4. Hendaknya
ia berani menyampaikan kebenaran sesuai dengan kemampuannya dan tidak berbicara
dengan batil.
Kaset-kaset itu perlu diletakkan di laci dengan tertib sehingga gampang
diambil, juga akan menjaga kaset tersebut dari hilang, rusak, atau dibuat
mainan anak-anak. Kaset-kaset yang baik hendaknya kita usahakan untuk
disebarkan melalui peminjaman atau menghadiahkannya untuk orang lain.
Dalam pemanfaatan tape recorder ini, adalah baik dengan meletakkan
alat tersebut di dapur sehingga akan memberi manfaat kepada ibu rumah tangga,
juga di kamar tidur untuk bisa memanfaatkan waktu hingga saat terakhir
menjelang kita tidur.
Nasehat (11): Mengundang Orang-orang Shalih,
Ulama, dan para Penuntut
Ilmu ke Rumah.
Ilmu ke Rumah.
Firman Allah Ta'ala :
"Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan". (Nuh :28).
"Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu-bapakku, orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan". (Nuh :28).
Sungguh masuknya orang-orang beriman dapat menambah cahaya bagi rumahmu. Di
samping itu, mengadakan pembicaraan, bertanya dan berdiskusi dengan mereka akan
mendatangkan banyak sekali manfaat.
Orang yang membawa kesturi mungkin akan memberikannya padamu, atau engkau
membeli daripadanya, atau minimal engkau akan dapati daripadanya bau wangi
semerbak.
Dengan kedatangan mereka, tentu ayah, saudara dan anak-anak ada yang ikut
menyambutnya, sedang para wanita akan mendengarkannya dari balik hijab tentang
apa yang mereka perbincangkan. Hal itu adalah pendidikan bagi semua. Jika
engkau memasukkan suatu kebaikan maka engkau telah menolak masuknya sesuatu
yang jelek dan kehancuran.
Nasehat (12): Belajar Hukum-hukum Syari'at
tentang Rumah.
Di antaranya:
Shalat di rumah.
Tentang shalat laki-laki, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib."
"Sebaik-baik shalat laki-laki adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib."
Adapun shalat-shalat wajib tersebut maka wajib dilakukan di masjid, kecuali
ada udzur. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Shalat tathawwu' (sunnah) laki-laki di rumahnya melebihi (pahala) amalan tathawwu' di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat seorang laki-laki secara berjama'ah dengan shalatnya sendirian".
"Shalat tathawwu' (sunnah) laki-laki di rumahnya melebihi (pahala) amalan tathawwu' di hadapan manusia, sebagaimana keutamaan shalat seorang laki-laki secara berjama'ah dengan shalatnya sendirian".
Adapun bagi wanita, semakin ke dalam tempat shalatnya dari bagian rumahnya
maka semakin utama.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sebaik-baik shalat kaum wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya".
"Sebaik-baik shalat kaum wanita yaitu di bagian paling dalam dari rumahnya".
Agar orang lain tidak menjadi imam di rumahnya, dan tidak boleh duduk
seseorang di tempat yang biasa diduduki oleh pemilik rumah kecuali dengan
izinnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak boleh seorang laki-laki diimami di wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas kemuliannya (tempat duduknya) di rumahnya kecuali dengan izinnya".
"Tidak boleh seorang laki-laki diimami di wilayah kekuasaannya, dan tidak diduduki atas kemuliannya (tempat duduknya) di rumahnya kecuali dengan izinnya".
Maksudnya, tidak boleh maju untuk menjadi imam atas tuan rumah, meski
sebetulnya orang lain lebih baik bacaannya daripadanya, atau orang yang
memiliki kekuasaan seperti tuan rumah atau imam tetap masjid. Demikian pula
seseorang tidak boleh duduk di tempat khusus tuan rumah baik itu kursi atau
kasur kecuali dengan izinnya.
Izin
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang
demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak
menemui seorangpun di dalamnya maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat
izin. Dan jika dikatakan kepadamu:"Kembali (sajalah)", maka
hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan". (An-Nur: 27-28).
"Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya". (Al-Baqarah:
189).
Boleh masuk ke dalam rumah kosong (yang tidak berpenghuni) dengan
tanpa izin manakala orang yang masuk tersebut memiliki barang di dalamnya,
misalnya rumah yang diperuntukkan bagi tamu.
"Tiada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami,
yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan
dan apa yang kamu sembunyikan". (An-Nur : 29).
Tidak mengapa makan di rumah kerabat dan rumah teman-teman serta di rumah
orang lain yang kita memiliki kuncinya, jika mereka tidak membenci hal
tersebut.
"Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang,
tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan
(bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di
rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu
yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara
bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah yang
kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu
makan bersama-sama mereka atau sendirian...". (An-Nur: 61).
Melarang anak-anak dan pembantu masuk ke dalam kamar tidur ibu bapak, tanpa
izin, pada waktu-waktu istirahat (tidur).
Yaitu sebelum shalat subuh, waktu tidur siang, setelah shalat Isya', karena
ditakutkan pandangan mereka akan tertumbuk pada pemandangan yang tidak sesuai,
jika melihat sesuatu tanpa sengaja pada selain waktu-waktu tersebut maka hal
itu bisa ditolerir (dimaafkan). Sebab mereka adalah orang-orang yang bercampur
di satu rumah dan melayani sehingga sulit untuk menghindari hal tersebut. Allah
berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan
wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu,
meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu: sebelum
shalat shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di
tengah hari dan sesudah shalat lsya'. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada
dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka
melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah
Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana." (An-Nur 58).
Dilarang mengintip rumah orang lain, tanpa izin mereka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa mengintip rumah kaum (orang) lain tanpa izin, kemudian mereka mencongkel matanya, maka baginya tidak ada diyat dan tidak pula qishash".
"Barangsiapa mengintip rumah kaum (orang) lain tanpa izin, kemudian mereka mencongkel matanya, maka baginya tidak ada diyat dan tidak pula qishash".
Wanita yang ditalak tidak boleh keluar atau dikeluarkan dari
rumahnya selama waktu iddah (menunggu) dengan memberikan infak
kepadanya.
Allah berfirman: "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan
isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu (yang wajar) dan
hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah
kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar
kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum
Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah maka sesungguhnya dia
telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali
Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru". (Ath-Thalaq: 1).
Boleh bagi laki-laki memisahkan (meninggalkan) isteri yang durhaka di dalam
atau di luar rumah, sesuai dengan maslahat menurut agama.
Adapun memisahkan diri dari isteri di dalam rumah, dalilnya firman Allah :
"Dan pisahkanlah diri dari di tempat tidur mereka".(An-Nisa': 34).
"Dan pisahkanlah diri dari di tempat tidur mereka".(An-Nisa': 34).
Adapun dasar memisahkan diri dari isteri di luar rumah adalah seperti yang
terjadi pada diri Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam ,ketika beliau
memisahkan diri dari isteri-isteri beliau di dalam kamar-kamar mereka, dan
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam mengasingkan diri di luar rumah
isteri-isteri beliau.
Tidak menginap di rumah sendirian.
"Dari Ibnu Umar radhiyallah 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menyendiri, yakni seorang laki-laki menginap atau bepergian sendirian".
Larangan itu disebabkan karena dengan sendirian ditakutkan akan terjadi
sesuatu. Misalnya serangan musuh, pencuri, atau sakit. Adanya teman yang
mendampinginya akan menolak keinginan musuh atau pencuri menyerangnya, juga
akan membantunya jika dia jatuh sakit.
Tidak tidur di lantai atas yang tidak memiliki pagar, agar tidak jatuh.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa tidur di loteng rumah yang tidak memiliki batu (penghalang, pagar), maka sungguh aku telah lepas tanggung jawab daripadanya".
"Barangsiapa tidur di loteng rumah yang tidak memiliki batu (penghalang, pagar), maka sungguh aku telah lepas tanggung jawab daripadanya".
Sebab orang yang tidur, terkadang - dengan tidak sadar - berguling-guling
dalam tidurnya. Jika ia tidur di lantai atas/atap
rumah yang tidak memiliki pagar atau pembatas yang menghalanginya, bisa jadi ia
akan jatuh ke bawah yang menyebabkannya meninggal dunia.
Jika hal itu terjadi,maka tak seorangpun yang berdosa karena kematiannya,
semua lepas dari tanggung jawab atas kematian orang tersebut.
Di samping hal itu juga menyebabkan pelecehannya terhadap penjagaan Allah
padanya, sebab ia tidak mengambil langkah ikhtiar dan sebab.
Kucing-kucing piaraan tidak menjadikan najis bejana, bila kucing
tersebut minum atau makan daripadanya.
"Dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwasanya diletakkan untuknya bejana yang berisi air, lalu seekor kucing menjilat ke dalamnya, ia (tetap) melakukan wudhu. Mereka berkata: "Hai Abu Qatadah, bejana itu telah dijilat oleh kucing". Ia menjawab: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kucing termasuk di antara anggota keluarga, dan ia termasuk di antara yang mengitari kalian".
Dalam riwayat lain:
"Kucing itu tidak najis, sesungguhnya ia termasuk di antara yang mengitari kalian".
"Kucing itu tidak najis, sesungguhnya ia termasuk di antara yang mengitari kalian".
Post a Comment