Cobaan Orang Yang Sakit
Cobaan Orang Yang Sakit
Segala
puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah
yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah semata yang tidak ada sekutu
bagi -Nya, dan
aku juga bersaksai bahwa Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Termasuk diantara hikmah yang Allah ta'ala berikan
kepada seorang hamba ialah dengan diberinya berbagai macam jenis cobaan. Dan
diantara cobaan yang diberikan pada mereka ialah cobaan sakit bagi orang yang
sedang dirundung sakit. Allah tabaraka
wa ta'ala berfirman:
﴿ وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَآ أَيُّوبَ
إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلشَّيۡطَٰنُ بِنُصۡبٖ وَعَذَابٍ ٤١ ٱرۡكُضۡ
بِرِجۡلِكَۖ هَٰذَا مُغۡتَسَلُۢ بَارِدٞ وَشَرَابٞ ٤٢ وَوَهَبۡنَا لَهُۥٓ أَهۡلَهُۥ
وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنَّا وَذِكۡرَىٰ لِأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٤٣ وَخُذۡ
بِيَدِكَ ضِغۡثٗا فَٱضۡرِب بِّهِۦ وَلَا تَحۡنَثۡۗ إِنَّا وَجَدۡنَٰهُ صَابِرٗاۚ نِّعۡمَ
ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٞ ٤٤ ﴾ [ ص : 41-44]
"Dan
ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabbnya: "Sesungguhnya
aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan". (Allah berfirman):
"Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk
minum". Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya
dan (kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari
Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan
tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar
sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. dialah
sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabbnya)". (QS Shaad: 41-44).
Imam
Ibnu Katsir mengatakan: 'Ayat ini sebagai peringatan bagi siapa saja yang
sedang diberi ujian oleh Allah ta'ala pada tubuhnya, atau hartanya, atau
anaknya. Maka bagi orang yang diberi ujian seperti itu, ternyata dirinya
mempunyai suri tauladan yaitu Nabi Allah Ayub 'alaihi sallam, yang mana Allah
ta'ala telah memberi ujian kepadanya dengan cobaan yang lebih besar dari hal
itu, namun beliau tetap sabar serta mengharap pahala dari Allah Shubhanahu wa ta’alla
sampai akhirnya –Dia menghilangkan
penyakit yang diderita oleh beliau". [1]
Terkadang
seorang mukmin diberi ujian oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan
suatu penyakit disebabkan karena kelalaianya dengan sebagian kewajiban yang
diperintahkan Allah Shubhanahu wa ta’alla
kepadanya, sehingga penyakitnya tersebut menjadi semacam penghapus dari
dosa-dosanya. Allah ta'ala berfirman:
﴿ لَّيۡسَ بِأَمَانِيِّكُمۡ
وَلَآ أَمَانِيِّ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ وَلَا يَجِدۡ
لَهُۥ مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِيّٗا وَلَا نَصِيرٗا ١٢٣﴾ [النساء: 123]
"(Pahala dari Allah)
itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut
angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan
diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan
tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah". (QS an-Nisaa': 123).
Dan ada
beberapa hikmah di balik sebuah musibah,
diantaranya adalah:
1.
Sebagai penghapus dosa dan
kesalahan.
Dijelaskan dalam sebuah hadits
yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari musnadnya Zuhair, yang menceritakan:
"Aku kabarkan bahwa Abu Bakar pernah bertanya kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam: 'Ya
Rasulallah, apa yang dimaksud ayat ini:
﴿ لَّيۡسَ
بِأَمَانِيِّكُمۡ وَلَآ أَمَانِيِّ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِۗ مَن يَعۡمَلۡ سُوٓءٗا يُجۡزَ بِهِۦ ١٢٣﴾ [النساء: 123]
"(Pahala dari Allah)
itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) menurut
angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan
diberi pembalasan dengan kejahatan itu".
(QS an-Nisaa': 123).
Apakah setiap kejelekan yang
kita kerjakan pasti ada balasannya? Maka Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « غَفَرَ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ
أَلَسْتَ تَمْرَضُ أَلَسْتَ تَنْصَبُ أَلَسْتَ تَحْزَنُ أَلَسْتَ تُصِيبُكَ
اللَّأْوَاءُ قَالَ بَلَى قَالَ فَهُوَ مَا تُجْزَوْنَ بِهِ » [ أخرجه أحمد]
"Semoga Allah mengampuni
wahai Abu Bakar. Bukankah engkau pernah sakit? Mendapat cobaan? Bersedih hati?
Dan mendapat kesulitan? Pernah ya Rasulallah, jawab Abu Bakar. Maka beliau
mengatakan: 'Itulah balasan atas perbuatan burukmu tersebut". HR Ahmad
1/230 no: 68.
Lebih jelasnya dalam sebuah
ayat Allah tabaraka wa ta'ala menerangkan akan hal tersebut, Allah ta'ala
berfirman:
﴿ وَمَآ أَصَٰبَكُم
مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ ٣٠ ﴾ [ الشورى:
30]
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahan-kesalahanmu)". (QS
asy-Syuura: 30).
Imam Bukhari dan Muslim
mengeluarkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ
وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ » [ أخرجه البخاري و مسلم]
"Tidaklah
seorang muslim tertimpa cobaan, penyakit, kesulitan, kesedihan, gangguan, tidak
pula gundah kelana, sampai kiranya duri yang menusuknya, melainkan Allah akan
jadi sebagai penghapus dari kesalahannya". HR Bukhari no: 5642. Muslim
no: 2573.
Sedangkan Imam Tirmidzi mengeluarkan sebuah hadits
dari Anas radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إذا أراد الله بعبده الخير عجل له العقوبة
في الدنيا وإذا أراد الله بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافي به يوم القيامة » [ أخرجه الترمذي]
"Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang
hamba, maka Allah akan segerakan baginya hukuman didunia. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan bagi seorang hamba maka Allah tahan darinya atas
perbuatan dosanya sampai dihitung kelak pada hari kiamat". HR at-Tirmidzi
no: 2396. Dinyatakan Hasan shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 2/285
no: 1953.
Berkata sebagian ulama salaf:
'Kalau bukan karena musibah yang menimpa kita tentu kelak pada hari kiamat kita
akan menjadi orang yang bangkrut'. Oleh karena itu, tidak heran jika para salaf
mereka justru merasa senang bila ditimpa musibah, sebagaimana senangnya kita
tatkala memperoleh kesenangan.
2.
Mengangkat derajat seseorang
diakhirat kelak.
Diantara hikmah dibalik
musibah sakit yang dideritanya, akan menjadi faktor pendongkrak derajat bagi
orang yang sedang sakit kelak diakhirat, hal itu sebagaimana yang dijelaskan
dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh al-Hakim dari sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إن الرجل تكون له المنزلة عند الله فما
يبلغها بعمل فلا يزال يبتليه بما يكره حتى يبلغه ذلك» [ أخرجه الحاكم في المستدرك]
"Sesungguhnya
seorang hamba akan memperoleh kedudukan disisi Allah bukan karena faktor amal
semata, namun, senantiasa dirinya memperoleh ujian dengan perkara yang tidak
disenanginya hingga sampai pada derajat yang tinggi". HR Ibnu Hibban no: 2897.
al-Hakim 1/664 no: 1314. Dinyatakan Hasan oleh al-Albani dalam silsilah
ash-Shahihah no: 1599.
Dalam hadits yang lain, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jabir radhiyallahu
'anhu:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَوَدُّ أَهْلُ الْعَافِيَةِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ حِينَ يُعْطَى أَهْلُ الْبَلَاءِ الثَّوَابَ لَوْ أَنَّ جُلُودَهُمْ
كَانَتْ قُرِضَتْ فِي الدُّنْيَا بِالْمَقَارِيضِ » [ أخرجه البخاري و مسلم ]
"Kelak
pada hari kiamat orang yang sehat sangat menghendaki pahala tatkala melihat
orang yang mendapat cobaan didunia diberi pahala, mereka rela kalau sekiranya
kulit mereka dipotong dengan gunting ketika didunia". HR at-Tirmidzi no: 2402.
Dinyatakan Hasan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi 2/287 no: 1960.
Dan Nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai
penghulu para Nabi, yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang telah lewat
maupun yang akan datang, beliau masih saja diberi cobaan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sakit, dan
hal itu adalah sebagai pengangkat derajat beliau. Diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim sebuah hadits dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallau 'anhu,
dia menceritakan: "Aku datang menjenguk Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam disaat beliau sedang sakit keras,
kemudian aku mengusap beliau dengan tanganku, lalu aku tanyakan pada beliau:
'Ya Rasulallah, engkau badannya panas sekali? Maka beliau menjawab: "Ya, sesungguhnya sakit yang aku
derita seperti halnya sakit yang diderita oleh dua orang diantara kalian".
Aku bertanya kembali: 'Dengan sebab itu engkau memperoleh dua pahala'. Beliau
katakan: "Ya, betul". HR Bukhari no:
5667. Muslim no: 2571.
Bahkan disakit yang beliau
wafat padanya, Nabi muhammad Shalallahu
'alaihi wa sallam pernah mengalami pingsan
sebanyak tiga kali. Hal itu sebagaimana yang diceritakan oleh Aisyah
radhiyallahu 'anha dalam shahih Bukhari dan Muslim, beliau menceritakan: "Tidak
pernah aku melihat ada seorangpun yang menderita sakit melebihi dari Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam". HR Bukhari no: 5646. Muslim no: 2570.
Sehingga bisa disimpulkan
bahwa bagi orang yang sakit mempunyai dua kelebihan, sakit yang dialaminya bisa
sebagai penghapus dosa-dosanya, dan mengangkat derajatnya. Maka dari itu,
hendaknya bagi orang yang menderita suatu penyakit menjadikan dua perkara ini
sebagai pendorong baginya untuk sabar, sehingga apabila dia merenungi kedua
hikmah tersebut akan menjadi ringan musibah yang dideritanya, dan enteng
kesedihan dan rasa gundahnya.
Berikut beberapa hikmah lainya
bagi orang yang mendapat musibah:
·
Bahwa musibah ini bukan terjadi
pada agamanya, karena musibah yang terjadi pada agamanya menuntun pelakunya
pada adzab dan dosa.
·
Kalau musibah yang dideritanya
lebih ringan dan enteng dibanding dengan musibah yang menimpa orang lain, kalau
sekiranya dirinya bertanya atau melihat pada orang sekelilingnya yang terkena
penyakit tentu dirinya mendapati mereka lebih parah dari sakit yang
dideritanya. Seorang ulama salaf Syuraih mengatakan: 'Tidaklah aku ditimpa sebuah
musibah melainkan aku memujinya kepada Allah ta'ala karena empat hal:
1.
Allah ta'ala masih memberi
rizki pada saya kesabaran.
2.
Allah ta'ala memberi kemudahan
untuk mengucapakn istirja' ketika musibah tersebut menimpaku.
3.
Allah ta'ala tidak menjadikan
musibah tersebut lebih besar darinya.
4.
Allah ta'ala tidak menjadikan
musibah pada agama saya.
Dikeluarkan oleh Imam Muslim
sebuah hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى
وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ
قُلْتُ أَىُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ مِنْ أَبِى سَلَمَةَ أَوَّلُ بَيْتٍ هَاجَرَ
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم. ثُمَّ إِنِّى قُلْتُهَا فَأَخْلَفَ
اللَّهُ لِى رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم » [ أخرجه البخاري و مسلم ]
"Tidak
ada seorang muslim manakala ditimpa sebuah musibah lalu
mengucapkan seperti apa yang Allah perintahkan: 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, Allahuma ajirni fii mushibati wa
akhlif lii khairan minha'.
Melainkan Allah pasti akan menggantinya yang lebih baik darinya".
Beliau mengatakan: 'Tatkala Abu Salamah meninggal maka
aku bergumam: 'Mana ada orang yang lebih baik dari Abu Salamah, seseorang yang
keluarganya menjadi pionir untuk hijrah kepada Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam, kemudian aku mengucapkan do'a tersebut, maka Allah
menggantinya dengan yang lebih baik untukku yaitu Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam". HR Muslim no: 918.
Hadiah
bagi orang yang sedang sakit:
1.
Selalu berprasangka baik kepada
Allah azza wa jalla, bahwasannya orang yang memiliki prasangka baik
kepada Allah ta'ala, Allah Shubhanahu wa
ta’alla akan menganugerahi ketenangan pada jiwanya dan ketentraman hati. Hal itu berdasarkan sebuah hadits yang
dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي إِنْ
ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ » [ أخرجه إبن حبان]
"Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman:
'Aku selalu berada pada prasangka para hamba -Ku, jika dia berprasangka baik
maka Aku juga demikian, sebaliknya kalau buruk sangkaannya demikian pula Akupun
begitu". HR Ibnu Hibban no: 638.
2.
Memperbanyak dzikir kepada
Allah Shubhanahu
wa ta’alla, berdo'a serta memohon
kesembuhan dengan penuh pengharapan pada -Nya. Berdasarkan firman Allah
tabaraka wa ta'ala:
﴿ وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ
فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦﴾ [البقرة: 186]
"Dan apabila hamba-hamba -Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada -Ku,
Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah -Ku) dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran". (QS al-Baqarah: 186).
Dan berdasar firman Allah
ta'ala yang lainnya, yang berbunyi:
﴿ أَمَّن يُجِيبُ ٱلۡمُضۡطَرَّ
إِذَا دَعَاهُ وَيَكۡشِفُ ٱلسُّوٓءَ وَيَجۡعَلُكُمۡ خُلَفَآءَ ٱلۡأَرۡضِۗ أَءِلَٰهٞ
مَّعَ ٱللَّهِۚ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ ٦٢ ﴾ [النمل : 62]
"Atau siapakah yang
memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada
-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia)
sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat
sedikitlah kamu mengingati(Nya)". (QS an-Naml: 62).
Al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan: "Sesungguhnya
pengobatan bagi orang yang sedang sakit itu semuanya ada pada do'a serta
memohon kepada Allah azza wa jalla, dan obat tersebut lebih bermanfaat dan
cepat reaksinya dibanding dengan obat-obatan yang dikasih oleh para dokter.
Karena dampak obat yang pertama itu lebih menyerap kedalam tubuh dan lebih
agung daripada efek obat-obatan untuk tubuh, akan tetapi, hal itu hanya bisa
tersembuhkan dengan dua perkara:
Pertama:
Dari sisi orang yang sakit yaitu hendaknya dia betul-betul ikhlas dalam
tujuannya.
Kedua: Dari sisi yang diobati yaitu hendaknya mempunyai
kekuatan do'a dan hati, dengan bertakwa dan tawakal kepada Allah ta'ala". [2]
3.
Bagi orang yang sedang sakit
hendaknya jangan terlalu bergantung terhadap faktor sebab saja, seperti rumah sakit
atau dokter. Akan tetapi, seharusnya dia menggantungkan hati yang menurunkan
penyakit yang mana tidak ada yang mampu mengangkatnya melainkan -Dia. Yaitu Allah Shubhanahu wa ta'ala yang Maha Penyembuh, tidak
ada kesembuhan melainkan dari -Nya. Tidak ada yang
menyembuhkan orang sakit kecuali -Dia, sama saja baik penyakit
yang ada dalam tubuh maupun penyakit yang ada dalam jiwa. Hal itu berdasarkan
firman Allah ta'ala:
﴿ وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ
بِضُرّٖ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يَمۡسَسۡكَ بِخَيۡرٖ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ١٧ ﴾ [ الأنعام: 17]
"Dan jika Allah menimpakan
sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia
sendiri. dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas
tiap-tiap sesuatu". (QS al-An'aam:
17).
Dan firman Allah tabaraka wa
ta'ala:
﴿ وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ ٨٠ ﴾ [ الشعراء 80]
"Dan apabila aku sakit,
Dialah yang menyembuhkan aku". (QS
asy-Syu'araa: 80).
Dan firman -Nya yang mengkisahkan Nabi -Nya Ayub 'alaihi sallam, Allah
berfirman:
﴿ وَأَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ
أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ ٨٣ فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ
فَكَشَفۡنَا مَا بِهِۦ مِن ضُرّٖۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ أَهۡلَهُۥ
وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنۡ عِندِنَا وَذِكۡرَىٰ
لِلۡعَٰبِدِينَ ٨٤﴾ [ الأنبياء:
83-84]
"Dan (ingatlah kisah) Ayub,
ketika ia menyeru Rabbnya: "(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa
penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua
penyayang". Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan
penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami
lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk
menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah". (QS al-Anbiyaa': 83-84).
4.
Bersabar sambil mengharap
pahala atas musibah tersebut dan jangan berkeluh kesah dan merasa tidak puas,
karena kadar ukuran keimanan seorang hamba sesuai dengan besar kecilnya cobaan
yang diterimanya.
Lebih jelasnya, simak sebuah
hadits yang dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dari Sa'ad bin Abi Waqash
radhiyallahu 'anhu, dia menceritkan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يا رسول الله : أي الناس أشد بلاء ؟ قال الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل فيبتلى
الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلى على
حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه خطيئة » [ أخرجه الترمذي]
"Aku pernah bertanya
kepada Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam: 'Ya Rasulallah, siapakah orang
yang paling berat cobaannya? Beliau menjawab: 'Para Nabi, lalu orang yang
berada dibawahnya, maka seseorang tertimpa cobaan sesuai dengan tingkatan
agamanya. Kalau agamanya hebat, cobaan yang diterimanya pun besar, dan jika
agamanya lemah dirinya juga akan mendapat ujian sesuai dengan kadar agamanya.
Sehingga tidaklah seorang hamba senantiasa mendapat cobaan sampai kiranya
dirinya berjalan dimuka bumi ini tanpa mempunyai kesalahan". HR
at-Tirmidzi no: 2398. Beliau berkata hadits hasan shahih.
5.
Bagi orang yang sakit, boleh
baginya untuk meruqyah dirinya sendiri dengan bacaan ruqyah yang syar'i.
Seperti meruqyah dengan surat al-Fatihah, surat al-Falaq dan an-Nas serta ayat
kursi. Dan diantara do'a yang ada
dalilnya dari Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam yang biasa beliau
baca ialah:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبْ
الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا
يُغَادِرُ سَقَمًا» [ أخرجه البخاري و مسلم]
"Ya Allah Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan, sembuhkan (penyakitku)
karena Engkau Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan yang
Engkau berikan, kesembuhan yang tidak dibarengi penyakit". HR
Bukhari no: 5743. Muslim no: 2191.
Diantara do'a yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam tatkala menjenguk orang sakit ialah, mendo'akan orang yang sakit
dengan mengucapkan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى تَأَلَّمَ
مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ
بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ » [ أخرجه مسلم]
"Letakkan tanganmu
ditempat yang terasa sakit ditubuhmu, lalu berdo'alah: 'Dengan menyebut nama
Allah'. Tiga kali. Lalu ucapkan sebanyak tujuh kali: 'Aku berlindung kepada
Allah dan kemampuanNya dari kejelakan apa yang aku rasakan dan berhati-hati
padanya". HR Muslim no: 2202.
6.
Untuk orang yang sakit, jangan
pernah merasa putus asa dari kesembuhan, karena Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah Maha Mampu untuk melakukan segala
sesuatu. Allah Shubhanahu wa ta’alla
berfirman:
﴿ إِنَّهُۥ لَا يَاْيَۡٔسُ
مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٨٧ ﴾ [ يوسف 87]
"Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS
Yusuf: 87).
Dan Allah ta'ala befirman:
﴿ إِنَّمَآ أَمۡرُهُۥٓ إِذَآ
أَرَادَ شَيًۡٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ٨٢ ﴾ [ يس 82]
"Sesungguhnya keadaan
-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
"Jadilah!" Maka terjadilah ia".
(QS Yaasin: 82).
Lihatlah kepada Nabi Ayub 'alaihi sallam yang tinggal
delapan belas tahun dalam keadaan menerima ujian namun beliau bersabar sampai
akhirnya Allah menyembuhkan penyakitnya.[3]
Akhirnya kita ucapkan segala puji hanya milik
Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb
semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
kita Muhammad Shubhanahu wa ta’alla, keluarga
beliau serta para sahabatnya.
Post a Comment