Penjelasan Nama Allah Shubhanahu wa ta’alla (al-Halim)
Penjelasan Nama Allah Shubhanahu wa ta’alla
(al-Halim)
Segala puji hanya untuk Allah
Shubhanahu wa ta’alla Ta'ala,
shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasul Allah ShalAllah ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak
ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai
bahwa Muhammad Shalallahu ’alaihi wa
sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Allah Shubhanahu wa ta’alla tabaraka wa ta'ala berfirman tentang asma'ul
husna ini dalam kitab -Nya:
﴿ وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ
فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ وَذَرُواْ ٱلَّذِينَ يُلۡحِدُونَ فِيٓ أَسۡمَٰٓئِهِۦۚ سَيُجۡزَوۡنَ
مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٨٠ ﴾ [الأعراف: 180]
"Hanya milik Allah Shubhanahu wa ta’alla asmaa-ul husna
(nama-nama yang indah), Maka berdo'alah kepada -Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama -Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan". (QS
al-A'raaf: 180).
Dan
dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah radhiyAllah Shubhanahu
wa ta’allau 'anhu, bahwasannya Nab Muhammad ShalAllah Shubhanahu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ
أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ »
[أخرجه البخاري ومسلم ]
"Sesungguhnya
Allah Shubhanahu wa ta’alla memiliki sembilan puluh sembilan nama, barang siapa yang menghitung
(dengan mengamalkannya) maka dia akan masuk surga". HR Bukhari no: 2736.
Muslim no: 2677.
Diantara
nama-nama Allah Shubhanahu wa ta’alla
Shubhanahu
wa ta’alla yang indah
tersebut, sebagaimana yang disebutkan didalam al-Qur'an serta hadits ialah nama
Allah Shubhanahu wa ta’alla ta'ala
al-Halim (Maha Penyantun). Sebagian ulama ada yang menyebutkan, bahwasannya
Allah Shubhanahu wa ta’alla menyebut
nama ini secara khusus didalam al-Qur'an itu sebanyak sebelas kali. Diantaranya
ialah yang tercantum dalam firman -Nya:
﴿ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ
يَعۡلَمُ مَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ
حَلِيمٞ ٢٣٥ ﴾ [البقرة: 235]
"Dan
ketahuilah bahwasanya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui apa yang ada dalam
hatimu; maka takutlah kepada -Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Shubhanahu wa
ta’alla Maha Pengampun lagi Maha Penyantun". (QS al-Baqarah: 235).
Demikian
pula dalam firman -Nya:
﴿ قَوۡلٞ مَّعۡرُوفٞ وَمَغۡفِرَةٌ
خَيۡرٞ مِّن صَدَقَةٖ يَتۡبَعُهَآ أَذٗىۗ وَٱللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٞ ٢٦٣ ﴾ [البقرة: 263]
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari
sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha Kaya lagi Maha Penyantun". (QS al-Baqarah: 263).
Dan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari
haditsnya Ibnu Abbas radhiyAllah Shubhanahu
wa ta’allau 'anhu, bahwasannya Nabi Muhammad ShalAllah Shubhanahu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam tatkala ditimpa
kesusahan beliau berdo'a dengan membaca:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ الْعَظِيمُ
الْحَلِيمُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ
الْكَرِيمِ » [ أخرجه البخاري ومسلم ]
"Tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar
melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla, yang Maha Agung lagi Maha Penyantun,
tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa
ta’alla, Rabb pemilik Arsy yang besar. Tidak ada ilah yang berhak disembah
dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb pemilik langit dan
bumi serta Arsy yang mulia". HR Bukhari no: 6345 . Muslim no: 2730.
Ibnu Jarir memberi makna nama Allah Shubhanahu
wa ta’alla yang agung ini dengan mengatakan: 'Yang dimaksud dengan Halim
ialah Maha pemurah, dimana Dirinya tidak menjadikan dosa yang dilakukan oleh
para hamba -Nya sebagai alasan untuk menghukumnya'.[1]
Sedangkan al-Khatabi, beliau
mengatakan: 'Dia adalah Maha Pengampun dan Penyabar yang tidak terkalahkan oleh
sifat marah, dan tidak pula dibodohi oleh kebodohan, serta merugi oleh orang
yang berbuat maksiat kepadanya. Dan tidak layak seseorang dikatakan pengampun
dan menyandang nama penyantun apabila dirinya lemah. Akan tetapi penyantun ialah
orang yang mengampuni manakala dirinya mampu untuk membalasnya dan tidak
gegabah untuk memberi hukuman. Seorang penyair mengatakan:
Kemulian
tak akan didapat walaupun dia dermawan
Sampai kiranya ia mau
untuk merasa rendah diri
Jika
dicela akan terlihat wajah aslinya
Bukanlah pemaaf itu yang
lemah tapi yang memaafkan tatkala mampu
Berkata Ibnu Katsir: 'Yang dimaksud dengan 'Halim dan Ghofur'
(Maha Penyantun lagi Pengampun) ialah bahwasannya Allah Shubhanahu wa ta’alla melihat kepada hamba -Nya yang mengkufuri dan
berbuat maksiat kepada -Nya, dan Dia tetap bermurah hati, sabar, menunggu, membiarkan dan tidak
terburu-buru, menutupi perbuatan mereka serta mengampuninya'.[2]
Diantara
beberapa efek, dampak keimanan dengan nama yang agung ini ialah:
1.
Menetapkan sifat
penyantun bagi Allah Shubhanahu wa
ta’alla, yang isi kandunganya ialah bahwa –Dia memaafkan para pendosa
dikalangan para hamba -Nya lalu membiarkan mereka tanpa dikenai hukuman secara langsung namun
diakhirkan, barangkali pada mereka ada yang mau kembali serta bertaubat kepada -Nya.
2.
Bolehnya seorang mukmin
bertawasul kepada Rabbnya ketika berdo'a dengan menggunakan sifat yang agung
ini, seperti mengucapkan: 'Wahai Maha Penyantun ampuni saya dan maafkan serta tutupi
kesalahanku'.
3.
Sifat murah hatinya Allah
Shubhanahu wa ta’alla kepada para
hamba -Nya
ialah dengan membiarkan tidak langsung memberi hukuman adzab kepada mereka para
pendosa.[3]
Seorang
penyair mengatakan:
Tidak ada orang yang lebih penyantun dari pada Allah Shubhanahu wa
ta’alla kepadaku
Buktinya, dosa selalu
ku perbuat dan Allah Shubhanahu wa ta’alla tetap menutupi dan membiarkanku
Dan apabila engkau ditanya tentang
sifat pemaafnya Allah Shubhanahu wa
ta’alla, maka jawablah, bahwa Allah Shubhanahu
wa ta’alla didalam memaafkan itu sudah sampai pada derajat sempurna, pada -Nya penyantun secara
perfect yang meliputi langit dan bumi, masuk didalamnya bermurah hati terhadap
hamba -Nya
yang kafir, fasik dan orang yang berbuat maksiat, yaitu dengan membiarkan tidak
langsung menurunkan adzab terhadap mereka, justru Allah Shubhanahu wa ta’alla mengampuni dan memberi batas tenggang atas
mereka kiranya mereka mau bertaubat lalu menerima taubatnya, karena
sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla
adalah Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang. Dalam keadaan seperti itu,
Allah Shubhanahu wa ta’alla masih
saja memberi mereka dengan berbagai macam kenikmatan dengan ke Maha kayaanya,
yang kalau sekiranya Allah Shubhanahu wa
ta’alla menghendaki tentu akan mengambil dosa yang mereka lakukan secepat
mungkin, akan tetapi sifat murah hatinya Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan mengakhirkan untuk menurunkan
adzab untuk para pendosa. Allah Shubhanahu
wa ta’alla ta'ala berfirman:
﴿ وَلَوۡ يُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِمَا كَسَبُواْ مَا تَرَكَ عَلَىٰ
ظَهۡرِهَا مِن دَآبَّةٖ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمۡ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗىۖ فَإِذَا
جَآءَ أَجَلُهُمۡ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِۦ بَصِيرَۢا ٤٥ ﴾ [ فاطر: 45]
"Dan kalau sekiranya Allah Shubhanahu wa ta’alla menyiksa
manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas
permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah Shubhanahu wa
ta’alla menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila
datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah Maha
melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya".
(QS Faathir: 45). [4]
Sedangkan Imam Ibnu Qoyim mengatakan dalam bait syairnya:
Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha Pemurah, yang tidak
mengadzab
HambaNya dengan hukuman, supaya mereka bertaubat
Kalaulah bukan karena penyantun dan maha mengampuni
yang dimiliki oleh Allah Shubhanahu wa
ta’alla, tentulah dunia beserta langit ini akan bergoncang oleh karena
berbuat maksiat yang dilakukan oleh hamba -Nya. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla telah berfirman:
﴿ إِنَّ ٱللَّهَ يُمۡسِكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ أَن تَزُولَاۚ وَلَئِن
زَالَتَآ إِنۡ أَمۡسَكَهُمَا مِنۡ أَحَدٖ مِّنۢ بَعۡدِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا
غَفُورٗا ٤١﴾ [ فاطر: 41]
"Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla menahan langit
dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada
seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun". (QS Faathir: 41).
Maka
perhatikan terhadap penutup ayat ini dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla menutupnya dengan menyebut dua nama diantara
nama-nama -Nya yang
lain, yaitu nama Maha Penyantun dan Maha Pengampun. Sehingga akan engkau
simpulkan, bagaimana kalau sekiranya bukan karena penyantunnya terhadap para pelaku
kejahatan dan ampunan -Nya terhadap
para pendosa, tentu kiranya langit dan bumi ini tidak akan bisa tetap teguh dan
langgeng.[5]
Dan
didalam ayat diatas memberitahu kepada kita bahwa langit dan bumi tak kuat dan
meminta izin kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla
supaya dimusnahkan saja dengan sebab perbuatan yang dilakukan oleh makhluk,
akan tetapi Allah Shubhanahu wa ta’alla
menahan langit dan bumi dengan sifat penyantun dan pengampun yang dimiliki oleh
Allah Shubhanahu wa ta’alla.[6]
1.
Kemurahan Allah Shubhanahu wa ta’alla begitu besar dan
itu bisa terlihat jelas dengan kesabaran Allah Shubhanahu wa ta’alla terhadap makhluk -Nya yang berbuat maksiat kepada -Nya.
Dan sifat sabar tersebut masuk dalam sifat penyantun karena bisa dipastikan setiap pemaaf pasti
penyabar. Dan didalam hadits telah dijelaskan adanya sifat sabar yang dimiliki
oleh Allah azza wa jalla, sebagaimana sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nab
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَيْسَ أَحَدٌ أَوْ لَيْسَ شَيْءٌ أَصْبَرَ عَلَى أَذًى
سَمِعَهُ مِنْ اللَّهِ إِنَّهُمْ لَيَدْعُونَ لَهُ وَلَدًا وَإِنَّهُ
لَيُعَافِيهِمْ وَيَرْزُقُهُمْ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Tidak
ada seorangpun, atau tidak ada sesuatupun yang lebih sabar pendengarannya dari
gangguan daripada Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sesungguhnya mereka (orang-orang
kafir) menyebut bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla punya anak, akan tetapi Allah
Shubhanahu wa ta’alla membiarkan mereka dan tetap memberi rizki pada mereka".
HR Bukhari no: 6099. Muslim no: 2804.
Allah Shubhanahu wa ta’alla ialah Maha Besar dan Raja
dari segala raja,
Maha penyantun, kebaikan -Nya berada diatas seluruh kebaikan makhluk yang telah mencela dan
mendustakan diri -Nya, namun tetap saja Allah Shubhanahu
wa ta’alla memberi rizki orang yang mencela serta berkata dusta atas -Nya, membiarkan dan
memberi kesempatan, mengajak mereka kedalam surga -Nya, menerima taubatnya
apabila mereka bertaubat, kemudian mengganti kejelekan yang pernah dilakukan
dengan kebaikan, lemah lembut dengan mereka pada setiap keadaan, dan masih
diutusnya rasul kepada mereka lalu menyuruh kepadanya supaya berkata lemah
lembut terhadap mereka. Maka mana ada sifat pemaaf, penyantun dan sabar yang
lebih agung dari pada ini semua?. [7]
Dan dalam sebuah
ayat Allah Shubhanahu wa ta’alla
mengabarkan tentang kenapa Dirinya menangguhkan didalam menurunkan adzab
terhadap pendosa dari kalangan para hamba -Nya
ketika didunia, yang menjelaskan bahwasannya kalau seandainya dosa-dosa mereka
yang telah dikerjakan itu langsung diadzab sebagai balasan langsung , tentu
tidak akan ada yang tersisa dimuka bumi ini seorangpun. Lebih jelasnya simak
firman Allah Shubhanahu wa ta’alla
berikut ini:
"Jikalau Allah Shubhanahu wa ta’alla
menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan -Nya di
muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah Shubhanahu wa
ta’alla menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila
telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya". (QS an-Nahl: 61).
Imam Ibnu Katsir didalam
tafsirnya menjelaskan ayat mulia diatas: 'Allah Shubhanahu wa ta’alla ta'ala mengabarkan tentang sifat kemurahan -Nya terhadap para makhluk -Nya dengan perbuatan dhalim yang
mereka lakukan. Yang seandainya Allah Shubhanahu wa ta’alla menghukum mereka
dengan ulah tangan yang mereka kerjakan tentu tidak akan ada yang terisa dimuka
bumi ini seekor binatang melatapun. Artinya, tentu semua binatang melata akan
ikut hancur sebagai akibat hancurnya anak cucu Adam. Akan tetapi Rabb kita itu
Maha Penyantun, Dirinya menutupi dan menangguhkan hukuman, sampai pada batas yang
telah ditentukan, dan tidak langsung menurunkan hukuman terhadap mereka, yang
sekiranya Allah Shubhanahu wa ta’alla
melakukan hal tersebut atas mereka tentu tidak akan ada yang tersisa dimuka
bumi'. [8]
Namun, terkadang
hukuman ini bisa didapat ketika didunia sebagaimana yang terjadi pada sebagian negeri kafir, atau kaum yang
sudah sangat sering dan banyak melakukan perbuatan maksiat, dan hukuman
tersebut bisa berupa banjir bandang, tanah longsor, serta gempa bumi yang
meluluh lantakan semua orang. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam firman -Nya:
﴿ وَلَا يَزَالُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ تُصِيبُهُم بِمَا صَنَعُواْ قَارِعَةٌ
أَوۡ تَحُلُّ قَرِيبٗا مِّن دَارِهِمۡ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ وَعۡدُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا
يُخۡلِفُ ٱلۡمِيعَادَ ٣١ ﴾ [الرعد : 31]
"Dan
orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka
sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga
datanglah janji Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa
ta’alla tidak menyalahi janji".
(QS ar-Ra'du: 31).
2.
Di bolehkan untuk memberi
sifat penyantun ini kepada makhluk, dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla ta'ala sendiri telah mensifati para Nabi -Nya dengan sifat ini.
Seperti yang tercantum didalam firmanNya:
﴿ إِنَّ إِبۡرَٰهِيمَ لَحَلِيمٌ
أَوَّٰهٞ مُّنِيبٞ ٧٥ ﴾ [هود : 75]
"Sesungguhnya
Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali
kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla".
(QS Huud: 75).
Didalam ayat lain Allah Shubhanahu wa ta’alla menceritakan tentang keadaan kaumnya Syu'aib,
Allah Shubhanahu wa ta’alla
berfirman:
﴿ إِنَّكَ لَأَنتَ ٱلۡحَلِيمُ ٱلرَّشِيدُ ٨٧ ﴾ [هود : 87]
"Sesungguhnya
kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal". (QS Huud: 87).
Dan
didalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan: 'Pada suatu
hari aku melihat kepada Nab Muhammad Shalallahu‘alaihi
wa sallam yang sedang mengisahkan seorang dari Nabi dari kalangan para Nabi , yang dipukul oleh
kaumnya hingga berdarah, maka Nabi
tersebut mengusap darah yang mengalir diwajahnya sambil mengucapkan:
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: « رَبِّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ » [أخرجه البخاري ومسلم]
''Ya Rabbku ampunilah
kaumku sesungguhnya mereka tidak mengetahui". HR Bukhari no: 6929 ,
Muslim no: 1792.
Sifat
penyantun ini termasuk dari sifat-sifat agung yang Allah Shubhanahu wa ta’alla inginkan supaya para hamba -Nya mengambil bagian dari sifat
penyantun ini. Sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari
al-Asaj bin Qois radhiyallahu 'anhu,
bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ »
[ أخرجه مشلم ]
"Sesungguhnya
engkau mempunyai dua sifat yang dicintai oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla,
yaitu sifat penyantun lagi sabar". HR Muslim no: 18.
Dan
kalau kita ingin melihat teladan dalam masalah ini, maka Nab Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang yang paling penyantun. Sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah hadits
yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, yang menceritakan: 'Aku pernah berjalan
bersama Nab Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan
beliau memakai burdah najran yang tepinya tebal. Di tengah jalan kami bertemu
dengan arab badui yag langsung menarik burdah tersebut secara keras, sampai aku
melihat bekas tersebut dipundak Nabi, karena kerasnya didalam menarik pakaian
tersebut. Setelah itu arab badui tersebut berkata: 'Beri saya dari harta Allah Shubhanahu wa ta’alla yang ada
disisimu'. Maka Nabi memalingkan
tubuhnya kearahnya lalu tersenyum, kemudian memerintahkan pada para sahabatnya
agar orang tersebut dipenuhi permintaannya'. HR Bukhari no: 3149. Muslim no:
1057.
Maha
Benar Allah Shubhanahu wa ta’alla
tatkala mensifati Nabi -Nya dengan
akhlak yang mulia, seperti dalam firman -Nya:
﴿
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ ٤ ﴾ [القلم : 4]
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung". (QS al-Qalam: 4).
Sedangkan
sifat-sifat yang sama-sama di miliki oleh pencipta dan makhluk maka harus
dipahami bahwa sifat yang ada pada pencipta yaitu Allah Shubhanahu wa ta’alla sesuai dengan keagungan dan ketinggian -Nya demikian pula yang ada pada
makhluk harus didudukkan sesuai dengan porsinya. Jangan disama ratakan, karena
jelas jauh berbeda antara sifat yang ada pada makhluk dan pencipta.
Dan
Allah Shubhanahu wa ta’alla mencintai
dari kalangan para hamba -Nya
yang memiliki sifat ini yaitu penyantun, Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha Penyantun dan mencintai orang-orang
penyantun. Allah Shubhanahu wa ta’alla
Maha Pemurah dan mencintai orang-orang yang bermurah hati, Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha Penyabar dan
mencintai orang-orang Penyabar.
Imam
al-Qurthubi mengatakan: 'Maka diantara kewajiban bagi siapa saja yang telah
mengetahui bahwasannya Allah Shubhanahu
wa ta’alla adalah Maha Penyantun terhadap orang-orang yang berbuat maksiat
kepada -Nya. Hendaknya dia berusaha untuk
sabar dan penyantun terhadap orang yang menyelisihinya, karena hal tersebut
lebih utama, sampai kiranya dia menjadi seorang penyantun dan bisa mencapai
derajat sifat yang mulia ini, sesuai dengan ukuran kemarahannya, dengan tidak
membalas kejelekan terhadap orang yang berlaku buruk kepadanya. Namun, justru
dirinya berusaha untuk memaafkan sampai akhirnya sifat penyantun tersebut
tersemat sebagai karakter akhlaknya. Dan sebagaimana penciptamu senang kalau
dirimu mempunyai sifat penyantun, maka berbuat santunlah terhadap siapa saja,
karena sejatinya engkau sedang beribadah dengan menekuni sifat penyantun
tersebut yang tentunya engkau akan meraih pahalanya kelak'. [9]
Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
﴿ وَجَزَٰٓؤُاْ سَيِّئَةٖ سَيِّئَةٞ مِّثۡلُهَاۖ فَمَنۡ عَفَا وَأَصۡلَحَ
فَأَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ ٤٠﴾ [الشورى : 40]
"Dan balasan suatu kejahatan
adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sesungguhnya Dia tidak
menyukai orang-orang yang zalim".
(QS asy-Syuura: 40).
Kemudian
Allah Shubhanahu wa ta’alla
berfirman:
﴿ أَلِيمٞ ٤٢ وَلَمَن صَبَرَ
وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ ٤٣ ﴾ [الشورى : 43]
"Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya
(perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan". (QS asy-Syuura: 43).
Diriwayatkan
oleh Khatib al-Baghdadi didalam sebuah kitabnya[10]
sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, bahwasannya Nab Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: « إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ, وَإِنَّمَا الْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ, مَنْ يَتَحَرَّى الْخَيْرَ يُعْطَهُ, وَمَنْ يَتَّقِ الشَّرَّ يُوقَهُ » [أخرجه الخطيب في تاريخ بغداد]
"Ilmu itu hanya
diperoleh dengan cara belajar, dan sifat penyantun diperoleh dengan cara sering
berbuat santun, maka barangsiapa yang berusaha meraih kebajikan dirinya akan
memperolehnya, dan siapa yang berhati-hati dari keburukan maka dirinya akan
selamat". Di Shahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no:
342.
Sebagai
penutup kita ucapkan segala puji hanya untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
kepada keluarga beliau dan para sahabatnya.
Post a Comment