Kisah Teladan Mua'adz bin Jabal
Kisah Teladan, Mu'adz bin Jabal
Radhiyallahu 'anhu
Segala
puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan
Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya, dan aku juga bersaksai bahwa
Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah
seorang hamba dan utusanNya. Amma ba'du:
Berikut ini adalah
rangkaian kisah perjalanan hidup seorang pembesar dari umat ini, seorang
pemberani yang pernah ada dalam barisan umat ini, dan seorang ulama dari ulama
Islam. Beliau adalah seorang sahabat yang mulia Mu'adz bin Jabal bin Amr
al-Anshari al-Khazraji al-Madani al-Badri yang kun'yahnya bernama Abu
Abdurahman.
Beliau seorang sahabat yang
ikut menyaksikan bai'at Aqobah, peperangan Badr serta peristawa penting lainnya
bersama Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam. Beliau termasuk pemuda dari
kalangan Anshar yang mempunyai otak cemerlang, cerdas, pemalu, dan dermawan.
Berkata Abdu Shamad bin Sa'id
mensifati tentang dirinya: "Beliau berbadan tinggi, tegap, dan
gagah". Seorang ulama lain yang bernama al-Madaini juga mengatakan akan
sifat beliau: "Beliau seorang yang berbadan tinggi, memiliki rambut indah
yang sedikit berikal, berbola mata besar, dan berkulit putih. Dirinya masuk
Islam pada saat usianya baru berumur delapan belas tahun, ikut peperangan
Badar, sedangkan dirinya ketika itu masih berusia dua puluh satu tahun. [1]
Beliau salah satu sahabat
yang banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, dan
Nabi pernah mengutusnya ke Yaman sebagai gubernur disana, dan meninggal karena
terserang wabah tho'un pada tahun delapan belas Hijriyah.
Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan sebuah hadits tentang kisah beliau manakala diutus ke Yaman, dari
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau menceritakan: "Bahwa Rasulallah
shalallahu 'alihi wa sallam tatkala mengutus Mu'adz ke Yaman, beliau berpesan
padanya:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّكَ تَأْتِى قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ. فَادْعُهُمْ إِلَى
شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ
أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ »
[أخرجه البخاري و مسلم]
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok kaum dari Ahli
Kitab, maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak
disembah dengan benar kecuali Allah, dan bersaksi bahwa aku adalah utusan
Allah. Jika sekiranya mereka mentaatimu akan hal tersebut, maka beritahulah
mereka bahwasannya Allah telah mewajibakan atas mereka sholat lima waktu setiap harinya". HR
Bukhari no: 1458. Muslim no: 19.
Sungguh sangat banyak sekali
hadits serta atsar yang menjelaskan akan keutamaan yang dimiliki oleh Mu'adz
serta kedudukannya yang sangat mulia. Salah satunya, haditsnya Abdullah bin Amr
radhiyallahu 'anhu yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwa Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam berwasiat:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ وَمُعَاذِ بْنِ
جَبَلٍ وَأُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِى
حُذَيْفَةَ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Ambillah al-Qur'an dari empat orang, dari Ibnu Ummi Abdin
(Abdullah bin Mas'ud), Mu'adz bin Jabal, dan Ubai bin Ka'ab serta Salim mantan
sahayanya Abu Hudzaifah". HR
Bukhari no: 3758. Muslim no: 2464.
Diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dalam musnadnya dari Rasyid bin Sa'ad, beliau menceritakan: "Tatkala
telah sampai berita pada Umar bin Khatab bahwa di Sargha, yaitu –daerah
perbatasan antara Hijaz dan Syam- terjadi wabah yang menyebar, beliau
mengatakan: "Telah sampai berita padaku bahwa di Syam telah terjadi wabah
yang menyebar". Aku katakan padanya: 'Jika sekiranya aku menjumpai
kematian, sungguh telah meninggal Abu Ubaidah maka aku minta supaya digantikan
oleh Mu'adz bin Jabal, kalau aku ditanya oleh Allah, kenapa aku minta
digantikan oleh Mu'adz? Maka aku akan jawab: "Karena aku pernah mendengar
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam berkata:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
إِنَّهُ يُحْشَرُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بَيْنَ يَدَيْ الْعُلَمَاءِ نَبْذَةً » [أخرجه أحمد]
"Sesungguhnya Mu'adz akan dikumpulkan kelak pada hari kiamat
didepannya para ulama". HR Ahmad 1/263 no: 108.
Dalam redaksinya ath-Thabarani dikatakan:
"Didepannya para ulama sejauh mata memandang". HR ath-Thabarani dalam
Mu'jamul Kabir 20/30 no: 41. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam
ash-Shahihah no: 1091.
Dan dalam mustadraknya
al-Hakim, beliau membawakan sebuah hadits dari Masruq, beliau berkata:
"Aku pernah membaca disisi Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, Allah
ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya
Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah". (QS
an-Nahl: 120).
Begitu mendengar maka Ibnu Mas'ud
berkata: "Sesungguhnya Mu'adz adalah seorang imam yang dapat dijadikan
teladan lagi patuh kepada Allah". Maka ambilah ilmu darinya, maka kami mendatanginya.
Kemudian
pada lain waktu beliau bertanya: "Tahukah kalian apa yang dimaksud al-Umah
dalam ayat? Yaitu orang yang mengajari manusia kebaikan. Adapun makna al-Qonit
adalah seseorang yang mentaati Allah dan RasulNya". HR al-Hakim 3/104 no: 3418.
Dari Sahl
bin Abi Hatmah, beliau mengatakan: "Diantara kalangan para sahabat yang
sudah memberi fatwa pada zaman Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam ada tiga
dari kalangan Muhajirin yaitu Umar, Utsman dan Ali, dan tiga dari kalangan
Anshar yaitu Ubai bin Ka'ab, Mu'adz dan Zaid".[2]
Mu'adz bin
Jabal, beliau merupakan fuqahanya para sahabat, sebagaimana yang diterangkan
dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh al-Hakim dari Ali bin Rabah, beliau
menceritakan: "Pada suatu hari Umar pernah berkhutbah dihadapan manusia,
isinya beliau mengatakan: "Barangsiapa yang ingin bertanya tentang halal
dan haram, maka hendaknya mendatangi Mu'adz bin Jabal". HR al-Hakim 4/308
no: 5236. Di nilai shahih oleh al-Hafidh Ibnu Hajar dalam al-Fath 7/126.
Salah satu
keutamaan beliau juga adalah menjadi sahabat yang dicintai oleh Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam. Seperti yang dijelaskan pada sebuah riwayat, dari Mu'adz
sendiri yang mana beliau menceritakan bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
pernah mengandeng tangannya lalu bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا مُعَاذُ, والله إِنِّي لَأُحِبُّكَ, والله إِنِّي لَأُحِبُّكَ فَقَالَ:
أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ أَنْ تَقُولَ
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
[أخرجه أبو داود]
"Wahai Mu'adz, demi Allah aku mencintaimu,
demi Allah aku mencintaimu". Lalu berpesan: "Aku wasiatkan untukmu
wahai Mu'adz supaya tidak pernah meninggalkan tiap kali selesai sholat untuk
berdo'a: "Ya Allah, berilah aku pertolongan untuk selalu mengingatMu,
bersyukur serta baik dalam beribadah". HR Abu Dawud no: 1522.
Hari pun
berlalu, berganti tahun, sehingga semakin dekat waktu untuk berpisah dengan
orang-orang yang dicintainya, sungguh betapa sulit untuk menghadapinya.
Disebutkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Mu'adz bin Jabal radhiyallahu
'anhu, beliau mengatakan: "Tatkala Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
mengutus dirinya ke Yaman, dirinya keluar bersama Rasulallah sembari memberi
wasiat padanya.
Dan Mu'adz
pada saat itu naik kendaraan sedangkan Rasulallah berjalan menuntun
kendaraanya, manakala telah tiba waktunya, beliau berpesan:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا مُعَاذُ إِنَّكَ عَسَى أَنْ لَا تَلْقَانِي بَعْدَ عَامِي هَذَا
وَلَعَلَّكَ أَنْ تَمُرَّ بِمَسْجِدِي وَقَبْرِي فَبَكَى مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ
جَشَعًا لِفِرَاقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. و في
رواية: فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تَبْكِ يَا
مُعَاذُ إِنَّ الْبُكَاءَ مِنْ الشَّيْطَانِ »
[أخرجه أحمد]
"Wahai Mu'adz, mungkin engkau tidak akan
bertemu denganku lagi setelah tahun ini, kemungkinan engkau nanti hanya bisa
melewati dimasjid dan kuburku". Manakala mendengar seperti itu maka
menangislah Mu'adz tersedu-sedu, karena harus berpisah dengan Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam, kemudian beliau memalingkan wajah kearah Madinah, lalu
berkata: "Sesungguhnya orang yang paling utama disisiku adalah orang
yang bertakwa dimanapun tempat dan waktunya". Dalam sebuah redaksi
Rasulallah bersabda: "Janganlah menangis wahai Mu'adz, sesungguhnya
menangis termasuk dari setan". HR Ahmad 36/376 no: 22052, 202054.
Ketika
tiba waktu kematiannya beliau mengatakan: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau
mengetahui bahwa aku tidak pernah mencintai untuk tetap tinggal didunia ini
hanya untuk bisa menggali sungai, tidak pula menanam pohon, akan tetapi, aku
menyukai tetap tinggal didunia untuk bisa sholat panjang ditengah malam, dan
rasa haus disiang hari yang panas, serta berdesakan dengan para ulama ditempat
majelis ilmu.
Beliau meninggal karena sakit setelah
terkena wabah tho'un di negeri Syam, dijelaskan dalam sebuah hadits,
sebagaimana dalam musnad Imam Ahmad dair Abu Munib al-Ahdab, beliau
menceritakan: "Mu'adz pernah berkhutbah di Syam, beliau menyebutkan
tentang wabah tho'un yang menyebar, seraya mengatakan: "Sesungguhnya ini
merupakan rahmat dari Rabb kalian, dan merupakan do'a Nabi kalian, serta banyak
orang sholeh yang meninggal dengan sebab itu sebelum kalian. Ya Allah,
masukanlah keluarga Mu'adz bagian dari rahmat ini".
Kemudian
beliau turun dari tempat khutbahnya, kemudian masuk ke dalam rumah anaknya
Abdurahman bin Mu'adz, lalu anaknya mengatakan sambil menyitir firman Allah:
﴿
ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُن مِّنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ ٦٠ ﴾ [ ال عمران: 60 ]
"(apa yang telah Kami ceritakan itu), Itulah yang
benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang
yang ragu-ragu". (QS al-Imran: 60).
Maka Mu'adz menjawab sambil menyebut firman Allah
ta'ala:
﴿
سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢﴾ [ الصفات: 102 ]
"Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar". (QS ash-Shaaffat: 102). HR Ahmad 36/404 no: 22085.
Pelajaran yang bisa kita petik dari kisah sang
pemberani ini, kita cukupkan hanya menyebutkan dua saja yaitu:
Pertama: Cita-citanya yang tinggi, serta semangat yang tinggi
untuk meraih ilmu. Karena jarak antara ke Islamannya dan waktu meninggalnya
tidak lebih dari sepuluh tahun.
Berkata
al-Hafidh Ibnu Hajar: "Mu'adz hidup kurang lebih tiga puluh tiga tahun,
menurut pendapat yang shahih".[3]
Namun, keilmuan dirinya telah sampai pada tingkat puncaknya, sehingga terhitung
dalam barisan para ulama yang memberi fatwa dikalangan para sahabat. Ini
menunjukan bahwa yang namanya usia tidak diukur dengan tahun, akan tetapi
dengan prestasi yang diperolehnya. Dimana Mu'adz telah mampu berprestasi hanya
dalam beberapa tahun yang tidak bisa diperoleh oleh yang lainnya.
Kedua: Kerasnya dalam menyuarakan kebenaran, dan menerapkan
hukum-hukum Allah pada orang-orang kafir serta para pengingkar.
Dijelaskan
oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Abu Burdah, beliau menceritakan:
"Mu'adz bin Jabal datang menemui Abu Musa di Yaman, lalu dirinya mendapati
disisi Abu Musa ada seseorang, maka beliau bertanya: 'Siapakah orang ini?
seorang Yahudi, dirinya masuk Islam namun murtad kembali menjadi Yahudi, dan
sekarang kami ingin dirinya agar masuk Islam kembali, sehingga aku beri waktu
dia dua bulan, jelas Abu Musa. Lalu Mu'adz mengatakan: 'Demi Allah, aku tidak
akan duduk hingga kiranya kalian penggal lehernya orang ini'. akhirnya leher
orang tersebut pun dipenggal. Beliau berkata: "Allah dan RasulNya yang
telah memutuskan akan hal tersebut, bahwa siapa saja yang murtad kembali ke
agamanya supaya dibunuh, atau Rasulallah mengatakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ »
[أخرجه أحمد]
"Barangsiapa yang mengganti agamanya maka
bunuhlah". HR Ahmad 36/343-334 no: 22015.
Semoga
Allah meridhoi Mu'adz, dan memberi balasan atas jasanya terhadap Islam dan kaum
muslimin sebaik-baik balasan, dan semoga Allah mengumpulkan kita bersamanya
dinegeri kemuliaan bersama para Nabi, shidiqin para syuhada serta orang-orang
sholeh, merekalah sebaik-baik teman.
Akhirnya
kita ucapkan segala puji bagi Allah rabb semesta alam, sholawat serta salam
semoga Allah limpahkan kepada Nabi kita Muhammad, pada keluarga beliau serta
seluruh para sahabatnya.
Post a Comment