HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN HAIDL, NIFAS DAN JUNUB


HUKUM-HUKUM YANG
BERKAITAN DENGAN HAIDL, NIFAS DAN JUNUB


I.Larangan-larangan bagi orang haid dan nifas

Bagi wanita yang sedang haid atau nifas, atau sudah berhenti namun belum mandi besar, maka dilarang melakukan hal-hal berikut;

1.Haram melakukan sholat baik fardlu ataupun sunah dan tidak wajib qodlo’bahkan Harom menurut Imam Baidhowi dan makruh menurut ulama yg lain, haram sujud syukur atau tilawah.
2.Haram melakukan puasa baik fardlu atau sunah, tapi harus diqodlo’. Namun jika haid atau nifas telah berhenti maka boleh melakukan puasa meskipun belum mandi besar. jika haid berhenti sebelum fajar dan sudah niat puasa sebelum fajar.
(Fajar dalam istilah Fiqh berbeda arti dengn Fajar dlm bhs Indonesia
Dan Fajar yang dimaksud disini adalah pas masuknya waktu subuh (fajar shodiq ) bukan ketika matahari terbit.dan jk darah berhenti disiang hari maka sunnah untuk menjaga hal2 yg membatalkan puasa.)


Tambahan>>>Dalam hal MengQodo` puasa pada masa Naqo` (tidak keluar darah) yg terletak diantara dua darah dan masih dalam lingkup 15 hari untuk haid dan tidak lebih 60 hari untuk nifas terdapat perbedaan pendapat antara ulama
-pendapat yang kuat menghukumi Haid ( Qoul As-sahbi) =wajib Qodo`
-ulama yg lain menghukumi Suci (qoul talfiq ) =tidak wajib Qodo`
Bugyah hal 31 dan Majmu` Sayarh Muhadzab Juz II hal 387.

3.Membaca al-Qur’an. Maksudnya melafalkanya dengan lisan yang sampai bisa didengar oleh dirinya sendiri. Sehingga apabila dibaca di dalam hati, atau dibaca dengan niat dzikir atau belajar-mengajar maka diperbolehkan.
4.Haram menyentuh al-Qur’an baik dengan tangan atau anggota lain, baik dengan penghalang atau tidak sekiranya masih dianggap menyentuh.
5.Haram membawa al-Qur’an. Namun boleh membawanya dalam tas atau sejenisnya yang ada benda lain dengan niat tidak membawa al-Qur’an saja. Dan boleh membawa al-Qur’an yang ada tafsirnya, jika yakin jumlah tulisan tafsirnya lebih banyak dibanding jumlah tulisan al-Qur’an.
6.Haram lewat di dalam masjid jika khawatir menetesnya darah. Dan jika tidak khawatir, maka hukumnya makruh.
7.Haram diam/i’tikaf di dalam masjid.
8.Thowaf fardlu atau sunah.
9.Haram jima’ (hubungan intim) sebelum mandi besar. Dan menurut Imam Ghozali, jima’ di waktu haid atau setelah haid namun belum mandi akan dapat menyebabkan sakit lepra pada pelaku atau anaknya. Namun bila benar-benar khawatir melakukan zina, boleh jima’ meski darah belum mampet.
Namun bagi pelaku jima` disaat istri sedang haid dan darah keluar dengn deras maka sunnah sodaqoh satu dinar ( 3,88 Gr emas ) jk darah menjelang berhenti setengah dinar. ( ket.Fathul qodir hal 19 dan dalam kitab Figh Islami Juz I hal 76 satu dinar = 4,25 Gr ). Dan dalam keterangn tersebut jk MEMANG KAWATIR ZINA….tidak hanya sekedar ingn/hasrat yg kuat untuk berhub dengn istri .JADI SEBISA MUNGKIN MENCARI ALTERNATIF LAIN….MISAL ( Maaf ) Onani dengn anggota tubuhnya istri (jk dngn anggta tubuh sendiri haram Hukumnya)


10.Istimta’ (Jawa : ngalap suko) atau bercumbu pada anggota antara pusar dan lutut, karena akan membangkitkan getaran syahwat untuk melakukan jima’.
11.Haram menjatuhkan talaq/cerai pada istri. Dan bila setelah darah berhenti boleh menjatuhkan talaq meskipun belum mandi besar.

II.Larangan bagi orang junub (Keluar Mani, Sehabis Hubungan Intim Dan Setelah Melahirkan)

Bagi orang junub sebelum mandi haram melakukan lima hal sebagai berikut;
1.Haram sholat fardlu atau sunah.
2.Haram membaca aL-Qur’an kecuali di dalam hati atau diniati dzikir.
3.Haram menyentuh al-Qur’an baik dengan tangan atau dengan anggota lain serta membawanya tanpa disertai barang atau benda lain.
4.Haram thowaf fardlu atau sunah.
5.Haram diam di dalam masjid.

III.Sholat yang harus diqodlo’ sebab datang dan berhentinya haidl/nifas.

Dalam istilah fiqh haidl dan nifas termasuk mawani’ as-sholat (sesuatu yang mencegah dilakukannya sholat). Datang dan hilangnya mawani’ as-sholat dapat mengakibatkan hutang sholat yang harus diqodlo’. Dan ketentuannya sebagai berikut.
a.Jika mani’ datang setelah masuknya waktu yang cukup digunakan untuk melakukan sholat, maka setelah suci dia wajib mengqodlo’ sholat yang belum sempat dikerjakan waktu datangnya mani’. Dan tidak wajib mengqodlo’ sholat yang sudah di lakukan sebelum datangnya mani’ serta sholat yang bisa dijama’ dengan sholat waktu datangnya mani’. >>>>>>> yang dimaksud disini adalah SHOLAT YANG CEPAT (hanya melaksanakan rukunya sholat saja atau sholat Qoshor bg musafir)ket kita Rodhotuttolibiin

-Contoh; Darah haidl keluar jam 13.00 Wib. dan belum melakukan sholat zhuhur, maka setelah darah haidl berhenti wajib mengqodlo’ sholat zhuhur.
-Contoh; darah haidl keluar jam 16.00 Wib. dan belum melakukan sholat ashar, maka setelah suci wajib mengqodlo’ sholat ashar dan tidak wajib mengqodlo’ sholat zhuhur.
b.Jika mani’ hilang setelah masuknya waktu sampai batas minimal masih muat digunakan untuk takbirotul ihrom (mengucapkan Allohu Akbar) maka dia harus melakukan sholatul wakti, yakni sholat yang wajib dikerjakan ketika waktu hilangnya mani’. Demikian juga sholat yang bisa dijama’ dengan sholatul wakti. melakukan sholat tersebut dengan adaa’ atau qodlo’.
-Contoh; Darah haidl berhenti pada jam 16.00 Wib. maka dia wajib melakukan sholat ashar dengan adaa’ serta sholat zhuhur dengan qodlo’.
-Contoh; Darah haidl berhenti pada waktu ashar yang hanya cukup untuk mengucapkan Allohu Akbar maka dia wajib melakukan sholat ashar dan zhuhur dengan qodlo’.

IV.Puasa Yang Diqodlo’ Sebab Haidl Dan Nifas
Bila haidl dan nifas terjadi pada bulan romadlon maka semua puasa yang wajib ditinggalkan harus diqodlo’, termasuk puasa yang wajib dilakukan saat darah berhenti, dan masih dihukumi haidl atau nifas. Hal ini terjadi pada wanita yang haidl atau nifasnya terputus-putus.
-Contoh; Awal romadlon keluar darah haidl 2 hari, kemudian berhenti selama tiga hari dan saat itu ia melakukan puasa, kemudian darah ternyata keluar lagi selama 5 hari. Setelah itu suci sampai akhir romadlon. Maka puasa yang harus diqodlo’ adalah 10 hari dari awal romadlon. Dikarenakan semua dihukumi haidl termasuk 3 hari yang tidak keluar darah, sehingga puasa yang dilakukan dihukumi tidak sah.

Refrensi serta rujukan :
- Sohih Bukhori Juz I /90
- Al Mahali Juz I /100
- Hasyiyah Jamal `Alal Manhaj Juz I/240 dan Juz I /237-239 Dan Juz I 292-294
- Bugyah Hal 31.
- Al Mahali Juz I /34-35
- F.Mu`in Juz I /209-210
- Bulughul Marom bab haid hal 25 dan hal 30-31
- Bujairimi Khotib Juz I /356-358 Juz I hal 363-365
- I`anatuttolibin Juz I hal 65-66
- Figh Al islami Juz I hal 470-471 dan Juz I hal 76 dan 475
- Bajuri Juz Hal 115
- Majmu` Syarah Muhadzab Juz II hal 358- 359
- Fathul Qodir Hal 9
- Sulam Taufiq dan Is`adurrofiq Juz I /72

Tidak ada komentar