Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk
berlapang dada. Jika kita harus marahpun tidak boleh mendendam. Inilah obat
kesejukan hati, penghantar keindahan hidup dalam kebersamaan. Hati yang
pendendam akan selalu tersiksa. Selama ia masih hidup bersama dengan sesamanya
maka ia akan selalu menemukan kesalahan. Karena manusia adalah makhluk yang bisa
bersalah.
Sahabatku, diceritakan ada seseorang yang
mengeluhkan rasa sakit di setiap bagian tubuhnya apabila disentuh oleh jari
telunjuknya. Dan Ia pun berusaha untuk mengobati rasa sakitnya . Namun sakit
itupun tidak kunjung sembuh . Sekujur tubuhnya masih saja terasa sakit jika
disentuh oleh jari telunjuknya.
Sungguh orang tersebut tidaklah akan pernah
menemukan obat jika ternyata yang di periksakan ke dokter adalah hanya bagian
tubuh yang disentuh oleh jari telunjuknya saja. Sementara ia melupakan jari
telunjuknya , yang justru merupakan sumber dari sakit itu sendiri.
Perumpamaan diatas adalah sebuah gambaran tentang
sikap hati yang penuh dendam dan kedengkian. Ia akan sulit hidup didalam sebuah
kebersamaan. Dalam pandangannya semua orang seolah-olah memusuhinya dan tidak
ada yang benar. Padahal yang menjadikan orang lain menjadi tidak baik dalam
pandangannya adalah karena hatinya sendiri yang telah kotor.
Hati yang akan mudah tersinggung dan mendendam.
Jika ada yang berbuat salah kepadanya akan selalu di ingat dan di simpan di
dalam hatinya. Bahkan untuk seseorang yang secara tidak sengaja melakukan
kesalahan kepadanya, maka sudah harga mati baginya untuk dicap sebagai penjahat
.
Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk berlapang dada. Jika kita harus
marahpun tidak boleh mendendam. Inilah obat kesejukan hati, penghantar keindahan
hidup dalam kebersamaan. Hati yang pendendam akan selalu tersiksa. Selama ia
masih hidup bersama dengan sesamanya maka ia akan selalu menemukan kesalahan.
Karena manusia adalah makhluk yang bisa bersalah.
Ia adalah jari yang sakit, disaat bersentuhan
dengan anggota yang sehat akan merasa sakit .Dan tidak akan bisa sembuh kecuali
jari itu sendiri yang harus di obati.
Menyadari penyakit dendam didalam hatinya adalah
langkah pertama menuju kesembuhan. Kemudian berlatih melihat orang lain dengan
mata "husnudzon " serta melihat sisi positifnya. Dan juga menghidari
membicarakan dan mendengar kejelekan orang lain .
Ada cara yang amat penting untuk menghancurkan
dendam dan kebencian ini, yaitu memberi hadiah seperti yang pernah diajarkan
oleh Rasulullah SAW. Seberat apapun jika kita marah kepada seseorang atau
mendendamnya maka berusahalah untuk bisa memberi hadiah untuk mengurangi rasa
sakit di dalam hati. " |Tahaadhuu tahaabbuu " salinglah engkau menberi hadiah
niscaya engkau akan saling mencintai !
Cara yang lain yang juga amat penting untuk
mengobati hati yang sakit ini adalah mendoakan orang yang kita dendami dengan
do'a do'a yang baik dan menghindari mendoakannya dengan do'a yang jelek.
Sebab, sungguh do'a jelek yang dipanjatkan untuk orang yang didendami tidaklah
memberi arti positif bagi yang berdo'a dan yang dido'akan. Bahkan penyakit
dendam akan semakin subur di hati orang yang mudah mendo'akan orang lain dengan
do'a-do'a yang jelek. Jika do'a itu di kabul akan menjadikan orang yang di
do'akan semakin tidak baik, dan sangat mungkin yang berdo'a ini akan menuai
kejahatan baru dari orang yang di doakan. Juga disabdakan oleh Rasulullah saw
bahwa do’a jelek yang dipanjatkan akan di kembalikan kepada yang mendoakan itu
sendiri
Akan tetapi jika do'a baik dipanjatkan, maka di
samping hati kita akan semakin bersih ternyata ada janji dari Allah SWT, bahwa
Allah SWT akan terlebih dahulu memberi kepada orang yang telah mendoakan sesuai
doa yang di panjatkan dibandingkan dengan yang didoakan. Subhanallah…..
Dan setelah itu, untuk mengetahui apakah masih
ada dendam di dalam hati kita atau tidak? Tengoklah ke dalam hati kita
masing-maing! Setalah kita berdoa sudahkah kita bisa dengan penuh kelegaan
mendoakan orang-orang yang bermasalah dengan kita dengan doa yang baik? Jika
belum bisa, nyatakanlah dengan pasti bahwa hati kita masih kotor.
Wallahu a'lam bishshowab.
Post a Comment