Obrolan Orang
Obrolan Orang
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta
keluarga dan seluruh sahabatnya. Ketokohan profil ini tidak diragukan lagi. Ia sangat
meyakinkan, reputasinya tak perlu dipertanyakan. Banyak ayat Al-Qur`an yang
membicarakan keutamaan beliau, baik secara pribadi maupun dalam konteks umum.
Imam
Bukhari dan Muslim menyebutkan sebuah hadits dari sahabat Mughirah bin Syu'bah
radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ
اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ
السُّؤَالِ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Sesungguhnya Allah
membenci pada kalian tiga perkara, (mengatakan) katanya dan katanya, membuang-buang
harta dan banyak bertanya". HR Bukhari no: 1477. Muslim no: 593.
Qodhi Iyadh
menjelaskan, "Dan maksud dari sabdanya, "Katanya dan katanya"
ialah terlalu berlebihan dalam mengikuti berita orang lain, serta pembicaran
dan kisah-kisah mereka yang tidak memiliki faidah sedikitpun. Katanya begini,
fulan mengatakan begitu, di katakan seperti itu, dan seperti ini kami
bicara.."[1]
Konteks
hadits ini menyinggung tentang keadaan sebagian orang yang tidak mempunyai
kesibukan lain kecuali hanya membicarakan orang, tentang keadaan mereka, dengan
membicarakan secara rinci tanpa menyisakan celah sedikitpun. Dan
bagi orang yang mau memperhatikan kondisi obrolan dan majelis pada tempat
berkumpulnya orang, niscaya dia akan menjumpai bahwa kebanyakkan diantara
majelis tersebut, orang-orang yang ada disitu, hanya ngobrol dengan
perbincangan yang tidak jelas arahnya. Mulai dari politik nanti langsung masuk
masalah ekonomi, lalu sampai pada permasalahan-permasalahan hukum agama yang
tidak boleh didiskusikan kecuali oleh para
ulama yang berhak mengambil kesimpulan hukumnya, kemudian sibuk dengan
memperbincangkan kehormatan orang lain, sampai membicarakan perkara khusus yang
tidak layak untuk disebutkan, serta cerita lucu yang banyak mengandung
kedustaan didalamnya, demikian pula membicarakan secara detail keadaan beberapa
orang serta kehidupannya, si fulan telah menceraikan istrinya, si fulan di
pecat dari pekerjaannya, si fulan bangkrut dari perniagaanya, demikianlah waktu
terbuang percuma hanya untuk mengatakan, katanya dan
katanya. Tidak
diragukan lagi bahwa orang yang terjerumus dalam perbuatan semacam itu telah
melanggar beberapa hal dari hukum agama, diantaranya yaitu:
Pertama:
Perbuatan semacam itu termasuk dari pembicaraan yang tidak ada gunanya, yang
mana selayaknya bagi seorang muslim untuk berpaling dari kebiasaan tersebut
serta menyibukan dengan perkara yang bermanfaat bagi dirinya. Karena Allah
ta'ala telah menyebutkan dalam firman -Nya:
قال
الله تعالى: ﴿ وَٱلَّذِينَ هُمۡ عَنِ ٱللَّغۡوِ مُعۡرِضُونَ ٣ ﴾ [ المؤمنون: 3 ]
"Dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna". (QS al-Mu'minuun: 3).
Syaikh
Syinqithi menjelaskan, "Allah ta'ala telah menyebutkan dalam ayat mulia
ini bahwa diantara sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang muslim yang beruntung
ialah yang menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak berguna, dan sesuatu
yang tidak berguna tersebut ialah sesuatu yang tidak ada manfaatnya baik dari
segi ucapan atau pun perbuatan. Masuk dalam hal ini ialah banyak bermain-main,
bersendau gurau dan berkelakar yang seharusnya seseorang yang masih mempunyai
muru'ah segera meninggalkannya.
Adapun pujian yang Allah
ta'ala berikan terhadap orang beriman yang beruntung, seperti yang tersirat
didalam ayat diatas, telah diterangkan dalam kesempatan dan ayat yang lain,
seperti firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ وَٱلَّذِينَ لَا يَشۡهَدُونَ
ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّواْ بِٱللَّغۡوِ مَرُّواْ كِرَامٗا ٧٢ ﴾ [الفرقان: 72 ]
"Dan
orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya". (QS
al-Furqaan: 72).
Dan diantara bentuk melewati sambil menjaga kehormatan
dirinya ialah berpaling dari perbuatan yang tidak berfaedah serta tidak ikut
serta bersama para pelakunya. Seperti dijelaskan dalam ayat yang lain, Allah
ta'la berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ وَإِذَا سَمِعُواْ ٱللَّغۡوَ
أَعۡرَضُواْ عَنۡهُ ٥٥ ﴾ [ القصص: 55 ]
"Dan
apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling
daripadanya". (QS al-Qashash: 55).[2]
Imam Ibnu Hazm menyatakan,
"Aku memandang bahwa pada pembicaran yang dilakukan oleh manusia yang
memisahkan antara mereka dan minuman keras, anjing dan serangga itu terbagi
menjadi tiga kelompok; Pertama, orang yang tidak perduli terhadap apa yang
keluar dari lidahnya, berbicara seenaknya tanpa memperhatikan apakah untuk
membela kebenaran, atau untuk mengingkari kebatilan, kelompok pertama ini justru
ada di kebanyakan orang. Kedua, orang yang berbicara dalam rangka membela
kebenaran yang ia sangka serta mencegah apa yang ia bayangkan kalau hal
tersebut perkara batil, tanpa memperhatikan untuk mencari hakekat kebenarannya,
akan tetapi, pembicaraan melebar ke sana kemari tanpa ada batasanya, maka
kelompok ini juga banyak, namun tidak seperti yang pertama. Ketiga, orang yang
berbicara sesuai dengan pokok pembicaraan, dan kelompok terakhir ini lebih
mulia dari permata merah".[3]
Kedua: Telah datang peringatan
dari para ulama salaf untuk meninggalkan perkara yang tidak berguna.
Dan dalam
hal ini ada sebuah hadits yang sampai kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, namun, menjadi perselihisihan
dikalangan para ulama akan ke absahannya, ada sebagian ulama yang menganggap
haditsnya lemah dan ada pula yang menghasankannya, yaitu sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مِنْ
حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ» [أخرجه الترمذي]
"Termasuk dari kebaikan keislaman seseorang ialah
meninggalkan perkara yang tidak berguna bagi dirinya". HR at-Tirmidzi
no: 2317.
Sahabat Abdullah bin Abbas
yang dijuluki sebagai penerjemah al-Qur'an menuturkan, "Janganlah
sekali-kali engkau berbicara tentang perkara yang tidak berguna bagimu, sampai
kiranya engkau berpendapat itu berguna". Abu Sulaiman ad-Darani
menjelaskan, "Barangsiapa yang menyibukkan dirinya (untuk urusan orang
lain) dia akan disibukan oleh orang banyak". Berkata Umar bin Abdul Aziz,
"Barangsiapa yang mau menghitung omongannya lalu membandingkan dengan amal
perbuatannya niscaya ucapannya akan sedikit dan ia akan memilah mencari yang
berguna bagi dirinya".
Al-Hafidh Ibnu Rajab
mengomentari ucapan beliau, "Seperti apa yang beliau katakan. Sesungguhnya
banyak orang enggan menghitung ucapannya lalu membandingkan dengan amal
sholehnya, yang mana dirinya bertindak serampangan tanpa mencoba untuk memilah
ucapannya, bahkan perkara ini, juga tidak disadari oleh seorang sahabat besar Mu'adz bin Jabal,
sehingga beliau menanyakannya kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, "Apakah kita akan diminta
pertanggungjawaban dengan apa yang kami katakana? Maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ثَكِلَتْكَ
أُمُّكَ يَا مُعَاذُ! وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ في النَّارِ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ »
[أخرجه البخاري ومسلم]
"Celaka engkau wahai Mu'adz! Bukankah yang
menjerumuskan manusia ke dalam api neraka dengan wajah tersungkur adalah akibat
lidah mereka". HR at-Tirmidzi no: 2616. Beliau mengatakan,
"Hadits hasan shahih".
Yang mana Allah azza wa
jalla juga telah menafikan tentang kebanyakan perbincangan yang dilakukan oleh
manusia, kecuali tiga perkara, sebagaimana dalam firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ لَّا خَيۡرَ فِي كَثِيرٖ
مِّن نَّجۡوَىٰهُمۡ إِلَّا مَنۡ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوۡ مَعۡرُوفٍ أَوۡ إِصۡلَٰحِۢ
بَيۡنَ ٱلنَّاسِۚ ١١٤﴾ [ النساء: 114 ]
"Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia". (QS
an-Nisaa': 114).[4]
Al-Hafidh Ibnu Rajab
mengatakan dengan menukil ucapannya ulama salaf, "Ada beberapa orang yang
datang pada seorang sahabat ketika sedang sakit dan di dapati wajahnya
bersinar-sinar, maka mereka bertanya padanya apa yang menjadikan wajahnya cerah
bahagia, dia menjawab, "Tidak ada suatu amalan yang aku sangat berharap untuk
mendapat pahalanya, kecuali pada dua perkara, pertama, aku tidak pernah
berbicara suatu perkara yang tidak ada gunanya, dan hatiku tidak pernah
mendengki pada sesama muslim".
Imam
Hasan Bashri berkata, "Diantara salah satu tanda Allah ta'ala yang
menjelaskan bahwa -Dia telah
berpaling dari seorang hamba ialah menjadikan kesibukan orang tersebut pada
perkara-perkara yang tidak berguna". Sahl bin Abdillah
at-Tusturi menuturkan, "Barangsiapa berbicara pada perkara yang tidak ada
gunanya maka dirinya telah dijauhkan dari sifat kejujuran". Sebagian
ulama salaf mengatakan, "Omongan seorang hamba pada perkara-perkara yang
tidak ada gunanya merupakan tipuan dari Allah ta'ala".[5]
Sahabat Abdullab bin Mas'ud memberi petuahnya,
"Aku peringatkan kalian untuk menjauhi berlebih-lebihan dalam berbicara,
cukup bagi kalian berbicara sesuai kebutuhannya".[6] Dan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Abu Suraih al-Adawi radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ
لِيَصْمُتْ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya berbicara yang baik atau hendaknya
ia diam". HR Bukhari no: 6018. Muslim no: 47.
Dalam hadits lain yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma,
berkata, "Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ
صَمَتَ نَجَا » [أخرجه أحمد]
"Barangsiapa yang diam niscaya dirinya akan
selamat". HR Ahmad 11/19 no: 6481.
Diriwayatkan
oleh Imam Tirmidzi dari Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, berkata, "Aku
pernah bertanya pada Rasulallah, "Ya Rasulallah, apa keselamatan itu? Beliau
menjawab:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أمسك
عليك لسانك وليسعك بيتك وآبك على خطيئتك » [أخرجه الترمذي]
"Tahanlah lisanmu, dan
bikinlah rumah yang lapang serta tangisilah kesalahan-kesalahanmu". HR
at-Tirmidzi no: 2406. Beliau berkata, "Hadits hasan".
Imam Nawawi menjelaskan,
"Ketahuilah, bahwasannya wajib bagi setiap mukalaf untuk menjaga lidahnya untuk
mengucapkan suatu ucapan kecuali apabila ucapannya telah jelas nampak membawa
kemaslahatan, dan apabila dijumpai ada sebuah ucapan yang kedudukannya sama
antara meninggalkan dan meninggalkan dalam maslahatnya maka yang dianjurkan
adalah menahan lisannya, karena bisa jadi ucapan yang mubah tersebut menyeret
pada perkara yang haram maupun makruh. Bahkan inilah kebanyakan yang terjadi,
dan yang selamat tentunya tidak melakukannya".[7]
Seorang penyair melantunkan
bait syairnya:
Apabila
diam menjadi kebiasaanmu maka
Itulah kebiasaan para ulama terdahulu
Jika
engkau merasa rugi karena sikap pendiammu
Maka
telah banyak orang yang merugi karena banyak bicara
Pendiam
adalah keselamatan karena ketika orang
Banyak
bicara lahirlah permusuhan yang membahayakan
Sehingga
menambah kerugian pada orang itu
Lalu ditimpa kebinasaan diatas kerugian
Ketiga: Bahwa berita yang dinukil lalu menyebar
ditengah-tengah orang banyak, sehingga menjadi bahan obrolan mereka, tentunya tidak menjamin dirinya selamat dari
kedustaan dalam menukil berita tersebut.
Dan dalam hal ini, telah datang larangannya, sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Muslim dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كَفَى
بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ » [أخرجه مسلم]
"Cukup bagi seseorang
dikatakan sebagai pendusta apabila membicarakan setiap perkara yang dia dengar". HR Muslim no: 5.
Keempat:
Bahwa perilaku itu bisa menjerumuskan si pelaku pada perkara mencari-cari
kesalahan dan kekeliruan orang lain, dan itu masuk perkara yang dilarang.
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu
'anhu, berkata, "Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا
مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلْ الْإِيمَانُ قَلْبَهُ لَا
تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ
يَتَّبِعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعْ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ يَتَّبِعْ اللَّهُ
عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ » [أخرجه أحمد]
"Wahai orang yang beriman
hanya dengan lisannya dan belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian saling
menggunjing sesama muslim jangan pula kalian mencari-cari kesalahan mereka,
karena sesungguhnya barangsiapa yang mencari-cari kesalahan mereka maka Allah
akan buka kesalahannya, dan barangsiapa yang Allah buka aib dirinya maka akan
dijelekkan oleh Allah walaupun didalam rumahnya". HR Ahmad 33/20 no: 19776.
Bahkan terkadang hal tersebut
mengantarkan pada perbuatan ghibah, karena orang biasanya tidak suka kalau
berita dan rahasia dirinya disebarkan, kecuali perkara yang baik. Pernah ada sesorang
yang mencela orang lain dihadapan seorang ulama salaf, maka ulama tadi balik
bertanya, "Apakah engkau turut serta memerangi tentara Romawi? Ia
menjawab, "Tidak", lalu ulama tadi memberi petuah, "Apakah orang
nashrani bisa selamat darimu sedangkan saudaramu muslim tidak selamat dari
lidahmu?.
Didalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Bukhari dan
Muslim dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الْمُسْلِمُ
مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Seorang muslim ialah
yang muslim lain selamat dari gangguan lidah dan tangannya". HR
Bukhari no: 11, Muslim no: 42.
Kelima:
Banyak berbicara selain untuk dzikir kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla akan
menyebabkan hati menjadi keras membatu. Seperti telah disinggung oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla melalui
firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ فَوَيۡلٞ لِّلۡقَٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ
فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ ٢٢﴾ [ الزمر: 22 ]
"Maka
kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat
Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata". (QS
az-Zumar: 22).
Dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا
جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى
نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً فإن شاء عذبهم وإن شاء غفر لهم »
[أخرجه الترمذي]
"Tidaklah ada suatu
kaum yang duduk bermajelis lalu mereka tidak berdzikir kepada Allah sedikitpun,
tidak pula mengucapkan shalawat kepada nabinya, melainkan bagi mereka adalah
kerugian, yang bila Allah menghendaki akan mengadzabnya dan bila menghendaki
Allah akan mengampuninya". HR at-Tirmidzi no: 3380. Beliau mengatakan,
"Hadits hasan shahih".
Keenam: Bahwa perbuatan tersebut termasuk
perilaku membuang-buang waktu pada perkara yang tidak berguna. Dan seseorang
akan ditanya pada setiap gerak dan langkah kehidupannya, bahkan perbuatan
semacam ini merupakan pokok pertanyaan yang akan dihadapkan padanya kelak pada
hari kiamat.
Diriwayatkan
oleh Imam Tirmidzi dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad
Shalallahu 'alaihi wa salllam pernah
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لا
تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع: وذكر منها: عن عمره فيما أفناه »
[أخرجه الترمذي ]
"Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba (dihadapan
Allah) kelak pada hari kiamat sampai kiranya ia ditanya tentang empat hal.
Kemudian beliau menyebutkan salah satunya, "Tentang umurnya untuk apa dia
habiskan". HR at-Tirmidzi no: 2417.
Kesimpulannya:
Bahwa bagi seorang mukmin
hendaknya bersungguh-sungguh didalam menggunakan kesempatan hidupnya, dengan
menjaga waktu yang dimiliki, dan menyibukan dengan perkara yang berguna bagi
dirinya, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « احْرِصْ
عَلَى مَا يَنْفَعُكَ » [أخرجه مسلم]
"Bersemangatlah untuk mencari perkara yang
bermanfaat untukmu". HR Muslim no: 2664.
Dan seorang mukmin hendaknya menjauhi perkara-perkara
yang tidak bermanfaat, menghindari akhlak yang jelek dan pembatal-pembatal
muru'ah.
Akhirnya
kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga
Allah Shubhanahu wa ta’alla
curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
Post a Comment