Celanya Sifat Kikir
Celanya
Sifat Kikir
Segala
puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta
keluarga dan seluruh sahabatnya. Ketokohan profil ini tidak diragukan lagi. Ia sangat
meyakinkan, reputasinya tak perlu dipertanyakan. Banyak ayat Al-Qur`an yang membicarakan
keutamaan beliau, baik secara pribadi maupun dalam konteks umum.
Diantara sifat-sifat buruk yang masih sering hinggap
di dada sebagian kaum muslimin ialah sifat bakhil (kikir) yang telah datang
celaannya dari Allah ta'ala maupun Rasul -Nya.
Seperti yang Allah ta'ala singgung dalam firman -Nya:
قال الله تعالى:﴿ وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ
مِن فَضۡلِهِۦ هُوَ خَيۡرٗا لَّهُمۖ بَلۡ هُوَ شَرّٞ
لَّهُمۡۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِۦ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۗ ١٨٠﴾ [ آل عمران: 180]
"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil
dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia -Nya menyangka,
bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk
bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya
di hari kiamat". (QS al-Imraan: 180).
Syaikh Abdurahman bin Nashir
as-Sa'di menjelaskan, "Yakni janganlah orang-orang yang bakhil mengira
yaitu orang-orang yang enggan mengeluarkan harta benda yang telah Allah ta'ala
karuniakan kepada mereka, masuk disini kedudukan dan juga ilmu, dan lain
sebagainya dari perkara-perkara yang telah Allah Shubhanahu wa ta’alla berikan dan anugerahkan pada mereka, yang
Allah ta'ala barengi dengan perintah supaya mereka mau berkorban mengeluarkan
pada yang lain selagi tidak sampai memadharatkan dirinya. Kemudian mereka kikir dari semua itu dengan
menahan harta benda dan bakhil pada hamba Allah yang lainnya.
Mereka mengira bahwa dengan
menahan harta bendanya tersebut, itu lebih utama bagi mereka, justru
sebaliknya, itu lebih buruk baginya baik dari sisi agama maupun dunia, dari
dampak buruknya yang bisa segera dirasakan maupun pada nantinya".[1] Dan
bakhil yang paling buruk ialah kikir karena khawatir jatuh miskin. Seperti yang
Allah ta'ala katakan dalam firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ٩ ﴾ [الحشر: 9 ]
"Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung". (QS al-Hasyr: 9).
Dijelaskan oleh ar-Razi yang dimaksud dengan asy-Syuh ialah
bakhil disertai ketamakan. Sebagaimana tergambar jelas dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu
'anhuma, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَاتَّقُوا
الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ
سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ » [أخرجه مسلم]
"Hati-hatilah
kalian dari sifat bakhil sesungguhnya sifat ini telah membinasakan orang-orang
sebelum kalian. Yang mendorong mereka untuk rela menumpahkan darah serta
menghalalkan segala perkara yang diharamkan ". HR Muslim no: 2578.
Diperkuat lagi makna tersebut dengan sebuah hadits yang dibawakan oleh
Imam Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, berkata, "Bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا
يَجْتَمِعُ شُحٌّ وَإِيمَانٌ فِي قَلْبِ رَجُلٍ مسلم » [أخرجه أحمد]
"Tidaklah
mungkin akan terkumpul dalam hati seorang muslim antara keimanan dan sifat bakhil".
HR Ahmad 12/450 no: 7480.
Adapun ragam dan jenis sifat bakhil ini sangatlah banyak, diantaranya
bakhil dalam masalah harta, atau jasad, ilmu, kedudukan, mengucapkan salam atau
sholawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam. Dan semua itu didukung dengan dalil-dalil yang sangat
banyak. Diantaranya seperti yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, secara marfu', bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إن
أعجز الناس من عجز في الدعاء و إن أبخل الناس من بخل بالسلام » [أخرجه البيهقي في
شعيب الإيمان]
"Sesungguhnya
manusia yang paling lemah ialah orang yang paling loyo dalam berdo'a. dan
sesungguhnya manusia yang paling bakhil ialah orang yang kikir untuk
mengucapkan salam". HR al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman 13/22 no: 8392.
Dinilai
shahih oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no: 601. Dan sebagian ulama
menyatakan yang lebih kuat hadits ini mauquf sampai pada Abu Hurairah saja.
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam sunannya dari sahabat Husain bin
Ali radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « البخيل
الذي ذكرت عنده و لم يصل علي » [أخرجه الترمذي]
"Orang
yang bakhil adalah orang yang mendengar namaku disebut disisinya lalu dirinya
tidak bersholawat atasku". HR at-Tirmidzi no: 3546. Beliau berkata,
"Hadits hasan shahih ghorib".
Dan sifat kikir ini keadaanya bertingkat-tingkat, dan
yang paling tinggi ialah bakhil dalam masalah menunaikan kewajiban-kewajiban
yang dibebankan padanya. Seperti bakhil untuk
mengeluarkan zakat, atau memberi nafkah pada keluarganya, atau memberi jamuan
pada tamu. Disebutkan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, berkata,
"Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ
آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ
أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا [لَا يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ ... الْآيَةَ] » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Barangsiapa
yang telah Allah datangkan padanya kekayaan lalu dirinya enggan mengeluarkan
zakatnya. Maka akan dijadikan kelak pada hari kaimat harta tersebut baginya
seekor ular yang berkepada botak dengan dua lidah yang berbisa kemudian
mengejarnya, sambil mematuki dengan mulutnya sembari berkata, "Akulah
hartamu, akulah simpananmu". Kemudian beliau membaca firman Allah
ta'ala:
قال الله تعالى: ﴿ وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ يَبۡخَلُونَ ...ۗ ١٨٠﴾ [ آل
عمران: 180]
"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil..".
(QS al-Imraan: 180). HR Bukhari no: 1403. Muslim
no: 987.
Dijelaskan pula dalam sebuah hadits dari Aisyah
radhiyallahu 'anha, beliau berkata, "Hindun ibunya Mu'awiyah pernah
mengadu kepada Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa
sallam,
"Sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang kikir, apakah boleh bagiku untuk
mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya sekedar memenuhi kebutuhanku? Beliau
menjawab, "Ia, ambillah sekedarnya secara ma'ruf". HR Bukhari no:
5370. Muslim no: 1714.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim dari sahabat Abu Suraih al-'Adawi radhiyallahu 'anhu, berkata,
"Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tamunya". HR Bukhari no: 6018.
Muslim no: 47.
Ibnu Qudamah menerangkan, "Sikap pelit dan
dermawan itu bertingkat-tingkat, dan tingkatan orang pelit yang paling buruk
ialah seseorang yang bakhil pada dirinya sendiri yang sedang membutuhkannya.
Berapa banyak orang bakhil yang menahan harta bendanya ketika sedang sakit
dengan tidak mau mengeluarkan untuk berobat. Dirinya ingin menuruti syahwatnya
namun tercegah oleh sifat bakhilnya. Berapa banyak diantara orang yang bakhil
terhadap dirinya dibarengi kebutuhannya dan diantara seseorang yang lebih
mendahulukan dirinya bersama kebutuhannya. Dan akhlak yang tepat adalah
pemberian dari Allah Shubhanahu wa ta’alla yang –Dia anugerahkan
pada siapa saja yang dikehendaki -Nya".[2]
Tingkatan yang kedua: Pelit dengan perkara yang disunahkan seperti bakhil
dalam masalah sedekah, atau enggan memberi pinjaman pada orang lain, atau
memberi jamuan tamu yang sifatnya sunah.
Disebutkan dalam sebuah hadits
yang dibawakan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا
مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ, فَيَقُولُ
أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُولُ الْآخَرُ:
اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Tidaklah setiap pagi menyapa seorang hamba
melainkan turun padanya dua malaikat. Kemudian malaikat pertama berdo'a;
"Ya Allah, berilah orang yang berinfak pengganti". Sedang yang
satunya berdo'a, "Ya Allah, berilah orang yang pelit kehancuran".
HR Bukhari no: 1442. Muslim no: 1010.
Dalam hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari
sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ
السَّلَفَ يَجْرِي مَجْرَى شَطْرِ الصَّدَقَةِ » [أخرجه أحمد]
"Sesungguhnya orang yang menangguhkan pinjaman
(mendapat) pahala setengah sedekah". HR Ahmad 7/26 no: 3911.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau
menceritakan, "Aku pernah membantu Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam, dan
kebiasaan beliau apabila turun bencana, seringkali aku mendengar beliau
berdo'a:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ » [أخرجه
البخاري ]
"Ya Allah, aku berlindung kepada -Mu
dari (bahaya) rasa gundah gulana dan kesedihan, dari rasa lemah dan malas, dari
rasa pelit dan penakut, dari lilitan hutang dan penguasaan orang lain". HR Bukhari no: 2893.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah menjelaskan, "Sesungguhnya semua orang memuji orang yang punya
sifat pemberani dan penderma, sampai kiranya kebanyakan pujian yang dibawakan
oleh para penyair dalam bait syairnya adalah berkaitan
dengan keberanian ini. Begitu pula banyak orang yang mencela sifat kikir dan
pengecut.
Kemudian
beliau melanjutkan, "Manakalah kebaikan anak cucu Adam tidak mungkin bisa
terlealisasi secara sempurna dalam agama seseorang melainkan dengan adanya
keberanian dan kedermawanan maka Allah azza wa jalla menjelaskan bahwa orang
yang diserahi tugas untuk memikul kewajiban jihad, namun ia meninggalkannya
maka Allah Shubhanahu
wa ta’alla akan mengganti orang tersebut dengan kaum yang lain
yang mau menegakan syi'ar jihad tersebut. Sebagaimana ditegaskan dalam firman -Nya:
قال
الله تعالى: ﴿هَٰٓأَنتُمۡ
هَٰٓؤُلَآءِ تُدۡعَوۡنَ لِتُنفِقُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبۡخَلُۖ
وَمَن يَبۡخَلۡ فَإِنَّمَا يَبۡخَلُ عَن نَّفۡسِهِۦۚ وَٱللَّهُ ٱلۡغَنِيُّ وَأَنتُمُ
ٱلۡفُقَرَآءُۚ وَإِن تَتَوَلَّوۡاْ يَسۡتَبۡدِلۡ قَوۡمًا غَيۡرَكُمۡ ثُمَّ لَا يَكُونُوٓاْ
أَمۡثَٰلَكُم ٣٨﴾ [ محمد: 38 ]
"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk
menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan
siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. dan
Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada -Nya); dan jika kamu berpaling niscaya -Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang
lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini". (QS Muhammad: 38).[3]
Dan
diantara perkara yang menunjukan tercelanya sifat pelit ini dan menafikan
akhlak serta budi pekerti yang luhur adalah sebuah hadits yang dikeluarkan oleh
Imam Bukhari dari Jubair bin Muth'im radhiyallahu 'anhu, beliau berkata,
"Tatkala aku sedang bersama Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabat lainnya seusai peperangan Hunain.
Datang orang-orang Arab Badui berdesak-desakan mengerumuni beliau untuk meminta
bagian sehingga beliau terdesak ke suatu pohon yang menyebabkan jubahnya
terlepas. Lalu beliau berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَعْطُونِي
رِدَائِي لَوْ كَانَ لِي عَدَدُ هَذِهِ الْعِضَاهِ نَعَمًا لَقَسَمْتُهُ
بَيْنَكُمْ ثُمَّ لَا تَجِدُونِي بَخِيلًا وَلَا كَذُوبًا وَلَا جَبَانًا » [أخرجه
البخاري]
"Kembalikan jubahku. Demi Allah, jika saja aku
memiliki ternak sebanyak pohon besar niscaya aku akan bagi-bagikan juga kepada
kalian, sehingga dengan begitu tidak ada yang menganggapku sebagai orang yang
kikir, dust dan pengecut". HR Bukhari no: 3148.
Al-Hafidh
Ibnu Hajar menerangkan, "Didalam hadits ini sebagai dalil tercelanya
sifat-sifat yang disebutkan tadi, yakni kikir, dusta, dan penakut. Dan tidak
sepantasnya bagi seorang pemimpin kaum muslimin yang mempunyai cabang-cabang
sifat tersebut".[4] Dan Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan. Beliau pernah
mengasih Aqra' bin Habis dan Uyainah bin Hishan pada perang Hunain setiap
orangyan seratus onta. Dan tatkala ada Arab badui datang maka beliau mengasih
satu lembah kambing yang berada di dua gunung, sehingga Arab badui tadi
langsung pulang ke kampungnya sambil menyeru, "Duhai kaumku, masuklah
Islam sesungguhnya Muhammad memberi dengan pemberian yang dirinya tidak takut
miskin". HR Muslim no: 2312.
Imam
Ibnu Qoyim menjelaskan, "Penakut dan pelit adalah dua sifat yang sangat
erat hubungannya. Jika tidak ada manfaat yang diharapkan darinya, apabila
berkaitan dengan badan maka itulah yang dinamakan penakut, dan jika berkaitan
dengan harta maka itulah yang dinamakan pelit".[5]
Seorang penyair mengatakan
dalam bait syairnya:
Jika engkau kumpulkan harta
lantas engkau simpan
Dirimu
hanya dijuluki penjaga harta yang amanah
Tapi cela untuku bila tidak
engkau tunaikan
Termakan
kerakusan sedang dirimu telah terkubur
Seorang penyair lagi
mengatakan:
Apabila dunia telah berlaku
baik padamu, balaslah kebaikannya
Dengan berbuat baik pada penghuninya, sungguh hidup
berganti-ganti
Jangan takut menderma
hilang harta justru dia akan kembali menyapa
Orang kikir mengira hartanya tersimpan, namun kiranya
dia justru musnah
Seorang
ulama yang bernama Ibnu Muflih menuturkan, "Sangat mengherankan orang yang
pelit itu, dirinya langsung merasakan kefakiran yang ia lari darinya dan
beranggapan akan menggapai kebahagian bila menahan hartanya. Bisa jadi dirinya
mati dikala sedang lari dari kefakiran yang ia kira dan mencari kebahagian yang
ia sangka. Sehingga ia hidup didunia dengan penghidupan orang fakir sedang
diakhirat masuk dalam barisan hisabnya orang-orang kaya.
Bersamaan
dengan itu pula engkau tidak mungkin menjumpai ada orang pelit kecuali justru
orang lain yang lebih bahagia darinya, karena orang pelit tujuan didunia hanya
untuk mengumpulkan harta, akan tetapi, ingat di akhirat nanti dirinya dihisab
dengan sebab menahan harta dari kewajibannya, adapun orang yang tidak pelit,
dirinya akan selamat dari tujuan jelek tersebut dan ketika diakhirat selamat
dari dosa mengumpulkan harta".[6]
Hubais
ast-Tsaqawi menceritakan, "Aku pernah duduk bersama Ahmad bin Hanbal dan
Yahya bin Ma'in. Sedangkan banyak dikalangan murid-muridnya yang bersepakat
bahwasannya mereka tidak mengenal ada orang sholeh yang pelit".[7] Al-Marwadi mengatakan, "Terkadang terkumpul dalam
pribadi orang yang kikir beberapa akhlak yang tercela, dan setiap sifat cela
tersebut bisa mengantarkan pada sifat cela lainnya, yaitu empat akhlak yang
kalian dilarang karenanya, yakni sifat tamak, rakus, prasangka buruk, dan
menahan hak orang lain.
Dan
jika orang yang bakhil tadi mempunyai apa yang kami sifatkan tadi, dari
sifat-sifat yang tercela dibarengi adat kebiasaannya yang buruk maka sudah
tidak tersisa bersamanya kebaikan dan kesholehan yang diharapkan lagi".[8]
Akhirnya
kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga
Allah Shubhanahu wa
ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
Post a Comment