Seseorang Berdiri untuk Saudaranya
Seseorang Berdiri untuk
Saudaranya
722/944. Dari Abdullah bin Ka'ab -ia penuntun Ka'ab, (dari sukunya) ketika dia buta-
berkata,
سمعت كعب
بن مالك يحدث حديثه حين تخلف عن رسول الله صلى الله عليه وسلم عن غزوة تبوك فتاب
الله عليه وآذن رسول الله صلى الله عليه وسلم بتوبة الله علينا حين صلى صلاة الفجر
فتلقاني الناس فوجا فوجا يهنئوني بالتوبة يقولون لتهنك توبة الله عليك حتى دخلت
المسجد فإذا برسول الله صلى الله عليه وسلم حوله الناس فقام إلي طلحة بن عبيد الله
يهرول حتى صافحني وهنأني والله ما قام إلي رجل من المهاجرين غيره لا أنساها
لطلحة
"Saya mendengar
Ka'ab bin Malik menceritakan kisahnya ketika tidak ikut berpatisipasi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pada perang Tabuk, lalu Allah-pun memberi taubat. Rasulullah memberitahukan bahwa
Allah telah memberi taubat kepada kami ketika shalat
fajar, maka orang-orangpun berbondong-bondong menemui
Saya memberi selamat atas taubat dari Allah atas
kami. Mereka berkata, 'Semoga taubat dari Allah atasmu membuat
engkau suka cita.' Lalu Saya masuk masjid Rasulullah
dikelilingi orang-orang, lalu Thalhah bin Ubaidillah bangkit menuju Saya dengan tergesa-gesa sampai
dia menjabat tangan Saya memberi selamat. Demi Allah, tidak ada orang
Muhajirin yang berdiri menghampiri Saya selain dia.
Tidak akan Saya lupakan Thalhah.
Shahih, di dalam kitab Al lrwa
(2/231-232/477). [Bukhari, 64-Kitab Maghazi, 79- bab Hadits Ka'ab bin Malik 1 Muslim 49- Kitab Taubat, hadits 53].
7231/945. Dari
Abu Said Al Khudri
أن
ناسا نزلوا على حكم سعد بن معاذ فأرسل إليه فجاء على حمار فلما بلغ قريبا من المسجد
قال النبي صلى الله عليه وسلم ائتوا خيركم أو سيدكم فقال يا سعد إن هؤلاء نزلوا على
حكمك فقال سعد أحكم فيهم أن تقتل مقاتلتهم وتسبى ذريتهم فقال النبي صلى الله عليه
وسلم حكمت بحكم الله أو قال حكمت بحكم الملك
Bahwa orang-orang
menyerahkan keputusan hukum kepada Sa'ad bin Mu'adz, lalu Nabi2 mengutus kepadanya, maka ia datang
dengan mengendarai keledai. Tatkala sampai
di dekat masjid,3 Nabi shallallahu
'alaihi wasallam
bersabda, "Bergegaslah
menuju'4
orang yang paling
baik atau tuan kalian." Lalu
Nabi berkata, "Wahai Sa'ad, mereka ini menyerahkan keputusan hukum kepadamu."
Kemudian
Sa'ad pun berkata, "Saya memutuskan para
prajurit mereka dibunuh, dan keluarga
mereka dijadikan tawanan." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Engkau telah mengambil keputusan yang
sesuai dengan hukum seorang raja."5
Shahih,
di
dalam kitab Ash-Shahihah (677). Takhriju Fiqhis-Sirah
(315). [Al Bukhari, 56- Kitab Jihad,
168-Bab Bila Musuh menyerahkan putusan hukum kepada
seseorang. Muslim, 32- Kitab Jihad, hadits 64].
724/946.
Dari
Anas berkata,
ما كان
شخص أحب إليهم رؤية من النبي صلى الله عليه وسلم وكانوا إذا رأوه لم يقوموا إليه
لما يعلمون من كراهيته لذلك
"Tidak ada seseorang yang
lebih mereka sukai untuk melihatnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Bila mereka melihatnya tidak
berdiri kepadanya,6 maka karena mereka tahu
kebencian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan hal itu."
Shahih,
di
dalam kitab Ash-Shahihah (358). Adh-Dha'ifah pada hadits (364). Al Misykah
(4698). Mukhtastar Asy-Syamail
(289). Naqdu Al Kattan (51). (Tidak terdapat dalam
Kutubus-Sittah)7
725/947. Dari
Aisyah Ummul Mukminiin Radhiallahu 'anha
ما رأيت
أحدا من الناس كان أشبه بالنبي صلى الله عليه وسلم كلاما ولا حديثا ولا جلسة من
فاطمة قالت وكان النبي صلى الله عليه وسلم إذا رآها قد أقبلت رحب بها ثم قام إليها
فقبلها ثم أخذ بيدها فجاء بها حتى يجلسها في مكانه وكانت إذا أتاها النبي صلى الله
عليه وسلم رحبت به ثم قامت إليه [فأخذت بيده /۹٧١]
فقبلتهوانها دخلت على النبي صلى الله عليه وسلم في مرضه الذي قبض فيه فرحب وقبلها
وأسر إليها فبكت ثم أسر إليها فضحكت فقلت للنساء إن كنت لأرى أن لهذه المرأة فضلا
على النساء فإذا هي من النساء بينما هي تبكي إذا هي تضحك فسألتها ما قال لك قالت
إني إذا لبذرة فلما قبض النبي صلى الله عليه وسلم فقالت أسر إلي فقال اني ميت فبكيت
ثم أسر إلي فقال إنك أول أهلي بي لحوقا فسررت بذلك وأعجبني
"Tidak pernah Saya
melihat seseorang yang menyerupai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam tutur kata, tata bicara dan cara duduk". Dari Fatimah , ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila melihatnya datang, beliau
menyambutnya, lalu berdiri (menuju) kepadanya.8
Kemudian Nabi mengecupnya dan menggandeng tangannya, dan
Nabi membawanya hingga mendudukkannya di tempat duduk
beliau. Sedangkan Fatimah bila Nabi datang ia
menyambutnya, lalu berdiri (menuju) kepada Nabi, (kemudian Fatimah mengambil
tangannya /971) lantas dia menciumnya. Dia masuk kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika sakitnya yang beliau meninggal ketika itu, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun menyambutnya dan mengecupnya. Beliau berbisik kepadanya, lalu fatimah pun menangis kemudian dibisikkan kepadanya lagi, lalu Fatimah pun tertawa. Saya berkata kepada para perempuan, 'Benar-benar Saya melihat
perempuan ini mempunyai keistimewaan dibanding perempuan-perempuan yang
lainnya.'
Tatkala dia
menangis, tiba-tiba dia tersenyum, lalu Saya pun bertanya kepadanya, 'Apa yang
Nabi katakan kepadamu?' Ia
menjawab, 'Dengan demikian Saya adalah orang yang menyebarkan rahasia! ketika Nabi hendak meninggalkan dunia ini.' Fatimah berkata, 'Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membisikkan saya bahwa beliau berkata, "Saya akan meninggal" Lalu Saya pun
menangis. Kemudian Nabi membisikkan
lagi, "Sesungguhnya engkau keluarga
Saya yang pertama menyusul
Saya." Maka Saya pun senang akan hal tersebut'."
Shahih,
di
dalam kitab Takhrijul Misykah
(4689).
Naqdu Nushushil-Haditsiyyah
(44-45).
[Bukhari, 61- Manaqib, 25- Bab Alaamatun-Nubuwwati fil
Islami. Muslim 44- Kitab Fadhailush-Shahabat, hadits 97,98,99)."'9
_____________
1 Saya berkata: Haditsnya panjang sekali
(8/113-116/4418) sekitar empat halaman besar, dan ini sepenggal darinya. Muallif (Bukhari) dalam shahihnya
membagi-bagi bagian-bagian hadits ini dalam beberapa bab, seperti yang telah
ditunjukkan Al-Fadlil Muhammad Fuad Abdul Baqi rahimahullah pada bagian pertama darinya
dengan nomor (2757) Pensyarah di sini mencatat empat baris dalam takhrij hadits tersebut, seolah-olah ia memberi
gambaran kepada pembaca bahwa Ashabus Sunan meriwayatkannya dengan lengkap (panjang). Padabal sebaliknya, cukup sebagai misal perkataannya: "Dan Abu Daud dalam Ath-Thalaq wan-Nudzur wal Jihad.
Padabal Abu Daud tidak
ada padanya walau satu huruf dari hadits kita ini, tidak tersebut hadits tersebut dengan lengkap yang ada
hanya sebagian kecil saja, inilah nomornya : (2202, 2605,3317
dan 3321).
2 Yaitu Nabi yang mengutus seperti dinyatakan dalam sebuah riwayat Muallif dalam Shahihnya (4121 dan 6262)
3 Demikian pada asalnya, ada dalam Shahih Muallif
(38
4 Demikian pada asalnya,
ada dalam Shahih Muallif (3804) dari Syaikh
yang ia riwayatkan darinya. Di sini dengan lafadh Qumuu (berdirilah)
demikian juga ia meriwayatkannya dari tiga Syaikh
yang lain (guru yang lain) (3943, 4121, dan 6262) juga ada dalam Muslim (5/160)
dan pada setiap yang meriwayatkannya. Menurut pandanganku -Wallahu A'lam- Muallif sengaja
meriwayatkan hadits dengan makna yang dimaksud, agar pandangan kita menuturkan
bahwa itu tidak ada hubungannya dengan berdirinya seseorang untuk saudaranya
sebagai penghormatan baginya, seperti yang sudah layak umumnya. Itu hanya
untuk membantunya turun dari hewan -kendaraannya), karena ia terluka ketika itu sebagaimana yang sudah lalu. Andai saja
ia menghendaki makna yang pertama, pasti ia berkata, "Berdirilah kalian untuk (demi) sayyid kalian" Hal tersebut tidak ada asalnya sama
sekali dalam jalan-jalan hadits tersebut, bahkan dalam sebagian jalan hadits
tersebut terdapat nash yang terang-terangan dengan
makna lain yang shahih, dengan
redaksi, "Berdirilah untuk (demi) sayyid kalian lalu bantulah dia /turunkanlah dia." Quumuu Ilaa Sayyidikum Fanzuluuhu'.
Sanadnya hasan seperti perkataan Al Hafizh: Karena itulah ia membantah
istidlal (pengambilan nash
sebagai dalil) Imam Nawawi dengan hadits Ash-Shahihaini yang
mengartikan (mengindikasikan) disyariatkannya berdiri
untuk menghormati seseorang sebagaimana Saya nukilkan darinya hal tersebut dalam hadits ini dari Ash-Shahihah
nomor 67. Berkenaan dengan hal
itu maka perkataan Al Hafidh Ibnu Hajar ketika
menyebutkan faidah-faidah hadits tersebut "Dan
menjabat tangan Orang yang (baru) datang dan berdiri untuk (menghormati)nya." (Berkenaan dengan hal itu) Saya berkata: "Adapun
berjabat tangan tidak diragukan lagi pensyariatannya
berdasarkan hadits-hadits yang ada, baik qauli maupun
fi'li, sebagiannya dapat
dijumpai pada nomor (743 dan 744) yang perlu dikritik adalah masalah berdiri
yang ia sebut seakan-akan ia menukilkan begitu saja
dari yang lain, tanpa menyertakan bantahannya terhadap
apa yang ia kemukakan terhadap An-Nawawi tentang hal
tersebut, seperti yang anda lihat.
5 Yaitu dengan hukum
Allah Azza wa Jalla.
6 Demikian pada asalnya
Lam Yaquumuu
llaihi (tidak berdiri kepadanya) dan dalam
Misykalul Atsar dan Musnad Abu Ya'la:
"Lahu" (Lam Yaqquumuu lahu: Tidak berdiri untuk/baginya) dan itulah tampaknya yang benar,
mengingat perbedaan yang telah lalu pembicaraannya antara Al Qiyamu lahu (berdiri untuk/ baginya) dan Al Qiyamu llaihi (berdiri kepadanya), yang pertama (berdiri
bagi/untuknya) itulah yang tidak disukai
oleh syari'at, sedang berdiri kepadanya (Al Qiyamu Ilahi)
tidak diragukan diperbolehkannya bagi
orang-orang biasa, apalagi untuk pemimpin mereka, seperti dalam hadits Sa'ad bin Mu'adz yang telah lalu
bahkan terkadang menjadi wajib apalagi
khususnya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan riwayat Baihaqi
menguatkan apa yang aku betulkan, dengan lafadh :
"Wa lam
Yataharrakuu"
(mereka tidak bergerak), itu
maknanya : "Lam Yaquumuu lahu" (Tidak
berdiri untuknya) karena muatannya yang global dan umum dan demikian pula
riwayat Tirmidzi dan Ahmad yang terdapat lafadh "Ilaihi"
(kepadanya) dan juga tidak terdapat "Lahu"
(baginya).
Dalam riwayat Al-Baihaqi ada
faedah yang harus disebut karena riwayat tersebut memberikan secercah cahaya yang menjelaskan
kepada pembaca bahwa para ahli hadits mereka mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wasallam termasuk dalam tidak menyukai berdiri
ini yang banyak terjadi dalam zaman ini, di banyak kalangan termasuk kalangan
khusus.
Al Baihaqi berkata: Abu Abdullah Al Hafizh (Al Hakim penyusun kitab Al Mustadrak)
memberitahukan kepada kami, ia berkata: "Aku menghadiri majlis Abu Muhammad
Abdur Rahman bin Al Marzabani Al Khazzaz dengan
(menuju) "Hamdaan" -ia ahli hadits di
zamannya1 - lalu ia keluar kepada kami sedangkan kami duduk
menunggunya, maka ketika ia menghadap kami, kami berdiri sampai di belakang lalu kami (siap-siap) menulis, lalu
ia berkata: Anba'ana
_______________
1
Ada terjemah yang bagus baginya dalam kitab "Siyar A'lam An-Nubala'nya Ad-Dzahabi (15/477) ia mensifatinya dengan Al Imam Al Muhaddits Al Qudwah salah satu pilar sunnah dengan (Hamdaan) ia Shaduq Qudwah
(panutan), dia mempunyai pengikut. Aku berkata: Lalu ia menyebut sanadnya sampai kepada Anas dengan hadits ini
dan seperti ini dari salaf banyak, kalau dikumpulkan
niscaya akan menjadi risalah kecil, semoga saja ada saudara kita yang mengumpulkannya. Wallaah I Muwaffiq.
7 Demikian perkataannya luput darinya, bahwa
Tirmidzi meriwayatkannya dalam kitab Al
Adab. Sebagian orang ada yang menisbatkan kepadanya. Diantara mereka pensyarah, dan ia menshahihkannya. Demikian juga Ad Dhiyaa'Al Maqdisi dalam Al Mukhtarah dan
memang itulah yang pantas disandang hadits ini, karena perawi-perawinya sesuai
dengan syaratnya Muslim. Adapun perkataan komentator (Muallaq)
atas Musnad Abu Ya'la (6/418): Sanadnya dha'if. Humaid At-Tawil meriwayatkannya dengan
Mu'an'an, sedangkan dia adalah mudallis. Penilaian ini salah, karena itu suatu
kebodohan atau berlaku bodoh, mengingat dua hakikat ilmiah:
1
Dia menjadikan Humaid seorang mudallis tanpa diperinci, padahal para hafizh membatasi perihal tadlisnya
itu hanya ketika ia meriwayatkan dari Anas.
2.
Bahwa tadlisnya dari Anas, bukanlah Illah yang
menyebabkan haditsnya dha'if. Hal tersebut dikarenakan ia mentadlis apa yang ia dengar
dari Tsabit dari Anas lalu
ia riwayatkan Iangsung dari
Anas, tanpa menyebutkan Tsabit di antara dirinya dan Anas.
Sedangkan Tsabit seorang tsiqah, maka dari itu haditsnya dari Anas shahih, baik
ia menyebutkan Tsabit atau
tidak. Inilah yang ditetapkan para imam dan huffadh
terdahulu, di antaranya Syu'bah, Hammad bin Salamah. Perawi hadits ini darinya dan juga Ibnu
Hibban dan Ibnu 'Ady serta
lainnya, karena itulah Al Hafizh Al 'Ala'iy dalam Al Marasil
(hal: 202) mengatakan:
"Saya katakan: "Kalaupun
hadits tersebut termasuk
mursal,
(tetapi) perantaranya sudah diketahui dengan jelas dan ia seorang
tsiqah yang dijadikan hujjah." Al Hafizh menukilkannya dalam At-Tahdzib,
dan ia mengakuinya. Bahkan dengan jelas
ia menyatakan
dukungannya atau menshahihkan
maknanya. Ketika dalam mukaddimah Fathul Barinya ia menukil perkataan Syu'bah;
"Humaid tidak mendengar dari Anas selain dua puluh empat hadits, sedangkan yang lain
ia dengar dari Tsabit atau
Tsabit menetapkannya. Lalu berkata Al Hafizh Uqbah mengatakan sesudahnya: (hal: 399):
'Ini
perkataan yang benar\
Hadits tersebut dijadikan
hujjah
oleh Ibnu Taimiyyah, seperti yang akan Saya sebut pada hadits
(748/977). Kemudian Mualliq tersebut, setelah
menukilkan pentashihan
Tirmidzi terhadap hadits dalam bab tersebut berkata
-tanpa menghiraukannya-, 'Adapun Muhaqqiq Syarhus-Sunnah
telah melakukan kesalahan
dalam menghukumi sanadnya, karena ia mengatakan
bahwa sanadnya shahih!" Orang
malang tersebut tidak menyadari
dirinyalah yang salah. Ia terkecoh dengan Al Hafizh dan lainnya yang tidak memberi batasan dalam Mukhtashar-mukhtashar mereka perihal tadlisnya Humaid. Inilah yang
terjadi pada para pemuda yang cocok sekali dengan perumpamaan ini,
"Menjadi Zabib sebelum anggurnya matang"! maksudnya: Bila seseorang mengklaim sesuatu ada padanya,
padahal belum matang apa yang ada padanya.
8 Saya mengatakan bahwa Abu Daud menambahkan di sini, "Lalu Nabi mengambil tangan
Fatimah dan menciumnya." Yaitu: mencium/mengecup Fatimah bukan tangannya, sebagaimana yang
terlintas. Hal itu dikuatkan tambahannya (Abu Daud) di
akhir hadits, Lalu Fatimah mengambil tangannya dan mengecupnya (Nabi), dan seperti itu juga pada Ibnu Hibban (2223), sedangkan Hakim (3/160) meriwayatkan dengan
menyalahi riwayat-riwayat lain, ia berkata,
"Dan Fatimah mencium tangan Nabi"! Kemungkinan itu kesalahan dari juru
tulis atau pencetaknya, karena memang cetakannya tampak jelek sekali, sebagaimana diketahui Ulama,
Syaikh Abdullah Al Ghimary
lebih senang untuk menyebutkan riwayat hakim tanpa (menyebutkan) riwayat Abu
Dawud atau riwayat dari Jama'ah - dan dia (Ghimary) menisbatkannya pada
mereka: Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa'i- karena
didorong oleh hawanya sendiri. Hal itu menguatkan apa
yang ada pada kebanyakan orang perihal mencium tangan para bapak dan ibu,
padahal itu tidak ada asalnya dalam syara'. Itulah kebiasaannya dan kebiasaan para pengikutnya serta orang-orang
semacamnya. Para ahli bid'ah menshahihkan hadits-hadits yang sangat lemah untuk menopang
hawa nafsu mereka, mendhaifkan hadits-hadits shahih seperti yang mereka lakukan pada
hadits Al Jariyah (budak perempuan), "Di manakah Allah?"
Mereka bersepakat untuk mendha'ifkannya, padahal ulama salaf maupun khalaf telah sepakat
menshahihkannya termasuk di dalamnya sebagian orang
yang mentakwil seperti Al Baihaqi dan Al 'Asqalani.
Sungguh mereka telah menyelisihi jalan orang mukmin
seperti yang telah saya terangkan pada tempat yang lain.
9 Berkata: Penisbatannya kepada Syaikhani
terhadap hadits ini terlalu mudah, karena tidak ada pada keduanya selain baris
kedua dengan ringkas. Demikian juga terjadi hal yang sama dengan Syaikh Al Kattani dalam buku
kecilnya Nushuush Haditsiyyah
seperti yang Saya terangkan dalam bantahan Saya terhadapnya (Hal : 33-34), dan sudah dicetak bukunya. Saya katakan
sekarang: Tampaknya ia bertaqlid kepada Muhaqqiq asal,
karena ia seperti layaknya muhaqqiq, bahwa ia bukan
pakar bidang ini. Hadits tersebut akan disebut dengan
ringkas sekali dengan lafazh Marhaban Bibnatii
(selamat datang putriku" pada (417 - Bab
Marhaban - 473)
Post a Comment