Tiga Aurat
Tiga Aurat
803/1052. Dari
Tsa'labah bin Abu Malik Al
Qaradhi,'1
أنه ركب
إلى عبد الله بن سويد أخي بني حارثة بن الحارث يسأله عن العورات الثلاث وكان يعمل
بهن فقال ما تريد فقلت أريد أن أعمل بهن فقال إذا وضعت ثيابي من الظهيرة لم يدخل
علي أحد من أهلي بلغ الحلم إلا بأذني إلا أن أدعوه فذلك إذنه ولا إذا طلع الفجر
وعرف الناس حتى تصلى الصلاة ولا إذا صليت العشاء ووضعت ثيابي حتى
أنام
Bahwa ia pergi menuju Abdullah bin Suwaid
-saudara bani Haritsah bin
Al Hants- untuk menanyakan kepadanya tentang aurat yang tiga, yang ia kerjakan.
Dia berkata, "Apa yang engkau inginkan?" Saya berkata,
"Saya ingin melakukannya" lalu dia menjawab, "Bila Saya menanggalkan pakaian
Saya di siang hari, maka tidak ada anggota keluarga Saya yang telah baligh masuk kepada Saya, kecuali dengan izin Saya. Terkecuali Saya memanggilnya, dan itulah izinnya. Juga tidak boleh masuk tatkala fajar terbit dan orang-orang mulai
bergerak2 sampai shalat shubuh. Tidak pula
ketika Saya shalat Isya' dan Saya tanggalkan baju Say;
sampai Saya tidur."
Shahih sanadnya
______________
1 Dihukumi tsiqah oleh sekelompok ulama. Ia pernah melihat Nabi ketika peristiwa bani Quraidhah (ia masih
kecil). Sedikit hadits yang ia riwayatkan, sedang syaikhnya
Abdullah bin Suwaid Al Harits, ia diperselisihkan
tentang kesahabatannya. (18/124),
Saya lihat sanad atsar ini
terdapat dalam tafsirnya (18/124). Ada keterangan yang
jelas-jelas menunjukkan kesahabatannya, tapi ia dari jalan Qurrah bin
Abdurrahman dari Ibnu Syihab, dari Tsa'labah bin Abu Malik Al Qaradhi,
bahwa ia bertanya kepada Abdullah bin Suwaid Al Haritsi -dan ia
termasuk sahabat Rasul shallallahu 'alaihi wasallam- tentang meminta izin dalam hal
aurat yang tiga?
Maka ia menjawab: Bila
Saya menanggalkan
pakaian dan seterusnya,
tapi ia tidak menyebut yang kedua dan ketiga.
Adapun Qurrah seorang yang shaduq (jujur), tapi dia mempunyai
hadits-hadits mungkar,
sebagaimana dalam Al Targhib,
tapi bila ia diikuti (dengan riwayat lain) ia menjadi hujjah, dan dalam Ad-Durrul Mantsuur (5/55), dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Tsa'labah Al Qaradhi dari Abdullah
bin Suwaid ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang aurat yang tiga, lalu ia menjawab: Lalu ia menyebutnya seperti
yang ada di sini dengan ringkas di dua aurat yang terakhir. As-Suyuthi tidak berkomentar tentang
hadits tersebut, Saya sendiri mendengar riwayat tersebut tidak shahih.
2 Pada
naskah awal Wa'urifa di tempat Wa Taharraka,
begitu pula di naskah India dan naskah Jailani dan dalam syarahnya lewat
begitu saja (2/495) tanpa komentar apapun, dan kata tersebut tidak bermakna.
Koreksi ini dari Ad-Durm Mantsuur, dan dinisbatkan kepada Abd bin Humaid dan penyusun kitab, lalu dinisbatkan pada Ibnu Sa'd dari Suwaid bin Nu'man bahwa dia ditanya tentang tiga aurat? lalu ia menjawab:.. lalu ia menyebut
seperti itu dan tidak memberi komentar seperti biasanya, dan Saya tidak
mendapatkannya dalam naskah dari Thabaqaat ibnu Sa'd yang
dicetak.
Ibnu Abu Hatim
dalam Tafsirnya (Q. 65/1-2/Surah An-Nuur) meriwayatkan tentang sebab
turunnya ayat dari jalan Amir bin Al Farat: Asbath menceritakan kepada kami dari As-Sudiy: "Adalah beberapa orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, merasa senang bila mereka mencampuri istri-istri
Nabi pada waktu-waktu tersebut, agar mereka mandi lalu keluar untuk
shalat. Oleh karena itu Allah memerintahkan mereka agar
memerintahkan para sahaya dan anak laki-laki untuk
tidak masuk pada mereka di saat-saat tersebut, kecuali dengan seizinnya."
Hadits ini Mursal, As-Sudiy adalah Al Kabir, yang namanya Ismail bin Abdurrahman. Dia shaduq (jujur) tapi ada Waham padanya. Ia termasuk
perawi dalam Shahih
Muslim.
Sedang Asbath adalah Ibnu Nashr, dia juga
perawi dalam Muslim, tetapi banyak salahnya seperti dalam At-Taqriib.
Amir bin Al Farat, Saya tidak mengetahuinya kecuali dalam kitab Tsiqaat Ibnu Hibban (8/501), ia menyebutkan
seorang perawi darinya: Ammar bin Al Hasan Al
Hamdani, sedang perawi darinya di sini bukan
dia, ia adalah Al Husain bin Ali bin (nama kakeknya
dalam salinan Ibnu Abu Hatim tidak tertera jelas, wallaahu
a'lam).
Demikianlah, tapi
yang penting adalah keterangan bahwa perkataan Al Haritsi dalam atsarnya; "Dan tidak
pula bila fajar terbit dan orang-orang bangkit bergerak" yaitu tidak
diperbolehkan masuk sebelum shalat fajar tanpa seizinnya, karena waktu itu adalah waktu untuk berdua-dua dengan istri, atau untuk mandi seperti dalam hadits yang disepakati oleh
Bukhari dan Muslim (Muttafaq 'alaihi) "Nabi
mendapatkan fajar sedangkan ia dalam keadaan junub,
kemudian ia mandi dan berpuasa." Hadits ini disebutkan dalam Shahih Abu Dawud (2069). Adapun
perkataan Ibnu Katsir "………Karena orang-orang kenka itu dalam keadaan tidur di tempat tidur mereka",
perkataan ini kurang detail, sekalipun Ash-Shabuni
dalam Mukhtashar (Ibnu Katsir)nya (2/217) melewatinya begitu saja tanpa komentar
apapun ! sebagaimana dhahirnya, wallahu a'lam.
Post a Comment