Undangan Seseorang Adalah Izinnya
Undangan Seseorang Adalah
Izinnya
818/1074. Dari
Abdullah [Yaitu Ibnu Mas'ud] berkata:
إذا
دعي الرجل فقد أذن له
"Bila
seseorang diundang, berarti ia ielah diberi
izin."
Shahih, diriwayatkan dengan riwayat
mauquf. Al Irwa' (1956).
819/1075. Dari Abu Hurairah, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
إذا دعي أحدكم فجاء مع
الرسول فهو اذنه
"Bila
seseorang dipanggil (untuk datang), lalu ia datang bersama utusan tersebut, maka itulah
izinnya."
Shahih, di dalam kitab Al Irwa’
(1955). [Abu Daud, 40-Kitab Al
Adab, 129- Bab Fir-Rajuli Yud'a Ayakuna dzalika Idznuku?].
820/1076. Dari Abu Hurairah,
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
رسول الرجل إلى الرجل
اذنه
"Utusan
seseorang kepada orang lain adalah
izinnya."
Shahih,
di
dalam kitab Al Irwa’ (1955). [Abu
Daud, 40-Kitab Al Adab,
129-
Bab Fir-Rajuli
Yud'a Ayakuna dzalika Idznuhu?].
821/1077. Dari
Abul 'Alaniyyah1 berkata,
أتيت أبا
سعيد الخدري فسلمت فلم يؤذن لي ثم سلمت فلم يؤذن لي ثم سلمت الثالثة فرفعت صوتي
وقلت السلام عليكم يا أهل الدار فلم يؤذن لي فتنحيت ناحية فقعدت فخرج إلي غلام فقال
ادخل فدخلت فقال لي أبو سعيد أما إنك لو زدت لم يؤذن لك فسألته عن الأوعية فلم أسله
عن شيء إلا قال حرام حتى سألته عن الجف فقال حرام فقال محمد يتخذ على رأسه آدم
فيوكأ
"Saya mendatangi
Abu Said Al Khudri, lalu Saya mengucapkan salam, tapi Saya belum diizinkan. Lalu Saya mengucapkan salam, tapi juga belum diizinkan. Lalu Saya mengucapkan salam yang ketiga dengan mengeraskan suara Saya, Saya
berkata, 'Assalaamu'alaikum wahai penghuni rumah ini.' Tapi belum juga diberi izin, lalu aku menepi ke suatu sudut lalu
duduk, tiba-tiba muncul seorang anak dengan berkata, 'Masuklah.' Lalu Saya pun masuk.
Kemudian Abu Sa'id
berkata kepada Saya, 'Jika engkau terus mengucapkan salam, tetap engkau belum mendapatkan izin.'
Lalu Saya bertanya
kepadanya tentang tempat air (untuk menyimpan sari buah)2 Saya selalu bertanya kepadanya tentang sesuatu
dan pasti dia menjawab dengan kata, 'Haram.' Kemudian Saya
bertanya kepadanya tentang Juff (semacam kendi dari kulit yang tidak diikat) maka dia menjawab,
'Haram.' Muhammad berkata3 'Diletakkan diatasnya lauk pauk yang kemudian dimakan."'
Shahih,
di
dalam kitab
Ash-Shahihah (2951).4
___________________
1
Dia
adalah Al Mara'i Al Bashri,
namanya Muslim, dia dihukumi tsiqah oleh Abu Daud, Bazzar, dan Ibnu Hibban
(5/393).
2 Larangan ini untuk mencegah suatu media yang
ditakutkan dapat menjerumuskan kepada keharaman (Saddud Dzari'ah), lalu diberi
keringanan untuk mendiamkan air
buah di dalamnya. Salah satu bab di Shahih Bukhari "Bab Keringanan dari Nabi dalam suatu wadah kendi air setelah adanya larangan." Lihatlah Fathul Baari
(10/57-62).
3 Dia adalah Ibnu Sirin, perawi dari Abu Alaniyyah.
Maksud dari katanya ini, bila memang ia
mengatakannya: Agar atas kendi kulit tersebut diikat
dengan tali kulit untuk mencegah proses
yang membuatnyanya memabukkan, (AI Hafizh (10/60-61): "Perbedaan kendi
air dari kulit dengan lainnya, adalah bahwa kendi air
kulit dimasuki oleh udara dari pori-porinya, karena itu pembusukan tidak cepat
menjalar padanya, sebagaimana dapat menjalar dengan cepat pada kendi-kendi lain, yang dilarang untuk menyimpan sari buah di
dalamnya. Di samping itu kendi kulit
bila dipenuhi sari buah lalu diikat, tidak membuat mabuk kalau diminum, karena
bila sari itu berubah rasa menjadi memabukkan maka pecahlah kendi tersebut.
Jadi selama kendi itu tidak pecah
karena sari tersebut, artinya air itu tidak
memabukkan.
4 Al Muhaqqiq Muhammad
Fuad Abdul Baqi mencatatnya,
tapi ia teledor. Sedang pensyarah (komentator) Al Jailani
memperluasnya, maka ia nisbatkan (2/513) kepada Nasa'i
dan Ahmad, la kurang cermat dalam hal itu, karena dua imam ini tidak
meriwayatkan hadits ini dalam kitabnya, selain sepenggalnya, yang berkaitan dengan wadah air (kendi) serta dengan lafadh yang
ringkas sekali: "Nabi melarang sari buah yang didiamkan dalam guci." Ahmad menambahkan: "Ia berkata (Abul Aliyah): Saya berkata, 'Kalu ]uff (kendi dari kulit
yang tidak diikat)'? Dia jawab: 'Itu lebih buruk lagi."' Yang
terdapat dalam keduanya demikian (Abul Aliyah), juga pada Razzak dalam Al Mushannaf dan Iainnya.
Dia adalah Abul Aliyah Ar-Rayahi -sebagai
pengganti pada nama Abul
Alaniyah. Riwayat tentang hal
tersebut sangat kacau (mudhtarib), sedangkan Nasa'i
dalam As-Sunan Al Kubra merajihkan yang
kedua.
Ini juga hasil pemeriksaan Al Hafidh Al Mizzi dalam Tuhfatul Asyraf, dan
diakui Al Hafizh
Ibnu hajar dalam At-Tahdzib.
Tetapi ini
tidak mempengaruhi Shahihnya hadits tersebut,
karena Abul Alaniyah seorang
yang tsiqah (terpercaya) seperti keterangan yang lalu. Walhiahu
a'lam.
Saya
telah menjelaskan dengan rinci tentang hal itu dalam Ash-Shahihah
di tempat yang
sudah diisyaratkan.
Oleh karena itu tidak perlu lagi untuk
dijelaskan.
Post a Comment