Jangan Lupakan Tauhid
Jangan Lupakan Tauhid
Masalah
tauhid adalah masalah yang sangat penting. Ia merupakan asas tegaknya agama.
Muatan utama ayat-ayat al-Qur'an dan misi pokok dakwah seluruh para nabi dan
rasul.
Allah
ta'ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah Kami utus kepada setiap
umat seorang rasul yang mengajak: Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS.
An-Nahl: 36)
Sebuah
materi dakwah yang tidak akan lekang oleh zaman dan terus dibutuhkan oleh siapa
saja; orang miskin maupun orang kaya, orang tua maupun anak muda, penduduk kota
maupun penduduk desa, pejabat maupun rakyat jelata.
Allah
ta'ala berfirman (yang artinya), “Dan ingatlah ketika Luqman memberikan
nasehat kepada anaknya: Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)
Dari
'Itban bin Malik radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan api neraka kepada orang
yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas karena ingin mencari wajah
Allah.” (HR. Bukhari dalam Kitab ash-Sholah [425] dan Muslim dalam Kitab
al-Iman [33])
Dalam
suatu kesempatan ceramah, Syaikh Walid Saifun Nashr hafizhahullah -salah
seorang murid Syaikh al-Albani rahimahullah- menasehatkan kepada kita
untuk selalu memperhatikan masalah tauhid dan tidak menyepelekannya.
Beliau
berkata:
Masalah
paling besar yang diperhatikan ulama salaf apa? Bukan amalan anggota badan,
akan tetapi [amalan] hati dan ikhlas dalam beramal...
Oleh
sebab itu, Yusuf bin al-Husain -salah seorang salaf- berkata, “Sesuatu yang
paling sulit di dunia ini adalah ikhlas...Betapa sering aku berusaha
menyingkirkan riya' dari dalam hatiku, tetapi seolah-olah ia muncul kembali di
dalamnya dengan warna yang berbeda.”
Demikianlah,
ia mempermainkan hati, terkadang ia berpaling ke kanan atau ke kiri. Sehingga
sulit menggapai keikhlasan.
Sahl
bin Abdullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi jiwa (nafsu)
daripada ikhlas. Sebab di dalamnya hawa nafsu tidak mendapat jatah sedikitpun.”
Senang dipuji, suka disanjung... Hawa nafsu memang menyimpan banyak keinginan
(ambisi)...
Oleh
sebab itu, Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Syarat -memurnikan-
niat itu sangatlah berat." Semoga Allah merahmati beliau.
Sufyan
ats-Tsauri berkata, "Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih susah
daripada niatku... Karena ia sering berbolak-balik."
Oleh
sebab itu semestinya bagi saudara-saudara kami, saya menasehati diri saya
sendiri dan juga mereka untuk terus melazimi tauhid, bersemangat di dalamnya,
dan terus-menerus berdoa kepada Allah agar mereka tetap istiqomah di
atasnya.
Hendaknya
mereka memohon kepada Allah jalla wa 'ala supaya Allah membantu mereka
untuk bisa teguh di atas tauhid, dan memberikan taufik kepada mereka untuk
itu...
Masalah
ini bukan masalah sepele, saudara-saudara sekalian...
Beliau
juga menjelaskan:
Manusia,
bisa jadi mereka adalah orang yang tidak mengerti tauhid -secara global maupun
terperinci- maka orang semacam ini jelas wajib untuk mempelajarinya...
Atau
bisa jadi mereka adalah orang yang mengerti tauhid secara global tapi tidak
secara rinci... maka orang semacam ini wajib belajar rinciannya...
Atau
bisa jadi mereka adalah orang yang telah mengetahui tauhid secara global dan
terperinci... maka mereka pun tetap butuh untuk senantiasa diingatkan tentang
tauhid...serta terus mempelajarinya dan tidak berhenti darinya...
Jangan
berdalih dengan perkataan, "Saya 'kan sudah menyelesaikan Kitab
Tauhid." atau mengatakan, "Saya sudah menuntaskan pembahasan masalah
tauhid." atau berkata, "Isu seputar tauhid sudah habis. Sehingga kita
pindah saja kepada isu yang lain."
Tidak
demikian...
Sebab,
tauhid tidaklah ditinggalkan menuju selainnya...tetapi tauhid harus senantiasa dibawa
beserta yang lainnya. Kebutuhan kita terhadap tauhid lebih besar daripada
kebutuhan kita terhadap air dan udara...
Beliau
juga menegaskan:
Jadi,
tauhid adalah misi dakwah seluruh rasul dan nabi. Ini adalah manhaj dakwah yang
tidak berubah.. Dan kita pun tidak boleh merubahnya, dengan alasan apapun.
Semisal, kita katakan, "Demi menyesuaikan dengan tuntutan zaman,
dsb." yang dengan alasan semacam itu kita merubah titik tolak dakwah dan
mengganti manhaj dakwah.
Atau
mengatakan bahwa semestinya sekarang dakwah kita mulai dengan masalah akhlak,
atau sebaiknya kita mulai dengan masalah ini atau itu... Tidaklah demikian.
Tidaklah kita memulai dakwah kecuali dengan apa yang dimulai oleh para rasul...
Inilah
dakwah para rasul dan para nabi yang semestinya kita -semua- menunaikan tugas
[dakwah] ini dengan baik; yang seharusnya kita tetap hidup di atasnya dan mati
di atasnya pula. Baarakallahu fiikum.
Post a Comment