Sabar Terhadap Musibah
Sabar Terhadap Musibah
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta
keluarga dan seluruh sahabatnya.
Dari
A’masy, dari Syahr bin Hausyab, dari Harits bin Umairah, ia berkata: ‘Aku
sedang duduk di sisi Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, dan ia sedang sakaratul
maut, dia pingsan lalu sadar, ia berkata: ‘Cekiklah diriku (maksudnya:
lakukanlah apapun terhadapku, pent), demi kemulian -Mu, sesungguhnya aku
mencintai-Mu.’[1]
Dari
Mubarrid: Ada yang berkata kepada Hasan bin Ali: Sesungguhnya Abu Dzarr radhiyallahu
‘anhu berkata: ‘Fakir lebih kusukai dari pada kaya dan sakit lebih kusukai
dari pada sehat.’ Ia berkata: ‘Semoga Allah Shubhanahu wa ta’ala memberi
rahmat kepada Abu Dzarr, adapun saya mengatakan: ‘Barangsiapa yang bertawakkal
terhadap pilihan terbaik yang dipilih Allah Shubhanahu wa ta’ala untuknya
niscaya ia tidak berangan-angan terhadap sesuatu. Inilah definisi pendirian
terhadap ridha yang terjadi, seperti yang sudah ditaqdirkan.’[2]
Dari
Wahb bin Munabbih rahimahullah: ‘Sesungguhnya Isa alaihissalam
berkata kepada Hawariyin: ‘Orang yang paling berkeluh kesah dari kalian
terhadap musibah adalah yang paling cinta terhadap dunia.’[3]
Dari
Sya’by, ia berkata: Syuraih rahimahullah berkata: ‘Sesungguhnya aku
mendapat musibah maka aku memuji Allah Shubhanahu wa ta’ala empat kali;
aku memuji -Nya karena tidak lebih berat darinya, aku memuji karena -Dia
memberiku kesabaran terhadapnya, memuji ketika Dia memberi taufik kepadaku
untuk membaca istirja’ karena mengharapkan pahala, dan aku memuji ketika -Dia
tidak menimpakannya pada agamaku.’[4]
Ghassan
bin Mufadhdhal al-Ghalaby rahimahullah berkata: ‘Sebagian sahabatku
menceritakan kepadaku, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Yunus bin
Ubaid rahimahullah, lalu mengadukan kepadanya tentang kesulitan dalam
kehidupannya serta duka citanya terhadap hal itu. Ia berkata: ‘Apakah engkau
senang matamu ditukar dengan seratus ribu? Ia menjawab: Tidak. Ia (Yunus)
berkata: ‘Dengan matamu? Ia menjawab: ‘Tidak.’ Ia (Yunus) berkata: Dengan
lisanmu? Ia menjawab: Tidak. Ia (Yunus) berkatanya: ‘Dengan lisanmu? Ia
menjawab: Tidak. Ia (Yunus) berkata: ‘Dengan akalmu? Ia menjawab: Tidak. Dan ia
menyebutkan nikmat nikmat Allah Shubhanahu wa ta’ala terhadapnya.
Kemudian Yunus berkata kepadanya: ‘Saya melihat engkau memiliki ratusan ribu
dan engkau masih mengeluhkan kebutuhan.’[5]
Dari
Asy’ats bin Sa’id, ia berkata: Ibnu Aun berkata: ‘Seorang hamba tidak
mendapatkan hakikat ridha sehingga ridhanya di saat fakir seperti ridhanya di
saat kaya. Bagaimana engkau menerima ketentuan Allah Shubhanahu wa ta’ala
dalam perkaramu, kemudian engkau marah jika engkau melihat ketentuan -Nya berbeda
dengan keinginanmu. Bisa jadi yang engkau inginkan dari hal itu jika
dimudahkan- Nya merupakan bencana bagimu, dan engkau meridhai ketentuan -Nya
apabila sesuai keinginanmu? Engkau tidak bersikap obyektif terhadap dirimu dan
tidak mendapatkan pintu ridha.’[6]
Dari
Ahmad bin Isham, ia berkata: ‘Zuhair bin Nu’aim rahimahullah berkata:
‘Sesungguhnya perkara ini tidak sempurna kecuali dengan dua perkara: sabar dan
yakin, jika keyakinan tidak disertai kesabaran ia tidak sempurna, dan jika
kesabaran tidak disertai keyakinan niscaya ia tidak sempurna. Dan Abu Darda` radhiyallahu
‘anhu memberikan contoh bagi keduanya, ia berkata: ‘Perumpamaan yakin dan
sabar adalah seperti dua orang petani yang menggali tanah, apabila salah
seorang duduk niscaya duduklah yang lain.’[7]
Dari
Utsman bin Haitsam rahimahullah, ia berkata: ‘Ada seorang laki laki di
Bashrah dari Bani Sa’ad, ia salah seorang pemimpin pasukan Ubaidillah bin Ziyad,
ia terjatuh dari loteng lalu kakinya patah. Lalu Abu Qilabah radhiyallahu
‘anhu datang mengunjungi, ia berkata kepadanya: ‘Aku berharap ia menjadi
kebaikan bagimu.’ Ia menjawabnya: ‘Wahai Abu Qilabah! kebaikan apakah saat
kedua kakiku patah? Ia menjawab: ‘Yang ditutup Allah Shubhanahu wa ta’ala
terhadapmu jauh lebih banyak.’
Setelah
tiga hari, datanglah surat dari Ibnu Ziyad agar keluar untuk membunuh Husain radhiyallahu
‘anhu. Ia berkata kepada utusan: Apa yang engkau ketahui tentang musibah
Telah menimpaku.’ Maka tidak berlalu kecuali hanya tujuh hari hingga sampai
berita terbunuhnya Husain radhiyallahu ‘anhu. Laki-laki itu berkata:
‘Semoga Allah Shubhanahu wa ta’ala memberi rahmat kepada Abu Qilabah radhiyallahu
‘anhu, sungguh ia benar, sesungguhnya ia benar-benar menjadi kebaikan
bagiku.’[8]
Post a Comment