Berbakti kepada Ibu
Berbakti kepada Ibu
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta
keluarga dan seluruh sahabatnya.
Dari Muhammad bin Sirin, ia berkata: ‘Harga
pohon kurma di masa Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mencapai seribu
dirham. Ia berkata: ‘Usamah radhiyallahu ‘anhu[1]
mendatangi pohon kurma, lalu menebangnya, mengeluarkan jummar[2]nya dan
memberikannya kepada ibunya. Mereka bertanya kepadanya: ‘Apa
yang mendorong engkau melakukan hal ini, sedangkan engkau mengetahui harta
pohon kurma sudah mencapai seribu dirham.’ Ia menjawab: ‘Sesungguhnya ibuku
memintanya kepadaku, dan ia tidak meminta sesuatu kepadaku yang aku mampu
melakukannya kecuali aku memberikannya kepadanya.’[3]
Dari Abdullah bin Mubarak, ia berkata:
Muhammad bin Munkadir berkata: ‘Semalam suntuk Umar (maksudnya saudaranya)
shalat dan semalam suntuk ia memijat kaki ibuku, dan aku menginginkan malamku
seperti malamnya.’[4]
Dari Ibnu Aun, ia berkata: ‘Seorang laki
laki mendatangi Muhammad bin Sirin yang sedang berada di sisi ibunya, ia
berkata: ‘Bagaimana kondisi Muhammad, apakah ia menderita sesuatu? Mereka
menjawab: ‘Tidak, akan tetapi seperti inilah dia apabila berada di sisi ibunya.’[5]
Dari Hisyam bin Hisan, dari Hafshah bin
Sirin, ia berkata: ‘Apabila Muhammad masuk kepada ibunya, ia tidak berbicara
kepadanya dengan lisannya, seolah olah ia sangat khusyuk kepadanya.’[6]
Dari Ibnu ‘Aun: Sesungguhnya ibunya
memanggilnya lalu ia menjawabnya,
ternyata suaranya lebih tinggi dari suara ibunya, maka ia memerdekakan
dua orang budak.’[7]
Dari Hisyam bin Hisan, ia berkata:
Hudzail bin Hafshah mengumpulkan kayu bakar di musim panas, lalu ia mengupas
kulitnya dan mengambil batangannya, lalu membelahnya. Hafshah (binti Sirin,
ibunya) berkata: ‘Dan aku merasakan
dingin, maka bila tiba musim dingin, ia datang membawa tungku, meletakkannya di
belakangku, sedang aku berada di tempat shalatku, kemudian ia duduk menyalakan
kayu bakar yang sudah dikupas dan batangan yang sudah dibelah sebagai bahan
bakar yang asapnya tidak menggangguku dan selalu menghangatkan aku. Hal itu
berlangsung cukup lama. Ia berkata: Dan di sisinya ada orang yang bisa
menggantikannya bila ia menghendaki hal itu. Ia berkata: Terkadang aku ingin
pulang, aku berkata: ‘Wahai anakku, pulanglah kepada keluargamu, kemudian aku
menyebutkan apa yang kuinginkan, lalu aku meninggalkannya.’
Hafshah[8]
berkata: ‘Tatkala ia wafat, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan
kesabaran kepadanya yang luar biasa, namun aku merasakan sesuatu yang berat
yang tidak bisa hilang.’ Ia berkata: Maka tatkala di suatu malam, aku membaca
surah an-Nahl, tiba tiba aku sampai pada ayat ini:
﴿ وَلاَتَشْتَرُوا
بِعَهْدِ اللهِ ثَمَنًا قَلِيلاً إِنَّمَا عِندَ اللهِ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن
كُنتُمْ تَعْلَمُونَ )95( مَاعِندَكُمْ يَنفَدُ وَمَاعِندَ اللهِ بَاقٍ
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
)96( ﴾ [النحل: 95-96]
Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan
Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang
ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. * Apa yang dari sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah
adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang
sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. an-Nahl:95-96)
Ia berkata: lalu aku mengulanginya, maka
Allah subhanahu wa ta’ala menghilangkan rasa berat yang kurasakan.
Hisyam berkata: Ia (Hudzail) memiliki
Unta perahan yang banyak susunya. Hafshah berkata: ‘Ia mengirim kepadaku satu
perahan di pagi hari, lalu aku berkata: ‘Wahai anakku, sesungguhnya engkau
mengetahui bahwa aku tidak meminumnya, aku puasa.’ Ia berkata: ‘Wahai Ummu
Hudzail, sesungguhnya sebaik baik susu adalah yang bermalam di tubuh unta,
berikanlah minuman ini kepada orang yang engkau kehendaki.’[9]
Abdurrahman bin Ahmad menyebutkan dari
bapaknya: Sesungguhnya seorang wanita datang kepada Baqiyy, ia berkata:
‘Sesungguhnya anakku tertawan dan aku tidak berdaya lagi, bisakah engkau
menunjukkan kepada orang yang bisa menebusnya, maka sesungguhnya aku
kebingungan.’ Ia berkata: ‘Ya, pulanglah sehingga aku melihat perkaranya.’
Kemudian ia menundukkan kepala dan menggerakkan kedua bibirnya. Kemudian
setelah beberapa waktu, wanita itu datang bersama anaknya. Ia (sang anak)
berkata: ‘Aku berada di bawah kekuasaan seorang raja, ketika aku sedang
bekerja, tiba tiba belengguku jatuh. Ia (yang meriwayatkan) berkata: Lalu ia
menyebutkan hari dan jam, maka sesuai waktu syaikh tersebut berdoa. Ia berkata:
‘Lalu pengawas kami berteriak, kemudian ia memandang dan kebingungan. Kemudian
ia memanggil tukang besi dan mengikatku. Tatkala ia selesai dan aku berjalan,
belenggu itu jatuh lagi. Maka mereka kebingungan dan memanggil ulama mereka,
mereka berkata: ‘Apakah engkau mempunyai seorang ibu? Aku menjawab: ‘Ya.’
Mereka berkata: ‘Doanya dikabulkan.’
Peristiwa ini diceritakan oleh al-Hafizh
Hamzah as-Sahmy, dari Abu Fath Nashr bin Ahmad bin Abdul Malik, ia berkata: Aku
mendengar Abdurrahman bin Ahmad, ia berkata: Bapakku menceritakan
kepadaku...lalu ia menyebutkannya, dan padanya: kemudian mereka berkata: ‘Allah
subhanahu wa ta’ala telah melepaskan engkau, maka kami tidak bisa
mengikat engkau.’ Lalu mereka memberi bekal kepadaku dan mengirim aku.’[10]
[1] Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, orang yang
dicintai Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dan putra orang yang
dicintainya. Ibunya Ummu Aiman radhiyallahu ‘anha pengasuh Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam.
[2] Jummar nakhlah: yaitu lemaknya yang berada di puncak pohon kurma,
ia berwarna putih, bagaikan sepotong punuk unta yang besar, biasanya dimakan
dengan madu.
[8] Ia adalah Hafshah binti Sirin, seorang ahli ibadah yang
agung, saudari Muhammad bin Sirin, ibu Hudzail.
Post a Comment