MAKNA IBADAH
MAKNA IBADAH:
Dan sebelum masuk pada pokok masalah, yaitu penjelasan
pembagian syirik dalam uluhiyah atau ibadah, saya rasa cocok sekali untuk
menerangkan terlebih dulu apa makna ibadah dalam kacamata syari'at.
Ibadah menurut kaca mata syari'at berasal dari kata
yang mempunyai makna dalam bahasa merendahkan diri dan ketundukan. Seorang
pakar bahasa yang bernama al-Azhari menjelaskan, "Makna ibadah dalam tinjauan
bahasa bermakna ketaatan sambil dibarengi ketundukan. Seperti dikatakan,
"Jalan mu'abad, apabila yang melintas merendahkan diri karena
saking seringnya melintas diatasnya. Dan ucapan Arab, 'Onta mu'abad, apabila
onta tersebut menarik untuk mengulur".[1]
Ulama lain menerangkan, "Pokok dari kata ubudiyah
adalah ketundukan dan merendahkan diri, sehingga makna at-Ta'biid ialah at-Tadzlil,
dan makna ibadah adalah ketaatan, sedang makna at-Ta'abud adalah an-Nusuk
(ritual ibadah)".[2]
Ini dari sisi bahasa, adapun ibadah dalam makna bebas
yang ada dalam kacamata syar'i. Dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
tatkala mendefinisikan makna ibadah secara syar'i, dengan ucapannya, "Ibadah
ialah semua nama yang mencakup seluruh perkara yang dicintai dan di ridhoi oleh
Allah dari setiap ucapan dan perbuatan baik amalan batin maupun dhohir".
[3] Ulama lain mendefinisikan
dengan ucapannya, "Ibadah ialah sebuah ungkapan yang menggambarkan setiap
perkara yang terkumpul didalamnya kecintaan yang sempurna, merendahkan diri
serta di barengi rasa takut".[4]
Sebab kecintaan yang sempurna dengan dibarengi
ketundukan yang sempurna, akan membuahkan didalamnya kecintaan serta ketundukan
padanya, maka seorang hamba adalah yang merendahkan diri dengan kecintaan dan
ketundukannya kepada dzat yang dicintainya. Sehingga ketaatan hamba kepada
Rabbnya selaras dengan kecintaan dan ketundukan kepada –Nya.
Ada pula yang mendefinisikan secara simpel, ibadah
ialah ketaatan kepada Allah Shubhanahu wa
ta’alla dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangan.[5] Imam Ibnu Hiban[6] punya definisi lain tentang ibadah, beliau menjelaskan, "Beribadah
kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla
ialah menetapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati serta menuangkan dalam
amal anggota badan".[7] Barangkali
pokok perbedaan yang terdapat diantara para ulama salaf ketika mendefinisikan
makna ibadah bila ditilik dari segi pengungkapannya bisa disimpulkan kembali
kepada dua hal, yaitu:
·
Bahwa ibadah sering diartikan secara bebas sebagai bentuk mashdar
(plural) yang mempunyai arti at-Ta'bud dengan makna perbuatan hamba
(ritual ibadah).
Sehingga makna ibadah menurut definisi yang pertama
mengerucut pada makna ketundukan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla, cinta dan mengagungkan -Nya, yaitu
diwujudkan dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangan sesuai dengan
aturan yang ada dalam syari'at.[9] Dengan arti ini dibawa makna ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
tatkala mendefiniskan ibadah dengan ucapannya, "Terkumpul kecintaan yang
sempurna bersama ketundukan yang murni".[10]Demikian pula ucapannya Ibnu Qoyim, "at-Ta'abud ialah kecintaan dan
ketundukan yang sampai klimaksnya". Dan ucapannya, "Peribadatan
kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla semata
ialah kecintaan pada -Nya secara sempurna sambil dibarengi ketundukan dan
merendahkan diri kepada -Nya".
Dan ucapan, "al-Ubudiyah berkisar pada dua
pondasi yang keduanya merupakan pokok ubudiyah yaitu kecintaan yang sempurna
dan ketundukan yang baik". Dan ucapannya, "at-Ta'abud ialah kecintaan
sambil dibarengi ketundukan dan merendahkan diri".[11]
Begitu pula ucapannya Imam Ibnu Katsir, "Ibadah
ialah sebuah ungkapan yang menggambarkan setiap perkara yang terkumpul
didalamnya kecintaan yang sempurna, merendahkan diri dengan di sertai rasa
takut".[12]
Dan juga ucapannya Ibnu Rajab, "Barangsiapa yang
mencintai sesuatu dan mentaatinya, dan menjadikan sebagai tujuan inti, bersikap
loyal padanya serta memusuhi orang yang menentangnya, maka orang tersebut
adalah hambanya, dan yang disembah tersebut adalah ilah dan
sesembahannya".[13] Artinya, apabila ibadah dengan makna pekerjaan hamba
maka kondisi tersebut bermakna cinta yang sempurna bersama ketundukan dan
merendahkan diri yang sempurna.
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Barangsiapa yang
mencintainya namun tidak mau merendahkan diri padanya maka tidak dikatakan
sebagai hambanya, dan barangsiapa yang merendahkan diri padanya namun tidak
dibarengi rasa cinta juga tidak dinamakan sebagai hambanya, hingga dirinya mau
tunduk dan mencintainya. Dari sini diketahui bahwa orang-orang yang mengingkari
kecintaan hamba kepada Rabbnya pada hakekatnya sedang mengingkari peribadatan,
dan mengingkari Allah Shubhanahu wa
ta’alla sebagai Dzat yang mereka cintai…mengingkari kalau Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah
ilahnya".[14]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan,
"Maksudnya adalah bahwa kebutuhan dan kecintaan hanya ditujukan kepada
Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam
rangka merealisasikan peribadatan kepada -Nya. Hanya saja ada sebagian orang
yang keliru dalam masalah ini yang mengira kalau peribadatan hanya sekedar
ketundukan dan merendahkan diri semata, tidak dibarengi dengan kecintaan
bersamanya, atau mengira bahwa cinta dalam ibadah akan membuka hawa nafsu dan
kegenitan yang tidak layak dalam rububiyah".[15]
Apabila ibadah bermakna at-Ta'abud yakni
perbuatan hamba, maka bisa diartikan dengan ketaatan yang di iringi sikap
merendahkan diri yang maksimal bercampur dengan kecintaan yang sampai pada
klimaksnya. Terus dengan perkara apa ketaatan ini diwujudkan? inilah yang akan
kita jelaskan dalam memahami definisi ibadah dengan makna sebuah nama, yakni
media yang digunakan untuk beribadah. Adapun ibadah dengan ungkapan sebuah
nama, maksudnya ialah sarana untuk beribadah. Dan definisinya ialah semua nama
yang mencakup didalam semua perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dari setiap ucapan
dan perbuatan baik yang batin maupun yang dhohir.[16]
Syaikhul Islam menjelaskan, "Maka sholat, zakat,
puasa, haji, ucapan jujur, menunaikan amanah, berbakti pada kedua orang tua,
menyambung tali silaturahim, memenuhi janji, menyuruh pada perkara yang baik
dan mengingkari kemungkaran, memerangi orang kafir dan orang-orang munafik,
berbuat bajik pada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, dan budak,
baik dari kalangan bani insan maupun binatang. Berdo'a, dzikir, membaca
al-Qur'an, dan lain sebagainya yang semisal dengannya maka itu semua adalah
ibadah.
Begitu juga mencintai Allah Shubhanahu wa ta’alla dan rasul -Nya, takut kepada -Nya,
mengikhlaskan agama pada -Nya, sabar atas hikmah -Nya, syukur atas karunia
-Nya, rela terhadap takdir -Nya, tawakal pada -Nya, berharap akan rahmat -Nya,
takut akan siksa -Nya, dan lain
sebagainya maka itu semua adalah ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla ".
Dalam kesempatan lain beliau menambahkan,
"Diantara bentuk ketaatan dan ibadah kepada -Nya ialah amar ma'ruf dan
mencegah yang mungkar…berjuang dijalan Allah
Shubhanahu wa ta’alla ". Beliau juga mengatakan, "Masuk dalam
makna ibadah ialah Khasyah (takut) dan Inabah (kembali), Islam
(berserah diri) dan taubat". Beliau mengatakan, "Macam-macam ibadah,
sholat secara garis besarnya, demikian juga sholat dari sisi ritualnya mulai
dari sujud, ruku', tasbih, do'a, membaca al-Qur'an, berdiri, yang tidak layak
bila ditujukan kepada selain Allah Shubhanahu
wa ta’alla ….begitu juga zakat secara umum atau sedekah secara khusus, maka
tidak boleh bersedekah kecuali karena -Nya…begitu juga haji, maka tidak boleh
berhaji melainkan di rumah Allah Shubhanahu
wa ta’alla (Ka'bah), tidak boleh melakukan thowaf selain disekitarnya,
tidak boleh mencukur rambut untuk tujuan ritual kecuali dalam haji atau umrah,
tidak boleh wukuf kecuali di Arafah…begitu juga puasa, maka tidak boleh berpuasa
dalam rangka ibadah kecuali hanya untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla..".[17]
Artinya, bahwa ibadah dengan makna media yang
digunakan untuk beribadah adalah seperti yang di ucapkan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah dalam kesempatan lain, "Mentaati Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan mengerjakan perintah melalui lisan
para rasul".[18] Beliau juga mengatakan, "Setiap perkara yang
diperintahkan oleh Allah Shubhanahu wa
ta’alla kepada hamba -Nya untuk mencari sebab dan akibat maka itulah
ibadah".[19]
Itulah yang maksud oleh Ibnu Qoyim dalam
pernyataannya, "Ibadah bisa terlealisasi dengan mengikuti perintah -Nya
dan menjauhi larangan -Nya".[20] Dan ucapannya Imam Ibnu Hibban, "Beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla ialah menetapkan
dengan lisan, membenarkan dengan hati serta menuangkan dalam amal anggota
badan".[21]
Dan ucapannya al-Hafidh Ibnu Katsir, "Ibadah
ialah mentaati Allah Shubhanahu wa
ta’alla dengan mengerjakan perintah dan menjauhi larangan".[22] Dan ucapan senada yang disampaikan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar dalam
bukunya al-Fath.[23]
Imam Ibnu Qoyim mengatakan tatkala menjelaskan makna
ini secara gamblang, "Dan dibangun diatas Iyaka Na'budu (yakni)
ibadah empat pondasi, memenuhi apa yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya,
dari ucapan lisan dan hati, dari pekerjaan hati dan anggota badan. Maka
ubudiyah adalah seluruh nama untuk empat tingkatan diatas tadi. Maka para
pelaku Iyaka na'budu (yakni peribadatan) merekalah pelaku sejati dalam
hal tersebut. Ucapan hati ialah dengan meyakini apa yang dikabarkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla tentang diri -Nya,
nama dan sifat-sifat, dan perbuatan -Nya, para malaikat -Nya serta perjumpaan
dengan -Nya melalui lisan para Rasul.
Ucapan lisan ialah dengan mengabarkan hal tersebut
diatas, mendakwahkannya, membelanya, membantah kebatilan orang yang menyelisihi
dan melakukan kebid'ahan, menunaikan untuk mengingatnya, dan menyampaikan
perintah-perintah -Nya.
Pekerjaan hati ialah dengan mencintainya, bertawakal
pada -Nya, kembali pada -Nya, takut kepada
-Nya, berharap pada -Nya, mengikhlaskan agama pada -Nya, sabar diatas
perintah-perintah -Nya, dari
larangan-larangan -Nya, dan atas ketentuan takdir -Nya, ridho dengan takdir,
memusuhi karena -Nya, tunduk dan merendahkan diri kepada -Nya, Ikhbat kepada
-Nya, thuma'ninah dengan -Nya, dan lain sebagainya dari pekerjaan hati yang
diwajibkan sebagaimana kewajiban pekerjaan anggota badan.
Pekerjaan anggota badan ialah dengan mengerjakan
sholat, berjihad, melangkahkan kaki untuk mendatangi sholat jum'at dan jama'ah.
Membantu orang lemah, berbuat bajik kepada makhluk dan lain sebagainya.
Kemudian beliau melanjutkan, "Dan ruh Ubudiyah berkisar lima belas kaidah,
bagi siapa yang mampu menyempurnakannya maka dia telah menyempurnakan tingkatan
ubudiyah. Penjelasannya ialah bahwa ubudiyah terbagi menjadi amalan hati, lisan
dan anggota badan. Dan tiap-tiap anggota tadi mempunyai ubudiyah yang khusus
baginya. Sedangkan hukum bagi ubudiyah itu ada lima, wajib, mustahab, haram,
makruh dan mubah. Dan lima hukum ini berlaku bagi semua amalan hati, lisan dan
anggota badan".[24]
Dari situ kita ketahui bahwa seluruh urusan agama dari
keyakinan, keinginan (tujuan), ucapan, dan amalan (pekerjaan) semuanya masuk
dalam nama ibadah. Maka ibadah dalam Islam pengertiannya sangat komprehensif
dan universal sekali. Yang mencakup seluruh agama sebagaimana mencakup semua
kehidupan dan eksistensi manusia seluruhnya.
Hal tersebut nampak jelas dalam jawaban yang diberikan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tatkala beliau ditanya tentang makna firman
Allah ta'ala:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ
تَتَّقُونَ ٢١ ﴾ [ البقرة: 21 ]
"Hai manusia, sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa". (QS al-Baqarah:
21).
Apa yang dimaksud dengan ibadah? Apa saja cabang-cabangnya? Apakah
kumpulan ritual yang ada didalam agama masuk didalamnya atau tidak?
Maka beliau rahimahullah menjawab dengan jawaban yang
tadi kita sebutkan. Yaitu ibadah adalah seluruh nama yang mencakup semua
perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dari setiap ucapan dan perbuatan baik berupa
amalan batin maupun yang dhohir.[25] Beliau berdalil atas ucapannya tadi dengan haditsnya Jibril yang
menjelaskan bahwa Islam, Iman dan Ihsan adalah bagian dari agama. Kemudian
diakhir hadits tersebut nabi Muhammad Shalallahu
'alaihi wa sallam menjelaskan, "Itu adalah Jibril yang datang untuk
menjelaskan agama pada kalian". Disini Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam menjadikan
kandungan hadits sebagai agama.[26]
RUKUN IBADAH
Yang
kami maksud di sini adalah penjelasan rukun ibadah dari sisi makna ta'abud
(pekerjaan hamba). Dari penjelasan dimuka tadi tentang definisi ibadah dari
sisi pekerjaan hamba maka menjadi jelas, bahwa hal itu memiliki dua rukun yaitu
kesempurnaan dalam ketundukan dan merendahkan diri serta cinta yang sempurna.
Rukun pertama:
Kesempurnaan dalam ketundukan dan merendahkan diri. Maksudnya ialah senangnya
hamba kepada Allah ta'ala, merendahkan diri serta tunduk pada -Nya. Dan hal itu
mempunyai empat tingkatan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Qoyim.
Tingkatan pertama: Yang
dimiliki oleh seluruh makhluk yakni ketundukan karena hajat dan kebutuhan
mereka kepada Allah azza wa jalla. Dikarenakan, seluruh penduduk bumi dan
langit sangat memerlukan dan membutuhkan Allah subhanahu wa ta'ala, karena
Allah lah satu-satunya Dzat yang maha kaya atas mereka, seluruh penduduk langit
dan bumi membutuhkan kepada -Nya sedang Ia tidak membutuhkan pada siapapun.
Tingkatan kedua:
Ketundukan dalam ketaatan dan peribadatan. Yakni ketundukan dalam bingkai
pilihan hamba, maka tingkatan ini khusus bagi orang yang mentaati -Nya, dan
inilah rahasia dibalik ubudiyah.
Tingkatan ketiga:
Ketundukan dalam cinta. Sesungguhnya orang yang mencintai akan tunduk terhadap
Dzat yang ia cintai. Sesuai dengan kadar cintainya maka selaras dengan
ketundukan yang akan dihasilkan.
Tingkatan keempat:
Ketundukan dalam maksiat dan kejahatan.
Apabila terkumpul empat tingkatan ini maka ketundukannya kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla serta merendahkan
diri kepada -Nya telah lengkap dan sempurna. Sebab, orang yang tunduk kepada
-Nya akan merasa takut, khasyah, cinta, inabah, taat, dan membutuhkan serta
memerlukan hajat kepada -Nya.
Rukun kedua: Kecintaan yang sempurna.
Karena sesungguhnya yang menunjukan pada sisi kecintaan yang sempurna bersama
ketundukan yang sempurna adalah pokok dari penyembahan yakni peribadatan.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Qoyim,
"Penyembahan merupakan tangga terakhir dari tingkatan cinta. Seperti
dikatakan orang Arab, 'Cinta telah memperbudak dan menjadikan ia seperti
budaknya. Apabila dia tunduk kepada orang yang dicintainya". Oleh karena
itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Seorang hamba adalah yang
mencintai dan merendahkan diri, berbeda dengan orang yang mencintai namun tidak
mau merendahkan diri pada -Nya, namun, ia mencintainya untuk bisa sampai pada
kecintaan yang lain, berbeda dengan orang tunduk bagi orang yang tidak ia
cintai seperti ketundukan terhadap orang yang lalim, maka kedua contoh diatas
bukan termasuk bentuk ibadah yang murni".
Sehingga menjadi jelas, bahwa mengesakan Allah ta'ala
dengan kecintaan merupakan pokok ibadah. Dan ini melazimkan seluruh cinta
tersebut harus diberikan kepada -Nya, karena -Nya dan untuk -Nya. Dan syarat
sahnya cinta ini ialah mutaba'ah (mengikuti) yang harus ada didalamnya
kejujuran dan keikhasan. Maka apabila tidak tercapai mutaba'ah dalam dirinya,
maka ia di cap hanya mengklaim dalam pengakuan cintanya yang dusta tersebut.
Pertanyaanya sekarang ialah dari berbagai macam jenis ibadah tersebut,
lantas mana yang bisa kemasukan syirik?
Pengertian ibadah sangat luas sekali, seperti telah
lewat penjelasannya. Yaitu mencakup dengan pengertiannya yang komprehensif pada
seluruh parsial agama dan semua sisi kehidupan, sebagaimana mencakup pula
eksistensinya manusia secara utuh. Lalu, apakah memalingkan salah satu
diantaranya kepada selain Allah Shubhanahu
wa ta’alla akan menjadikan sebuah kesyirikan dalam ibadah?
Jawabannya, Di perinci, dan yang nampak ketika
mengamati ucapannya para ulama salaf,
bahwa mereka hanya memasukan dalam kesyirikan dari perkara-perkara tadi sesuatu
yang menyelisihi tauhid ibadah, dan mereka tidak menginginkan hal tersebut melainkan
ibadah itu sendiri.[27] Sebagaimana telah jelas bahwa ibadah sangat erat
kaitannya dengan lisan, hati dan anggota badan. Maka kesyirikan juga bisa masuk
kedalam ketiga hal tadi, adakalanya
kesyirikan terjadi pada amalan hati, terkadang pada amalan anggota badan, dan
terkadang kesyirikan terjadi melalui ucapan dan pembicaraan, dan kadang satu
sama lain bisa berkumpul menjadi satu.
Oleh karenanya Imam Ibnu Qoyim membagi jenis
kesyirikan ini menjadi tiga macam, "Ikut serta dalam kesyirikan macam ini,
kesyirikan dalam ibadah, dan menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam hal perbuatan nya, ucapan, tujuan dan
niat". Sedang syirik dalam perbuatan seperti sujud kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, thawaf diselain
rumah Allah (Ka'bah), mencukur rambut dalam rangka beribadah dan merendahkan
diri kepada selain Allah Shubhanahu wa
ta’alla, mencium batu selain Hajar Aswad, mencium kubur serta
mengusap-usapnya dan sujud kepadanya.
Dan syirik perbuatan dalam ucapan seperti bersumpah
dengan menyebut selain nama Allah Shubhanahu
wa ta’alla, dan ucapan seseorang kepada sesama makhluk, 'Menurut kehendakmu
dan kehendak Allah Shubhanahu wa ta’alla '.
dan ucapan, 'Saya bertawakal kepadamu dan kepada -Nya'. atau ucapan, 'Saya
berada diatas tanggungan Allah Shubhanahu
wa ta’alla dan tanggunganmu'. Atau ucapan, 'Tidak ada dalam hatiku kecuali
Allah Shubhanahu wa ta’alla dan
dirimu'. Dan ucapan, 'Ini dari Allah Shubhanahu
wa ta’alla dan darimu'. Atau ucapan, "Ini termasuk dari keberkahan
Allah Shubhanahu wa ta’alla dan keberkahanmu'.
Atau ucapan, 'Allah Shubhanahu wa ta’alla
bagiku apa yang ada dilangit dan anda bagiku yang ada dibumi'. Atau seseorang
yang mengatakan, 'Demi Allah dan kehidupan si fulan'. Atau mengucapkan, 'Aku
bernadzar untuk Allah dan si Fulan'. Atau mengucapkan, 'Aku bertaubat kepada
Allah Shubhanahu wa ta’alla dan
fulan'. Atau berkata, 'Aku berharap kepada -Dia dan fulan'. Dan seterusnya.[28]
Adapun syirik dalam tujuan dan niat, seperti beramal
dengan tujuan untuk mencari selain wajah Allah Shubhanahu wa ta’alla, atau berniat untuk melakukan amal tertentu
bukan untuk mendekatkan diri kepada -Nya tidak pula mengharap balasan dari -Nya.[29] Inilah syirik yang terkait dengan pekerjaan hati.
Dengan ini kita mengetahui pembagian syirik
ibadah selaras dengan pembagian ibadah. Dan ibadah adakalanya murni dengan
hati, bisa juga dengan hati dan anggota badan secara bersamaan, dan adakalanya
dengan lisan sebagaimana bisa juga dengan hanya anggota badan, maka kesyirikan
bisa juga berlaku pada hati, lisan dan anggota badan.
Adapun syirik hati. Diantaranya hanya sekedar
keyakinan saja. Yaitu syirik dalam rububiyah, sebagaimana telah lewat
penjelasannya. Adakalanya bisa juga berkaitan dengan sebagian jenis-jenis
syirik dalam ibadah. Yaitu apabila ada seseorang yang berpendapat bahwa
sebagian makhluk memiliki serikat dalam kepemilikan jenis-jenis ibadah. Atau
meyakini kalau di sana ada orang yang mempunyai kedudukan mulia yang apabila ia
ridho terhadapnya niscaya dirinya akan memperoleh apa yang di inginkannya.
Seperti orang yang menyangka adanya syafaat yang disandang oleh seorang makhluk
yang terpisah dari Allah Shubhanahu wa ta’alla, dan tanpa izin dan ridho -Nya. Diantaranya ada
yang berkaitan dengan pekerjaan hati, dalam hal ini ada beberapa sisi, yaitu:
1.
Syirik dalam ibadah yang hanya sempurna dengan hati
saja. Diantaranya, seperti mahabah (cinta yang berkonotasi ibadah) kepada
selain Allah Shubhanahu wa ta’alla. Tawakal, Khasyah, takut, berharap, Inabah, taubat, niat, tujuan,
keinginan, ketaatan dan seterusnya.
2.
Syirik dalam ibadah yang sempurna bila dikerjakan
dengan hati dan anggota badan secara bersamaan. Yaitu syirik dalam mendekatkan
diri dan tata cara penyembahan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla. Seperti mengerjakan sholat, ruku', sujud,
thowaf disekeliling Ka'bah, dan seluruh jenis ibadah badan semisal puasa dan
haji, berjihad dijalan -Nya. Masuk diantaranya juga, bernadzar dan menyembelih,
membayar zakat yang merupakan ibadah harta.
3.
Syirik dalam ibadah yang sempurna bila dikerjakan
dengan hati dan lisan. Dan ini sangat banyak, diantaranya adalah berdo'a, baik
yang berkaitan memohon syafaat atau yang lainnya dari berbagai macam
permohonan. Atau yang berkaitan dengan do'a pujian dan ibadah atau do'a
permohonan dan permintaan. Dan do'a seluruhnya adalah ibadah dan merupakan inti
sarinya. Oleh karena itu datang penjelasan dalam sebuah hadits shahih:
"Do'a adalah ibadah".[30] Diantaranya
juga adalah beristighotsah kepada makhluk yang tidak mampu melainkan Allah azza
wa jalla. masuk juga dalam hal ini, meminta pertolongan dan perlindungan kepada
selain Allah Shubhanahu wa ta’alla yang tidak mampu untuk memenuhinya, dan seterusnya.
Adapun syirik lisan. Yaitu seperti halnya
berdzikir kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan dikerjakan mirip seperti ritual ibadah,
seperti juga mengucapkan kalimat tauhid dengan kesyirikan yang masih
dikerjakan. Karena barangsiapa yang mengucapkan kalimat tauhid ini lalu
memasukan didalamnya selain Allah Shubhanahu wa ta’alla maka dirinya terjatuh dalam kesyirikan.
Sebagaimana yang lakukan oleh musyrikin Arab didalam ucapan talibiyah mereka,
'..Tidak ada sekutu bagi -Mu melainkan sekutu yang Engkau miliki yang tidak memiliki kekuasaan -Mu".
Masuk didalam syirik lisan berbagai macam jenis
dzikir yang seharusnya khusus ditujukan kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla, apabila
dikerjakan dengan tujuan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, seperti kalimat tahmid dan istighfar dan
meminta perlindungan dan ucapan syahadat serta yang lainnya.
Inilah pembagian syirik dalam ibadah. Seperti
yang anda lihat adakalanya dengan ucapan bisa juga dengan perbuatan. Dan akan
datang perincian dari sebagian pembagian ini yang sangat banyak kejadiannya
baik pada masa lampau maupun sekarang pada bab ke empat insya Allah.
[2] . al-Jauhari dalam ash-Shihah 2/503. dan makna ini
disepakati oleh para pakar bahasa, lihat Fairuz Abadi dalam Qamus Muhith 1/311.
Zabidi dalam Tajul Arus 2/410. Ibnu Faris dalam Mu'jan Maqayis Lughah
4/205-206. Ibnu Mandhur dalam Lisanul Arab 9/11,12.
[6] . Beliau adalah al-Hafidh Abu Hatim, Muhammad bin
Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Mu'adz bin Ma'bad at-Tamimi al-Busti. Banyak
memiliki karya tulis, diantara murid yang meriwayatkan hadits darinya Nasa'i,
al-Hasan bin Sufyan, Abu Ya'la al-Mushili. Beliau menjadi Qodhi di Samarkandi,
termasuk dari ulama umat dan penghafal hadits, sangat paham dengan ilmu
perbintangan kedokteran dan disiplin ilmu lainnya, menulis buku Musnad, kitab
shahih dan sejarah. Beliau seorang yang tsiqoh, cerdas dan cepat paham,
meninggal pada tahun 354 H. lihat biografinya dalam Bidayah wa Nihayah 11/295
oleh Ibnu Katsir, Tadzkiratu Hufaadh 2/920 oleh Dzahabi, Lisanul Mizan 5/112
oleh Ibnu Hajar dan Thabaqaat Hufaadh hal: 375 oleh Imam Suyuthi.
[7] . Dinukil ucapannya ini oleh Ibnu Hajar dalam al-Fath
11/347. Dan bila kita lihat seksama sekilas definisi yang dibuat oleh Imam Ibnu
Hiban sama persis dengan definisi iman yang dijelaskan oleh para ulama salaf.
[9] . Majmu' Tsamin min Fatawihi 2/25 oleh Ibnu Utsaimin.
Lihat pula ucapan senada oleh Imam al-Qurthubi dalam Tafsirnya 4/195.
[10] . Majmu' Fatawa 10/153, 10/249. Jaami'ur Rasail 2/284,
Dar'u Ta'arudh al-Aql wa Naql 6/62 semuanya oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
[11] . Raudhatul Muhibin hal: 68, 77. Wabilus Shayib hal:
6, Jawabul Kaafi hal: 327, 437. Madariju Salikin 1/74. Thariqul Hijratain hal:
245, Ighatsatul Lahfan 2/553.
[18] . Ibid 7/49. lihat penukilan ucapan beliau oleh
Abdurahman bin Hasan Alu Syaikh dalam Fathul Majid 1/21.
[27] . Lihat perincian secara detail dalam beberapa maraji
ini. Minhaju Sunah 3/490. Majmu Fatawa 1/74,75, 91. 8/ 49. 10/ 172, 180-190,
607,608 oleh Ibnu Taimiyah. Madariju Salikin 1/344-146. Jawabul Kaafi hal: 334,
oleh Ibnu Qoyim. Tajridu Tauhid al-Mufid hal: 13, oleh al-Maqrizi. Ad-Durarus
Saniyah 2/35, 37, 152, 153. oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Taqwiyatul Iman hal:
32, 33 oleh ad-Dahlawi. Dll.
[28] . Apabila pelakunya meyakini dalam ucapan-ucapannya
tersebut bahwa si fulan tadi mengetahui apa yang ia ucapkan atau mampu
berkehendak dengan kedudukan dan kehormatannya. Maka dirinya terjerumus kedalam
syirik besar. Adapun apabila pelakunya hanya mengucapkan begitu saja tanpa
adanya keyakinan seperti diatas tadi, maka dirinya telah terjerumus ke dalam
syirik kecil.
Post a Comment