Kesyirikan Pada Kaumnya Nabi Musa alaihissalam
Kesyirikan Pada Kaumnya Nabi Musa alaihissalam
Segala puji hanya bagi Allah, kami memujiNya,
memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya, kami berlindung kepada Allah dari
kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang
Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa
yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak
ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, yang tidak
ada sekutu bagiNya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad adalah
hamba dan RasulNya. Amma Ba'du:
Nabi Musa 'alaihi sallam Bersama Kaumnya:
Selanjutnya, setelah kisah
sebelumnya menceritakan kaum-kaum sebelum nabi Musa maka urutan sejarah yang
Allah sebutkan kepada kita ialah kisahnya nabi Musa 'alaihi sallam bersama
Fir'aun.
Dan sebelumnya telah kami
sebutkan kisahnya nabi Yusuf 'alaihi sallam, manakala Allah memberi kekuasaan
kepadanya di negeri Mesir. Dimana beliau memboyong kedua orang tuanya, saudara
serta seluruh keluarganya ke kota Mesir.
Lalu mereka tinggal di sana
beberapa masa lamanya, hingga akhirnya mereka berkembang dan semakin banyak
jumlah keturunannya, sehingga hal tersebut menjadikan Fir'aun merasa khawatir
dengan jumlah mereka yang semakin banyak, maka dirinya mulai berbuat
sewenang-wenang dengan menindas mereka, melecehkan kaum wanitanya sebagai
pelayan dan menyembelih anak-anaknya, bahkan perilakunya bertambah menjadi-jadi
dengan memperlakukan mereka tanpa belas kasihan dan mempekerjakan tanpa
berperikemanusiaan, dan menjadikan sebagai tumbal-tumbal sihir, sebagaimana
kejadian tersebut direkam secara gamblang oleh Allah ta'ala didalam firmanNya:
﴿ إِنَّ فِرۡعَوۡنَ عَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَجَعَلَ أَهۡلَهَا شِيَعٗا يَسۡتَضۡعِفُ طَآئِفَةٗ مِّنۡهُمۡ يُذَبِّحُ أَبۡنَآءَهُمۡ وَيَسۡتَحۡيِۦ نِسَآءَهُمۡۚ إِنَّهُۥ
كَانَ مِنَ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٤ وَنُرِيدُ أَن نَّمُنَّ عَلَى ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ
فِي ٱلۡأَرۡضِ وَنَجۡعَلَهُمۡ أَئِمَّةٗ وَنَجۡعَلَهُمُ ٱلۡوَٰرِثِينَ ٥ وَنُمَكِّنَ لَهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَنُرِيَ
فِرۡعَوۡنَ وَهَٰمَٰنَ وَجُنُودَهُمَا مِنۡهُم مَّا كَانُواْ يَحۡذَرُونَ ٦ ﴾
[ القصص: 4-6 ]
"Sesungguhnya Fir'aun
telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah
belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki
mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun
termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia
kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan
mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan
akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan
kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan
dari mereka itu". (QS al-Qashash: 4-6).
Dengan munculnya nabi Musa 'alaihi sallam bisa dianggap sebagai tonggak
baru bagi peralihan kehidupan Bani Israil. Sebagaimana dimulainya pula
permusuhan dan pertarungan dakwah dijalan Allah dan tauhid dengan ahli
kebatilan, dan sebagai pahlawannya ialah nabi Musa dan Harun 'alaihima sallam.
Adapun kisah yang akan kami sampaikan maka bukan untuk menjelaskan
tentang kisah kelahiran Musa 'alaihi sallam dan Harun, serta perawatan Allah
terhadap beliau ketika tinggal di kediaman musuhnya, demikian pula kami tidak
akan menceritakan tentang rentan waktu-waktu tersebut, seperti ketika Musa
membunuh lalu keluar dari kota Mesir, bukan ini yang akan kami ketengahkan dari
sisi kehidupan yang pernah dijalani oleh nabi Musa 'alaihi sallam, namun, yang
akan kami sampaikan lebih terfokus pada permulaan beliau didalam mengemban
risalah kubra ini, sebagaimana dijelaskan oleh Allah didalam firmanNya:
﴿ وَأَلۡقَيۡتُ عَلَيۡكَ مَحَبَّةٗ مِّنِّي وَلِتُصۡنَعَ
عَلَىٰ عَيۡنِيٓ ٣٩﴾ [ طه: 39 ]
"Dan aku telah melimpahkan kepadamu kasih
sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh di bawah
pengawasan-Ku". (QS Thahaa: 39).
Begitu juga
seperti yang dikatakan oleh Allah didalam firmanNya:
﴿ وَٱصۡطَنَعۡتُكَ لِنَفۡسِي ٤١ ﴾ [ طه: 41 ]
"Dan Aku telah
memilihmu untuk diri-Ku (untuk menjadi seorang Rasul). (QS Thahaa: 41).
Kajian kita lebih tertuju pada profil nabi Musa
'alaihi sallam beserta kesyirikan yang terjadi ditengah-tengah kaumnya, serta
bagaimana solusi yang beliau berikan untuk menghadapi kaumnya tersebut.
Nasab Nabi Musa 'alaihi
sallam:
Beliau adalah Musa bin Imran bin Yashar bin
Qahits bin Lawi bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim[1].
Ada yang mengatakan, Musa bin Imran bin Qahits bin Azir bin Lawi[2].
Ada pula yang mengatakan, Musa bin Imran bin Lahib bin Azir bin Lawi[3].
Dan Allah mengkisahkan tengan Musa didalam firmanNya:
﴿ وَٱذۡكُرۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ مُوسَىٰٓۚ إِنَّهُۥ
كَانَ مُخۡلَصٗا وَكَانَ رَسُولٗا نَّبِيّٗا ٥١ وَنَٰدَيۡنَٰهُ مِن جَانِبِ ٱلطُّورِ
ٱلۡأَيۡمَنِ وَقَرَّبۡنَٰهُ نَجِيّٗا ٥٢ وَوَهَبۡنَا لَهُۥ مِن رَّحۡمَتِنَآ أَخَاهُ
هَٰرُونَ نَبِيّٗا ٥٣ ﴾ [ مريم: 51-53 ]
"Dan ceritakanlah (hai
Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al kitab (Al Quran) ini.
Sesungguhnya ia adalah seorang yang dipilih dan seorang Rasul dan Nabi. dan
Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur dan Kami telah
mendekatkannya kepada Kami di waktu dia bermunajat (kepada Kami). Dan Kami
telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun
menjadi seorang Nabi". (QS Maryam: 51-53).
Allah ta'ala telah menyebut kisah beliau dalam al-Qur'an diberbagai tempat,
baik dengan menceritakan secara panjang lebar atau secara ringkas, dan Allah
azza wa jalla menampilkan secara jelas peristiwa demi peristiwa yang beliau
alami bersama musuh besar Allah yang memiliki julukan Fir'aun mulai dari
perdebatan yang terjadi diantara keduanya atau diskusi diantara mereka berdua,
serta kisah bagaimana Musa menyeru dia kepada Allah azza wa jalla, dan akhir
dari jawaban Fir'aun kepada beliau 'alaihi sholatu wa sallam.
Adapun Fir'aun ini maka disebutkan dalam buku-buku sejarah, namanya
adalah Qabus bin Yusuf al-Awal yakni Mush'ab. Manakala nabi Musa diangkat
menjadi Rasul diketahui kalau Qabus bin Mush'ab ini telah meninggal.
Selanjutnya raja Mesir digantikan oleh saudaranya yang bernama Walid bin
Mush'ab, dialah Fir'aun yang paling bengis, kejam dan jelek perangainya. Dan
dia meminta supaya dia dan saudaranya diberi risalah[4].
Ada ulama yang mengatakan kalau Walid bin Mush'ab ini menikah dengan Asiyah
binti Muzahim setelah kematian suaminya yang notabene masih saudaranya yakni
Qabus bin Mush'ab.
Sedangkan nama orang tua nabi Musa 'alaihi sallam ialah Imran, dan umur
Imran ini adalah seratus tiga puluh tujuh tahun, ketika Musa lahir maka usianya
ketika itu delapan puluh tahun.
Maksud dari penjelasan ini ialah menerangkan kalau nabi Musa 'alaihi
sallam itu di utus kepada Fir'aun bersama saudaranya Harun[5].
Berkata Ibnu Ishaq, "Allah ta'ala mengambil nyawanya nabi Yusuf
'alaihi salla. Selanjutnya raja yang hidup sezaman dengan beliau juga
meninggal, yang bernama Rayan bin al-Walid, kemudian kerajaanya diwarisi oleh
raja-raja dari dinasti Fir'aun.
Kemudian Allah menjadikan keturunan Bani Israil menyebar luas, dan
keadaan mereka senantiasa berada dibawah kekuasaan dinasti Fir'aun, kemudian
mereka saat itu masih berada diatas agama yang lurus yaitu agama yang dipegang
oleh nabi Yusuf, Ya'qub, Ishak dan Ibrahim, serta berada dalam syariat Islam
dan berpegang teguh dengannya.
Hingga sampai pada masanya Fir'aun yang sezaman dengan nabi Musa 'alaihi
sallam, dimana belum pernah dijumpai sebelumnya ada raja dari dinasti Fir'aun
yang lebih kafir kepada Allah tidak pula yang lebih didengar ucapannya dan
paling lama kekuasaannya dari pada dia.
Dan nama raja tersebut ialah al-Walid bin Mush'ab, yang mana belum ada
sebelumnya Fir'aun yang lebih kejam dan lebih keras hatinya dari pada dia,
serta yang paling buruk perlakuannya terhadap Bani Israil, dirinya menyiksa
mereka, dan menjadikan sebagai pekerja paksa dan budak. Mereka dipilah-pilah
untuk dipekerjakan, ada sekelompok yang dipekerjakan untuk menjadi tukang
bangunan, ada yang membajak sawah, ada pula yang bercocok tanam untuk raja
tersebut, intinya tugas mereka hanya bekerja saja.
Dan bagi siapa saja dikalangan Bani Israil yang tidak mau bekerja
untuknya maka wajib bagi dirinya membayar upeti kepada raja tadi, dia telah
berlaku sewenang-wenang, sebagaimana dikisahkan oleh Allah ta'ala didalam
firmanNya kalau dia akan menyiksanya, tapi, biarpun kondisinya tertekan seperti
itu mereka tetap berada diatas agamanya dan tidak ingin bertikai dan berpecah
belah, dimana mereka menikahkan seorang wanita dari kalangan mereka kepada raja
tersebut yang bernama Asiyah binti Muzahim, seorang wanita pilihan, raja
tersebut tetap berkuasa atas mereka dan mereka tunduk dibawah kekuasaanya
hingga rentan waktu yang cukup lama dengan kondisinya yang selalu diperlakukan
sewenang-wenang, maka tatkala Allah ingin mengakhiri kesengsaraan mereka, Allah
mengangkat Musa untuk mengemban tugas risalah[6],
seperti dikisahkan oleh Allah dalam firmanNya, Allah menyeru Musa:
﴿
فَلَمَّآ أَتَىٰهَا نُودِيَ مِن شَٰطِيِٕ ٱلۡوَادِ ٱلۡأَيۡمَنِ فِي ٱلۡبُقۡعَةِ
ٱلۡمُبَٰرَكَةِ مِنَ ٱلشَّجَرَةِ أَن يَٰمُوسَىٰٓ إِنِّيٓ أَنَا ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
٣٠ ﴾ [ القصص: 30 ]
"Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu,
diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat
yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: "Ya Musa, sesungguhnya
Aku adalah Allah, Tuhan semesta alam".
(QS al-Qashash: 30).
Maka turunlah wahyu disaat itu, seperti
yang Allah nukil didalam firmanNya:
﴿
فَلَمَّآ أَتَىٰهَا نُودِيَ يَٰمُوسَىٰٓ ١١ إِنِّيٓ أَنَا۠ رَبُّكَ فَٱخۡلَعۡ
نَعۡلَيۡكَ إِنَّكَ بِٱلۡوَادِ ٱلۡمُقَدَّسِ طُوٗى ١٢ وَأَنَا ٱخۡتَرۡتُكَ فَٱسۡتَمِعۡ لِمَا
يُوحَىٰٓ ١٣ إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِي وَأَقِمِ
ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكۡرِيٓ ١٤ إِنَّ ٱلسَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخۡفِيهَا لِتُجۡزَىٰ
كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَا تَسۡعَىٰ ١٥ فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنۡهَا مَن لَّا يُؤۡمِنُ بِهَا
وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ فَتَرۡدَىٰ ١٦ ﴾ [ طه: 11-16 ]
"Maka ketika ia datang
ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah
Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah
yang suci, Thuwa. dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar
supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali
janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya
dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi
binasa". (QS
Thahaa: 11-16).
Kemudian ketika Allah azza wa jalla ingin mengujinya, sebelum diberi
mukjizat dan di suruh untuk mendatangi Fir'aun maka Allah bertanya pada Musa
perihal tongkat yang berada ditangan kanannya, selanjutnya Allah mengkisahkan
kejadian tersebut didalam firmanNya:
﴿
وَمَا تِلۡكَ بِيَمِينِكَ يَٰمُوسَىٰ ١٧ قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّؤُاْ
عَلَيۡهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَىٰ غَنَمِي وَلِيَ فِيهَا مََٔارِبُ أُخۡرَىٰ ١٨ قَالَ
أَلۡقِهَا يَٰمُوسَىٰ ١٩ فَأَلۡقَىٰهَا فَإِذَا هِيَ حَيَّةٞ تَسۡعَىٰ ٢٠ قَالَ خُذۡهَا
وَلَا تَخَفۡۖ سَنُعِيدُهَا سِيرَتَهَا ٱلۡأُولَىٰ ٢١ وَٱضۡمُمۡ يَدَكَ إِلَىٰ جَنَاحِكَ
تَخۡرُجۡ بَيۡضَآءَ مِنۡ غَيۡرِ سُوٓءٍ ءَايَةً أُخۡرَىٰ ٢٢ لِنُرِيَكَ مِنۡ ءَايَٰتِنَا
ٱلۡكُبۡرَى ٢٣ ٱذۡهَبۡ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ ٢٤ ﴾ [ طه: 18-24 ]
"Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? Musa menjawab: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan
aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang
lain padanya". Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, Hai Musa!" lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor
ular yang merayap dengan cepat. Allah
berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya
kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke
ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai
mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan
kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar, Pergilah kepada Fir'aun; Sesungguhnya ia telah melampaui batas". (QS Thahaa: 17-24).
Kemudian nabi Musa
mengemukakan alasan kepada Allah, sebagaimana direkam oleh Allah dalam
firmanNya:
﴿
قَالَ رَبِّ إِنِّي قَتَلۡتُ مِنۡهُمۡ نَفۡسٗا فَأَخَافُ أَن يَقۡتُلُونِ ٣٣ وَأَخِي هَٰرُونُ هُوَ أَفۡصَحُ مِنِّي
لِسَانٗا فَأَرۡسِلۡهُ مَعِيَ رِدۡءٗا يُصَدِّقُنِيٓۖ إِنِّيٓ أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ ٣٤ قَالَ سَنَشُدُّ
عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجۡعَلُ لَكُمَا سُلۡطَٰنٗا فَلَا يَصِلُونَ إِلَيۡكُمَا بَِٔايَٰتِنَآۚ أَنتُمَا وَمَنِ ٱتَّبَعَكُمَا
ٱلۡغَٰلِبُونَ ٣٥ ﴾ [ القصص: 33-35 ]
"Musa berkata: "Ya Tuhanku sesungguhnya
aku telah membunuh seorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka
akan membunuhku. Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka
utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan) ku;
sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku". Allah berfirman:
"Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua
kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu (berangkatlah kamu
berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti
kamulah yang akan menang". (QS al-Qashash:
33-35).
Selanjutnya Allah
mengkisahkan kejadikan mereka berdua secara panjang lebar manakala keduanya
mendatangi Fir'aun:
﴿
فَأۡتِيَا فِرۡعَوۡنَ فَقُولَآ إِنَّا رَسُولُ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦
أَنۡ أَرۡسِلۡ مَعَنَا بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ١٧ قَالَ أَلَمۡ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدٗا وَلَبِثۡتَ فِينَا مِنۡ عُمُرِكَ سِنِينَ ١٨ وَفَعَلۡتَ فَعۡلَتَكَ
ٱلَّتِي فَعَلۡتَ وَأَنتَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ١٩ قَالَ فَعَلۡتُهَآ إِذٗا وَأَنَا۠ مِنَ ٱلضَّآلِّينَ ٢٠ فَفَرَرۡتُ مِنكُمۡ لَمَّا خِفۡتُكُمۡ
فَوَهَبَ لِي رَبِّي حُكۡمٗا وَجَعَلَنِي مِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ٢١ وَتِلۡكَ نِعۡمَةٞ تَمُنُّهَا عَلَيَّ
أَنۡ عَبَّدتَّ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٢٢ قَالَ فِرۡعَوۡنُ وَمَا رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
٢٣ قَالَ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ
٢٤ قَالَ لِمَنۡ حَوۡلَهُۥٓ أَلَا تَسۡتَمِعُونَ ٢٥ قَالَ رَبُّكُمۡ وَرَبُّ ءَابَآئِكُمُ
ٱلۡأَوَّلِينَ ٢٦ قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ ٱلَّذِيٓ أُرۡسِلَ إِلَيۡكُمۡ لَمَجۡنُونٞ
٢٧ قَالَ رَبُّ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَمَا بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡقِلُونَ
٢٨ قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ
٢٩ قَالَ أَوَلَوۡ جِئۡتُكَ بِشَيۡءٖ مُّبِينٖ ٣٠ قَالَ فَأۡتِ بِهِۦٓ إِن كُنتَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ ٣١ فَأَلۡقَىٰ
عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ ثُعۡبَانٞ مُّبِينٞ ٣٢ وَنَزَعَ يَدَهُۥ فَإِذَا هِيَ بَيۡضَآءُ
لِلنَّٰظِرِينَ ٣٣ قَالَ لِلۡمَلَإِ حَوۡلَهُۥٓ إِنَّ هَٰذَا لَسَٰحِرٌ عَلِيمٞ ٣٤
يُرِيدُ أَن يُخۡرِجَكُم مِّنۡ أَرۡضِكُم بِسِحۡرِهِۦ فَمَاذَا تَأۡمُرُونَ ٣٥ قَالُوٓاْ
أَرۡجِهۡ وَأَخَاهُ وَٱبۡعَثۡ فِي ٱلۡمَدَآئِنِ حَٰشِرِينَ ٣٦ يَأۡتُوكَ بِكُلِّ سَحَّارٍ
عَلِيمٖ ٣٧ فَجُمِعَ ٱلسَّحَرَةُ لِمِيقَٰتِ يَوۡمٖ مَّعۡلُومٖ ٣٨ وَقِيلَ لِلنَّاسِ هَلۡ أَنتُم مُّجۡتَمِعُونَ ٣٩ لَعَلَّنَا نَتَّبِعُ
ٱلسَّحَرَةَ إِن كَانُواْ هُمُ ٱلۡغَٰلِبِينَ ٤٠ ﴾ [ الشعراء: 16-40 ]
"Maka datanglah kamu berdua kepada Fir'aun dan
Katakanlah olehmu: "Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam,
lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami". Fir'aun menjawab:
"Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktu kamu
masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. dan
kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu
termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna. Berkata Musa: "Aku
telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf.
lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku
memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara
rasul-rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu
telah memperbudak Bani Israil". Fir'aun bertanya: "Siapa Tuhan semesta
alam itu?" Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa
yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang)
mempercayai-Nya". berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya:
"Apakah kamu tidak mendengarkan?" Musa berkata (pula): "Tuhan
kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu". Fir'aun berkata:
"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang
gila". Musa berkata: "Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa
yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan
akal". Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain
aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang
dipenjarakan". Musa berkata: "Dan apakah (kamu akan melakukan itu)
Kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata ?"
Fir'aun berkata: "Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika
kamu adalah termasuk orang-orang yang benar". Maka Musa melemparkan
tongkatnya, lalu tiba-tiba tongkat itu (menjadi) ular yang nyata. dan ia
menarik tangannya (dari dalam bajunya), Maka tiba-tiba tangan itu jadi putih
(bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya. Fir'aun berkata kepada
pembesar-pembesar yang berada sekelilingnya: Sesungguhnya Musa ini benar-benar
seorang ahli sihir yang pandai, ia hendak mengusir kamu dari negerimu sendiri
dengan sihirnya; maka karena itu apakah yang kamu anjurkan?" Mereka
menjawab: "Tundalah (urusan) dia dan saudaranya dan kirimkanlah ke seluruh
negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (ahli sihir), niscaya mereka akan
mendatangkan semua ahli sihir yang pandai kepadamu". lalu dikumpulkan
ahli-ahli sihir pada waktu yang ditetapkan di hari yang ma'lum, dan dikatakan
kepada orang banyak: "Berkumpullah kamu sekalian. semoga kita mengikuti ahli-ahli
sihir jika mereka adalah orang-orang yang menang". (QS asy-Syu'araa': 16-40).
Kemudian setelah tukang
sihir datang untuk menantang nabi Musa 'alaihi sallam, maka mereka menyeru
kepadanya, sebagaimana direkam oleh Allah didalam firmanNya:
﴿ قَالُواْ يَٰمُوسَىٰٓ إِمَّآ أَن تُلۡقِيَ وَإِمَّآ
أَن نَّكُونَ نَحۡنُ ٱلۡمُلۡقِينَ ١١٥ قَالَ أَلۡقُواْۖ فَلَمَّآ أَلۡقَوۡاْ سَحَرُوٓاْ
أَعۡيُنَ ٱلنَّاسِ وَٱسۡتَرۡهَبُوهُمۡ وَجَآءُو بِسِحۡرٍ عَظِيمٖ ١١٦ ﴾ [الأعراف:
15-16 ]
"Ahli-ahli sihir
berkata: "Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah
kami yang akan melemparkan?" Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih
dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan
menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar
(mena'jubkan)". (QS al-A'raaf: 115-116).
Setelah itu, nabi Musa 'alaihi sallam melempar tongkat yang berada
ditangannya, seperti yang Allah terangkan dalam firmanNya:
﴿
فَأَلۡقَىٰ مُوسَىٰ عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ تَلۡقَفُ مَا يَأۡفِكُونَ ٤٥
فَأُلۡقِيَ ٱلسَّحَرَةُ سَٰجِدِينَ ٤٦ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٤٧﴾
[ الشعراء: 45-47 ]
"Kemudian Musa
menjatuhkan tongkatnya maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka
ada-adakan itu. Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud (kepada
Allah), mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan semesta
alam". (QS
asy-Syu'araa': 45-47).
Kemudian Allah menurunkan wahyu yang menyuruh nabiNya untuk membawa pergi
kaumnya, sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:
﴿ وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ مُوسَىٰٓ أَنۡ أَسۡرِ بِعِبَادِيٓ
إِنَّكُم مُّتَّبَعُونَ ٥٢ ﴾ [ الشعراء: 52 ]
"Dan Kami wahyukan
(perintahkan) kepada Musa: "Pergilah di malam hari dengan membawa
hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli".
(QS asy-Syu'araa': 52).
Selanjutnya mereka menemui jalan buntu ketika bertemu dengan lautan yang
sangat luas didepan mata, seperti yang Allah kisahkan dalam firmanNya:
﴿ وَٱتۡرُكِ ٱلۡبَحۡرَ رَهۡوًاۖ إِنَّهُمۡ جُندٞ
مُّغۡرَقُونَ ٢٤ ﴾ [ الدخان: 24 ]
"Dan biarkanlah laut
itu tetap terbelah.Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan". (QS ad-Dukhaan: 24).
Dan akhirnya Allah menyelamatkan mereka, sebagaimana dijelaskan oleh
Allah didalam firmanNya:
﴿ وَأَنجَيۡنَا مُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُۥٓ أَجۡمَعِينَ
٦٥ ثُمَّ أَغۡرَقۡنَا ٱلۡأٓخَرِينَ ٦٦ ﴾ [ الشعراء: 65-66 ]
"Dan Kami selamatkan
Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. dan Kami tenggelamkan golongan
yang lain itu". (QS asy-Syu'araa': 65-66).
Dengan
ini berakhirlah kekejaman Fir'aun, akan tetapi, Bani Israil masih saja berada
dalam kedurhakaan kepada nabinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta'ala
didalam firmanNya:
﴿ وَجَٰوَزۡنَا بِبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱلۡبَحۡرَ
فَأَتَوۡاْ عَلَىٰ قَوۡمٖ يَعۡكُفُونَ عَلَىٰٓ أَصۡنَامٖ لَّهُمۡۚ قَالُواْ يَٰمُوسَى
ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٞۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ
١٣٨﴾ [الأعراف: 138 ]
"Dan Kami seberangkan
Bani Israil ke seberang lautan itu, Maka setelah mereka sampai kepada suatu
kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa.
buatlah untuk Kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa
Tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum
yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". (QS
al-A'raaf: 138).
Bukan hanya sampai disini saja kelancangan mereka, tatkala mereka
ditinggal nabi Musa 'alaihi sallam untuk mengambil wahyu, dan berbicara
langsung bersama Rabbnya, mereka mulai beribadah kepada kepala patung anak sapi
yang dibuat oleh Samiri, hingga akhirnya Allah ta'ala murka kepada mereka, dan
dikatakan sebagai orang-orang yang dimurkai oleh Allah, sehingga pada akhirnya
mereka mendapat kehinaan dan kerendahan dari Allah yang maha agung.
Kesyirikan Bani Israil:
Sungguh kesyirikan yang dikerjakan oleh kaumnya nabi Musa 'alaihi sallam
sangat beragam, yang mana di satu sisi disana ada kesyirikan yang dikerjakan
oleh Bani Israil sendiri, seperti disebutkan dalam al-Qur'an, dan disisi lain
ada juga kesyirikan yang dilakukan oleh Fir'aun, seperti digambarkan oleh Allah
ta'ala tentang ucapannya.
Plus ditambah kesyirikan yang dikerjakan oleh kaumnya Fir'aun,
sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir dan sejarah ketika mengambil faidah
ditengah-tengah kisah yang disebutkan oleh Allah didalam al-Qur'an. Oleh karena
itu akan kami kedepankan terlebih dahulu kesyirikan kaumnya Fir'aun -penduduk
Mesir-:
Keyakinan Penduduk Mesir:
Ada dua pendapat dikalangan ulama tentang
aqidah yang mereka miliki, diantaranya:
- Bahwa penduduk Mesir kuno adalah paganisme tulen yang memiliki dan menyembah tuhan yang sangat beragam, diantara tuhan-tuhan yang mereka sembah ada yang berupa bintang semisal bintang-bintang yang berada disebelah kanan, Matahari, Gemini dan yang lainnya. Bahkan yang lebih banyak lagi, para ulama menyatakan, 'Sesungguhnya mereka menyembah binatang, seperti anak sapi dan sapinya, kera, kucing, dan buaya'.[7]
Dan dalil yang menerangkan akan hal tersebut
adalah beberapa argumen berikut ini:
- Para ulama mengatakan ketika menafsirkan firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ وَقَالَ ٱلۡمَلَأُ مِن قَوۡمِ فِرۡعَوۡنَ أَتَذَرُ
مُوسَىٰ وَقَوۡمَهُۥ لِيُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَيَذَرَكَ وَءَالِهَتَكَۚ ١٢٧﴾
[ الأعراف: 127 ]
"Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun):
"Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri
ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". (QS al-A'raaf: 127).
Mereka biasa menyembah
sesuatu yang dianggap baik dari seekor sapi, oleh sebab itu Samiri mengeluarkan
kepala lembu yang bertubuh dan bersuara, seraya menyeru, 'Inilah tuhan
kalian dan juga tuhannya Musa'. Kemudian kepala lembu tersebut menjadi
sesembahan dikalangan kaumnya nabi Musa 'alaihi sallam. Inilah pendapat yang
dipilih oleh Imam Sudi.[8]
- Kalau yang dimaksud dengan tuhan-tuhan yang ada didalam ayat diatas ialah Matahari, sehingga maksud ayat, 'Dan meninggalkan kamu serta Matahari untuk bisa disembah'.[9]
- Ada yang menyatakan, bahwa Fir'aun yang meletakan patung kecil pada setiap rumah kaumnya lalu memerintahkan untuk menyembahnya.[10]
- Sesungguhnya mereka telah membuat berbagai patung sesuai dengan bintang-bintang yang ada, lalu mereka menyembahnya dan mendekatkan diri kepadanya selaras dengan agamanya para penyembah bintang.[11]
- Sedangkan al-Hasan mengatakan, 'Adapun Fir'aun maka dia adalah penyembah berhala'.[12]
- Adapun Profesor Doktor Muhammad bin Abdillah Daraz [13], beliau mengatakan didalam bukunya ad-Din manakala mengomentari masa-masa Dinasti Fir'aun, beliau menuturkan "Sesungguhnya kumpulan lembaran berharga yang ada di kota Berlin dan London menunjukan kalau penduduk Mesir kuno semenjak lama telah mengenali Tuhan yang esa yang ghaib lagi kekal yang tidak bisa diraba dengan panca indera tidak pula bisa di ilustrasikan serta dibatasi dengan sesuatu. Akan tetapi, aqidah tersebut banyak tergerus pada kalangan awamnya dengan pemikiran bahwa Tuhan tersebut telah menyerupai atau menjadi sebuah tubuh atau menyatu dengan beberapa makhluk yang istimewa, mulai dari manusia, hewan atau benda-benda mati".[14]
Mereka menyakini kalau
kekuatan mengatur itu berada pada raja-rajanya, sedangkan kekuatan alam,
tanaman secara umum berada pada sungai Nil, dan kekuatan binatang berada pada
anak lembu (Abis) dengan menyandarkan penyerbukannya pada pancaran cahaya
mentari. Mereka mengakui kalau benda-benda yang ada secara khusus ini adalah
makhluk yang berhak untuk disucikan dan di sembah dengan sebab adanya hubungan
erat mereka bersama Tuhan yang ada diatas.[15]
Tujuan pendapat ini ialah untuk menyanggah pendapat pertama, yang secara
tidak langsung mereka menegaskan bahwa penduduk Mesir kuno bukan berada pada
ajaran paganisme tulen, namun, aqidah yang mereka miliki asalnya adalah aqidah
tauhid. Adapun perilaku mereka dengan menjadikan tuhan-tuhan yang begitu
banyak, maka itu hanyalah sebagai simbol semata, yang menunjukan pada
keberadaan sifat-sifat yang dimiliki oleh Tuhan yang Esa. Artinya tuhan-tuhan
yang mereka buat hanya sebagai simbol dari sifat-sifat serta hakekat tuhan
sejati.
Sesungguhnya masyarakat Mesir kuno tidak menyembah pada benda-benda
tersebut secara hakaket, namun, mereka menjadikan sebagai simbol tuhan sejati
yang maha mampu, yang telah menyatu bersama ruhnya –menurut klaim mereka-, yang
efeknya bisa dirasakan. Dan perbuatan ini disebabkan oleh perilaku para tukang
sihir yang mempunyai peran penting dalam keberadaan agama-agama Mesir kuno.
Yaitu merubah-rubah simbol yang sangat beragam untuk para tuhan-tuhannya,
begitulah agama yang mengajarkan untuk menyembah satu Tuhan lambat laun bergeser….pada awalnya hanya dalam
bentuk seseorang Aton lalu berkembang pada Ra (dewa matahari) atau bola
matahari, selanjutnya pada pribadi Amon serta fenomena alam kemudian berlanjut
dengan raja-raja dan para pembesarnya.
Oleh karena itu, kita bisa melihat relief raja-raja mereka selalu ada di
tempat-tempat peribadahan besar mereka yang digunakan untuk menyerupakan
peribadatan kepada Aton atau Ra' atau Amon. Sebagaimana kita juga melihat pada
sebagian tempat-tempat peribadatan kecil yang selalu diletakan relief Fir'aun
yang berada dipaling depan hingga diletakan disamping tuhan-tuhannya. Bahkan
relieif tadi terkadang juga bisa meneriman peribadatan dan memiliki hak
kekhususan tuhan.
Agama tauhid tersebut tidaklah bertahan lama hingga akhirnya
terkontaminasi lalu berakhir riwayatnya, musnah tidak menyisakan sama sekali
dengan kesyirikan dan paganisme yang dicampur adukan oleh para tukang sihir
sampai kondisinya sangat mengenaskan sekali dimana ibadah tersebut ada yang ditujukan
kepada binatang bahkan ditujukan kepada kecoa dan serangga".[16]
Dan sengaja saya nukil secara panjang lebar ucapan para pakar diatas
untuk mengungkap secara terang agama yang samar ini yang dahulu menjadi agama
resmi bagi penduduk Mesir kuno. Walaupun
kami tidak sepakat pada semua yang dikatakan tadi, yaitu tentang adanya
kebiasaan mereka yang menjadikan simbol-simbol yang sangat beragam untuk tuhan
yang esa.
Yang mendekati kebenaran dalam masalah ini ialah bahwa penduduk Mesir
tergelincir dari agama tauhid lalu berganti menjadi penyembah berhala dengan
sebab karena mereka menjadikan tuhan-tuhan yang sangat banyak, setiap sesuatu
mempunyai tuhan yang bertugas mengatur sendirian, baginya sifat-sifat serta
kekhususan yang tidak dimiliki oleh tuhan yang lain.[17]
Walaupun, dalam hal ini tidak menutup kemungkinan adanya keyakinan
mereka yang menyakini adanya ilah terbesar dari tuhan-tuhan kecil tadi. Dengan
dalil adanya nasyid-nasyid yang menunjukan hal tersebut, yang mereka tujukan manakala
bermunajat atau berdoa kepada tuhannya tersebut.[18]
Memang benar, apa yang dituturkan oleh para sejarahwan kalau raja-raja
mereka mempunyai kedudukan yang tingga dimana mereka biasa meletakan reliefnya
dibarisan terdepan sebelum tuhan-tuhannya, dan kedudukan raja tersebut berada
ditempat yang tinggi baik dari segi peribadatan ataupun kesuciaanya[19].
Dan yang mendukung hal ini ialah firman Allah ta'ala manakala mengkisahkan
Fir'aun, Allah berfirman:
﴿ فَحَشَرَ فَنَادَىٰ ٢٣ فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ
ٱلۡأَعۡلَىٰ ٢٤ ﴾ [ النازعات: 23-24 ]
"Maka dia mengumpulkan
(pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (seraya)
berkata:"Akulah Tuhanmu yang paling tinggi". (QS an-Nazi'aat: 23-24).
Disini Fir'aun menyatakan dirinya sebagai Rabb yang mengungguli
tuhan-tuhan lainya. Bahkan terkadang dirinya tidak menganggap keberadaan
tuhan-tuhan tersebut dan menjadikan dirinya sebagai tuhan yang esa sebagaimana
hal tersebut direkam oleh Allah ta'ala didalam ayatNya yang lain:
﴿ وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا
عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرِي ٣٨ ﴾ [ القصص: 38 ]
"Dan berkata Fir'aun:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku". (QS al-Qashash: 38).
Barangkali faktor kenapa penduduk Mesir kuno sampai memiliki begitu
beragam tuhan, seperti dikatakan tadi, sesungguhnya orang tatkala akalnya tidak
lagi mampu menembus batas, pikiranya sudah kering untuk berpikir hingga
akhirnya menyisakan pertanyaan-pertanyaan kritis yang sangat banyak, apakah mungkin
tuhan esa tersebut mampu mengatur alam semesta yang sedemikian luasnya secara
sendirian? Maka pertanyaan-pertanyaan semacam tadi dijawab oleh paranormal dan
menyatakan kalau tuhan yang maha mampu tadi telah menciptakan tuhan-tuhan lain,
dan bagi setiap sesuatu memiliki tuhan[20].
Itulah barangkali yang menjadi tema perbincangan antara nabi Musa
'alaihi sallam bersama Fir'aun yang telah dinukil oleh Allah didalam surat
asy-Syu'araa'.
Yang bisa menjadi bukti jika ide (pendapat) adanya tuhan esa sebagai
penguasa tunggal atas segala sesuatu, yang dijadikan sebagai tempat kembali
segala makhluk pada masa tersebut, sangatlah jauh sekali untuk bisa diterima
oleh akal, apalagi kalau dalam bingkai agama, itulah kenapa muncul pertanyaan
Fir'aun kepada nabi Musa 'alaihi sallam, sebagaimana direkam oleh Allah didalam
firmanNya:
﴿ قَالَ فِرۡعَوۡنُ وَمَا رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٣
قَالَ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ
٢٤ قَالَ لِمَنۡ حَوۡلَهُۥٓ أَلَا تَسۡتَمِعُونَ ٢٥ قَالَ رَبُّكُمۡ وَرَبُّ ءَابَآئِكُمُ
ٱلۡأَوَّلِينَ ٢٦ قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ ٱلَّذِيٓ أُرۡسِلَ إِلَيۡكُمۡ لَمَجۡنُونٞ
٢٧ قَالَ رَبُّ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَمَا بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡقِلُونَ
٢٨ قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ
٢٩ ﴾ [ الشعراء: 23-29 ]
"Fir'aun bertanya:
"Siapa Tuhan semesta alam itu?" Musa menjawab: "Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu
sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya". Berkata Fir'aun kepada
orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" Musa
berkata (pula): "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang
dahulu". Fir'aun berkata: "Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada
kamu sekalian benar-benar orang gila". Musa berkata: "Tuhan yang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu)
jika kamu mempergunakan akal". Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu
menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang
yang dipenjarakan". (QS asy-Syu'araa': 23-29).
Syaikh Muhammad bin Khalil Haras [21]
mengatakan, "Fir'aun pura-pura bodoh dengan Rabb semesta alam dan
menanyakan kepada Musa tentang hakekat dan sifatNya. Dan ucapan pengingkaran
Fir'aun dinyatakan tatkala dikabarkan oleh Musa tentang hakekat Rabb kepada
para pembesar-pembesar yang hadir bersamanya, "Berkata Fir'aun kepada
orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?".
Demikian pula ancaman dia kepada nabi Musa 'alaihi sallam dengan penjara
jikalau masih menyakini adanya Tuhan selain dirinya, maka itu semua sebagai
bukti yang mendukung kalau raja-raja di Mesir ketika itu sudah sampai pada
taraf di ibadahi yang menutup seluruh tuhan-tuhan yang ada. Dan yang semakin
membuktikan jikalau kaum tersebut mengingkari keberadaan Rabb esa yang mengatur
seluruh makhluk, adalah firman Allah ta'ala yang dicantumkan dalam surat
Thahaa, Allah berfirman merekam kejadian itu semua:
﴿
قَالَ فَمَن رَّبُّكُمَا يَٰمُوسَىٰ ٤٩ قَالَ رَبُّنَا ٱلَّذِيٓ أَعۡطَىٰ
كُلَّ شَيۡءٍ خَلۡقَهُۥ ثُمَّ هَدَىٰ ٥٠ قَالَ فَمَا بَالُ ٱلۡقُرُونِ ٱلۡأُولَىٰ
٥١ قَالَ عِلۡمُهَا عِندَ رَبِّي فِي كِتَٰبٖۖ لَّا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنسَى ٥٢ ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ
مَهۡدٗا وَسَلَكَ لَكُمۡ فِيهَا سُبُلٗا وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦٓ أَزۡوَٰجٗا مِّن نَّبَاتٖ شَتَّىٰ ٥٣ كُلُواْ وَٱرۡعَوۡاْ أَنۡعَٰمَكُمۡۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ
لِّأُوْلِي ٱلنُّهَىٰ ٥٤ ﴾ [ طه: 49-50 ]
"Berkata Fir'aun: "Maka siapakah Tuhanmu
berdua, hai Musa?. Musa berkata: "Tuhan kami ialah (tuhan) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk. Fir'aun bertanya: "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang
dahulu?" Musa menjawab: "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku,
di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. Yang
telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu
di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka kami
tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang
bermacam-macam. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang
yang berakal". (QS Thahaa: 49-54).[22]
Apa yang dikatakan oleh
Syaikh Muhammad bin Khalil Haras menegaskan kalau kaumnya Fir'aun itu adalah
orang yang bodoh, tidak mengetahui tentang Allah jalla wa 'ala. Mereka tidak
mengetahui sedikitpun tentang aqidah uluhiyah yang seharusnya ditujukan kepada
Allah azza wa jalla.
Al-Hafidh Ibnu Katsir
menuturkan, "Dan mereka mengingkari adanya Pencipta jalla wa 'ala, dan
menyakini bahwa tidak ada Rabb yang mereka miliki selain Fir'aun".[23]
Oleh karena itu, sebagaian
mufasirin menjelaskan tentang tafsir firman Allah ta'ala:
﴿
وَقَالَ ٱلۡمَلَأُ مِن قَوۡمِ فِرۡعَوۡنَ أَتَذَرُ مُوسَىٰ وَقَوۡمَهُۥ
لِيُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَيَذَرَكَ وَءَالِهَتَكَۚ ١٢٧﴾ [ الأعراف: 127 ]
"Berkatalah
pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun (kepada Fir'aun): "Apakah kamu
membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan
meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?".
(QS al-A'raaf: 127).
Maknanya, apakah kamu membiarkan Musa meninggalkan kamu serta
peribadatan untukmu[24].
Ada pula bacaan yang membaca "Wa yadzaraka wa ilahaka"[25],
artinya meninggalkan peribadatan kepadamu.[26]
Imam Ikrimah menjelaskan tentang firman Allah diatas, dengan
pernyataannya, "Bukanlah yang dimaksud oleh pembesar-pembesar tersebut
dengan tuhan-tuhan tersebut adalah berhala, namun, yang mereka maksud dalam
ucapannya ialah raja-rajanya"[27]. Ucapan senada juga disandarkan kepada Ibnu
Abbas dalam sebuah riwayat yang shahih.[28]
Adapun Imam Sudi, beliau menerangkan, "Dan Fir'aun adalah
sesembahan bagi kaumnya"[29].
Dan Imam Ibnu Katsir menafsirkan firman Allah:
﴿ فَٱسۡتَخَفَّ قَوۡمَهُۥ فَأَطَاعُوهُۚ إِنَّهُمۡ
كَانُواْ قَوۡمٗا فَٰسِقِينَ ٥٤ ﴾ [ الزخرف: 54 ]
"Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan
perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. karena sesungguhnya mereka adalah
kaum yang fasik". (QS az-Zukhruf: 54).
Beliau menjelaskan,
"Sesungguhnya mereka membenarkan ada yang dikatakan oleh Fir'aun, "Akulah Tuhanmu yang paling tinggi".[30]
Syaikhul Islam menjelaskan, "Sesungguhnya orang yang sombong dari
kebenaran akan ditimpakan musibah untuk tunduk kepada kebatilan, sehingga orang
yang menyombongkan diri akan menjadi seorang musyrik, sebagaimana yang Allah
terangkan tentang Fir'aun bersama kaumnya, bahwa mereka bersamaan dengan
kesombongan dan pengingkarannya menjadi orang-orang yang musyrik. Allah
menerangkan tentang orang beriman dari kalangan keluarganya Fir'aun, dalam
firmanNya:
﴿
وَيَٰقَوۡمِ مَا لِيٓ أَدۡعُوكُمۡ إِلَى ٱلنَّجَوٰةِ وَتَدۡعُونَنِيٓ
إِلَى ٱلنَّارِ ٤١ تَدۡعُونَنِي لِأَكۡفُرَ بِٱللَّهِ وَأُشۡرِكَ بِهِۦ مَا لَيۡسَ
لِي بِهِۦ عِلۡمٞ وَأَنَا۠ أَدۡعُوكُمۡ إِلَى ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡغَفَّٰرِ ٤٢ لَا جَرَمَ
أَنَّمَا تَدۡعُونَنِيٓ إِلَيۡهِ لَيۡسَ لَهُۥ دَعۡوَةٞ فِي ٱلدُّنۡيَا وَلَا فِي ٱلۡأٓخِرَةِ
وَأَنَّ مَرَدَّنَآ إِلَى ٱللَّهِ وَأَنَّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ هُمۡ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِ
٤٣ ﴾ [ غافر: 41-43 ]
"Hai kaumku,
bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu menyeru aku
ke neraka? (Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir kepada Allah dan
mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui padahal aku menyeru kamu
(beriman) kepada yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun? sudah pasti bahwa apa
yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan
apapun baik di dunia maupun di akhirat. dan sesungguhnya kita kembali kepada
Allah dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni
neraka". (QS Ghaafir: 41-43).
Allah ta'ala juga
menukil ucapan mereka dalam firmanNya:
﴿
وَلَقَدۡ جَآءَكُمۡ يُوسُفُ مِن قَبۡلُ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ
فِي شَكّٖ مِّمَّا جَآءَكُم بِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَا هَلَكَ قُلۡتُمۡ لَن يَبۡعَثَ ٱللَّهُ
مِنۢ بَعۡدِهِۦ رَسُولٗاۚ كَذَٰلِكَ يُضِلُّ ٱللَّهُ مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٞ مُّرۡتَابٌ
٣٤ ﴾ [ غافر: 34 ]
"Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu
dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan
tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata:
"Allah tidak akan mengirim seorang (rasulpun) sesudahnya. Demikianlah
Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu". (QS Ghaafir: 34).
Begitu pula ucapan nabi Yusuf 'alaihi sallam
ash-Shidiq kepada kaumnya, Allah menukil ucapan beliau dalam firmanNya:
﴿
يَٰصَٰحِبَيِ ٱلسِّجۡنِ ءَأَرۡبَابٞ مُّتَفَرِّقُونَ خَيۡرٌ أَمِ ٱللَّهُ
ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّارُ ٣٩ مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِۦٓ إِلَّآ أَسۡمَآءٗ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا
مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ
إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
٤٠﴾ [ يوسف: 39-40 ]
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik,
tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa? kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah)
nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan
suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. keputusan itu hanyalah kepunyaan
Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS Yusuf: 39-40).
Namun jawaban mereka sangat
jauh dari harapan, Allah berfirman merekam ucapan pembesar-pembesar Fir'aun dalam
firmanNya:
﴿
وَقَالَ ٱلۡمَلَأُ مِن قَوۡمِ فِرۡعَوۡنَ أَتَذَرُ مُوسَىٰ وَقَوۡمَهُۥ
لِيُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَيَذَرَكَ وَءَالِهَتَكَۚ قَالَ سَنُقَتِّلُ أَبۡنَآءَهُمۡ
وَنَسۡتَحۡيِۦ نِسَآءَهُمۡ وَإِنَّا فَوۡقَهُمۡ قَٰهِرُونَ ١٢٧ ﴾ [الأعراف: 127 ]
"Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir'aun
(kepada Fir'aun): "Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat
kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta
tuhan-tuhanmu?". Fir'aun menjawab: "Akan kita bunuh anak-anak lelaki
mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan Sesungguhnya kita
berkuasa penuh di atas mereka". (QS al-A'raaf: 127).
Bila ada yang menyoal
bagaimana bisa kaumnya Fir'aun menjadi musyrikin, sedangkan Allah ta'ala
mengabarkan tentang Fir'aun kalau dirinya mengingkari adanya pencipta, seperti
Allah rekam secara jelas melalui beberapa firmanNya, yaitu:
﴿ قَالَ فِرۡعَوۡنُ وَمَا رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٣
﴾ [ الشعراء: 23 ]
"Fir'aun bertanya:
"Siapa Tuhan semesta alam itu?".
(QS asy-Syu'araa': 23).
Dia juga mengatakan:
﴿ وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا
عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرِي ٣٨ ﴾ [ القصص: 38 ]
"Dan berkata Fir'aun:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku". (QS al-Qashash: 38).
Begitu juga dirinya mengklaim
dengan pernyataannya:
﴿ فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ ٱلۡأَعۡلَىٰ ٢٤ ﴾ [
النازعات: 23-24 ]
" (Fir'aun) berkata:"Akulah Tuhanmu yang paling
tinggi". (QS an-Nazi'aat: 23).
Allah ta'ala juga menjelaskan tentang kaumnya:
﴿ فَلَمَّا جَآءَتۡهُمۡ ءَايَٰتُنَا مُبۡصِرَةٗ
قَالُواْ هَٰذَا سِحۡرٞ مُّبِينٞ ١٣ وَجَحَدُواْ بِهَا وَٱسۡتَيۡقَنَتۡهَآ أَنفُسُهُمۡ
ظُلۡمٗا وَعُلُوّٗاۚ فَٱنظُرۡ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ١٤ ﴾ [النمل:
13-14]
"Maka tatkala mukjizat-mukjizat
Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka: "Ini adalah
sihir yang nyata". Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan
kesombongan (mereka) Padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka
perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan". (QS an-Naml: 13-14).
Sebab, kesyirikan tidak mungkin terjadi melainkan dari orang yang telah
menetapkan keberaadaan Allah, jika tidak menyakini hal tersebut maka orang yang
mengingkari tidak bisa dikatakan sebagai musyrik.
Sanggahan; Allah ta'ala sama sekali tidak menjelaskan tentang pengingkaran adanya
pencipta melainkan dari Fir'aun kepada nabi Musa 'alaihi sallam.
Adapun masyarakat yang berada pada masanya nabi Yusuf 'alaihi sallam
maka al-Qur'an merekam dengan jelas kalau mereka adalah orang-orang yang
menetapkan keberadaan Allah azza wa jalla, dan mereka menyekutukan Allah dengan
peribadatan yang mereka miliki. Oleh karena itu, nabi Yusuf mengajak bicara
kepada raja dan al-Aziz serta kaumnya yang terkandung pengakuan mereka akan
keberadaan sang pencipta. Semisal firman Allah ta'ala ketika menukil ucapan
beliau, Allah mengatakan:
﴿ يَٰصَٰحِبَيِ ٱلسِّجۡنِ ءَأَرۡبَابٞ مُّتَفَرِّقُونَ
خَيۡرٌ أَمِ ٱللَّهُ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّارُ ٣٩ ﴾ [يوسف: 39 ]
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik,
tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa? ". (QS Yusuf: 39).
Dan ucapan beliau,
yang Allah nukil dalam firmanNya:
﴿
فَلَمَّا جَآءَهُ ٱلرَّسُولُ قَالَ ٱرۡجِعۡ إِلَىٰ رَبِّكَ فَسَۡٔلۡهُ
مَا بَالُ ٱلنِّسۡوَةِ ٱلَّٰتِي قَطَّعۡنَ أَيۡدِيَهُنَّۚ إِنَّ رَبِّي بِكَيۡدِهِنَّ
عَلِيمٞ ٥٠ قَالَ مَا خَطۡبُكُنَّ إِذۡ رَٰوَدتُّنَّ يُوسُفَ عَن نَّفۡسِهِۦۚ قُلۡنَ
حَٰشَ لِلَّهِ مَا عَلِمۡنَا عَلَيۡهِ مِن سُوٓءٖۚ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ ٱلۡعَزِيزِ ٱلۡـَٰٔنَ حَصۡحَصَ ٱلۡحَقُّ أَنَا۠ رَٰوَدتُّهُۥ
عَن نَّفۡسِهِۦ وَإِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ ٥١ ذَٰلِكَ لِيَعۡلَمَ أَنِّي لَمۡ
أَخُنۡهُ بِٱلۡغَيۡبِ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي كَيۡدَ ٱلۡخَآئِنِينَ ٥٢ ﴾ [
يوسف: 50-53 ]
"Maka tatkala utusan
itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: "Kembalilah kepada tuanmu dan
tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai
tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha mengetahui tipu daya mereka. Raja berkata
(kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda
Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" mereka berkata: "Maha
sempurna Allah, Kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya".
berkata isteri al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang
menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk
orang-orang yang benar." (Yusuf
berkata): "Yang demikian itu agar dia (al Aziz) mengetahui bahwa
sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya
Allah tidak meridhai tipu daya orang-orang yang berkhianat. Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.
Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang". (QS Yusuf: 50-53).
Dan ucapan keluarga Fir'aun yang beriman kepada kaumnya:
﴿
وَلَقَدۡ جَآءَكُمۡ يُوسُفُ مِن قَبۡلُ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ فَمَا زِلۡتُمۡ
فِي شَكّٖ مِّمَّا جَآءَكُم بِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَا هَلَكَ قُلۡتُمۡ لَن يَبۡعَثَ ٱللَّهُ
مِنۢ بَعۡدِهِۦ رَسُولٗاۚ كَذَٰلِكَ يُضِلُّ ٱللَّهُ مَنۡ هُوَ مُسۡرِفٞ مُّرۡتَابٌ
٣٤ ﴾ [ غافر: 34 ]
"Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu
dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan
tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata:
"Allah tidak akan mengirim seorang (rasulpun) sesudahnya. Demikianlah
Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu". (QS Ghaafir: 34).
Maka ini semua
mengandung konsekuensi bahwa kaum yang nabi Yusuf 'alaihi sallam diutus padanya
adalah kaum yang mengakui keberadaan Allah. Hal tersebut, karena Fir'aun yang
berada pada masanya Yusuf memuliakan kedua orang tua nabi Yusuf beserta
keluarganya, dan manakala datang keluarga beliau maka mereka begitu
memuliakannya dengan pengetahuan beliau akan agama yang mereka yakini. Demikian
pula momen-momen lainnya yang membuktikan akan hal tersebut.
Sesungguhnya pengingkaran
akan keberadaan sang pencipta bukan termasuk keyakinan yang dipegang dan
dijadikan sebagai agama secara merata pada suatu umat dari umat-umat terdahulu.
Tapi, agama orang kafir yang keluar dari risalah dialah yang memungkinkan
terjadinya kesyirikan disana. Hanya saja pengingkaran keberadaan sang pencipta
itu diyakini oleh sebagian orang saja, dan golongan tersebut adalah para
ulamanya ahli filsafat dari kelompok Shabi'ah musyrikin. Yang mengagungkan
arca, bintang dan berhala. Dan berita-berita yang sampai menceritakan tentang
kabar mereka dan perjalanan hidupnya, yang semuanya menunjukan akan hal
tersebut, adapun Fir'aun yang ada pada zamanya nabi Musa 'alaihi sallam, maka
kondisinya berbeda, seperti dikatakan oleh Allah dalam firmanNya:
﴿ فَٱسۡتَخَفَّ قَوۡمَهُۥ فَأَطَاعُوهُۚ إِنَّهُمۡ
كَانُواْ قَوۡمٗا فَٰسِقِينَ ٥٤ ﴾ [ الزخرف: 54 ]
"Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan
perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. karena sesungguhnya mereka adalah
kaum yang fasik". (QS az-Zukhruf: 54).
Fir'aun inilah yang
mengatakan kepada kaumnya:
﴿ مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرِي ٣٨
﴾ [ القصص: 38 ]
"Aku tidak mengetahui
Tuhan bagimu selain aku". (QS al-Qashash: 38).
Dan yang mengklaim dengan kesombongannya:
﴿ فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ ٱلۡأَعۡلَىٰ ٢٤ ﴾ [
النازعات: 23 ]
" (Fir'aun) berkata:"Akulah Tuhanmu yang paling
tinggi". (QS an-Nazi'aat: 23).
Maka apabila mereka dikatakan sebagai kaum musyrikin sebagaimana
disifati dalam al-Qur'an, dan Fir'aun yang ada pada masanya nabi Musa 'alaihi
sallam sebagai orang yang mengingkari adanya pencipta maka dia dikatakan
sebagai penyembah tuhan-tuhan yang ada.
Allah tidak mensifati dirinya berlaku kesyirikan, adapun kaumnya Fir'aun
bisa jadi mereka berpaling kepada Allah ta'ala secara total setelah mereka
berbuat kesyirikan kepadaNya dan memenuhi ajakan raja mereka Fir'aun yang
mengatakan: "Akulah Tuhanmu yang paling tinggi". Serta
menyatakan, "Aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku".
Oleh sebab itu tatkala mereka diajak bicara oleh orang yang beriman, mereka
langsung menyebut dua perkara, seperti direkam oleh Allah ta'ala kejadiannya
didalam firmanNya:
﴿ تَدۡعُونَنِي لِأَكۡفُرَ بِٱللَّهِ وَأُشۡرِكَ
بِهِۦ مَا لَيۡسَ لِي بِهِۦ عِلۡمٞ ٤٢ ﴾ [ غافر: 42]
"(Kenapa) kamu
menyeruku supaya kafir kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang
tidak kuketahui". (QS Ghaafir: 42).
Didalam ayat ini disebut
kekafiran kepada Allah yang terkandung didalamnya bentuk pengingkaran, begitu
pula disebut kesyirikan kepada Allah, maka firmanNya mengandung dua ucapan
diatas disamping itu mengandung juga penjelasan dua kondisi tersebut secara
bersamaan.
Sehingga menjadi terang
kalau orang yang sombong akan berubah menjadi musyrik, bisa dengan beribadah
kepada sesembahan lain bersama kesombongannya untuk mau beribadah kepada Allah
azza wa jalla, dan penamaan dengan syirik pada kasus seperti ini memiliki
pendukung yang senada, semisal larangan untuk berlaku sombong kepada Allah
untuk mengikhlaskan agama hanya kepada Allah semata. Sebagaimana yang Allah
terangkan didalam firmanNya:
﴿
إِنَّهُمۡ كَانُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ
يَسۡتَكۡبِرُونَ ٣٥ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوٓاْ ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٖ مَّجۡنُونِۢ
٣٦ ﴾ [ الصفات: 35-36 ]
"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan
kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata:
"Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila?". (QS ash-Shaffaat:
35-36).
Mereka yang disebutkan
dalam ayat adalah orang-orang yang sombong dan juga musyrik. Dan orang yang
sombong, manakala tidak mau mengakui keberadaan Allah secara terang-terangan
semisal Fir'aun maka kekufurannya lebih besar dari pada yang lainnya.[31]
Itulah tadi penjelasan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang saya nukil secara panjang lebar yang
menunjukan kalau kaumnya Fir'aun, sebagaimana mereka telah berlaku kesyirikan
kepada Allah azza wa jalla dalam perkara rububiyah mereka juga berbuat
kesyirikan dalam perkara uluhiyah.
Dan ini sebagai bukti
konkret yang menerangkan secara jelas kalau disana ada perbedaan yang sangat
gamblang antara Fir'aun yang ada pada zamannya nabi Yusuf 'alaihi sallam dengan
Fir'aun yang berada pada zamannya nabi Musa 'alaihi sallam, dari sisi
pengetahuan Fir'aun pertama bersama kaumnya tentang keberadaan Allah jalla wa
'alla, dan pengingkaran Fir'aun kedua bersama kaumnya tentang keberadaan Allah
secara terang-terangan.
Kesyirikan Fir'aun Laknatullah:
Orang ini merupakan
manuisa dari sekian banyak hamba Allah yang lemah yang mengklaim kalau dirinya
adalah Tuhan yang harus disembah, seorang raja yang memilik segalanya, serta
memaksa kaumnya untuk rela menyembah dirinya dan mentaatinya. Dialah orang yang
telah melampaui batas dimuka bumi ini, sombong lagi ingkar. Seperti yang
disebut oleh Allah didalam firmanNya:
﴿
وَنَادَىٰ فِرۡعَوۡنُ فِي قَوۡمِهِۦ قَالَ يَٰقَوۡمِ أَلَيۡسَ لِي مُلۡكُ
مِصۡرَ وَهَٰذِهِ ٱلۡأَنۡهَٰرُ تَجۡرِي مِن تَحۡتِيٓۚ أَفَلَا تُبۡصِرُونَ ٥١ أَمۡ
أَنَا۠ خَيۡرٞ مِّنۡ هَٰذَا ٱلَّذِي هُوَ مَهِينٞ وَلَا يَكَادُ يُبِينُ ٥٢ فَلَوۡلَآ
أُلۡقِيَ عَلَيۡهِ أَسۡوِرَةٞ مِّن ذَهَبٍ أَوۡ جَآءَ مَعَهُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ مُقۡتَرِنِينَ
٥٣ فَٱسۡتَخَفَّ قَوۡمَهُۥ فَأَطَاعُوهُۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمٗا فَٰسِقِينَ ٥٤﴾
[الزخرف: 51-54 ]
"Dan Fir'aun berseru
kepada kaumnya (seraya) berkata: "Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini
kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; maka apakah
kamu tidak melihat(nya) Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan
yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan
kepadanya gelang dari emas atau Malaikat datang bersama-sama dia untuk
mengiringkannya?" Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu)
lalu mereka patuh kepadanya. karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang
fasik". (QS
az-Zukhruf: 51-54).
Dan juga mengatakan kepada kaumnya:
﴿
وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ
إِلَٰهٍ غَيۡرِي فَأَوۡقِدۡ لِي يَٰهَٰمَٰنُ عَلَى ٱلطِّينِ فَٱجۡعَل لِّي صَرۡحٗا لَّعَلِّيٓ أَطَّلِعُ إِلَىٰٓ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُۥ
مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣٨ ﴾ [ القصص: 38 ]
"Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar
kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman
untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku
dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia
termasuk orang-orang pendusta". (QS al-Qashash: 38).
Dan dia mengatakan:
﴿ قَالَ فِرۡعَوۡنُ وَمَا رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٢٣
﴾ [ الشعراء: 23 ]
"Fir'aun bertanya:
"Siapa Tuhan semesta alam itu?".
(QS asy-Syu'araa': 23).
Dia juga mengatakan pada kaumnya:
﴿ قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ
مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ ٢٩ ﴾ [ الشعراء: 29 ]
"Fir'aun berkata:
"Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan
menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan". (QS asy-Syu'araa': 29).
Demikian pula mengatakan:
﴿ قَالَ فَمَن رَّبُّكُمَا يَٰمُوسَىٰ ٤٩ ﴾ [ طه:
49 ]
"Berkata Fir'aun:
"Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?.
(QS Thahaa: 49).
Dari nushush diatas menjadi gamblang kalau Fir'aun adalah
seseorang yang mengklaim dirinya punya hak uluhiyah dan rububiyah, serta
mengingkari wujudnya Allah, sebab dirinya tidak mengakui keberadaan sang
pencipta.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan, "Adapun Fir'aun maka
dirinya mengingkari sifat bagi sesuatu yang mempunyai nama. Sebab bentuk
pertanyaan dengan menggunakan lafadh (ما) menunjukan jika dirinya sama sekali tidak
menetapkan adanya pencipta, sambil menuntut pada semua orang untuk menetapkan
dirinyalah yang lebih berhak menjadi tuhan. Oleh karena itu, jawaban yang
diberikan oleh nabi Musa 'alaihi sallam adalah menetapkan hak rububiyah kepada
Allah, sebagaimana dinukil oleh Allah didalam firmanNya:
﴿ قَالَ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا
بَيۡنَهُمَآۖ ٢٤ ﴾ [ الشعراء: 24]
"Musa menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya
(Itulah Tuhanmu)". (QS asy-Syu'araa': 24).
Dan dia juga mengatakan:
﴿ قَالَ رَبُّكُمۡ وَرَبُّ ءَابَآئِكُمُ ٱلۡأَوَّلِينَ
٢٦ ﴾ [ الشعراء: 26 ]
"Musa berkata (pula):
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu". (QS asy-Syu'araa': 26).
Sebagaimana beliau juga memberi jawaban dengan sifat….".[32]
Dalam kesempatan lain beliau menjelaskan, "Diantara jenis kekufuran
ialah seseorang mengingkari adanya pencipta, seperti halnya Fir'aun yang
mengatakan, sebagaimana direkam oleh Allah didalam firmanNya:
﴿
وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمَلَأُ مَا عَلِمۡتُ لَكُم مِّنۡ
إِلَٰهٍ غَيۡرِي فَأَوۡقِدۡ لِي يَٰهَٰمَٰنُ عَلَى ٱلطِّينِ فَٱجۡعَل لِّي صَرۡحٗا لَّعَلِّيٓ أَطَّلِعُ إِلَىٰٓ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُۥ
مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣٨ ﴾ [ القصص: 38 ]
"Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar
kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman
untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku
dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia
termasuk orang-orang pendusta". (QS al-Qashash: 38).
Dan menyatakan:
﴿ فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ ٱلۡأَعۡلَىٰ ٢٤ ﴾ [
النازعات: 23 ]
" (Fir'aun) berkata:"Akulah Tuhanmu yang paling
tinggi". (QS an-Nazi'aat: 23).
Dirinya mengancam nabi Musa 'alaihi sallam dengan perkataanya:
﴿ قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ
مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ ٢٩ ﴾ [ الشعراء: 29 ]
"Fir'aun berkata:
"Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan
menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan". (QS asy-Syu'araa': 29).
Demikian pula dia mengatakan:
﴿
وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰهَٰمَٰنُ ٱبۡنِ لِي صَرۡحٗا لَّعَلِّيٓ أَبۡلُغُ
ٱلۡأَسۡبَٰبَ ٣٦ أَسۡبَٰبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ فَأَطَّلِعَ إِلَىٰٓ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي
لَأَظُنُّهُۥ كَٰذِبٗاۚ ٣٧﴾ [ غافر: 36-37 ]
"Dan berkatalah
Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya
aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu)
pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku
memandangnya seorang pendusta". (QS Ghaafir: 36-37).[33]
Selanjutnya, disamping Fir'aun mengingkari tentang keberadaan sang
pencipta, dirinya juga mengingkari dengan risalah yang dibawa oleh nabi Musa
'alaihi sallam. Dan bila ditengok dari sisi ini maka perilakunya tersebut
termasuk kategori jenis kesyirikan dalam rububiyah.
Sebagaimana di tuturkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam
pernyataannya; "Dan nabi Musa 'alaihi sallam mengalahkan Fir'aun yang
mengingkari hak rububiyah bagi Allah dan mengingkari risalah, dalam sebuah
perdebatan…".[34]
Beliau menjelaskan, "Fir'aun adalah orang yang mengingkari adanya
pencipta, sebagaimana dirinya bertanya kepada nabi Musa 'alaihi sallam dalam
bentuk pengingkaran, walaupun dalam sanubarinya menetapkan ataupun tidak,
kemudian dirinya meminta kepada nabi Musa bukti, lalu beliau menunjukan bukti
yang nyata, yang menetapkan adanya hak peribadatan hanya kepada Allah dan
menetapkan kenabian dirinya secara bersamaan".[35]
Dalam kesempatan lain beliau menerangkan, "Dan orang yang paling
masyhur dikenal dengan kengeyelannya, mengingkari serta pura-pura tidak
tahu adanya pencipta ialah Fir'aun, walaupun dalam hati sanubarinya menyakini
adanya sang pencipta, sebagaimana yang dikatakan oleh nabi Musa 'alaihi sallam.
Seperti dinukil oleh Allah didalam firmanNya:
﴿
قَالَ لَقَدۡ عَلِمۡتَ مَآ أَنزَلَ هَٰٓؤُلَآءِ إِلَّا رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضِ بَصَآئِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَٰفِرۡعَوۡنُ مَثۡبُورٗا ١٠٢﴾ [
الإسراء: 102 ]
"Musa menjawab:
"Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat
itu kecuali Tuhan yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang
nyata; dan Sesungguhnya aku mengira kamu, Hai Fir'aun, seorang yang akan
binasa". (QS al-Israa': 102).
Dan Allah ta'ala menegaskan tentang sikap Fir'aun dan kaumnya dalam
sebuah firmanNya:
﴿
وَجَحَدُواْ بِهَا وَٱسۡتَيۡقَنَتۡهَآ أَنفُسُهُمۡ ظُلۡمٗا وَعُلُوّٗاۚ فَٱنظُرۡ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ١٤ ﴾ [ النمل: 14 ]
"Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan
kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka
perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan". (QS an-Naml: 14).
Oleh karena itu mengapa
dia mengatakan; "Siapa Tuhan semesta alam
itu?. Dalam rangka mengingkari akan keberadaanNya..".[36]
Sehingga bisa ditarik kesimpulan dari nushush ini kalau Fir'aun
adalah orang yang mengingkari dan mendustakan keberadaan sang pencipta, namun,
apakah bentuk pengingkaran semacam ini termasuk dalam kategori kesyirikan? Dan
apakah dirinya masih memiliki praktek kesyirikan lainnya? Maka paragraf berikut
ini akan menjelaskan hal tersebut. Sesungguhnya Fir'aun memiliki perilaku
kesyirikan, diantaranya:
Pertama: Syirik Juhud dan
Ta'thil.
Dan telah lewat pemaparan dalil yang membuktikan kalau Fir'aun memang
mendustakan keberadaan sang pencipta. Akan tetapi, bagaimana cara menghukumi
kalau bentuk pengingkarannya tersebut termasuk kesyirikan?
Berkata Syaikhul Islam memberikan jawaban atas pertanyaan yang
mengganjal tersebut, beliau menerangkan, "Jika ada yang bertanya bagaimana
kaumnya Fir'aun dihukumi musyrikin sedangkan Allah mengabarkan pada kita
tentang Fir'aun kalau dirinya hanya sekedar mendustakan Allah. dan kesyirikan
tidak mungkin terjadi melainkan dari seseorang yang telah mengakui keberadaan
Allah ta'ala, bila tidak, maka seseorang yang mendustakan Allah tidak bisa
dihukumi sebagai musyrik.
Dikatakan oleh para ulama memberi jawaban atas pertanyaan diatas, 'Allah
azza wa jalla belum pernah mengabarkan tentang adanya orang yang mendustakan
adanya pencipta melainkan ketika menjelaskan tentang Fir'aun yang ada pada
zamannya nabi Musa 'alaihi sallam.
Adapun Fir'aun sendiri didalam hati sanubarinya mengakui adanya sang
pencipta, hanya saya dirinya sombong sebagaimana perilaku iblis, karena
kesombongannya inilah Fir'aun mendustkan adanya sang pencipta. Maka orang yang
sombong berubah hukumnya menjadi musyrik, dengan kemungkinan adakalanya
beribadah kepada selain Allah, dengan kesombongannya untuk mau beribadah kepada
Allah semata, akan tetapi, penamaan syirik ini setara dengan bentuk ketidak
mauannya, bersamaan dengan kesombongannya untuk mau mengikhlaskan agama hanya
untuk Allah ta'ala. Hal ini, sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta'ala didalam
firmanNya:
﴿
إِنَّهُمۡ كَانُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ
يَسۡتَكۡبِرُونَ ٣٥ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوٓاْ ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٖ مَّجۡنُونِۢ
٣٦ ﴾ [ الصفات: 35-36 ]
"Sesungguhnya mereka
dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada
Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan
mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?". (QS ash-Shaffaat:
35-26).
Sehingga mereka termasuk orang yang menyombongkan diri lagi berbuat
kesyirikan. Dan kesombongan mereka berada pada ketidakmuan untuk mengikhlaskan
agama hanya untuk Allah. maka orang yang sombong dengan tidak mau mengakui
keberadaan Allah secara terang-terangan –semacam Fir'aun- tingkatannya lebih
kufur daripada mereka. Dan Iblis yang menyuruh (manusia) untuk melakukan itu
semua dan sangat mengandrunginya, serta sombong, enggan untuk beribadah kepada
Allah dan tidak mau mentaatiNya, kedudukannya lebih kufur dari pada orang-orang
tersebut. Walaupun Iblis mengakui tentang wujudnya Allah azza wa jalla dan
keagunganNya, sebagaimana halnya Fir'aun dimana dirinya juga mengakui adanya
sang pecipta".[37]
Dalam kesempatan lain beliau menjelaskan, 'Dosa yang paling besar ialah
mendustakan adanya pencipta, kesyirikan, meletakan dirinya pada posisi sekutu
atau tandingan Allah, atau menganggap dirinya sebagai tuhan selain Allah, dan
dua perkara terakhir ini betul-betul pernah terjadi. Yaitu manakala Fir'aun
mengajak kaumnya untuk menyembah dan menganggap dirinya sebagai Tuhan selain
Allah azza wa jalla.
Begitu pula Iblis yang mengajak pengikutnya untuk menyembah serta
mentaati perintahnya dari pada mentaati Allah, iblis menginginkan agar disembah
dan ditaati, dan jangan menyembah Allah, tidak pula mentaatiNya. Apa yang
dilakukan oleh Iblis dan Fir'aun merupakan kedzaliman dan kebodohan yang sudah
sampai pada puncaknya".[38]
Dalam tajuk yang lain beliau juga menerangkan, "Bahkan hasil
penelitian mendalam (terhadap nushus) membuktikan bahwa setiap kali ada orang
yang kesombongannya semakin besar, dengan enggan beribadah kepada Allah maka
dirinya terjatuh dalam kesyirikan yang lebih besar. Sebab, setiap kali dirinya
sombong dengan tidak mau beribadah kepada Allah maka semakin besar pula
kebutuhan dan hajatnya kepada apa yang menjadi keinginan yang dicintainya, yang
merupakan tujuan inti yaitu tujuan hati, sehingga dirinya tergolong musyrik
dari sisi kejauhaannya dari hal tersebut".[39]
Adapun Imam Ibnu Qoyim maka beliau menjelaskan, "Kesyirikan ada dua
macam, yang pertama kesyirikan dalam bentuk ta'thil (peniadaan), dan
kesyirikan ini merupakan jenis kesyirikan yang paling jelek lagi buruk, seperti
kesyirikannya Fir'aun yang mengatakan; "Siapa
Tuhan semesta alam itu?.
Begitu juga ucapannya kepada Haman yang dinukil
oleh Allah ta'ala didalam firmanNya:
﴿
وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يَٰهَٰمَٰنُ ٱبۡنِ لِي صَرۡحٗا لَّعَلِّيٓ أَبۡلُغُ
ٱلۡأَسۡبَٰبَ ٣٦ أَسۡبَٰبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ فَأَطَّلِعَ إِلَىٰٓ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي
لَأَظُنُّهُۥ كَٰذِبٗاۚ ٣٧﴾ [ غافر: 36-37 ]
"Dan berkatalah
Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya
aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat
Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta". (QS Ghaafir: 36-37).
Kesyirikan dan ta'thil adalah dua perkara yang sangat erat kaitannya,
karena setiap musyrik pasti mu'athil (meniadakan), begitu juga sebaliknya
setiap mu'athil pasti musyrik. Akan tetapi, kesyirikan tidak melazimkan adanya
pokok ta'thil, tapi, bisa jadi orang yang berbuat kesyirikan masih mengakui
keberadaan Allah ta'ala dan sifat-sifatNya, hanya saja, dirinya meniadakan hak
pengesaan kepada Allah.
Sedangkan pondasi kesyirikan serta kaidah yang kembali semua
permasalahan padanya ialah melakukan ta'thil".[40]
Imam ar-Razi juga menjelaskan, "Yang paling dekat dalam perkara ini
ialah kalau Fir'aun penganut paham Dahriyah yang mengingkari adanya
pencipta".[41]
Maka dengan penjelasan ini semua menetapkan kalau Fir'aun adalah seorang
yang musyrik. Dan kesyirikan yang dia lakukan mencakup menta'thil keberadaan
pencipta, sombong dan mengklaim punya hak rububiyah pada dirinya. Sehingga
makna yang benar yang di inginkan dalam firman Allah ta'ala, menukil ucapan
Fir'aun, yang artinya; "Siapa Tuhan semesta alam itu?. Ialah keinginan
Fir'aun untuk memiliki sifat sebagaimana sifat Tuhan semesta alam yang
dikemukan oleh nabi Musa 'alaihi sallam. Seakan-akan dirinya menegaskan,
"Siapa orangnya yang kamu klaim sebagai Tuhan semesta alam selain diriku
itu?
Dan al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan, "Demikian tafsir yang
diberikan oleh para ulama salaf dan para ulama khalaf, hingga as-Sudi
menyatakan, "Ayat ini seperti firman Allah ta'ala:
﴿
قَالَ فَمَن رَّبُّكُمَا يَٰمُوسَىٰ ٤٩ قَالَ رَبُّنَا ٱلَّذِيٓ أَعۡطَىٰ
كُلَّ شَيۡءٍ خَلۡقَهُۥ ثُمَّ هَدَىٰ ٥٠ ﴾ [ طه: 49-50 ]
"Berkata Fir'aun:
"Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa? Musa berkata: "Tuhan kami
ialah (tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk". (QS Thahaa: 49-50).
Seperti yang diklaim oleh ahli mantik dan yang sepaham dengannya[42],
bahwa pertanyaan ini hanya ingin mengetahui unsur dzatnya Allah, maka ini
pemahaman yang keliru, sebab Fir'aun dari awalnya tidak mengakui adanya pencipta
lantas bagaimana mungkin ia bertanya tentang unsur dzatnya. Tapi, sebagaimana yang nampak kalau dirinya
mengingkari Allah secara menyeluruh, walaupun bukti, hujah dan petunjuk telah
ditegakkan kepada dirinya".[43]
Dalam sanggahan kepada orang yang menyatakan kalau pertanyaan Fir'aun
berkaitan dengan unsur dzatnya Allah lalu nabi Musa 'alaihi sallam justru
memberikan jawaban yang keluar dari tema soal yang diajukan, maka Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, sebagaimana ucapan senada juga dikatakan oleh
ar-Razi, "Ada sebagian orang yang menyangka kalau pertanyaan Fir'aun
adalah pertanyaan yang ingin mengetahui, sehingga tujuan dia bertanya ialah
untuk mengetahui hakekat Allah, adapun yang dipertanyakan, manakala tidak
memiliki hakekat maka nabi Musa 'alaihi sallam kesulitan untuk memberikan
jawabannya.
Jelas pemahaman semacam ini adalah keliru. Karena yang benar dari makna
pertanyaan tersebut ialah pertanyaan pengingkaran serta mendustakan.
Sebagaimana didukung oleh banyak ayat didalam al-Qur'an yang menerangkan kalau
Fir'aun adalah orang yang mendustakan Allah dan menafikan keberadaanNya, tidak
mau menetapkan wujudNya, serta meminta untuk diberi tahu tentang hakekatNya.
Oleh karena itu, nabi Musa 'alaihi sallam menjelaskan pada mereka kalau Allah
itu mudah dikenali, sebab ayat-ayatNya, bukti rububiyahNya sangat gamblang,
yang menjelaskan tentang keberadaanNya dari pada hanya sekedar menanyakan
tentang hakekatNya.
Tentunya pertanyaan semacam ini datang dari seseorang yang jahil, sebab
Allah ta'ala lebih nampak, jelas, dan mudah dikenali daripada orang yang tidak
mengenaliNya, bahkan, pemahaman seorang hamba kepada Allah sudah menancap dalam
fitrahnya sebagai bukti yang sangat gamblang dan nyata dari pada pengenalan
kepada selainNya".[44]
Dalam kesempatan lain beliau menjelaskan, "Ada sebagian orang yang
mengira bahwa pertanyaan Fir'aun, seperti dinukil oleh Allah didalam firmanNya,
yang artinya, "Siapa Tuhan semesta alam itu?. Adalah pertanyaan tentang hakekat Allah. Yang tidak berbeda dengan
pertanyaan tentang batasan suatu benda, seperti halnya pertanyaan, 'Siapakah
manusia itu? Siapakah malaikat itu? Siapakah jin itu? Dan pertanyaan yang
serupa.
Mereka menegaskan, "Maka tatkala yang dipertanyakan tidak mempunyai
hakekat maka nabi Musa 'alaihi sallam berpaling dari jawaban dengan memberi
penjelasan pada sesuatu yang mudah dikenali yaitu ucapannya, seperti direkam
oleh Allah dalam firmanNya, yang artinya, "Musa menjawab: "Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu)".
Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama mutakhirin. Dan pendapat ini
adalah pendapat yang batil, sebab Fir'aun bertanya dengan pertanyaan yang
bernada pengingkaran dan mendustakan, dirinya tidak bermaksud untuk menanyakan
tentang hakekat Allah dan menetapkan keberadaanNya, tapi, dirinya bertanya
dengan nada mengingkari dan mendustakan, oleh karena itu, dalam kelanjutan
pembicaraanya ia mengatakan, seperti Allah nukil didalam firmanNya:
﴿ قَالَ لَئِنِ ٱتَّخَذۡتَ إِلَٰهًا غَيۡرِي لَأَجۡعَلَنَّكَ
مِنَ ٱلۡمَسۡجُونِينَ ٢٩ ﴾ [ الشعراء: 29 ]
"Fir'aun berkata:
"Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan
menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan". (QS
asy-Syu'araa: 29).
Dan mengatakan,
﴿ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُۥ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣٨
﴾ [ القصص: 38 ]
"Dan sesungguhnya aku
benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta". (QS al-Qashash: 38).
Dari nadanya diketahui kalau isi pertanyaannya ialah pertanyaan mengingkari
dan mendustakan, seolah dia mengatakan, "Tidak ada bagi semesta alam ini
Tuhan yang mengutusmu, siapa yang mengutusmu ini? Sebagai pengingkaran terhadap
Tuhan yang hakiki.
Lalu nabi Musa 'alaihi sallam menjelaskan padanya dan para jamaah yang
hadir, kalau Tuhan tersebut semua telah mengenalinya, karena sesungguhnya
ayat-ayatNya begitu nampak jelas dihadapan mata tidak mungkin bisa didustakan,
dan kalian hanya mampu mendustakan dalam bibir tapi mengakui keberadaanNya
didalam hati kalian.
Dan Fir'aun tidak bertanya dengan nada, 'Siapa
Tuhan semesta alam? Sebab huruf 'من'
digunakan untuk pertanyaan jenis orangnya, yang dipertanyakan oleh orang yang
telah mengetahui lebih dulu orang yang dipertanyakan sebelumnya, semisal
seorang ulama yang terkadang ragu dengan orangnya, sebagaimana dikatakan kepada
seorang utusan yang telah diketahui datang dari sisi orang banyak, tapi
ditanyakan, siapa yang mengutusmu?
Adapun penggunaan huruf 'ما'
seperti dalam ayat, maka digunakan untuk menanyakan tentang sifat, seperti
ditanyakan, sesuatu apakah dia? Seperti apakah yang engkau namakan dengan Tuhan
semesta alam?
Dan Fir'aun mengatakan hal tersebut
sebagai bentuk pengingkaran kepada Allah, sehingga tatkala dirinya bertanya dengan
nada mengingkari maka nabi Musa 'alaihi sallam menjawab kalau Tuhan tersebut
sangat mudah untuk dikenali dan tidak mungkin di ingkari, lebih nampak daripada
meragukan serta diragukannya, beliau menjawab, sebagaimana dinukil oleh Allah
didalam firmanNya:
﴿ قَالَ رَبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَمَا
بَيۡنَهُمَآۖ إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ ٢٤ ﴾
[ الشعراء: 24 ]
"Musa menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya
(Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya". (QS asy-Syu'araa:
24).[45]
Beliau juga mengatakan, "Adapun Fir'aun maka dirinya mengingkari
adanya sifat yang dimiliki oleh sebuah nama, dirinya bertanya dengan
menggunakan huruf 'ما' karena dirinya tidak mau mengakui keberadaan
Allah dan punya tujuan agar orang lain mau menggantikan posisiNya untuk
disembah"[46].
Kesimpulannya bahwa Fir'aun melakukan kesyirikan dari sisi pengingkaran dan
kesombonganya.
Kedua: Kesyirikannya, Dengan
Menyembah Berhala.
Akan tetapi dalam masalah ini terjadi silang pendapat dikalangan para
ulama, setidaknya menjadi dua kubu.
Pendapat pertama mengatakan, "sesungguhnya Fir'aun itu disembah
bukan menyembah. Dengan berpijak pada qiro'ah ayat, yang artinya, "Dan
meninggalkan kamu serta peribadatan padamu?". Dan berdalil dengan
ucapan Fir'aun, "Akulah Tuhanmu yang paling tinggi". Pendapat ini diriwayatkan dari sebagian ulama
salaf, namun, sanadnya diragukan.[47]
Pendapat kedua mengatakan, "Sesungguhnya Fir'aun menyembah patung
dan berhala sambil mengklaim kalau dirinya memiliki kemampuan rububiyah".[48] Dan
diantara berita yang disebutkan tentang Fir'aun ialah:
- Bahwa Fir'aun adalah penyembah berhala sedangkan kaumnya menyembah dirinya.
- Sesungguhnya Fir'aun menyembah sapi yang memiliki postur yang indah.[49] Dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir, 'Berkata Sudi ketika menjelaskan firman Allah ta'ala: "Dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?". Dan tuhan-tuhannya -seperti disandarkan kepada sahabat Ibnu Abbas- mereka apabila melihat ada seekor sapi yang rupawan maka Fir'aun menyuruh kaumnya untuk menyembah sapi tersebut.[50]
- Dijelaskan oleh Imam Thabari dalam tafsirnya, 'Telah sampai kabar kepadaku kalau Fir'aun biasa menyembah sesembahan secara sembunyi-sembunyi'.[51]
- Diriwayatkan oleh Imam Thabari dari al-Hasan, beliau mengatakan, "Sesungguhnya Fir'aun memiliki mutiara yang dipakai dilehernya yang biasa ia sembah dan bersujud padanya".[52]
- Imam ar-Razi menjelaskan, "Fir'aun adalah seorang athies yang mendustakan keberadaan pencipta. Dirinya mengatakan, "Sesungguhnya pengatur alam semesta yang berada dibawah adalah para bintang, adapun benda yang ada dialam semesta ini untuk penciptanya dan bagi golongan tersebut yang turut mengatur. Jika demikian pemahaman Fir'aun maka tidak jauh kemungkinan untuk dikatakan kalau dirinya memiliki berhala dengan bentuk arca bintang-bintang tersebut, yang biasa ia sembah dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepadanya, selaras dengan agamanya para pengagung bintang"[53].
- Dalam kesempatan lain, beliau menerangkan, "Atau bisa juga dikatakan, kalau dirinya termasuk orang yang mempunyai pemahaman filsafat yang menyakini dengan alasan wajib yang harus dikerjakan bukan pelaku yang mendapat pilihan. Kemudian dirinya menyakini kalau kedudukanya sama seperti Tuhan untuk daerah kekuasaanya dari segi mendapat peribadatan dari kaumnya, yang menguasai penuh urusan mereka".[54]
- Ada kemungkinan pula untuk mengatakan, "Sesungguhnya Fir'aun memiliki pemahaman hulul, yang menyakini bahwa dzatnya Allah menyatu dengan tubuh manusia, dimana Allah ta'ala bersatu dengan tubuh tersebut yang kedudukannya sama dengan ruh bagi setiap badan orang. Sehingga dengan kemungkinan-kemungkinan tersebut dia menamakan dirinya sebagai Tuhan".[55]
Oleh karena ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan tatkala beliau
ingin membandingkan antara ucapan penganut keyakinan Wihdatul wujud dengan
madzhabnya Fir'aun, beliau mengatakan, "Orang yang mengingkari adanya
pencipta diantara mereka adalah orang yang sombong yang banyak menyembah
sesembahan, tapi sama sekali tidak mau menyembah Allah azza wa jalla. Sampai
kiranya mereka mengatakan, "Sesungguhnya alam semesta ini ada dengan
sendirinya, adapun bagian yang lain merupakan unsur dari partikel-partikel yang
lain".
Dan mereka mengatakan, "Sehingga sangat mungkin sekali lagi
bermanfaat manakala kita menyembah bintang, berhala dan yang semisalnya".
Oleh sebab itu, hakekat ucapan Wihdatul wujud yang menisbatkan dirinya
kepada Islam adalah ucapanya Fir'aun, dan saya telah menelanjangi pemikiran
mereka, dan menjelaskan tentang hakekat madzabnya Fir'aun, sampai ada yang
mengabarkan kepadaku dari orang yang bisa dipercaya ucapannya tentang ucapan
sebagaian kelompok ekstrim mereka yang menyatakan secara terang-terangan, bahwa
kami berada diatas ucapannya Fir'aun.
Oleh karena itu, tidak heran jika mereka
begitu mengagungkan Fir'aun didalam buku-bukunya, dan begitu memuliakan dalam
banyak tempat. Dimana mereka tidak pernah menjadikan adanya pencipta bagi alam
semesta, tidak pula menetapkan adanya Rabb yang mengatur seluruh makhluk.
Mereka hanya menjadikan keberadaan benda dialah penciptanya, sehingga dengan
pemahaman semacam itu mereka membolehkan untuk menyembah segala sesuatu, dan
mereka mengatakan, "Barangsiapa yang menyembahnya maka dirinya telah
menyembah Allah".
Dan mereka menyembah sama persis seperti apa yang disembah oleh Fir'aun
dan selain dirinya dari kalangan kaum musyrikin, akan tetapi, Fir'aun tidak
pernah mengatakan, "Benda-benda tersebut adalah Allah, yang bisa
mendekatkan diri kami kepada Allah".
Adapun orang-orang musyrik mengatakan, "Benda yang disembah
tersebut adalah sebagai wasilah yang akan mendekatkan diri kami kepada Allah
sedekat-dekatnya". Dengan ini mereka mengatakan, benda tersebut hakekatnya
adalah Allah, sebagaimana telah dijelaskan diawal.
Sehingga mereka lebih kufur dari sisi kesadarannya kalau sedang
menyembah selain Allah serta mendustakanNya. Dan mereka juga lebih tersesat
dari segi membolehkan untuk menyembah segala sesuatu, dan mengklaim sesuatu
tersebut hakekatnya adalah Allah, dan orang yang menyembah hakekatnya adalah
yang disembah, walaupun ketika melakukan hal tersebut mereka memiliki
tujuan untuk beribadah kepada Allah azza
wa jalla".[56]
Dan ditegaskan kembali oleh Imam Ibnu Qoyim seusai penjelasan beliau
tentang kelompok-kelompok Filsafat yang begitu banyak, beliau menegaskan,
"Kesimpulannya, kekafiran mereka berada pada ahli ta'thil tulen, sebab
mereka meniadakan syariat, meniadakan hasil ciptaan dari sang penciptanya,
meniadakan sifat kamal dari sang pencipta, meniadakan alam semesta dari Allah
yang telah menciptakannya beserta isinya, serta meniadakan hasil ciptaan Allah
yang begitu bagus dan indah, dari perbuatan Allah dan puncak kekuasaanNya.
Kemudian penyakit ini diadopsi dan didaur ulang kembali oleh umat-umat
setelahnya, dan juga oleh ahli mu'athilah, yang dipimpin oleh imam besarnya
yaitu Fir'aun, sesungguhnya dialah pengagas utama, mengeluarkan pemahaman
ta'thil untuk di amalkan secara terang-terangan, mengizinkan untuk dilakukan oleh
kaumnya, mengajaknya, dan mengingkari kalau umatnya mempunyai Tuhan selain
dirinya, dan mengingkari kalau Allah berada diatas langit dan bersemayam diatas
arsyNya. Mengingkari kalau Allah lah yang mengajak bicara secara langsung pada
nabi Musa 'alaihi sallam, dan mendustakan beliau dalam perkara itu, lalu
meminta kepada menterinya Haman untuk membuatkan bangunan yang tinggi untuk
melihat kepada Tuhannya Musa, dirinya mendustakan Allah, selanjutnya metode dan
pemahamannya di adopsi mentah-mentah oleh setiap pengikut Jahmiyah".[57]
Sampai disini akhir kisah yang sampai pada kita dari kabar kesyirikannya
Fir'aun bersama kaumnya, dan akhir dari
perjalanan Fir'aun dan kaumnya ialah di tenggelamkan oleh Allah didalam lautan,
lalu dijadikan sebagai ayat bagi generasi yang datang setelahnya.
Yahudi, Komunitas Yang
Dimurkai Allah.
Nama Yahudi sering di nisbatkan kepada para pengikut kitab suci Taurat
dan pengikutnya nabi Musa 'alaihi sallam dalam syariat -sesuai dengan
persangkaan mereka-. Dan Yahudi ini ialah anak keturunan dari nabi Ya'qub bin
Ishaq bin Ibrahim 'alaihim sallam.
Komunitas ini masuk ke negeri Mesir pada masa nabi Yusuf bin Ya'qub
'alaihi sallam ketika diminta oleh beliau untuk pindah ke sana, sedangkan
aqidah yang mereka miliki saat itu ialah berada diatas aqidah tauhid yang
mereka warisi dari nenek moyangnya, hingga akhirnya keyakinan tersebut
terkontaminasi dengan aqidah para penyembah berhala yang hidup di
sekelilingnya.
Kesyirikan Kaum Yahudi:
Apakah terdapat kesyirikan pada kaum Yahudi generasi pertama atau
kesyirikan muncul manakala mereka sudah tidak lagi di bimbing oleh para
nabinya, yakni pada generasi belakangan?
Jika kita memperhatikan sejarah kita akan menjumpai kalau mereka telah
terjatuh kedalam kesyirikan pada waktu yang sudah cukup lampau, dan diantara
kesyirikan mereka yang dijelaskan oleh al-Qur'an adalah:
1.
Melekatnya
keyakinan para penyembah berhala pada sebagian Bani Israil dimasanya nabi Musa
'alaihi sallam.
Sebagaimana yang direkam oleh Allah didalam
firmanNya:
﴿
وَجَٰوَزۡنَا بِبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱلۡبَحۡرَ فَأَتَوۡاْ عَلَىٰ قَوۡمٖ يَعۡكُفُونَ عَلَىٰٓ أَصۡنَامٖ لَّهُمۡۚ قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٞۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ ١٣٨ إِنَّ
هَٰٓؤُلَآءِ مُتَبَّرٞ مَّا هُمۡ فِيهِ وَبَٰطِلٞ مَّا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ١٣٩ قَالَ
أَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَبۡغِيكُمۡ إِلَٰهٗا وَهُوَ فَضَّلَكُمۡ عَلَى ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٤٠ وَإِذۡ أَنجَيۡنَٰكُم مِّنۡ
ءَالِ فِرۡعَوۡنَ يَسُومُونَكُمۡ سُوٓءَ ٱلۡعَذَابِ يُقَتِّلُونَ أَبۡنَآءَكُمۡ وَيَسۡتَحۡيُونَ
نِسَآءَكُمۡۚ وَفِي ذَٰلِكُم بَلَآءٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِيمٞ ١٤١ ﴾ [ الأعراف:
138-141 ]
"Dan Kami selamatkan
Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu
kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa.
buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa
Tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum
yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". Sesungguhnya mereka itu akan
dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka
kerjakan. Musa menjawab: "Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang
selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala
umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari
(Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu
mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. dan
pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu". (QS al-A'raaf: 138-141).
Didalam ayat ini Allah azza wa jalla
mengabarkan kepada kita bahwasannya Allah telah membelah lautan untuk di lewati
Bani Israil hingga mereka mampu menyeberanginya sampai di tepian, selanjutnya
mereka melewati sekelompok kaum yang mempunyai kebiasaan berdiam diri di sisi
berhala yang mereka miliki, yang biasa mereka sembah selain dari pada Allah
azza wa jalla.
Melihat hal tersebut, maka mereka minta kepada Musa 'alaihi sallam untuk
dibuatkan tuhan sebagaimana tuhan yang dimiliki oleh kaum tersebut.
Sedangkan berhala yang mereka miliki, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu
Jarir dan Ibnu Juraij[58],
beliau mengatakan, "Patung-patung sapi yang terbuat dari tembaga, tatkala
anak sapi dibuat oleh Samiri maka mereka mempunyai tujuan untuk menyerupai
patung sapi tersebut, maka itulah untuk pertama kalinya anak sapi
disembah".[59]
Agar Allah memiliki hujah atas mereka untuk menurunkan adzab, diberilah
ayat terbesar yang bisa mereka saksikan dengan mata telanjang, namun, sayangnya
justru mereka meminta kepada nabinya untuk melakukan kesyirikan dihadapanya
secara terang-terangan. Maka hal tersebut memberi petunjuk kepada kita kalau
penyembahan berhala yang dilakukan penduduk Mesir zaman dahulu masih mencokol
pada sanubari Bani Israil, ditambah faktor penindasan yang mereka rasakan.
Hidup berada dibawah kekuasaan Fir'aun ternyata memiliki efek negatif yang
menjadikan mereka mengikuti agamanya, dan seperti pepatah mengatakan, setiap
orang yang tertindas akan senantiasa mengikuti orang yang menguasainya,
terpaksa ataupun tidak.
Itulah yang terjadi pada kaumnya nabi Musa 'alaihi sallam, yang juga
menimpa pada umat ini, prakteknya juga hampir sama persis seperti apa yang
menimpa mereka. Yaitu masih suka meniru kebiasaan orang lain, demikian pula
kesyirikan yang menimpa pada umat ini.
Kita bisa menyaksikan fenomena ini yang terjadi pada generasi awal umat
ini, sebagaimana dikisahkan kepada kita oleh Abu Waqid al-Laits[60]
radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan:
"Suatu ketika kami pergi bersama
Rasulallah shalallahu 'alaihi sallam dalam perang Hunain[61],
ketika itu kami baru saja masuk Islam, dan kaum musyrikin ketika itu memiliki
pohon bidara yang biasa mereka duduk-duduk disekelilingnya (untuk tujuan
ibadah) serta menggantungkan senjata mereka pada pohon tersebut agar menjadi
berkah (ampuh), pohon tersebut di namai dengan Dzatu Anwath.
Ketika kami melewati sebuah pohon Bidara, maka kami kemukakan kepada
Rasulallah shalallahu 'alaihi sallam, "Wahai Rasul, buatkan untuk kami
Dzatu Anwath! sebagaimana mereka juga mempunyai Dzatu Anwath".
Seketika itu, Rasulallah marah besar seraya bersabda, "Allahu
Akbar! Sesungguhnya inilah metode yang dikatakan, -demi Allah- sebagaimana yang
dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa:
﴿ قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا
لَهُمۡ ءَالِهَةٞۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ ١٣٨ ﴾ [الأعراف: 138]
"Bani lsrail berkata:
"Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa Tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya
kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". (QS al-A'raaf: 138).
Benar-benar kalian pasti akan mengikuti cara
orang-orang sebelum kalian".[62]
Betapa banyak orang yang masih seperti mereka yaitu menjadikan Tuhan
dari sesuatu yang dibuat, karena setiap orang yang menjadikan Tuhan selain
Allah ta'ala, maka sungguh dirinya telah mengambil Tuhan yang dibuat, maka
kebodohan mana lagi yang lebih bodoh pelakunya dari pada ini?
Dan Bani Israil meminta kepada nabi Musa 'alaihi sallam untuk dibuatkan
bagi mereka sebuah Tuhan, mereka meminta kepada seorang makhluk untuk
membuatkan bagi mereka Tuhan yang mempunyai postur, lantas bagaimana mungkin
ada Tuhan yang dibuat sendiri oleh penyembahnya?
Adapun yang benar dalam masalah ini adalah Tuhan itulah yang membuat segala
sesuatu, lalu hasil kreasinya diurusi dan tetap dinamakan sebagai hasil
ciptaan, yang mustahil bisa berubah menjadi seorang Tuhan.[63]
2.
Bani
Israil menjadikan anak sapi sebagai Tuhan yang mereka sembah.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah ta'ala didalam firmanNya:
﴿
وَٱتَّخَذَ قَوۡمُ مُوسَىٰ مِنۢ بَعۡدِهِۦ مِنۡ حُلِيِّهِمۡ عِجۡلٗا جَسَدٗا لَّهُۥ خُوَارٌۚ أَلَمۡ يَرَوۡاْ أَنَّهُۥ لَا يُكَلِّمُهُمۡ وَلَا
يَهۡدِيهِمۡ سَبِيلًاۘ ٱتَّخَذُوهُ وَكَانُواْ ظَٰلِمِينَ ١٤٨ وَلَمَّا سُقِطَ فِيٓ
أَيۡدِيهِمۡ وَرَأَوۡاْ أَنَّهُمۡ قَدۡ ضَلُّواْ قَالُواْ لَئِن لَّمۡ يَرۡحَمۡنَا
رَبُّنَا وَيَغۡفِرۡ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ١٤٩ ﴾ [ الأعراف:
148-149 ]
"Dan kaum Musa, setelah
kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan (emas) mereka
anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa
anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula)
menunjukkan jalan kepada mereka? mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan
mereka adalah orang-orang yang zalim. Dan setelah mereka sangat menyesali
perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata:
"Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak
mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi". (QS al-A'raaf:
148-149).
Dalam ayat lain Allah ta'ala juga menjelaskan tentang mereka, Allah
berfirman:
﴿
وَمَآ أَعۡجَلَكَ عَن قَوۡمِكَ يَٰمُوسَىٰ ٨٣ قَالَ هُمۡ أُوْلَآءِ
عَلَىٰٓ أَثَرِي وَعَجِلۡتُ إِلَيۡكَ رَبِّ لِتَرۡضَىٰ ٨٤ قَالَ فَإِنَّا قَدۡ فَتَنَّا
قَوۡمَكَ مِنۢ بَعۡدِكَ وَأَضَلَّهُمُ ٱلسَّامِرِيُّ ٨٥ فَرَجَعَ مُوسَىٰٓ إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ
غَضۡبَٰنَ أَسِفٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ أَلَمۡ يَعِدۡكُمۡ رَبُّكُمۡ وَعۡدًا حَسَنًاۚ أَفَطَالَ
عَلَيۡكُمُ ٱلۡعَهۡدُ أَمۡ أَرَدتُّمۡ أَن يَحِلَّ عَلَيۡكُمۡ غَضَبٞ مِّن رَّبِّكُمۡ
فَأَخۡلَفۡتُم مَّوۡعِدِي ٨٦ قَالُواْ مَآ أَخۡلَفۡنَا مَوۡعِدَكَ بِمَلۡكِنَا وَلَٰكِنَّا
حُمِّلۡنَآ أَوۡزَارٗا مِّن زِينَةِ ٱلۡقَوۡمِ فَقَذَفۡنَٰهَا فَكَذَٰلِكَ أَلۡقَى ٱلسَّامِرِيُّ
٨٧ فَأَخۡرَجَ لَهُمۡ عِجۡلٗا جَسَدٗا لَّهُۥ خُوَارٞ فَقَالُواْ هَٰذَآ إِلَٰهُكُمۡ وَإِلَٰهُ مُوسَىٰ فَنَسِيَ
٨٨ أَفَلَا يَرَوۡنَ أَلَّا يَرۡجِعُ إِلَيۡهِمۡ قَوۡلٗا وَلَا يَمۡلِكُ لَهُمۡ ضَرّٗا وَلَا نَفۡعٗا ٨٩ وَلَقَدۡ قَالَ لَهُمۡ هَٰرُونُ مِن قَبۡلُ يَٰقَوۡمِ إِنَّمَا فُتِنتُم
بِهِۦۖ وَإِنَّ رَبَّكُمُ ٱلرَّحۡمَٰنُ فَٱتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوٓاْ أَمۡرِي ٩٠ قَالُواْ
لَن نَّبۡرَحَ عَلَيۡهِ عَٰكِفِينَ حَتَّىٰ يَرۡجِعَ إِلَيۡنَا مُوسَىٰ ٩١ قَالَ يَٰهَٰرُونُ
مَا مَنَعَكَ إِذۡ رَأَيۡتَهُمۡ ضَلُّوٓاْ ٩٢ أَلَّا تَتَّبِعَنِۖ أَفَعَصَيۡتَ أَمۡرِي
٩٣ قَالَ يَبۡنَؤُمَّ لَا تَأۡخُذۡ بِلِحۡيَتِي وَلَا بِرَأۡسِيٓۖ إِنِّي خَشِيتُ أَن
تَقُولَ فَرَّقۡتَ بَيۡنَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ وَلَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِي ٩٤ قَالَ فَمَا
خَطۡبُكَ يَٰسَٰمِرِيُّ ٩٥ قَالَ بَصُرۡتُ بِمَا لَمۡ يَبۡصُرُواْ بِهِۦ فَقَبَضۡتُ
قَبۡضَةٗ مِّنۡ أَثَرِ ٱلرَّسُولِ فَنَبَذۡتُهَا وَكَذَٰلِكَ سَوَّلَتۡ لِي نَفۡسِي
٩٦ ﴾ [ طه: 83-96 ]
"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, Hai Musa?
Berkata, Musa: "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera
kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)". Allah
berfirman: "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu
tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali
kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. berkata Musa: "Hai kaumku,
bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Maka apakah
terasa lama masa yang berlalu itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan
dari Tuhanmu menimpamu, dan kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?".
Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan
kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan
kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya.
Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang
bertubuh dan bersuara, Maka mereka berkata: "Inilah Tuhanmu dan Tuhan
Musa, tetapi Musa telah lupa". Maka apakah mereka tidak memperhatikan
bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan
tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?
Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: "Hai
kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan sesungguhnya
Tuhanmu ialah (tuhan) yang Maha pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah
perintahku". Mereka menjawab: "Kami akan tetap menyembah patung anak
lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami". Berkata Musa: "Hai
Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat,
(sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja)
mendurhakai perintahku? Harun menjawab' "Hai putera ibuku, janganlah kamu
pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; Sesungguhnya aku khawatir bahwa
kamu akan berkata (kepadaku): "Kamu telah memecah antara Bani Israil dan
kamu tidak memelihara amanatku". Berkata Musa: "Apakah yang
mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?" Samiri menjawab: "Aku
mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam
dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku
membujukku". (QS Thahaa: 83-96).
Dari ayat-ayat ini memberi gambaran pada kita bagaimana bentuk
kemerosotan yang menimpa bangsa Israil, sehingga mereka kembali pada kesyirikan
dan menyembah berhala yang sudah mereka jauhi semenjak tinggal di negeri Mesir,
yang mana hanya sekedar ditinggal oleh nabi Musa 'alaihi sallam untuk menemui
Rabbnya, dan beliau juga telah menyerahkan tugasnya kepada saudaranya Harun
untuk menggantikan posisinya, akan tetapi, tatkala Harun ini adalah seorang
yang lunak lagi lembut, maka kaumnya memanfaatkan sikap lembutnya beliau untuk
menyerahkan emas yang mereka pegang miliknya nabi Musa yang dipinjam dari
penduduk Mesir kepada Samiri, untuk dibuatkan patung anak lembu.
Dijelaskan oleh para mufasir, bahwa Samiri mengambil segumpal tanah dari
jejak telapak kuda malaikat Jibril lalu dilemparkannya ke dalam logam yang
sedang dihancurkan sehingga logam itu berbentuk anak sapi hidup yang
mengeluarkan suara, kemudian mengatakan pada kaumnya nabi Musa, "Inilah
Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa".
Dia menakut-nakuti mereka sehingga mau mentaatinya lalu menyembah patung
anak sapi tersebut, selanjutnya nabi Harun menasehati mereka dan mengingatkan
mereka dari kesyirikan yang dilakukan, beliau memberi petuah kepada mereka
sambil mengatakan:
﴿
وَلَقَدۡ قَالَ لَهُمۡ هَٰرُونُ مِن قَبۡلُ يَٰقَوۡمِ إِنَّمَا فُتِنتُم
بِهِۦۖ وَإِنَّ رَبَّكُمُ ٱلرَّحۡمَٰنُ فَٱتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوٓاْ أَمۡرِي ٩٠ قَالُواْ
لَن نَّبۡرَحَ عَلَيۡهِ عَٰكِفِينَ حَتَّىٰ يَرۡجِعَ إِلَيۡنَا مُوسَىٰ ٩١ ﴾ [ طه:
90-91 ]
"Dan sesungguhnya Harun
telah berkata kepada mereka sebelumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu
hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah
(tuhan) yang Maha pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku".
Mereka menjawab: "Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga
Musa kembali kepada kami". (QS Thahaa: 90-91).[64]
Kesyirikan semacam ini yakni menyembah patung anak sapi bukannya kepada
Allah ta'ala merupakan hasil tipu daya setan yang berhasil mengelabui mereka,
bagaimana tidak, mereka telah menyaksikan adzab yang ditimpakan kepada kaum
musyrikin langsung dihadapan mereka, ketika mereka menyaksikan diatas anak
bukit, terus ditambah nabi mereka juga masih hidup, dan menyaksikan pembuat
patung tadi, proses pembuatannya, mulai dari melempar ke api, membentuknya,
dipahat, lalu di dinginkan, dan dibolak-balik menggunakan kedua tangannya.
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Diantara perkara yang mengherankan
dari mereka ialah tidak merasa puas tatkala menjadikan patung tersebut hanya
sebagai tuhan hingga mereka menjadikan pula sebagai tuhannya Musa, mereka
berani menisbatkan kesyirikan dan peribadahan kepada selain Allah pada nabi
Musa 'alaihi sallam, bahkan, beribadah kepada binatang yang paling bodoh, dan
lemah untuk bisa membela dirinya, dibanding binatang-binatang lainnya. Yang
menunjukan bagaimana kepandiran dan kebodohannya, lalu mereka menjadikan
sebagai tuhannya nabi Musa sang kalimu Rahman (yang diajak bicara
langsung oleh Allah).
Kemudian, tidak cukup sampai disitu perilaku mereka hingga menjadikan
nabi Musa tersesat dan keliru, mereka masih mengatakan, 'Musa telah lupa dengan
tuhan ini'.
Sahabat Ibnu Abbas menjelaskan, "Maksudnya nabi Musa telah tersesat
dan salah jalan". Dalam redaksi lain beliau mengatakan, "Maksudnya
nabi Musa pergi untuk meminta kepada Tuhannya kemuliaan namun dirinya tidak
mengetahui dimana tempat tuhannya berada". Dalam riwayat lain, beliau
menjelaskan, "Dirinya lupa untuk mengatakan pada kalian kalau patung ini adalah
Tuhannya dan Tuhan kalian".
Imam as-Sudi menerangkan, "Artinya nabi Musa meninggalkan Tuhannya
disini lalu pergi untuk mencarinya".
Qatadah mengatakan, "Artinya, sesungguhnya nabi Musa sedang mencari
Tuhan ini, tapi, dirinya lupa lalu menempuh cara yang lain".
Inilah pendapat yang masyhur tentang tafsir firman Allah ta'ala, "Tetapi
Musa telah lupa". Bahwa ucapan tersebut dari Samiri dan para penyembah
patung anak sapi yang dibuatnya. Sebab hubungan kalimat tersebut menunjukan hal
tersebut. Maka jelas ini merupakan tipu daya setan yang sangat nyata".[65]
3.
Menjadikan
Rahib dan Pendetanya sebagai tandingan-tandingan selain Allah.
Dimana perilaku tersebut termasuk kesyirikan dalam perkara rububiyah dan
uluhiyah secara bersamaan. Sebagaimana disinyalir oleh Allah didalam firmanNya,
Allah ta'ala berfirman:
﴿ ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا
مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ ٣١ ﴾ [التوبة: 31 ]
"Mereka menjadikan
orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga
mereka mempertuhankan) al-masih putera Maryam". (QS
at-Taubah: 31).
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Diantara bentuk permainan setan
terhadap mereka juga ialah kebiasaan buruk yang mereka miliki yaitu membunuh
para nabinya yang mana mereka tidak bisa memperoleh hidayah melainkan melalui
tangan para nabi tersebut, lalu mereka menjadikan Rahib dan pendetanya sebagai
tandingan-tandingan selain Allah azza wa jalla, yang bisa menghalalkan dan
mengharamkan pada mereka sesukanya, lalu mereka mengambil apa yang dihalalkan
dan diharamkan tanpa mencoba melihat apakah perkara yang diharamkan tersebut
datang dari sisi Allah ataukah tidak".
Sahabat Adi bin Hatim radhiyallahu 'anhu menceritkan, "Aku pernah
datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam untuk menanyakan makna firman
Allah ta'ala:
﴿ ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا
مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ ٱبۡنَ مَرۡيَمَ ٣١ ﴾ [التوبة: 31 ]
"Mereka menjadikan
orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga
mereka mempertuhankan) al-masih putera Maryam". (QS
at-Taubah: 31).
Saya kemukakan pada beliau, "Wahai Rasulallah, mereka tidak
menyembahnya". Maka beliau bersabda: "Mereka mengharamkan bagi
pengikutnya perkara yang halal, dan menghalalkan bagi mereka perkara yang
haram, lalu pengikutnya mentaatinya, itulah bentuk peribadatan kaumnya kepada
mereka". Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi[66] dan
selain beliau.
Tentunya ini termasuk tipu daya setan yang paling besar kepada manusia,
membunuh atau memerangi orang yang telah memberinya petunjuk, lalu menjadikan
orang yang tidak memiliki jaminan bersih kesalahan dari Allah sebagai tandingan
bagi Allah azza wa jalla, yang menghalalkan dan mengharamkan untuk
mereka".[67]
Betapa miripnya kejadian dahulu dengan sekarang, dimana mudah sekali
dijumpai jenis kesyirikan semacam tadi yang prakteknya sama persis pada umat
ini. sebagaimana akan datang penjelasannya pada pasal yang menerangkan tentang
kesyirikan yang terjadi pada zaman ini.
4.
Kesyirikan
mereka kepada Allah dengan menyematkan sifat sebagian yang menjadi kekhususan
Rububiyah, semisal sifat sombong.
Dituturkan oleh Syaikhul Islam, "Allah azza wa jalla mengatakan
dalam firmanNya:
﴿ سَأَصۡرِفُ عَنۡ ءَايَٰتِيَ ٱلَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ
فِي ٱلۡأَرۡضِ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ ١٤٦﴾ [ الأعراف: 146 ]
"Aku akan memalingkan orang-orang yang
menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar". (QS al-A'raaf: 146).
Sesungguhnya Allah
menjelaskan ayat tadi setelah menyebutkan firmanNya:
﴿ وَكَتَبۡنَا لَهُۥ فِي ٱلۡأَلۡوَاحِ مِن كُلِّ
شَيۡءٖ مَّوۡعِظَةٗ وَتَفۡصِيلٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ ١٤٥ ﴾ [الأعراف: 145 ]
"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada
lembaran-lembaran (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi
segala sesuatu". (QS al-A'raaf: 145).
Dan manakala asas agama
Yahudi dibangun diatas sifat sombong, maka mereka diberi hukuman oleh Allah
dengan kehinaan. Allah menjelaskan hal tersebut didalam firmanNya:
﴿ ضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيۡنَ مَا ثُقِفُوٓاْ
١١٢ ﴾ [ آل عمران: 112 ]
"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka
berada". (QS al-Imraan: 112).
Begitu pula Allah telah
mensifati sebagian orang Yahudi dengan kesyirikan, sebagaimana yang Allah
jelaskan didalam firmanNya:
﴿ وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ عُزَيۡرٌ ٱبۡنُ ٱللَّهِ
وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ ٱللَّهِۖ ٣٠ ﴾ [التوبة: 30 ]
"Orang-orang Yahudi
berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata:
"Al masih itu putera Allah". (QS
at-Taubah: 30).
Demikian dalam firman Allah yang lainnya:
﴿ قُلۡ هَلۡ أُنَبِّئُكُم بِشَرّٖ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ ٱللَّهِۚ مَن لَّعَنَهُ ٱللَّهُ وَغَضِبَ
عَلَيۡهِ وَجَعَلَ مِنۡهُمُ ٱلۡقِرَدَةَ وَٱلۡخَنَازِيرَ وَعَبَدَ ٱلطَّٰغُوتَۚ أُوْلَٰٓئِكَ
شَرّٞ مَّكَانٗا وَأَضَلُّ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ ٦٠ ﴾ [ المائدة: 60 ]
"Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan
kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang
fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di
antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah
thaghut?". mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan
yang lurus". (QS al-Maaidah: 60).
Dikalangan Yahudi ada yang
menyembah patung, ada pula yang menyembah manusia, hal itu dikarenakan orang
yang sombong dari kebenaran akan di timpakan musibah dengan tunduk pada
kebatilan, sehingga dengan itu orang yang sombong menjadi musyrik".[68]
5.
Mengerjakan
Kesyirikan pada Allah dalam perkara Rububiyah.
Yaitu dengan menyerupakan Allah dengan sifat-sifat para makhluk, seperti
yang telah kita paparkan diawal, tatkala menjelaskan tentang macam-macam
kesyirikan, yakni menyekutukan Allah dengan menjadikan tandingan-tandingan yang
telah dilarang, sebagaimana tercantum dalam firman Allah ta'ala:
﴿ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادٗا وَأَنتُمۡ
تَعۡلَمُونَ ٢٢ ﴾ [ البقرة: 22 ]
"Karena itu janganlah
kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui". (QS al-Baqarah: 22).
Dan
orang Yahudi telah menyerupakan Allah dengan sifat-sifat yang kurang sempurna
dari beberapa sisi, diantaranya:
A.
Menetapkan
Allah mempunyai anak, sebagaimana yang Allah nukil ucapan buruk mereka didalam
firmanNya:
﴿ وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ عُزَيۡرٌ ٱبۡنُ ٱللَّهِ
وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ ٱللَّهِۖ ٣٠ ﴾ [التوبة: 30 ]
"Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan
orang-orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". (QS at-Taubah: 30).
Sebab, dengan mengatakan
bahwa Allah mempunyai anak, secara tidak langsung mengatakan kalau Allah kurang
sempurna dalam rububiyahNya, dan ini menunjukan jika orang Yahudi tidak mampu
memahami sifat-sifat Allah secara sempurna, sehingga mereka menyerupakan dengan
para makhlukNya dan dengan sifat-sifat mereka.
B.
Ucapan
mereka yang menyatakan bahwa Allah tidak memiliki wewenang untuk menghapus
syariat-syariat yang sudah ada sebelumnya. Sehingga mereka tidak membolehkan
bagi Allah untuk melakukan apa yang dikehendakiNya, dan menghukumi apa yang di
inginkanNya. Dan mereka menjadikan syubhat setan ini sebagai perisai untuk
mendustakan kenabian Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam. Mereka menyatakan
bahwa penghapusan syariat mengharuskan adanya kerenggangan dan itu sangat
mustahil bagi Allah azza wa jalla.[69]
C.
Ucapan
mereka yang mengatakan, kalau Allah subhanahu wa ta'ala tertidur dan terlelap
dalam tidurnya sehingga tidak sadar. Sesungguhnya orang Yahudi pada sepuluh
hari pertama pada setiap bulannya selama satu tahun mengucapkan didalam
sholatnya, kenapa orang-orang menanyakan mana semangatmu? Perhatikan wahai Rabb
sudah berapa lama anda tertidur, bangunlah dari tidur panjangmu!?.[70]
D.
Pernyataan
mereka yang mengatakan, sesungguhnya Allah merasa menyesal. Mereka mengatakan,
Allah merasa menyesal ketika menciptakan manusia yang tinggal dimuka bumi.
Allah merasa disusahkan oleh kelakuan mereka sehingga ingin merubah
keputusanNya. Hal tersebut, menurut mereka. Berawal dari kisah kaumnya nabi Nuh
'alaihi sallam. Dimana mereka menyatakan, "Sesungguhnya Allah subhanahu wa
ta'ala manakala melihat kerusakan pada kaumnya nabi Nuh 'alaihi sallam, dimana
kesyirikan dan kekufuran semakin merajalela, maka Allah merasa menyesal telah
menciptakan manusia". Masih menurut kebanyakan mereka, mengatakan,
"Sesungguhnya Allah menangis ketika melihat banjir besar (menimpa kaum
Nuh) hingga air mataNya mengering, lalu para malaikat menghiburNya, kemudian
Allah menggigit jari telunjuknya hingga mengeluarkan darah". Mereka juga
menyatakan, "Sesungguhnya Allah menyesal telah menguasakan pada Saul
kepada Bani Israil, karena sejatinya Allah lebih menginginkan Samuel yang
mengembannya".[71]
Diantara ucapan mereka juga, "Sesungguhnya Allah menyesal atas kejelekan
yang mengatakan akan kami lakukan pada seluruh penduduk".[72]
E.
Mereka
mensifati Allah azza wa jalla dengan kebodohan. Dimana mereka mengklaim
seharusnya Allah membikin tanda yang bisa dijadikan sebagai petunjuk untuk
mereka sehingga mereka tidak ikut dibinasakan. Mereka menyatakan,
"Sesungguhnya Allah ta'ala telah melewati penduduk Mesir, ketika ingin
menurunkan adzab. Yaitu ketika Allah melihat ada darah di ambang pintu yang
ditegakan diantara dua penyangga maka Allah melewati pintu tersebut dan
membiarkan orang yang masuk melalui pintu rumahnya untuk tidak diadzab".[73]
F.
Pernyataan
mereka jika Allah ta'ala berjalan dimuka bumi. Keyakinan Yahudi mengatakan
bahwa Allah azza wa jalla pernah berjalan dihadapan mereka, diantara pernyataan
tersebut ialah ketika menjelaskan perjalanan keluar mereka dari Mesir,
"Lalu Allah berjalan dihadapan mereka pada waktu terik mentari dibawah
penopang gumpalan awan untuk memberi petunjuk jalan pada mereka".[74]
G.
Mereka
menyatakan mampu melihat Allah dengan mata telanjang didunia. Orang Yahudi
mengklaim telah melihat Allah ta'ala di dunia ini, dimana mereka mengatakan,
"Kemudian nabi Musa dan Harun naik (bukit) ketika merasa letih (mereka
istirahat disana), dalam keadaan seperti itu, mereka memperhatikan bersama
tujuh puluh orang tua dari kalangan Bani Israil menyaksikan dengan jelas
Tuhannya Bani Israil…dibawah kedua kakiNya ada batu mulia berwarna biru yang
sangat bening…dan mereka melihat Allah dengan jelas, setelah itu mereka memakan
perbekalannya lalu minum".[75]
H.
Allah
merasa lelah. Orang Yahudi menyatakan -semoga Allah melaknat mereka- bahwa
Allah azza wa jalla merasa kelelahan tatkala menciptakan langit dan bumi, sehingga
pada hari ketujuhnya Allah beristirahat. Mereka menyatakan, "Lalu Allah
menyelesaikan pekerjaannya pada hari ketujuh, kemudian Allah istirahat pada
hari ketujuh tersebut untuk tidak beraktivitas secara total".[76]
I.
Mereka
mengatakan kalau Allah itu fakir, sebagaimana dinukil ucapannya oleh Allah
dalam firmanNya, yang artinya: "Sesunguhnya Allah miskin dan kami
kaya". (QS al-Imraan: 181)[77].
J.
Pernyataan
mereka kalau tangan Allah terbelenggu (kikir), seperti yang Allah rekam dalam
firmanNya, yang artinya: "Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan
Allah terbelenggu (kikir)". (QS al-Maa'idah: 64).
K.
Ucapan
mereka, "Sesungguhnya siang hari mempunyai dua belas jam. Pada tiga jam
yang pertama Allah hanya duduk memperhatikan (meneliti) syariatNya, pada tiga
jam yang kedua, Allah menghukumi, dan pada tiga jam yang terakhir, Allah
memberi makan (makhluk) yang ada di alam semesta, lalu untuk menghabiskan tiga
jam terakhir Allah duduk-duduk dan bermain-main bersama Hut yaitu malaikat
ikan".[78]
Inilah ragam dan jenis kesyirikan mereka pada zaman dahulu, namun,
sampai sekarang pun keyakinan-keyakinan tersebut masih ada yang masih di
pegangi. Bahkan, kondisinya barangkali semakin berkembang dan inovatif serta
lebih buruk, sebagaimana nampak jelas dari nushus yang ada di kitab mereka
Talmud. Wallahu a'lam.
Adapun bentuk kekurangan-kekurangan ini yaitu menyerupakan Pencipta
dengan makhluk dari sisi mensifati Allah dengan sebagian sifat yang menunjukan
cela yang biasa di miliki oleh makhluk, adalah suatu bentuk kesyirikan,
sebagaimana telah kami jelaskan sebelumnya tentang hakekat syirik.
Yang mana hakekat kesyirikan ialah menjadikan sekutu bagi Allah azza wa
jalla. Dan diantara salah satu makna sekutu ialah menyamakan, menyerupakan,
memisalkan, menjadikan padanan bagi Allah, atau makna-makna yang semisal yang
menunjukan bahwa kesyirikan hakekatnya seperti apa yang dikatakan oleh Imam
Ibnu Qoyim, "Yaitu menyerupakan Pencipta dengan makhluk".[79]
Dan penyerupaan lafad hukumnya lebih universal daripada hanya
penyerupaan mahluk dengan pencipta dari sisi dzatNya, atau sifat-sifatNya,
demikian pula atas penyerupaan pencipta dengan makhluk dari sisi dzatNya dan
sifat-sifatNya[80].
Walaupun yang pertama lebih banyak dilakukan oleh manusia, sebagaimana
dinyatakan oleh Imam Ibnu Qoyim.[81]
Namun, tidak menutup kemungkinan adanya sekelompok orang yang terjatuh dalam
perkara yang kedua.
Oleh sebab itu Imam Thahawi mengatakan, "Tidak serupa dengan
manusia dan jin". Ibnu Abil Izzi mengatakan ketika menjabarkan perkataan
beliau, "Dan ini sebagai bantahan bagi ahli tasybih yang menyerupakan
pencipta dengan makhluk. Sebab Allah menegaskan dalam firmanNya:
﴿ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ
ٱلۡبَصِيرُ ١١﴾ [ الشورى: 11 ]
"Tidak ada sesuatupun
yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat". (QS asy-Syuura: 11)[82].
Imam Abu Hanifah didalam bukunya al-Fiqh al-Akbar menjelaskan,
"Tidak ada yang serupa sedikitpun dengan Allah, tidak pula yang sepadan
bersama Allah dari kalangan makhlukNya, seluruh sifat-sifatNya berbeda jauh
dengan para makhluk, Dia mengetahui namun tidak seperti pengetahuan kita, Dia
maha mampu tapi tidak sama dengan kemampuan kita, Dia melihat tapi berbeda
dengan penglihatan kita".[83]
Nu'aim bin Hamad[84]
menuturkan, "Barangsiapa menyamakan Allah dengan sesuatu dari kalangan
makhluk maka dirinya telah kafir. Dan bagi siapapun yang mendustakan sifat yang
telah Allah sematkan pada diriNya sendiri maka dia juga telah kafir. Dan tidak
ada didalam sifat yang telah Allah sifati diriNya, tidak pula yang Rasulallah
sifati Allah dengannya, ada yang serupa dengannya".[85]
Imam Ishaq bin Ibrahim bin Rahawaih [86] juga
menjelaskan, "Barangsiapa mensifati Allah dengan menyerupakan salah satu
dari sifat-sifat para makhluk, maka dirinya telah kafir kepada Allah yang Maha
Tinggi".[87]
Dalam kesempatan lain beliau juga menuturkan, "Seseorang dikatakan
telah menyerupakan (Allah) ketika mengungkapkan, tangannya seperti tanganku,
pendengaranya seperti pendengaranku".[88]
Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah maka beliau menjelaskan, "Dan
Allah subhanahu wa ta'ala lebih berhak untuk di sucikan dari tiap aib dan cela
dibanding kalian. Sesungguhnya bagiNya perumpamaan yang tinggi.
Setiap sifat sempurna yang ada pada makhluk maka Allah lebih berhak
untuk menyandangnya terlebih dahulu, apabila ada sifat yang kosong dari aib dan
cela, dan setiap perkara yang bisa mensucikan seorang makhluk dari cacat dan
kekurangan maka Allah lebih utama untuk disucikan dengan itu semua".[89]
Bahkan, kesyirikan terbesar yang ada dialam semesta di ukur dengan
bentuk sikap menguranginya terhadap haknya Allah azza wa jalla. Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah melanjutkan ucapannya tadi, "Oleh karena itu, sekte
Qaramitha sebagai aliran kebatinan, menjadi manusia yang paling besar
kesyirikannya kepada Allah, dengan beribadah kepada selain Allah, dimana mereka
sama sekali tidak menyakini kalau Tuhannya mampu mendengar, atau melihat atau
mencukupi kebutuhan mereka".[90]
Dan diantara ayat-ayat didalam al-Qur'an yang menjadi dalil akan
penafian kekurangan, aib dan cela bagi Allah ialah firman Allah ta'ala:
﴿ قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ١ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ
٢ لَمۡ يَلِدۡ وَلَمۡ يُولَدۡ ٣ وَلَمۡ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدُۢ ٤ ﴾ [
الإخلاص: 1-4 ]
"Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia". (QS
al-Ikhlas: 1-4).
Bahkan kandungan surat Qul huwallahu
ahad semua menunjukan akan penafian tersebut, begitu pula dalam kandungan
ayat Kursi.
Demikian pula perintah Allah subhanahu
wa ta'ala kepada para hamba untuk bertasbih kepadaNya, sesungguhnya didalam
ucapan tasbih tersebut terkandung bentuk pensucian kepada Allah dari segala
kekurangan dan menetapkan lawan dari itu semua.
Karena sesungguhnya seluruh jenis
kekurangan yang ada di nafikan dari Allah azza wa jalla. Dan setiap sifat yang
melekat pada makhluk dan menjadi kekhususannya, maka hal itu masuk dalam
kekurangan yang harus dibersihkan dari Allah tabaraka wa ta'ala, semisal, rasa
lelah, fakir, bodoh, dan bermain-main. Sebab sifat-sifat tadi termasuk sifat
yang hanya khusus dimiliki oleh makhluk, dan Allah suci dari itu semua.[91]
Dalam kesempatan lain Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah menerangkan, "Sesungguhnya metode yang ditempuh oleh para
penafi sifat atau sebagiannya, mereka membersihkan dari hal yang memang
seharusnya disucikan, yang justru mereka terjatuh dalam kekafiran yang lebih
besar, semisal tatkala mereka ingin mensucikan Allah ta'ala dari sifat sedih
dan menangis, atau yang semakna dengannya. Yang sejatinya mereka ingin
membantah orang Yahudi yang menyatakan, "Sesungguhnya
Allah menangis ketika melihat banjir besar (menimpa kaum Nuh) hingga air
mataNya mengering, lalu para malaikat menghiburNya, kemudian Allah menginggit
jari telunjuknya hingga mengeluarkan darah". Dan ucapan yang lain.
Karena sesunggunya mensifati Allah azza wa jalla dari
kekurangan-kerungan semacam ini berdampak pada kerusakan yang lebih besar, baik
dari segi akal sehat ataupun agama dibandingkan dengan orang yang hanya menafikan
bentuk dan materinya. Karena didalamnya masih ada kerancuan, salah pemahaman,
dan sesuatu yang samar yang tidak dijumpai pada perkara yang pertama. Sebab hal
tersebut telah diketahui secara pasti didalam agama Islam".[92]
Sebab yang lain, karena menyerupakan sesuatu yang kurang sempurna
didalam sifat-sifat yang cacat merupakan
cela secara mutlak. Sebagaimana halnya menyamakan makhluk dalam beberapa
sifat yang dimiliki Allah terhitung dalam
tamtsil dan tasybih yang wajib disucikan dari Allah azza wa
jalla. Karena sifat yang mengandung kekurangan lawannya adalah sempurna, dan
Allah azza wa jalla sangat jauh sekali dari sifat kurang sempurna.[93]
Dalam penyerupakan Allah bersama makhluk terkandung didalamnya
pensifatan Allah dengan sifat-sifat yang kurang sempurna, karena sudah barang
tentu di sana terkandung penyamaan antara Allah dengan makhluk yang serba
kurang.
Dan musyabih (orang yang menyamakan Allah) dalam istilah yang
dipahami oleh para ulama salaf ialah orang yang menganalogikan sifat-sifat
Allah tabaraka wa ta'ala dengan sifat-sifat yang di miliki oleh para mahluk,
dirinya tidak memahami dari sifat-sifat yang Allah miliki melainkan seperti apa
yang dipahami oleh manusia didalam mengenal sifat-sifat mereka. Maka orang yang
mengatakan, "Allah mempunyai penglihatan seperti penglihatanku, atau Allah
memiliki tangan seperti tanganku, atau Allah mempunyai kaki seperti kakiku,
atau mensifati Allah dengan sifat-sifat yang kurang sempurna maka dirinya
dinamakan telah melakukan tasybih.[94]
Sebab para ulama salaf sering mengitlakan julukan ini yakni muysabih
kepada orang yang memisalkan Allah bersama makhlukNya. Seperti halnya orang
yang menjadikan dzatnya Allah sama seperti dzatnya Allah, atau menjadikan
sifat-sifat Allah semisal sifat-sifat yang dimiliki oleh para makhluk.[95]
Imam Ibnu Qoyim menerangkan, "Setiap musyrik dirinya adalah musyabih
bersama Tuhan dan sesembahannya dengan Allah azza wa jalla. Walaupun dirinya
tidak menyamakan secara seratus persen dari setiap sisinya, sampai orang-orang
yang telah kafir sekalipun mereka telah mensifati Allah dengan kekurangan dan
cacat, seperti ucapan mereka, "Sesungguhnya Allah itu fakir", atau
ucapan, "Sesungguhnya tangan Allah terbelenggu", atau ucapan,
"Sesungguhnya Allah istirahat total seusai menciptakan alam semesta",
atau orang-orang yang menyatakan Allah mempunyai anak dan istri. Maka Maha
tinggi dan agung bagi Allah ta'ala untuk itu semua.
Dan orang yang mensifati Allah dengan perkara-perkara tadi merupakan
kebatilan yang sangat nyata, karena terkandung didalamnya konsekuensi
kekurangan dan cacat, maka mensucikan Allah subhanahu wa ta'ala dari segala
kekurangan serta cacat adalah wajib bagi Dzatnya Allah, sebagaimana halnya
menetapkan sifat-sifat sempurna dan terpuji bagi Allah hukumnya wajib bagi
dzatnya Allah.
Dan perkara tersebut adalah sesuatu yang sangat gamblang bagi akal
sehat, fitrah, dan kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah serta dalam
ucapan para rasul, dari sisi manapun juga. Bahkan kalau ada yang menetapkan
adanya cacat dan kekurangan-kekurangan Allah semacam tadi secara langsung akan
bertubrukan dengan kesempurnaan Allah yang sudah dimiliki dari dzatNya yang
suci. Dan Allah ta'ala di sifati dengan perkara yang bertentangan dengan aib
dan cela serta kosong darinya dari segala arah".[96]
Opini yang ingin kita berikan ialah bahwa mensifati Allah azza wa jalla
dengan sifat-sifat yang terkandung kekurangan, aib dan cacat didalamnya
termasuk dalam kesyirikan.
Dan sebagaimana diketahui bersama bahwa tauhid itu terbagi menjadi tiga
bagian, tauhid rububiyah, tauhid Asma wa Shifat dan tauhid Ibadah. Dan tauhid
ashma dan sifat tidak mungkin bisa terlealisasi melainkan dengan cara
menetapkan terlebih dahulu nama dan sifat-sifat Allah tanpa menyerupakan dengan
apapun, dan mensucikan tanpa menta'thilnya. Dan pernyataan para ulama dalam
masalah sifat-sifat Allah dibangun diatas dua pondasi:
Pertama: Bahwasannya Allah ta'ala jauh dari sifat-sifat yang mempunyai
kekurangan secara mutlak, seperti sifat mengantuk, tertidur, lemah, bodoh, atau
yang semakna dengan sifat-sifat cacat tadi.
Kedua: Bahwasannya Allah tersifati dengan sifat-sifat yang sempurna yang tidak
memiliki celah kekurangan sedikitpun sesuai dengan kekhususan sifat-sifat yang
dimiliki oleh Allah, yang ada sesuatupun dari sifat-sifat makhluk yang mampu
menyamainya.[97]
Maka menetapkan sifat-sifat yang ada kekurangannya kepada Allah azza wa
jalla termasuk kesyirikan dalam perkara tauhid asma dan sifat, karena masuk
dalam hukum ingkar kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah. dan diantara contoh
konkret ingkar terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah ialah mensifati Allah
dengan sifat aib yang sangat jauh dan bersih bagi Allah dari sifat-sifat
tersebut. Semisal ucapan orang Yahudi, "Tangan Allah terbelenggu", atau
ucapannya, "Sesungguhnya Allah fakir", atau pernyataan mereka,
"Sesungguhnya Allah ta'ala istirahat dari aktivitas pada hari sabtu".[98]
Dan sesuatu yang disucikan dari Allah tabaraka wa ta'ala itu ada dua: Muthasil
(mempunyai keterkaitan) dan Munfashil (terpisah).
Adapun yang muthasil, yaitu menafikan segala perkara yang berseberangan
dengan sifat yang telah Allah berikan untuk dirinya sendiri atau sifat yang
telah Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam sematkan kepada Rabbnya, dari
sifat-sifat yang berlawanan dengan sifat sempurna, seperti diantaranya sifat
tertidur, tidak cakap berbuat, lelah, bermain-main, mati, bodoh, lalim, lalai,
lupa atau mengantuk.
Sedangkan yang munfashil, yaitu mensucikan Allah tabaraka wa ta'ala dari
sekutu dari kalangan para makhluk dari perkara yang telah menjadi kekhususanNya
yang tidak layak disandang melainkan oleh Allah. semisal, menetapkan Allah
punya istri, anak atau sekutu, ada yang sepadan denganNya, memiliki pembantu,
atau pemberi syafaat tanpa seizin dari Allah ta'ala terlebih dahulu atau
mempunyai wali dari orang yang hina.[99]
Maka bentuk penyerupaan dan penyamaan semacam tadi termasuk dalam
kategori mengingkari, sedangkan mengingkari hukumnya adalah syirik, dan hakekat
kesyirikan ialah menyerupakan makhluk dengan penciptanya dan menyamakan
pencipta dengan makhluk -sebagaimana sering diulang penjelasannya-, itulah
makna larangan jangan menjadikan tandingan bagi Allah yang terdapat didalam
al-Qur'an dan Sunah.
Sehingga dengan ini kita jadi paham bahwa orang yang mensifati Allah
azza wa jalla dengan suatu sifat yang mengandung kekurangan maka dia dinamakan
dengan musyabih. Sedangkan orang yang menyerupakan Allah maka dia menyelisihi
tauhid asma dan sifat. Dan orang semacam ini dikatakan oleh Imam Ibnu Qoyim,
"Barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya dan menyamakan
dengan mereka, maka tasybih dan tamtsilnya tadi telah mendustakan
ketauhidannya".[100]
Dari sini kita juga mengetahui bahwa sifat cacat yang diberikan oleh
orang Yahudi kepada Allah azza wa jalla yang menjadi kekhususan makhluk
merupakan penyerupaan pencipta dengan makhluk. Dan itu termasuk kesyirikan
kepada Allah jalla wa 'ala dalam tauhid asma dan sifat. Dengan pengertian yang
lebih umum bahwa keyakinan tersebut masuk dalam kategori kesyirikan dalam
tauhid rububiyah ditinjau dari sisi pengetahuan serta keyakinan.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan yang lain kalau kaum Yahudi
mempunyai praktek kesyirikan yang lain sebagaimana nanti akan kita bawakan
ucapannya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Beliau mengatakan, "Orang Yahudi mensifati Allah azza wa jalla
dengan sifat yang memiliki kekurangan yang seharusnya disucikan dari Allah,
mereka menyerupkan Allah bersama makhluk, seperti halnya mereka mensifati Allah
dengan fakir, bakhil, dan merasa lelah, maka sifat-sifat semacam ini adalah
batil, tidak benar adanya. Karena Allah ta'ala bersih dari segala kekurangan,
yang justru Dirinya senantiasa tersifati dengan sifat-sifat yang sempurna yang
tidak ada kekurangan dari sisi manapun juga, dimana Allah suci dari sifat-sifat
kesempurnaan yang memiliki kesamaan dengan sesuatu yang dimiliki oleh para
makhluk.
Maka tidak ada yang sepadan bersama Allah dari sifat-sifatNya, tidak
dalam keilmuan, tidak pula dalam kemampuan, keinginan, ridho, atau murkaNya.
Dan para ulama salaf tidak pernah menafikan dari Allah sifat-sifat yang
telah Allah sematkan pada dirinya sendiri, mereka tidak pernah menyamakan
dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh para makhluk, karena orang yang menafikan
secara mahdoh dikatakan mu'athil, dan mu'athil itu hakekatnya menyembah dzat
yang tidak ada, sedangkan musyabih sama dengan orang yang menyamakan dzatnya
Allah, dan orang yang menyamakan dzatnya Allah sama saja sebagai penyembah
berhala atau patung".[101]
Dalam kesempatan lain beliau juga menjelaskan, "Tidak dijumpai
seorangpun dari ahli Ta'thil Jahmiyah dan ahli Tamtsil yang menyerupakan Allah
bersama makhluk melainkan ada padanya sisi kesyirikan amali, sebab pokok yang
terkandung didalam ucapan mereka adalah kesyirikan dan menyamakan antara Allah
dan makhlukNya, atau menyamakan Allah bersama sesuatu yang tidak ada bentuknya,
sebagaimana penyamaan mu'athilah terhadap Allah bersama sesuatu yang tidak ada
didalam sifat-sifat negatif yang tidak mengandung pujian tidak pula menetapkan
sisi kesempurnaan, atau penyamaan mereka terhadap Allah dengan sifat yang
tercela bersama sifat-sifat yang kurang sempurna yang dimiliki oleh benda,
sebagaimana mereka juga menyamakan tatkala menetapkan bagi Allah dengan para
makhluk didalam hakekatnya hingga mereka menyembahnya, menyepadankan
tuhan-tuhan mereka lalu menjadikan untuk Allah sebagai tandingannya, mereka
menyamakan makhluk bersama sang pencipta semesta alam.
Dan orang Yahudi, kebanyakan mereka menyekutukan Allah dengan para
makhluk, dan bentuk menyerupakan Allah tersebut sampai ada diantara mereka yang
mensifati Allah dengan tidak becus, fakir, bakhil, dan lain sebagainya dari
sifat-sifat yang mengandung kekurangan yang seharusnya dihilangkan dari haknya
Allah azza wa jalla, sebab sifat-sifat tersebut lebih layak untuk disandang
oleh para makhlukNya".[102]
Dengan ini menjadi jelas, bahwa ucapan orang Yahudi yang menyerupakan
Allah dan mensifati pencipta dengan sifat-sifat yang dimiliki para makhluNya
adalah perkara yang sudah masyhur ditengah-tengah mereka, sampai Syaikh
Syihristani menghitung keyakinan tersebut sebagai watak dasar orang Yahudi yang
sulit dihilangkan. Kesimpulannya, mereka adalah sebuah kaum yang telah melampaui
batas didalam penyerupaanya kepada Allah azza wa jalla bersama makhlukNya, dan
mensifati Allah jalla wa 'ala dengan kekurangan yang menjadi kekhususan para
makhluk.[103]
Kesyirikan Yahudi Setelah
Zamannya Nabi Musa 'alaihi sallam
Kaum Yahudi bukanlah orang yang bertauhid secara benar, hal tersebut
bisa kita simpukan bila kita meneliti secara mendalam dalam buku-buku referensi
agama, karena agama orang Yahudi telah terkontaminasi dengan agama-agama
paganisme yang berada disekelilingnya, seperti halnya mereka mengadopsi
agamanya Babel, dan terpengaruh dengan para penyempah anak lembu, serta
menjiplak peninggalan dan acara keagamaan dari penduduk Kan'an kuno, hingga ada
seorang peneliti yang menyatakan, "Sesungguhnya Tuhan mereka Yahwe adalah
Tuhannya penduduk Kan'an kuno, yang dijiplak oleh orang Yahudi, kemudian mereka
menambahkan padanya sifat-sifat yang lebih relevan dizaman sekarang.
Dan jika benar, maka kata Yahwe ini sudah dikenal sebelum kelahirannya
nabi Ibrahim 'alaihi sallam. Dan orang-orang Yahudi manakala menjadikan Yahwe
sebagai Tuhannya, mereka menyamakan pada sifat-sifat yang dimiliki Tuhan Yahwe
dengan agama-agama paganisme sebelumnya, lalu menyematkan padanya, dan diantara
ajaran agama-agama paganisme yang mereka adopsi ialah pendapat adanya
kekhususan bagi Tuhan, sesungguhnya pemikiran tersebut mereka jiplak secara
harfiah dari agama paganisme yang telah berlalu zamannya atau yang semasa
dengan mereka.
Dan kontradiksi yang sangat melimpah didalam kitab Taurat dan Talmud
serta buku-buku suci orang Yahudi yang menjelaskan tentang hakekat tauhid
memberi pencerahan pada kita bahwa kitab Taurat yang asli dan benar, yang
terkandung didalamnya petunjuk dan cahaya penerang telah mengalami distorsi
dengan dirubah dan diputar balik oleh tangan-tangan orang Yahudi, selanjutnya
mereka memasukan dalam kitab Taurat tersebut ajaran paganisme dari kesyirikan,
tuhan yang berbilang, kekufuran dan atheis, dan klaim adanya jasad yang bisa diraba bagi Tuhan, dan
mensifati Tuhannya Yahwe dengan pandir, banyak tingkah, gegabah, menyesal,
liar, dan jatuh cinta kepada hambanya yang mereka adopsi dari sifat-sifat yang
dimiliki oleh Tuhan Babel, Asyur dan yang lainnya.
Bersamaan dengan berjalannya waktu, manakala dakwah tauhid mampu mengungguli
yang lain maka tidak menjadikan mereka susut dari keyakinan berbilangnya Tuhan,
dimana mereka memiliki keyakinan bersama tuhan-tuhannya plus pengakuan adanya
tuhan-tuhan yang dimiliki oleh bangsa atau kaum yang lain.[104]
Mereka juga mengadopsi pendapat kenabian bagi Allah dari kaum Nashrani,
agama Hindu dan Budha, sebagaiman orang Yahudi juga mengklaim bahwa Uzair
adalah anak laki-lakinya Allah, dan ucapan ini sangat terkenal dikalangan orang
Yahudi yang tinggal di kota Madinah.
Kaum Yahudi dengan berbagai tahapan dan fase agamanya senantiasa
menyekutukan Allah azza wa jalla bersama makhluk yang lain, bahkan mereka kufur
kepada Tuhannya Yahwe dan mengikhlaskan kepada Tuhan yang lain, lihat sebagai
misal pada kitab-kitab suci mereka maka anda akan melihat perkara ini secara
jelas.
Para Nabi Setelah Nabi Musa
'alaihi sallam
Sungguh Allah azza wa jalla telah mengutus kepada Bani Israil beberapa
rasul, dimana banyak sekali rasul yang diutus kepada mereka yang hal tersebut
belum pernah dijumpai pada umat-umat yang lain.
Dan para nabi yang datang setelah nabi Musa 'alaihi sallam ada begitu
banyak, begitu pula para raja yang membawa petunjuk untuk menerangi mereka
kepada jalan yang lurus, tapi, Allah subhanahu wa ta'ala tidak menceritakan
kepada kita secara panjang lebar tentang nama-namanya, hanya saja Allah
mengabarkan sebagian diantara mereka, seperti nabi Dawud dan Sulaiman 'alaihima
sallam, dan juga kisahnya Thalut yang berjihad melawan Jalut, dan seluruh nabi
maka mereka semuanya mengajak kaumnya untuk bertauhid tanpa tawar menawar lagi.
Dan al-Qur'an tidak menyebutkan kepada kita sedikitpun adanya kekurangan
pada masa-masa tersebut, sebagaimana tidak ada riwayat dari sunah yang suci
yang menunjukan kalau mereka terjatuh kedalam kesyirikan, kecuali kisahnya raja
wanita Saba bersama kaumnya, dimana mereka menyembah matahari, akan tetapi,
kesyirikan ini musnah dengan masuk Islamnya raja wanit tersebut, seperti yang
dikisahkan secara rinci oleh al-Qur'an.
[13] . Beliau adalah Muhammad bin Abdullah Daraz. Seorang
ulama, sastrawan, lahir di kampung yang bernama Mahalah Dayayi di Mesir,
belajar di Institut Agama Iskandaria, mendapat ijazah sekolah menengah dari universitas
al-Azhar, dan juga sarjana, kemudian belajar bahasa Perancis, lalu memilih
untuk sebagai staf pengajar di pasca sarjana di universitas al-Azhar, lalu
diutus untuk tugas belajar di Perancis, dari sana beliau memperoleh gelar
Doktor dari Universitas Sarbone, setelah pulang beliau mengajar di Universitas
Kairo dan mengajar mata kuliah Bahasa Arab di Universitas al-Azhar, kemudian
diangkat menjadi dewan ulama. Meninggal pada tahun 1377 H. lihat biografinya
dalam kitab Mu'jamul Mu'alifiin 10/212-213 oleh Umar Ridho Kahalah.
[14] . Lihat penukilannya dalam buku ar-Ramz al-Usthurah
fii Mishr Qadimah. Oleh Ronald Clark diterjemahkan oleh Ahmad Shalihah.
[21] . Beliau adalah Syaikh dari guru-guru kami yang
bernama Muhammad Khalil Haras, belajar di Universitas al-Azhar, dan beliau
termasuk kandidat yang ditugaskan untuk membikin karya ilmiah untuk membantah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, akan tetapi, Allah menghendaki lain, dimana
buku-buku Syaikhul Islam justru membikin beliau mengerti jalan yang benar,
sehingga beliau justru membela habis-habisan Sayikhul Islam Ibnu Taimiyah
as-Salafi, beliau seorang pengajar di kuliah Ushuludin di Universitas al-Azhar,
kemudian pindah menjadi pengajar di Universitas Umul Qura, beliau banyak
memiliki karya tulis diantaranya, Syarh Nuniyah, Dakwatu Tauhid dan yang
lainnya.
[42] . Lihat penafsiran batil ini secara luas dalam kitab
Tafsir Mafatihul Ghaib 24/127-129 oleh Fakhrurazi.
[44] . Dar'u Ta'arudh al-'aql wa Naql 9/43 oleh Ibnu Taimiyah.
Syarh Aqidah Thahawiyah 1/28 oleh Ibnu Abil Izzi.
[47] . Pendapat ini disandarkan kepada sahabat Ibnu Abbas, dan
diriwayatkan oleh Imam Thabari melalui dua jalur yang keduanya melalui Sufyan
bin Waki al-Jarah, gurunya Imam Thabari, akan tetapi, dirinya adalah perawi
yang lemah. Jalur
yang ketiga ada seorang perawi yang majhul tidak dikenal.
[58] . Beliau adalah Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij
al-Umawi mantan sahaya mereka, Abu Walid dan Abu Khalid al-Makki. Ahli fikih,
salah seorang ulama besar, meriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah dan Ikrimah
secara mursal, begitu pula meriwayatkan dari Thawus, Mujahid, Nafi, dan masih
banyal lagi yang lainnya. Dan yang meriwayatkan darinya Yahya bin Sa'id
al-Anshari, al-Auza'i, Sufyan ats-Tsauri dan Sufyan bin Uyainah. Meninggal pada
tahun 150 H, lihat biografinya dalam al-Khulashah hal: 244 oleh al-Khajrazi.
[60] . Beliau adalah al-Harits bin Auf, seorang sahabat
masyhur. Meninggal pada tahun 68 H. umur beliau ketika itu 85 tahun, lihat
biografinya dalam Siyar 'alamu Nubala 2/574 oleh adz-Dzahabi.
[61] . Dikeluarkan oleh Ibnu abi Hatim dan Abu Syaikh dari
Qatadah, beliau berkata, "Hunain letaknya berada di antara kota Makah dan
Thaif". Lihat ucapan beliau yang dinukil oleh Syaukani dalam Fathul Qadir
3/348.
Saya berkata: "Namun yang
benar Hunain itu posisinya berada disebuah lembah dari lembah-lembah yang
berada di Makah, letaknya berada disebelah timur kota Makah kurang lebih
jaraknya sekitar 30 Km. Dan sekarang dinamakan dengan Wadi Syaari'. Adapun namu
Hunain pada zaman kita sekarang tidak ketahui melainkan oleh kalangan khusus
saja". Lihat penjelasannya dalam Mu'jam Ma'aalim al-Jaghrafiyah fii Siroti
Nabawiyah hal: 107 oleh Atiq Ghaits al-Biladi.
[62] . HR Tirmidzi no: 218. Ahmad 5/218. dan dinilai shahih
oleh Syaikh al-Albani dalam Dhilalul Janah no: 76.
[78] . al-Kanzu al-Marshud fii Qawa'id Talmud hal: 55
dinukil dari buku Talmud oleh D. Yusuf Nashrullah.
[80] . al-Firaq bainal Firaq hal: 225 oleh al-Baghdadi.
Al-Milal wan Nihal 1/173 oleh Shihristani dan yang lainnya.
[84] . Beliau Nu'aim bin Hamad al-Khaza'i al-Mawarzi, Abu
Abdillah, ulama pertama yang mengumpulkan hadits dalam musnad, manusia yang
paling paham tentang ilmu faraid, tinggal di Irak dan Hijaz untuk mencari
hadits kemudian tinggal di Mesir, meninggal pada tahun 228 H. lihat biografinya
dalam Siyar a'lamu Nubala 1/595 oleh adz-Dzahabi.
[85] . Risalah al-Uluw hal: 172 oleh Dzahabi, Syarh Ushul
I'tiqod Ahli Sunah Wal Jama'ah 3/587 no: 936 oleh al-Laika'i.
[86] . Beliau adalah Ishaq bin Ibrahim bin Rahawaih
at-Tamimi al-Mawarzi, ulama Khurasan pada zamannya, pakar dalam berbagai
disiplin ilmu seperti Hadits, fiqh. Hafid, jujur, wara', zuhud, meriwayatkan
darinya Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan lainnya. Meninggal pada tahun 238 H.
Lihat biografinya dalam Siyar a'lamu Nubala 11/358.
Post a Comment