Kami Tidak Menyembah Mereka
Kami Tidak Menyembah Mereka
Segala puji hanya bagi
Allah, kami memujiNya, memohon pertolongan dan ampunan kepadaNya, kami
berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal
perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak
ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, yang tidak
ada sekutu bagiNya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad adalah
hamba dan RasulNya. Amma Ba'du:
Hakekat Tuhan Yang Disembah Orang Arab Tidak Lain
Sebagai Perantara Yang Akan Mendekatkan Diri Kepada Allah Sedekat-dekatnya.
Diantara filosofi yang anut
oleh orang Arab semasa Jahiliah, ketika mereka beribadah kepada selain Allah,
dan mengimani serta memuliakan sesembahannya tidak lain ialah supaya sesembahan
tersebut bisa mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya dan memberi
syafaat kelak disisi Allah azza wa jalla.
Dimana Allah ta'ala telah
mengkisahkan pada kita, awal mula serta dorongan kaum musyrikin sampai
menyekutukan Allah semasa Jahiliah, yaitu ketika yang menancap didalam hati
mereka –Sebagaimana hal ini juga sama dialami baik oleh kaum musyrikin yang ada
pada zaman dahulu maupun sekarang- bahwa perantara yang disembahnya itu mampu
memberi syafaat disisi Allah, mereka mengira kalau sesembahan tersebut akan
mendekatkan diri kepada Allah dan mengangkat kebutuhannya serta sebagai pemberi
syafaatnya kelak pada hari kiamat. Sebagaimana yang Allah ta'ala isyaratkan
secara gamblang dalam firmanNya:
﴿
وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ
إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ
فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ
٣﴾ [ الزمر: 3 ]
"Dan orang-orang
yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa
yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang
yang pendusta dan sangat ingkar". (QS
az-Zumar: 3).
Dijelaskan oleh Imam Thabari ketika
menerangkan tafsir ayat diatas dengan ucapannya, "Allah ta'ala
mengabarkan, 'Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, yang
mereka cintai dan sembah mengatakan kepada sesembahan tersebut, 'Tidaklah
kami menyembah kalian, wahai tuhan-tuhan kami melainkan supaya kalian
mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya –baik dari sisi kedudukan
maupun kedekatan- dan sebagai pemberi syafaat untuk memenuhi kebutuhan kami
kelak di sisi Allah.
Imam Mujahid mengatakan, "(Adapun)
orang Quraiys maka mereka menambatkan hati pada berhalanya, kaum yang datang
sebelumnya menambatkan pada para malaikat, Isa bin Maryam dan Uzair".[1]
Dari sini kita mengetahui, bahwa firman
Allah ta'ala, yang artinya, "Kami tidak menyembah mereka".
Dari ucapannya kaum musyrikin yang ditujukan kepada tuhan-tuhannya, hal ini
dipertegas kembali dengan satu riwayat qiro'ah yang dibaca oleh sahabat
Abdullah bin Mas'ud al-Hudzali radhiyallahu 'anhu, dimana cara beliau membaca
ayat diatas ialah, "Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain
Allah, mereka berkata: "Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya".[2]
Walaupun riwayat ini dianggap syadz
(ganjil) namun bisa dianggap sebagai pendukung tafsiran ayat diatas, menurut
pendapat yang masyhur dikalangan ahli tafsir. Senada dengan ini ialah bacaannya
Sa'id bin Musayib dari generasi tabi'in, sehingga semakin mendukung bacaan
sahabat tersebut.[3]
Adapun tafsiran yang dijelaskan oleh Imam
Ibnu katsir ialah sebagai berikut, "Selanjutnya Allah mengabarkan kepada
kita perilaku para pengagung berhala dari kalangan orang-orang yang suka
menyekutukan Allah, bahwasannya mereka berucap, "Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya".
Maksudnya, faktor yang menjadikan mereka
menyembah berhala, lalu bersandar kepada mereka, dengan membikin simbol dalam
rupa malaikat yang terdekat –menurut persangkaan mereka- kemudian menyembahnya
lalu melegelkan peribadatannya pada berhala tersebut, hanyalah karena mereka
punya keinginan agar sesembahannya tersebut memberi syafaat di sisi Allah, yang
akan membantu, memberi rizki, dan sebagai wakil yang menggantikan dirinya
ketika memohon kebutuhan dunia kepada Allah.
Dan para imam, semisal, Qatadah, Sudi,
Zaid bin Aslam, dan Ibnu Zaid, mengatakan, "Firman Allah ta'ala, "Melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".
Artinya, supaya mereka memberi syafaat dan mendekatkan kami kepada Allah
sedekat-dekatnya".[4]
Imam Syaukani menjelaskan, "Dan dhamir
(kata ganti) dalam firman Allah "Kami menyembah mereka",
kembali kepada segala sesuatu yang mereka sembah, mulai dari malaikat atau nabi
Isa, atau berhala, mereka itulah yang dianggap sebagai pelindungnya.
Dan maksud firman Allah, "Melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".
Maksud yang mereka inginkan ialah sebagai pemberi syafaat, sebagaimana
ditegaskan bukan hanya satu orang dari kalangan ulama ahli tafsir".[5]
Hal senada juga dikemukakan oleh Imam
Razi, beliau mengatakan tentang tafsir ayat diatas, "Penerapan yang cocok
dari ayat diatas ialah, "Dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah, mereka mengatakan, "Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".
Dengan pertimbangan ini maka khabar firmanNya, "Dan orang-orang",
dihilangkan yaitu, "Mereka mengatakan".
Dan patut diketahui bahwa dhamir dalam
firmanNya, "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Kembali pada
segala sesuatu yang disembah selain Allah, dan itu terbagi menjadi dua, yang
pertama berakal dan kedua tidak berakal.
Adapun sesembahan yang berakal, maka ada
kaum yang menyembah al-Masih, atau Uzair atau malaikat. Dan kebanyakan manusia
ada diantara mereka yang menyembah matahari, bulan dan bintang, dengan
menyakini kalau benda-benda tersebut hidup dan berakal serta mampu berbicara.
Sedangkan perkara yang disembah, walaupun
tidak memiliki sifat hidup dan berakal namun tetap disembah adalah berhala.
Jika anda telah memahami masalah ini, maka
kami katakan, 'Pernyataan yang diucapkan oleh orang kafir lebih pas ditujukan
bagi orang yang masih berakal, adapun orang yang sudah kehilangan akalnya maka
tidak cocok.
Barangkali ini bisa dikatakan, 'Orang
yang berakal tidak mungkin menyembah berhala, dari sisi pengetahuannya kalau
berhala tersebut terbuat dari kayu atau batu, namun, mereka menyembahnya atas
dorongan keyakinan tertentu yaitu kalau berhalanya hanyalah simbol dari
benda-benda langit, atau simbol roh makhluk yang ada diatas langit, atau simbol
para nabi dan orang sholeh yang telah meninggal, sehingga tujuan dari
peribadatan mereka ialah mengalihkan peribadatan tersebut kepada benda-benda
yang dibentuk dalam rupa berhala atau patung".[6]
Dalam buku tafsir yang lain dikatakan,
"Firman Allah, yang artinya, "Dan orang-orang yang mengambil
pelindung selain Allah". Yaitu dengan mencinti dan bertawasul kepada
mereka agar bisa mendekatkan diri kepada Allah. Dan firmanNya, yang artinya, "Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat- dekatnya". Artinya, mereka menyatakan hal tersebut
dalam rangka sebagai argumen atas kesesatan yang sedang dikerjakan. Kemudian
firmanNya, yang artinya, "Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara
mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya". Artinya, ketika
mereka dibangkitkan bersama sesembahannya kemudian dijadikan satu antara yang
menyembah dan disembah, maka orang yang mengingkari (sesembahan tersebut) akan
dimasukan kedalam neraka bersama orang-orang yang mengingkari, sebagaimana
orang yang membenarkan akan dimasukan ke dalam surga bersama orang-orang yang
membenarkan".[7]
Maksud dari penjelasan ini ialah, bahwa
Allah azza wa jalla telah menjelaskan kepada kita faktor utama kenapa kaum
musyrikin beribadah kepada tuhan-tuhannya, dengan penjelasan yang cukup
gamblang lagi memuaskan, yang menyimpulkan bahwa kesyirikan orang Arab terjadi
atas dorongan untuk mengambil wasilah (perantara) sebagai penghubung
kepada Allah azza wa jalla, akan tetapi, hasilnya mereka justru bersikap ghuluw
kepada makhluk, yaitu dengan mengangkatnya melebihi kapasitas sebagai seorang
makhluk, sebagaimana nanti akan datang penjelasannya dalam pasal yang
menerangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesyirikan.
Hanya saja yang ingin kami sampaikan
pada para pembaca ialah adanya banyak ayat yang menerangkan jika kesyirikan
yang dilakukan oleh orang Arab pada zaman Jahiliah hanyalah karena dorong hawa
nafsu ingin mencari wasilah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah yang
dituangkan dalam bentuk ritual dengan menyembah sesembahan-sesembahan tersebut.
Dan saya telah menukil tafsir para ulama tentang maksud ayat diatas, baik
melalui metode riwayat maupun pendapat para ahli tafsir.
Disamping itu, Allah juga telah
menjelaskan hakekat kesyirikan ini dalam beberapa tempat dalam kitabNya yang
mulia, selain apa yang saya bawakan disini.
Berikut akan saya ketengahkan kembali
beberapa diantaranya tanpa menukil ucapan para ulama tafsir karena mencukupkan
dengan tekstual ayat yang sudah sangat jelas pendalilannya, dan sudah sangat
banyak dijelaskan dalam kumpulan buku tafsir. Diantara ayat-ayat tersebut
adalah:
Pertama: Firman Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿
وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ
وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبُِّٔونَ ٱللَّهَ
بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ
عَمَّا يُشۡرِكُونَ ١٨ ﴾ [ يونس: 18 ]
"Dan mereka
menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan
kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka
itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah:
"Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di
langit dan tidak (pula) dibumi? Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang
mereka mempersekutukan (itu)". (QS
Yunus: 18).
Kedua: Firman Allah azza wa jalla:
﴿
أَمِ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ شُفَعَآءَۚ قُلۡ أَوَلَوۡ كَانُواْ
لَا يَمۡلِكُونَ شَيۡٔٗا وَلَا يَعۡقِلُونَ ٤٣ قُل لِّلَّهِ ٱلشَّفَٰعَةُ جَمِيعٗاۖ
لَّهُۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۖ ثُمَّ إِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٤٤ ﴾ [ الزمر: 43-44 ]
"Bahkan mereka
mengambil pemberi syafa'at selain Allah. Katakanlah: "Dan Apakah (kamu
mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak
berakal?" Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.
Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. kemudian kepada- Nyalah kamu
dikembalikan". (QS az-Zumar: 43-44).
Ketiga: Firman Allah ta'ala:
﴿ وَيَوۡمَ تَقُومُ ٱلسَّاعَةُ يُبۡلِسُ ٱلۡمُجۡرِمُونَ ١٢ وَلَمۡ يَكُن
لَّهُم مِّن شُرَكَآئِهِمۡ شُفَعَٰٓؤُاْ وَكَانُواْ بِشُرَكَآئِهِمۡ كَٰفِرِينَ ١٣
﴾ [ الروم: 12-13 ]
"Dan pada hari terjadinya kiamat,
orang-orang yang berdosa terdiam berputus asa. Dan sekali-kali tidak ada
pemberi syafa'at bagi mereka dari berhala-berhala mereka dan adalah mereka
mengingkari berhala mereka itu". (QS ar-Ruum: 12-13).
Kempat: Firman Allah tabaraka wa
ta'ala:
﴿
فَلَوۡلَا نَصَرَهُمُ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ قُرۡبَانًا
ءَالِهَةَۢۖ بَلۡ ضَلُّواْ عَنۡهُمۡۚ وَذَٰلِكَ إِفۡكُهُمۡ وَمَا كَانُواْ يَفۡتَرُونَ
٢٨﴾ [ الأحقاف: 28 ]
"Maka
mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri
(kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap
dari mereka? Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka
ada-adakan". (QS al-Ahqaaf: 28).
Kelima: Firman Allah subhanahu wa
ta'ala:
﴿
قُلِ ٱدۡعُواْ ٱلَّذِينَ زَعَمۡتُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ لَا يَمۡلِكُونَ
مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَمَا لَهُمۡ فِيهِمَا مِن شِرۡكٖ وَمَا لَهُۥ مِنۡهُم مِّن ظَهِيرٖ ٢٢ وَلَا تَنفَعُ ٱلشَّفَٰعَةُ عِندَهُۥٓ إِلَّا لِمَنۡ أَذِنَ لَهُۥۚ
٢٣ ﴾ [ سبا: 22-23]
"Katakanlah:
" serulah mereka yang kamu anggap (sebagai Tuhan) selain Allah, mereka
tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka
tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan
sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan Tiadalah
berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya
memperoleh syafa'at itu". (QS
Saba': 22-23).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
menjelaskan, "Terkumpul dalam ayat diatas antara kesyirikan dan
syafaat".[8]
Sehingga kesimpulannya, hakekat
kesyirikan orang Arab ialah mengambil wasilah yang bisa mendekatkan diri antara
seorang makhluk dengan penciptanya. Dan sejatinya, peribadatan mereka,
ketundukan serta keimanannya terhadap tuhan-tuhannya hanyalah dalam rangka
sebuah upaya yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai pemberi
syafaat kelak disisi Allah azza wa jalla.
Demikian pula dijelaskan oleh pakar agama
Imam Syihristani dalam kitab beliau yang terkenal al-Milal wa Nihal[9] dalam sebuah pembahasan yang menerangkan kesyirikan
yang biasa dilakukan oleh orang Arab, beliau menyatakan, "Dan sekelompok
mereka ada yang menyakini adanya pencipta, awal penciptaan dan sedikit
keyakinan adanya kebangkitan, namun, mereka mengingkari adanya para rasul.
Mereka menyembah berhala, dengan sangkaan
kalau mereka adalah pemberi syafaat disisi Allah kelak pada hari akhir.
Mereka biasa mengerjakan ibadah haji pada
berhala tersebut, menyembelih binatang, berkurban dan menyajikan aneka ritual
ibadah dalam rangka mendekatkan diri dan mengagungkannya. Mereka membikin hukum
halal dan haram sesuai dengan kebutuhannya. Aliran ini merupakan kelompok
terbesar yang dianut oleh orang Arab, kecuali suku Syardamah".
Hal senada juga dijelaskan oleh Syaikhul
Islam, beliau menyatakan, "Belum pernah ada seorangpun dari para pengagung
berhala yang punya keyakinan bahwa berhalanya yang telah menciptakan langit dan
bumi, akan tetapi, mereka menjadikan berhala tersebut sebagai wasilah dan
pemberi syafaat kelak disisi Allah, disebabkan beberapa hal, diantaranya:
Mereka membikinnya dalam bentuk gambar
para nabi dan orang-orang sholeh.
Ada lagi yang
menjadikan berhalanya dalam bentuk simbol dan replika bintang-bintang yang ada
dilangit, seperti matahari dan bulan.
Belum lagi yang menjadikan berhalanya
sebagai pelindung dari kejahatan Jin.
Adapula yang membuatnya
sebagai bentuk pengagungan terhadap para malaikat".[10]
Pada kesempatan lain, beliau juga hampir
sama menegaskan seperti diatas, beliau mengatakan, "Kaum musyrikin
mengambil pemberi syafaat dari kalangan para malaikat, para nabi serta
orang-orang sholeh, lalu menjadikannya dalam bentuk patung atau berhala yang
kemudian mereka meminta syafaatnya.
Mereka beralasan, 'Mereka adalah makhluk
pilihan yang dimiliki oleh Allah, maka kami bertawasul kepada Allah dengan
berdo'a dan beribadah kepadanya supaya mereka mau memberi syafaatnya'.
Sebagaimana halnya orang biasa bertawasul
kepada raja dengan memilih orang-orang terdekatnya, karena mereka dekat dengan
sang raja, dengan harapan mereka mau memberinya syafaat dihadapan raja tadi,
itulah kenapa mereka enggan menjadikan orang biasa sebagai perantaranya karena
belum tentu di izinkan oleh sang raja.
Dan bisa jadi salah seorang diantara
mereka mampu memberinya syafaat di hadapan sang raja tanpa adanya pilihan lain,
sehingga dibutuhkan lagi untuk meminta dikabulkan syafaat dengan penuh harap
dan kepasrahan".[11]
Beliau juga menerangkan, "Kaum
musyrikin yang menjadikan sesembahan lain bersama Allah ta'ala yakin betul jika
sesembahannya adalah makhluk. Akan tetapi, mereka jadikan sebagai sesembahan
dan di ibadahi dengan harapan agar mereka memberi syafaat di sisi Allah".[12]
Imam Ibnu Abil Izzi juga menjelaskan hal
serupa, dalam sebuah penjelasannya, beliau menyatakan, "(Kaum musyrikin)
tidaklah menyakini pada berhala yang mereka sembah ikut andil bersama Allah
dalam menciptakan alam semesta. Namun, kondisinya sama persis dengan
kondisi-kondisi umat yang lain dari kalangan kaum musyrikin, baik yang berada
di India, Turkia, Barbar ataupun yang lainnya.
Dimana terkadang mereka menyakini, bahwa
patung-patung ini adalah replika orang-orang sholeh dari kalangan para nabi
ataupun orang sholehnya. Lalu mereka menjadikannya sebagai wasilah yang akan
memberinya syafaat kelak di hadapan Allah azza wa jalla. Inilah pokok
kesyirikan yang ada ditengah-tengah orang Arab".
Sampai ucapan beliau yang mengatakan,
"Diantara sebab-sebab kesyirikan ialah menyembah bintang-bintang dilangit
serta membikin patung dengan anggapan patung-patung tersebut sebagai simbol
yang cocok bagi tabiat bintang-bintang tersebut. Dan kesyirikan yang terjadi
ditengah umatnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam berada dalam masalah ini.
Demikian juga ketika mereka menyekutukan
Allah dengan para malaikat dan jin, dengan membikin patung sebagai simbol mereka.
Para pengagung berhala semuanya mengakui
adanya sang pencipta, akan tetapi, mereka menjadikan berhalanya sebagai wasilah
yang akan menghubungkan kepada Allah azza wa jalla serta memberinya
syafaat".[13]
Lain lagi yang diucapkan oleh Imam Alusi,
beliau menegaskan, "Para pengagung berhala menyakini bahwa ibadah yang
mereka tujukan kepada berhala sama saja dengan orang yang sedang beribadah
kepada Allah, yang mereka lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepadaNya, akan
tetapi, sarananya saja yang berbeda.
Ada aliran yang mengatakan, (kami orang
yang banyak dosa) sehingga tidak pantas bagi kami untuk beribadah kepada Allah
yang Maha agung secara langsung tanpa adanya wasilah, makanya kami menyembah
berhala tersebut supaya mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah'.
Aliran lain mengungkapkan, para malaikat
adalah makhluk mulia yang mempunyai kedudukan dimata Allah, makanya kami
buatkan patung sesuai bentuknya lalu kami sembah supaya mereka mau mendekatkan
kami kepada Allah sedekat-dekatnya'.
Terus aliran satunya lagi mengatakan,
'Kami membuat patung sebagai kiblat dalam peribadatan yang kami kerjakan kepada
Allah, sebagaimana halnya Ka'bah dijadikan sebagai kiblat dalam beribadah
kepadaNya'.
Ada pula aliran yang menyakini bahwa bagi
setiap patung dihuni oleh setan sebagai wakil yang diutus atas perintah Allah,
maka barangsiapa menyembah patung tersebut, dengan peribadatan yang benar,
setan akan segera memenuhi kebutuhannya atas perintah Allah, jika main-main
ibadahnya maka setan akan menimpakan musibah kepadanya atas perintah
Allah".[14]
Nukilan-nukilan ucapan para ulama diatas,
menjelaskan bahwa kaum musyrikin hanya menyekutukan Allah ta'ala dalam perkara
memberi syafaat dan bertawasul kepada Allah, dengan beribadah pada orang-orang
sholeh. Dengan anggapan mereka tidak bisa beribadah kepada Allah secara
langsung melainkan dengan cara mengambil wasilah orang sholeh yang mempunyai
kedudukan dimata Allah. Dengan didasari keyakinan kalau syafaat mereka tidak
mungkin ditolak oleh Allah ta'ala karena kedudukannya yang mulia dihadapanNya.
Mereka melakukan itu karena
menganalogikan dengan raja-raja yang ada didunia, dimana seperti halnya kita
tidak mungkin bisa langsung menemui raja melainkan bila dengan perantara
wasilah, sebagai pembantu dan pelayannya. Demikian pula kita tidak mungkin bisa
langsung menemui Allah melainkan dengan wasilah wali-walinya Allah.
Berpijak dari keyakinan batil inilah
mereka akhirnya tergerak untuk menggambar orang-orang sholeh lalu
memahatnya sehingga terbentuklah patung
dalam rangka untuk mengingatnya. Selanjutnya menjadikan sebagai kiblat setiap
ibadah yang mereka kerjakan, dengan asas inilah mereka berdoa dan beristighosah
dalam perkara-perkara yang mereka anggap penting, bernadzar serta menyembahnya
dengan berbagai macam jenis ritual ibadah.[15]
Dan bila dicermati lebih teliti, maka
wasilah-wasilah yang mereka bikin tersebut terbagi menjadi dua, ada yang
berakal adapula yang tidak berakal, demikian pula ada yang terinspirasi dari
benda langit ada pula yang dari bumi, maka berikut ini akan kami paparkan dua
hal tersebut dalam paragraf berikut ini.
Kesyirikan Orang Arab
Dengan Menyembah Tuhan-tuhan Yang Berada Dilangit
Dan
tuhan-tuhan tersebut kalau kita klasifikasikan terbagi lagi menjadi dua, ada
yang berakal adapula yang tidak berakal.
Adapun sesembahan berakal yang berada
dilangit yang biasa mereka sembah, contohnya seperti para malaikat. Sebagaimana
telah autentik berita sejarah dan nash syar'iyah yang menjelaskan bahwa ada
dikalangan orang Arab yang menyembah para malaikat[16]. Hal itu sebagaimana Allah rekam didalam firmanNya:
﴿
وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ جَمِيعٗا ثُمَّ يَقُولُ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ أَهَٰٓؤُلَآءِ إِيَّاكُمۡ كَانُواْ
يَعۡبُدُونَ ٤٠ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِمۖ بَلۡ كَانُواْ
يَعۡبُدُونَ ٱلۡجِنَّۖ أَكۡثَرُهُم بِهِم مُّؤۡمِنُونَ ٤١ ﴾ [ سبأ: 40-41 ]
"Dan (ingatlah)
hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah
berfirman kepada Malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah
kamu?". Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau. Engkaulah
pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan
mereka beriman kepada jin itu". (QS
Saba': 40-41).
Didalam tafsirnya Imam Qurthubi
menjelaskan, "Allah azza wa jalla menjelaskan, 'Dan pada hari ketika
Kami mengumpulkan mereka semua orang-orang kafir, kemudian Kami berfirman
kepada malaikat, 'Apakah mereka ini dahulu menyembahmu tidak menyembah Ku?
Seketika itu para malaikat berlepas diri dari hal tersebut, dengan mengatakan, 'Maha
suci Engkau, wahai Rabb kami'. Dalam rangka mensucikan Allah dan
membebaskan semua sifat yang disematkan oleh para penyembah berhala dan
sekutunya. Lalu mereka menegaskan, "Engkaulah pelindung kami, bukan
mereka'. Sekali-kali kami tidak mengambil pelindung selain Engkau. Kemudian
mereka mengemukakan kenyataannya, 'Bahkan mereka telah menyembah jin'.
Dijelaskan oleh Imam Qatadah, "Pada
hari ketika Kami mengumpulkan mereka semua, lalu Kami tanyakan pada malaikat,
'Apakah mereka ini dahulu menyembahmu? Sebuah pertanyaan yang sama pernah
diajukan kepada nabi Isa, yaitu tatkala Allah berfirman kepada Isa pada hari
kiamat:
﴿
وَإِذۡ قَالَ ٱللَّهُ يَٰعِيسَى ٱبۡنَ مَرۡيَمَ ءَأَنتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ
ٱتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيۡنِ مِن دُونِ ٱللَّهِۖ ١١٦ ﴾ [ المائدة: 116 ]
"Dan (ingatlah)
ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan
kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain
Allah?". (QS al-Maa-idah: 116).[17]
Berkaitan dengan ayat sebelumnya Imam
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, "Allah ta'ala mengabarkan pada
kita bahwa kaum musyrikin kelak pada hari kiamat akan di cela dihadapan seluruh
makhluk, lalu malaikat ditanya, yang disangka oleh mereka, bahwasannya mereka
beribadah kepada malaikat dengan menjadikan simbolnya dalam bentuk berhala,
supaya bisa mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya. Makanya malaikat ditanya
untuk mengklarifikasikan kebenarannya, ''Apakah mereka ini dahulu
menyembahmu?".[18]
Imam al-Mawardi juga punya pendapat
dalam masalah ini, ketika menafsirkan firman Allah ta'ala, "Pada hari
ketika Kami mengumpulkan mereka semua'. Beliau mengatakan, "Yakni kaum
musyrikin dan orang-orang yang mereka sembah dari kalangan para malaikat. Lalu
Allah mengatakan, "kemudian Allah berfirman kepada Malaikat:
"Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?". Pertanyaan yang
diajukan kepada para malaikat ini dalam rangka penegasan ketidak benaran (yang
dilakukan oleh kaum musyrikin) bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban,
walaupun diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang butuh terhadap jawaban".[19]
Didalam ayat lain Allah subhanahu wa
ta'ala juga menjelaskan pada kita berkaitan dengan peribadatan yang dikerjakan
oleh kaum musyrikin kepada para malaikat dan nabi serta makhluk lainnya, Allah
azza wa jalla berfirman:
﴿
وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ وَمَا يَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَقُولُ
ءَأَنتُمۡ أَضۡلَلۡتُمۡ عِبَادِي هَٰٓؤُلَآءِ أَمۡ هُمۡ ضَلُّواْ ٱلسَّبِيلَ ١٧ قَالُواْ
سُبۡحَٰنَكَ مَا كَانَ يَنۢبَغِي لَنَآ أَن نَّتَّخِذَ مِن دُونِكَ مِنۡ أَوۡلِيَآءَ
وَلَٰكِن مَّتَّعۡتَهُمۡ وَءَابَآءَهُمۡ حَتَّىٰ نَسُواْ ٱلذِّكۡرَ وَكَانُواْ قَوۡمَۢا
بُورٗا ١٨ ﴾ [ الفرقان: 17-18 ]
"Dan (ingatlah)
suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah
selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah); "Apakah kamu yang
menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan
(yang benar)?". Mereka (yang disembah itu) menjawab: "Maha suci
Engkau, tidaklah patut bagi kami mengambil selain Engkau (untuk jadi)
pelindung, akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka
kenikmatan hidup, sampai mereka lupa mengingati (Engkau); dan mereka adalah
kaum yang binasa". (QS al-Furqaan: 17-18).
Dalam buku tafsirnya Imam Thabari
menjelaskan ayat diatas, "Allah azza wa jalla mengatakan, 'Pada hari
ketika Allah menghimpun para pendusta disatu tempat beserta apa yang mereka
sembah selain Allah dari kalangan para malaikat, manusia, dan jin.
Sebagaimana diceritakan kepada kami…dari
Mujahid dalam tafsir firman Allah ta'ala, "Dan ingatlan pada hari
ketika Allah menghimpun mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah".
Maka kami tanyakan padanya, 'Apakah kalian yang menyesatkan hamba-hamba Ku itu?
Maka (orang yang dahulu disembah), semisal, nabi Isa, Uzair dan para malaikat
mengatakan…".[20]
Masih tentang tafsir ayat diatas, Imam
Mawardi mengatakan, "Firman Allah ta'ala, "Beserta apa yang mereka
(dahulu) sembah selain Allah".
Imam Mujahid menjelaskan, "Mereka
adalah nabi Isa, Uzair, dan para malaikat". Lalu Allah menanyakan,
"Apakah kalian yang menyesatkan hamba-hamba Ku itu? Ini merupakan
penegasan akan kedustaan orang yang mengira kalau mereka yang menyesatkan,
walaupun diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Terjadi silang pendapat dikalangan para
berkaitan dengan pertanyaan yang Allah ajukan, setidaknya ada dua pendapat,
pertama, Bahwa itu ditujukan kepada para malaikat, sebagaimana diempu pendapat
ini oleh al-Hasan, kedua, Bahwa pertanyaan itu ditujukan kepada nabi Isa, Uzair
dan para malaikat. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Mujahid".[21]
Tidak ketinggalan Imam Ibnu Katsir juga
menjelaskan hal yang sama dalam tafsirnya, "Allah berfirman dalam rangka
mengabarkan pada kita apa yang akan terjadi kelak pada hari kiamat, yaitu celaan
terhadap orang kafir dalam peribadatan yang mereka lakukan kepada selain Allah.
Seperti ibadah yang mereka tujukan pada malaikat dan selain mereka. Allah
mengatakan, "Pada hari ketika Allah menghimpunkan mereka beserta apa
yang mereka sembah selain Allah". Imam Mujahid menafsirkan,
"Mereka itu adalah nabi Isa, Uzair dan para malaikat".[22]
Intinya adalah, semua nukilan dari
tafsir ayat diatas menjelaskan pada kita bahwa kaum musyrikin Arab ada yang
menyembah malaikat yaitu dengan cara membikinkan patung yang mereka anggap
cocok dengan bentuknya, sebagaimana mereka juga membikin berhala untuk para
setan.
Masih dalam ranah pembahasan, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, "Terkadang mereka menyakini kalau mereka
sedang beribadah kepada malaikat walaupun pada hakekatnya mereka sedang
beribadah kepada Jin, sebab jin tersebut yang membantunya dan senang dengan
kesyirikan yang mereka kerjakan. Itulah yang Allah singgung didalam firmanNya:
﴿
وَيَوۡمَ يَحۡشُرُهُمۡ جَمِيعٗا ثُمَّ يَقُولُ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ أَهَٰٓؤُلَآءِ إِيَّاكُمۡ كَانُواْ
يَعۡبُدُونَ ٤٠ قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِمۖ بَلۡ كَانُواْ
يَعۡبُدُونَ ٱلۡجِنَّۖ أَكۡثَرُهُم بِهِم مُّؤۡمِنُونَ ٤١ ﴾ [ سبأ: 40-41 ]
"Dan (ingatlah)
hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah
berfirman kepada Malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah
kamu?". Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau. Engkaulah
pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan
mereka beriman kepada jin itu". (QS
Saba': 40-41).
Tidak ada seorangpun dari para malaikat
yang membantu kesyirikan mereka, baik ketika mereka masih hidup atau setelah
meninggal, terus ditambah lagi para malaikat tidak mungkin terima dengan adanya
kesyirikan kepada Allah".[23]
Hal senada juga diungkapkan oleh Imam
Ibnu Qoyim, "Diantara tipu daya setan (pada para pendosa) ialah, hiasan
yang mereka bikin agar semakin indah peribadatan yang ditujukan oleh kaum
musyrikin kepada para malaikat, mereka mengira sedang beribadah secara benar,
padahal pada hakekatnya mereka tidak sedang beribadah kepadanya namun kepada
setan, mereka rela beribadah kepada seburuk-buruk makhluk Allah, yang paling
layak untuk mendapat laknat dan celaan".[24]
Adapun tuhan mereka yang berada dilangit,
namun, tidak berakal, inipun sangat banyak jumlahnya. Diantara salah satunya
ialah menyembah bintang-bintang yang ada dilangit. Inipun kalau dicermati masih
terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
Pertama: Menyembah yang terbesar diantara mereka, semisal
matahari, bulan dan bintang vesper.
Sebagaimana yang Allah
singgung didalam kitab Nya yang suci, Allah
ta'ala berfirman:
﴿
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيۡلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُۚ لَا
تَسۡجُدُواْ لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَٱسۡجُدُواْۤ لِلَّهِۤ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ
إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ ٣٧ ﴾ [ فصلت: 37 ]
"Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah
sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika
ialah yang kamu hendak sembah". (QS
Fushshilat: 37).
Sebagian ulama mengatakan, "Bahwa
ibadah yang dikerjakan oleh kaum Jahiliah hakekatnya ialah menyembah gugusan
bintang yang ada dilangit, walaupun nama dan bentuk tuhan yang mereka sembah
didunia banyak dan beragam, namun, sejatinya semua kembali pada tiga unsur
benda langit yang terbesar, yaitu matahari, bulan dan vesper. Semua benda tadi
digambarkan bagaikan sebuah keluarga kecil, bulan sebagai ayahnya, matahari
sebagai ibunya sedangkan vesper sebagai anaknya.
Para ulama menyimpulkan, bahwa
kebanyakan nama-nama tuhan yang mereka milik, kembali kepada sifat-sifat tiga
makhluk tersebut, yang barangkali bisa di sinonimkan aqidah mereka tersebut
dengan nama-nama indah bagi Allah dalam agama Islam".[25]
Akan tetapi, disini kita tidak sedang
menjelaskan keabsahan pendapat ini, yang jelas banyak orang yang punya
pandangan khusus pada dua benda besar yang menggantung dilangit yaitu bulan dan matahari. Inilah
fenomena yang tidak bisa diingkari, dan hal tersebut didukung dengan adanya
alasan yang masuk akal.
Yakni adanya efek yang luar biasa
besarnya yang bisa mereka rasakan secara langusng dalam kehidupan dan menjalani
aktivitasnya, semisal udara yang mereka bisa hidup dengannya, memberi kehidupan
bagi tumbuhan dan binatang, adanya pergantian malam dan siang, serta perubahan
musim yang bisa mereka rasakan.
Itulah yang menyebabkan adanya
keyakinan kuat dalam hati dan jiwa mereka bahwa seluruh makhluk yang berada
dalam jangkauan kedua benda langit tersebut berada dalam liputannya, dan hasil
dari perbuatannya. Adapun benda langit yang lain maka efek yang dirasakan
sangat sedikit dibanding dengan hasil yang diberikan oleh kedua benda tersebut,
itulah sebabnya kenapa mereka sering menisbatkan kepada kedua benda tersebut,
banyak hal, semisal pertumbuhan, perkembangan, kesembuhan dan terkena penyakit,
pertumbuhan tanaman dan pergerakan binatang.
Keyakinan tersebut masuk dalam sanubari
dan menancap kuat dalam benaknya, sehingga ketika dirinya mendekatkan diri dan
beribadah kepada dua bintang besar tadi serta bintang yang lainnya akan
menjadikan mereka ridha, dan mau menurunkan nikmat, kebahagian, harta dan akan
memberi berkah terhadap anak keturunannya. Sehingga keyakinan tersebut berubah
menjadi peribadatan kepada bintang.[26]
Tiga unsur benda langit inilah yang
paling jelas dan menonjol dibanding benda langit lainya, dan bisa langsung
dilihat dengan mata telanjang oleh manusia, terlebih bulan dan matahari, adapun
vesper walaupun tidak sejelas matahari dan bulan, namun, bintang tersebut
nampak jelas dan mempunyai efek besar bila dibandingkan dengan bintang-bintang
yang lainnya.
Bintang vesper yang nampak indah,
mempesona, bersinar dengan warna kemilauan, sehingga karena adanya faktor
pemandangan yang mempesona inilah yang menjadikan mereka mensejajarkan dengan
dua benda tersebut lalu dijadikan sebagai anak matahari dan bulan, keyakinan
ini yang banyak dianut oleh orang Arab bagian selatan.[27]
Akan tetapi yang benar, yang tidak
menyisakan keraguan sedikitpun, bahwa tuhan-tuhan ini tidak memberi banyak
pengaruh bagi pusat agama yang banyak dianut oleh orang Arab dibagian utara.
namun, tuhan-tuhan tersebut banyak mempengaruhi penduduk selatan dibanding yang
berada diwilayah utara, sebagaimana nampak jelas.
Namun, itu tidak menutup kemungkinan
adanya penduduk diwilayah utara semisal Syam yang condong dan melebihkan dengan
tuhan-tuhan yang lain, dengan menganggap mereka layak untuk dihormati,
diibadahi dan disucikan. Perkara ini, banyak dijumpai pada orang Arab kuno
generasi pertama.
Terlihat bahwa peribadatan kepada
bintang datang ke jazirah Arab melalui agama Sha'ibah dan sisa agama Kaldan
yang sedikit mempengaruhi sebagian orang Arab, seperti halnya generasi
sebelumnya yang terpengaruh dengan agama Persia, India, Turkia, Cina dan
Yunani.[28]
Hingga tuhan-tuhan mereka yang berada dibumi
–sebagaimana nanti akan datang penjelasnnya- yang kami maksudkan ialah berhala.
Itupun datang melalui proses pergeseran agama hingga masuk dalam komunitas
mereka.
Sesungguhnya tidaklah tuhan-tuhan tersebut
–sesuai kemampuan kami dalam mencari-cari dalam buku-buku induk referensi- melainkan hanya simbol dari benda yang berada
diatas tuhan yang didunia tadi atau diatas mereka, dari benda-benda langit atau
unsur benda langit yang disimbolkan dengan tujuh benda sebagai bintang utama
yang lembut, yaitu Matahari, bulan, merkuri, vesper, mars, Jupiter, dan bintang
saturnus, serta bintang lainya yang mempunyai efek langsung bagi kehidupan
makhluk yang berada dibumi.[29]
Maksudnya, bahwa awal mula disembahnya
bintang berasal dari agama Shabi'ah yaitu kaumnya nabi Ibrahim yang di bawa ke
negeri Arab. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Qoyim, "Dan
pokok keyakinan ini berasal dari kaum musyrikin yang menganut agama Shabi'ah,
mereka adalah kaumnya nabi Ibrahim 'alaihi sallam yang kesyirikannya telah
banyak dibantah, argumennya berhasil dipatahkan dan telah dihancurkan
berhalanya, sehingga mereka menuntut supaya beliau dibakar.
Agama ini merupakan agama tertua yang
pernah ada di muka bumi ini, penganutnya memiliki beragam aliran, diantara
mereka ada yang menyembah matahari, dengan sangkaan bahwa matahari adalah
seorang malaikat yang memiliki jiwa dan akal, sebagai sumber cahaya bulan dan
bintang, sehingga menurut mereka seluruh benda yang berada dimuka bumi berasal
darinya, dan disisi mereka matahari adalah malaikat angkasa luar, yang berhak
untuk diagungkan, disembah dan tempat untuk memanjatkan doa".[30]
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa
orang Arab yang tinggal diwilayah selatan dan juga utara -sebagian diantaranya-
biasa menyembah bintang dan benda-benda langit yang besar semisal matahari dan
bulan serta vesper, oleh karena itulah Allah ta'ala melarang kaum Jahiliah
untuk beribadah kepada benda-benda tersebut, seperti yang Allah ta'ala tegaskan
didalam firmanNya:
﴿
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيۡلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُۚ لَا
تَسۡجُدُواْ لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَٱسۡجُدُواْۤ لِلَّهِۤ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ
إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ ٣٧ ﴾ [ فصلت: 37 ]
"Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah
sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika
ialah yang kamu hendak sembah". (QS
Fushshilat: 37).
Dalam penjelasan ayat diatas Imam
Thabari mengatakan, "Janganlah kalian sujud kepada bulan dan matahari
wahai manusia, karena sesungguhnya kedua benda tersebut beredar digaris
orbitnya untuk memberi manfaat pada kalian, dan keduanya beredar dalam garis
orbitnya secara teratur melalui kehendak Allah azza wa jalla, yang sedang mentaati
dan tunduk terhadap perintahNya untuk kalian semua, keduanya tidak mungkin bisa
bergerak dengan sendirinya tanpa adanya kehendak dari Allah ta'ala serta
kemudahan dariNya, atau mampu memberi manfaat dan menurunkan mara bahaya atas
kalian, akan tetapi, Allah menundukan keduanya untuk kemanfaatan atas kehidupan
kalian, oleh karena itu hendaknya kalian hanya sujud kepadaNya, kepada Allah
lah kalian hendaknya beribadah jangan kepada bulan dan matahari, karena kalau
seandainya Allah menghendaki niscaya Allah sanggup untuk menghilangkan
cahayanya, dan membiarkan kalian dalam kegelapan, dan kebingungan tidak
mengetahui jalan dan tidak bisa melihat keadaan sekeliling kalian".[31]
Ayat diatas menjelaskan jika matahari
dan bulan merupakan dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, sebagaimana
malam dan siang, yang Allah jadikan sebagai dalil untuk beribadah hanya
kepadaNya semata tanpa memalingkan kepada yang lain. Begitu pula Allah jadikan
sebagai dalil akan kebatilan orang yang beribadah kepada dua makhluk Allah
tersebut, di mana Allah tegaskan kembali akan kebatilan orang yang memalingkan
ibadah kepada selain Allah azza wa jalla dari makhluk-makhlukNya, seperti yang
tertera di dalam firmanNya:
﴿
أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَسۡجُدُۤ لَهُۥۤ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن
فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُ وَٱلنُّجُومُ وَٱلۡجِبَالُ وَٱلشَّجَرُ وَٱلدَّوَآبُّ
وَكَثِيرٞ مِّنَ ٱلنَّاسِۖ ١٨ ﴾ [ الحج: 18 ]
"Apakah kamu tiada
mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi,
matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata
dan sebagian besar daripada manusia?". (QS al-Hajj: 18).
Didalam ayat ini Allah mengabarkan
kepada kita bahwa seluruh makhluk yang berada di alam semesta ini –mulai dari
matahari, bulan, bintang, gunung, pepohonan, binatang melata dan sebagian besar
manusia- semuanya adalah hamba Allah, yang membutuhkanNya. oleh karena itu,
tidak boleh beribadah sedikitpun kepada makhluk-makhluk tersebut.
Imam Ibnu katsir menjelaskan maksud ayat
diatas, "Allah ta'ala mengabarkan kepada kita bahwasanya Allah lah
satu-satunya Dzat yang berhak di ibadahi, yang tidak ada sekutu bagiNya, karena
sesungguhnya seluruh makhluk bersujud kepadaNya dengan ketundukan dan
keterpaksaan karena kebesaranNya".[32]
Kedua: Menyembah benda langit selain yang kita sebutkan
diatas.
Disebagian kalangan penduduk Jahiliah
ada yang menyembah benda langit lainnya, mereka mendekatkan diri kepadanya
dengan bernadzar dan mengerjakan ibadah sholat. Seperti di jelaskan dalam buku-buku
induk sejarah, yang mengatakan:
- Bahwa sekelompok orang dari Bani Tamim menyembah dua bintang yang terlihat diawal malam dan sebelum pagi mencerah.
Masih
menurut mereka, bahwa bintang al-'Ayuq memeluk dua bintang tersebut ketika dia
memberi mahar kepada bintang tujuh, yaitu bintang-bintang kecil yang berjumlah
dua puluhan, yang senantiasa mengiringinya bagaikan sebuah cincin, oleh sebab
itu mereka menyebut bintang ini dengan nama al-Qalash.[33]
- Masih dalam buku sejarah dijelaskan, ada segolongan kabilah dari Lakhmin dan Humair serta Quraisy yang menyembah bintang asy-Syi'ra dan al-A'buur, pionir pertama yang mengajarkan paham ini kepada mereka ialah seseorang yang bernama Abu Kabsyah. Yaitu Jaza'a bin Ghalib bin Amir bin Harits bin Ghabsyaan al-Khaza'i, ada yang mengatan namanya Wajaz bin Ghalib. Masih termasuk nenek moyangnya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dari jalur ibu. Dia bertolak belakang dengan kaum Quraiys yang menyembah berhala dengan menyembah bintang asy-Syi'ra dan al-A'buur. Diantara ucapannya Wajaz yaitu, "Sesungguhnya bintang asy-Syi'ra membelah langit dengan garis lurus, belum pernah diriku melihat ada benda dilangit, baik matahari atau bulan atau bintang, yang mampu membelah langit semacam itu". Dan orang Arab menamainya dengan bintang asy-Syi'ra al-A'buur dikarenakan mampu melewati langit dengan garis lurus.[34]
Sehingga
orang Arab menganggap, tidak ada seorangpun yang enggan mengikuti agama nenek
moyangnya melainkan karena dirinya telah termakan syubhat orang ini, oleh karena
itu tatkala Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam beda agama dengan agama
Quraisy, serta merta mereka mengatakan, "Pengikut Abu Kabsyah". Sebab
Abu Kabsyah satu-satunya penggagas yang menyelisihi agama kebanyakan orang
yaitu dengan menyembah bintang asy-Syi'ra. Itulah kenapa kaum Quraisy
menisbatkan Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam kepada orang ini.
Adapun
Abu Kabsyah, dia adalah seorang pemimpin pada kaumnya, Khaza'ah. Mereka tidak
mencela Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam dari sisi keteladan cara
memimpinnya Abu Kabsyah, namun, mereka ingin menyamakan beliau dengan Abu
Kabsyah dari sisi kenylenehannya. Makanya mereka mengatakan pada beliau,
"Dia menyelesihi agama banyak orang seperti halnya Abu Kabsyah".[35]
Hal senada
juga diungkapkan oleh Imam Qurthubi dalam sebuah pernyataannya, beliau
menjelaskan, "Sang pionir yang pertama kali menyembah asy-Syi'ra ialah Abu
Kabsyah, salah seorang nenek moyangnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
dari jalur ibu beliau. Oleh karena itulah kenapa kaum musyrikin Quraiys
menjuluki beliau dengan sebutan pengikut Abu Kabsyah, yaitu tatkala beliau
mengajak mereka beribadah hanya kepada Allah semata dan menyelesihi agama
kaumnya. Diantara celaan mereka kepada beliau ialah dengan mengatakan, "Jangan
dengarkan ajarannya Ibnu Abi Kabsyah".
Dalam
sejarahpun terekam ucapan tersebut, pada peristiwa penaklukan kota Makah Abu
Sufyan yang sudah terdesak oleh pasukan kaum muslimin, dirinya berdiri ketika
sudah terkepung oleh pasukannya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam sambil
berkata, "Sungguh menjadi besar, perkaranya Abu Kabsyah".[36]
Ucapan
serupa juga pernah dilontarkan oleh Abu Sufyan tatkala keluar dari
singgasananya raja Heraklius, tatkala Heraklius bertanya kepadanya tentang garis
nasab dan ajaran yang dibawa oleh Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam.[37]
Didalam
surat an-Najm Allah subhanahu wa ta'ala telah membantah keyakinan mereka yang
mengatakan bahwa bintang tersebut mempunyai pengaruh bagi alam semesta. Allah ta'ala
mengatakan:
﴿ وَأَنَّهُۥ هُوَ رَبُّ ٱلشِّعۡرَىٰ ٤٩ ﴾ [ النجم: 49 ]
"Dan
bahwasanya Dialah yang Tuhan (yang memiliki) bintang syi'ra". (QS
an-Najm: 49).
Ketika menafsirkan ayat diatas Imam
Thabari mengatakan, "Allah ta'ala mengatakan jika Rabb mu wahai Muhammad
adalah Rabb yang menguasai Syi'ra. Yaitu bintang yang dinamakan oleh mereka
dengan nama seperti ini. Dia adalah bintang yang dahulu disembah oleh
orang-orang Jahiliah".[38]
Lebih jelas lagi diterangkan oleh Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhu tatkala berbicara tentang bintang ini, beliau
menjelaskan, "Yaitu sebuah bintang yang mereka namakan dengan
Syi'ra".
Hal
serupa juga dikatakan oleh Mujahid, beliau mengatakan, "Yaitu bintang yang
diselisihi oleh al-Jauza'u yang mereka biasa sembah".
Dalam waktu yang sama beliau mengatakan,
"Bintang yang dahulu biasa disembah semasa Jahiliah"
Imam Qatadah juag menjelaskan,
"Dahulu semasa Jahiliah orang-orang menyembah bintang ini, yang mereka
namakan dengan asy-Syi'ra".
Dari Ibnu Zaid, beliau juga hampir sama
dalam penjelasannya beliau mengatakan, "Bintang yang dahulu disembah oleh
orang Jahiliah". Beliau lalu mengomentari, "Mereka menyembah bintang
ini lalu meninggalkan pemiliknya. Sembahlah Allah sebagai pemilik bintang
tersebut".
Dalam kesempatan lain beliau juga
menjelaskan hal yang sama, "asy-Syi'ra sebuah bintang yang terang, yaitu
bintang yang biasa menyertai bintang al-Jauza'u, yang dinamakan dengan
al-Mirzam".[39]
Imam ahli tafsir lain yang turut
menjelaskan masalah ini ialah Imam Qurthubi, dalam penjelasannya beliau
mengatakan, "asy-Syi'ra ialah bintang yang hanya bercahaya setelah
munculnya bintang al-Jauza'u. Kemunculannya hanya pada kondisi cuaca yang
sangat panas, yaitu ada dua, al-A'bur yang berada di al-Jauza'u dan asy-Syi'ra
yang berada di adz-Dzira'. Yang disangka oleh orang Arab sebagai dua
bersaudaranya suku Suhail.
Di dalam ayat ini Allah hanya
menyebutkan, Dia lah pemilik Syi'ra walaupun tidak menggugurkan sebagai pemilik
bintang-bintang yang lainnya. Itu dilakukan karena orang Arab menyembah bintang tersebut, makanya
Allah menegaskan pada mereka kalau bintang Syi'ra yang kalian sembah itu adalah
makhluk bukan penguasa".[40]
Terakhir saya bawakan disini ucapannya
Imam Ibnu Kastir, dalam penjelasannya beliau mengatakan, "Seperti
dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Ibnu Zaid serta ulama lainya,
mereka mengatakan, "Dia adalah bintang yang terang, yang mereka namakan
dengan Marzum al-Jauza'u. Yang dahulu orang Jahiliah menyembahnya".[41]
Intinya dari nukilan para ahli sejarah
dan tafsir menjelaskan pada kita bahwa ada segolongan orang Arab yang menyembah
bintang ini, hingga dikatakan oleh Imam Qurthubi, "Hingga orang yang tidak
menyembah bintang ini pun mengagungkannya dan mempunyai keyakinan bintang ini
memiliki pengaruh dialam semesta"[42].
- Dicantumkan pula dalam buku-buku sejarah, bahwa sekelompok dari kabilah Tha'i menyembah bintang Tsaraya, yaitu kumpulan beberapa bintang.
Sebagian
ahli tafsir menyatakan bahwa nama bintang yang tercantum dalam surat an-Najm
ialah Tsaraya ini. Dan orang Arab terbiasa menamakan Tsaraya ini
dengan nama bintang[43]. Yang dimaksud dengan bintang tersebut ialah firman
Allah tabaraka wa ta'ala:
﴿ وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ ١ ﴾ [ النجم:1 ]
"Demi bintang ketika terbenam". (QS an-Najm: 1).
Namun
pendapat ini disanggah oleh sebagian ulama, yang mengatakan, "Sesungguhnya
yang dimaksud bintang di sini ialah bintang venus. Karena ada sekelompok orang
Arab yang menyembahnya".[44] Seperti yang telah kami jelaskan nukilannya pada
lembaran-lembaran yang lalu.
- Disebutkan pula dalam buku-buku sejarah, ada sebagian dari kabilah Rabi'ah yang menyembah bintang Mirzam. Dua bintang yang senantiasa bersama Syi'ra. Dalam bahasa Rizam bermakna mengumpulkan. Ada yang keluar pas musim dingin sehingga dinamakan dengan na'u Mirzam. Ada yang berpendapat kalau salah satu dari dua bintang tadi mengikuti bintang Syi'ra dan A'bur, sedangkan satunya yaitu bintang kecil yang samar dari gugusan bintang Dzira' yang terbentang.[45]
- Penisbatan sebagian ahli sejarah bahwa suku Jurhum, Jadzam dan Lakhmin biasa menyembah bintang Jupiter. Bani Asad yang menyembah bintang Merkuri dan sebagian suku Tha'i yang menyembah bintang Canopus.[46]
- Sebagian suku Jahiliah yang menyembah bintang Mars dan menjadikannya sebagai tuhan. Terus ada lagi yang menyembah bintang Saturnus.[47]
Kita cukupkan pembahasan ini dengan
mengambil kesimpulan, bahwa adanya kalangan orang Arab yang menyembah
benda-benda langit, yaitu gugusan bintang yang jelas tidak berakal serta tidak
mengerti siapa yang menyembahnya. Setelah ini maka kita lanjutkan penjelasan
tentang Tuhan-tuhan mereka yang disembah di muka bumi, baik yang berakal maupun
yang tidak.
[7] . Mahasinul Ta'wil yang ditulis oleh Jamaludin
Muhammad bin Sa'id bin Qasim al-Qasimi al-Halaq. Pakar dalam berbagai disiplin
ilmu. Lahir di Damaskus tahun 1283 H. Tumbuh dewasa dan menuntut ilmu disana.
Meninggal pada tahun 1332 H. Lihat biografinya dalam al-A'laam 2/131 oleh
Zarkali.
[15] . Syarh Mawaqif 8/83 oleh Jurjani. Hujatullah Balighah
1/59-60, 125 oleh Waliyullah Dahlawi dan lainnya.
[22] . Tafsir Ibnu Katsir 3/312. Ucapan diatas juga dinukil
oleh Imam Suyuti dalam kitabnya Durarul Mantsur 5/65. Dan menisbatkan ucapan
diatas kepada al-Firyabi, Abdu bin Humaid, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Mundzir, dan
Ibnu Abi Hatim.
[26] . al-Mufashal fii Tarikh Arab Qabla Islam 6/50 oleh
Jawad Ali. asy-Syirku Jahili hal: 102 oleh D. Yahya bin Ahmad asy-Syami.
[33] . Lihat penjelasannya dalam kitab Bulughul Arib 2/239
oleh al-Alusi. al-Mufashal fii Tarikhil Arab 6/57-58 oleh Jawad Ali.
[34] . Lihat penjelasannya dalam kitab Bulughul Arib 2/239
oleh al-Alusi. al-Mufashal fii Tarikhil Arab 6/57-58 oleh Jawad Ali.
[37] . Bisa dilihat riwayatnya dalam shahih Bukhari.
Demikian pula disebutkan oleh Qasthalani dalam kitabnya Irsyadi Saari 1/81.
[47] . Lihat pembahasan ini secara luas dalam kitab
al-Mufashal fii Tarikhil Arab karya D. Jawad Ali. dan kitab Dirasaat fii
Tarikhil Arab Qabla Islam karya Sayid Abdul Aziz Salim.
Post a Comment