Agar Tidak Terjerat Riba
Agar Tidak Terjerat Riba
Segala
puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ShalAllah u’alaihi wa sallam beserta
keluarga dan seluruh sahabatnya.
Ranjau riba ada
di mana-mana. Ia ada di berbagai sendi kehidupan manusia. Sistem muamalah riba
telah memasuki bidang pertanian, perikanan, perkebunan, lebih-lebih lagi
perdagangan. Bahkan, di zaman sekarang ini, sebagian ibadah pun tidak selamat dari riba, seperti
pendaftaran calon jamaah haji dengan sistem pinjaman bank (dana talangan) untuk
setoran awal, tabungan haji di bank riba, dan sebagainya. Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un.
Dengan berbagai cara mereka menawarkan produk-produk
riba yang menggiurkan bagi yang diperbudak oleh dunia melalui berbagai media.
Bahkan, sering kita jumpai para pemburu mangsa itu datang ke rumah-rumah
menawarkan produk mereka disertai bujukan dan rayuan. Misalnya, kredit murah
dapat hadiah, pinjaman bunga ringan tanpa jaminan, kartu kredit yang praktis
dan aman untuk melakukan berbagai transaksi, dan sebagainya. Para pembaca yang
budiman, barakallah u fikum.
Allah Shubhanahu
wa ta’alla adalah Dzat yang menciptakan kita. Dialah yang paling mengetahui
kemaslahatan kehidupan para hamba -Nya. Oleh karena itu, -Dia mengharamkan riba
dengan berbagai ragam dan penamaannya di dalam firman-Nya, قال الله تعالى: ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُواْ ٱلرِّبَوٰٓاْ أَضۡعَٰفٗا
مُّضَٰعَفَةٗۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٣٠ وَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ
ٱلَّتِيٓ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ ١٣١ وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمۡ
تُرۡحَمُونَ ١٣٢﴾ [ آل عمران: 130- 132]
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan
peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang
kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
(al-‘Imran: 130-132)
Allah Shubhanahu wa ta’alla juga mengabarkan
kepada para hamba -Nya bahwa orang yang memakan hasil riba pada hari kiamat
akan dibangkitkan dari kubur mereka layaknya orang yang kerasukan jin,
sebagaimana firman -Nya,
قال الله تعالى:
﴿ ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ
إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ
إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ
٢٧٥ ﴾ [البقرة: 275]
“Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu adalah karena mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah . Orang yang mengulangi (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.”
(al-Baqarah: 275).
Bahkan, Rasulullah Shalallah u’alaihi wa sallam juga
menegaskan tentang keharaman riba di dalam sabdanya,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ. قِيلَ: يَا
رَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ
النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ،
وَأَكْلُ الرِّبَا، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ،وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْغَافِ تَالِ الْمُؤْمِنَاتِ » [ متفق عليه ]
“Tinggalkanlah
tujuh perkara yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Apa itu wahai
Rasulullah ShalAllah u’alaihi wa
sallam?” Beliau menjawab“, Mempersekutukan Allah , sihir,membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah untuk dibunuh selain dengan alasan yang haq, makan
riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuduh wanita-wanita
mukminat (yang menjaga kehormatan) berbuat zina.” (Muttafaqunalaih dari dari
Abu Hurairah)
Terkait dosa yang sangat menakutkan dengan sebab riba,
Rasulullah ShalAllah u’alaihi wa sallam melaknat lima golongan, sebagaimana berita dari
Ibnu Mas’ud,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ , لَعَنَ رَسُولُ
اللهِ » [رواه مسلم
والترمذي]
“Rasulullah ShalAllah u’alaihi wa sallam melaknat
orang yang memakan hasil riba dan orang yang memberi riba.” (HR. Muslim dan
at-Tirmidzi, yang lainnya menambahkan, “Dan dua orang saksinya serta
penulisnya.”)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata,
“Kelima golongan ini dilaknat melalui lisan Rasulullah Shalallah u’alaihi wa sallam.
Hadits tersebut juga menunjukkan bahwa orang yang berbuat dosa, dia bersekutu
dengan pelakunya, dan demikianlah keadaannya.” (Syarh Riyadush Shalihin, 4/152)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata,
“Seorang muslim yang mengharapkan kebaikan dan keselamatan dirinya dari azab
Allah Shubhanahu wa ta’alla serta berhasil mendapatkan keridhaan dan
rahmat -Nya, hendaknya menjauhi kerja sama dengan bank-bank riba, menyimpan
dana untuk mendapatkan bunga, dan meminjam dengan bunga, karena menanam saham,
meminjam, dan menyimpan uang dengan bunga pada bank-bank tersebut termasuk
muamalah dengan cara riba dan kerja sama (ta’awun) dalam hal dosa dan
permusuhan, yang dilarang oleh Allah Shubhanhu wa ta’alla dalam firman -Nya,
قال الله تعالى:
﴿ وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ
وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ
شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٢﴾ [المائدة: 2 ]
“Tolong-menolonglah
kamu dalam(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalamberbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu Kepada Alah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa -Nya.” (al-Maidah: 2)
Wahai hamba Allah
Shubhanahu wa ta’alla,
bertakwalah kepada -Nya. Selamatkanlah diri Anda dan jangan tertipu dengan
banyaknya jumlah bank ribawi, tersebarnya riba di setiap tempat, dan banyaknya
orang yang bermuamalah dengan cara tersebut.
Sebab, itu bukan dalil yang menunjukkan halalnya. Hal
itu justru menunjukkan banyaknya penyimpangan terhadap perintah Allah Shubhanahu
wa ta’alla dan penyelisihan terhadap syariat -Nya. Allah Ta’ala
berfirman,
قال الله تعالى:
﴿ وَإِن تُطِعۡ أَكۡثَرَ مَن فِي ٱلۡأَرۡضِ
يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ هُمۡ إِلَّا
يَخۡرُصُونَ ١١٦﴾ [ الأنعام : 9-10 ]
“Dan jika kamu
menuruti kebanyakan orang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah . Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan
mereka tidak lain hanyalah berdusta( terhadap Allah ). (al-An’am: 116).”
(NashihahHammahfi
at-Tahdziri minal Mu’amalah ar-Ribawiyah, hlm. 9—10)
Selanjutnya, beliau berkata, “Termasuk perkara
yang sudah dimaklumi dalam agama Islam berdasarkan dalil-dalil dari al-Kitab
dan as-Sunnah bahwa keuntungan yang didapatkan oleh para pemilik dana sebagai
imbalan atas tindakan menabung di bank-bank riba adalah haram. Hal ini termasuk
(muamalah) dengan sistem riba yang telah diharamkan oleh Allah Shubhanhu
wa ta’alla dan Rasul -Nya.
Ini termasuk dosa besar, dan akan dicabut berkahnya, dibenci oleh -Nya, serta
menyebabkan tidak diterimanya amalan (atau tidak dikabulkannya doa).”
Rasulullah ShalAllah
u ‘alaihi wa sallam bersabda ,
“Sesungguhnya Alah Shubhanahu wa ta’alla
Maha baik dan tidak akan menerima selain yang baik. Sesungguhnya Allah Shubhanahu
wa ta’alla telah memerintahkan orang-orang yang beriman sebagaimana
perintah -Nya kepada para rasul. Allah
Ta’ala berfirman,
قال الله تعالى:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُواْ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعۡمَلُواْ صَٰلِحًاۖ
إِنِّي بِمَا تَعۡمَلُونَ عَلِيمٞ ٥١﴾ [ المؤمنون: 51 ]
“Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik,dan kerjakanlah amal yang
saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Mu’minun:
51)
قال الله تعالى:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لِلَّهِ إِن كُنتُمۡ
إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ ١٧٢ ﴾ [ البقرة: 172 ]
“Hai
orang-orang yang beriman,makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah , jika benar-benar hanya kepada
-Nya kamu menyembah.” (al-Baqarah: 172)
Kemudian beliau menceritakan tentang seseorang
yang menempuh perjalanan jauh sampai kusut rambutnya dan berdebu pakaiannya.
Dia menengadahkan kedua tangannya kelangit sambil berkata, ‘Wahai Rabbku! Wahai
Rabbku!’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan
diberi makan dari hal-hal yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan?” (HR.
Muslim)
Faktor Utama Terjatuh Dalam Riba
Banyak faktor yang menyebabkan orang-orang terjatuh ke
dalam jerat riba. Di sini kami akan menyebutkan beberapa faktor yang paling
pokok. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan,
“Yang sangat memprihatinkan adalah mayoritas orang
setelah Allah Shubhanahu wa ta’ala mengaruniakan dan melapangkan hartanya karena
keutamaan -Nya serta menjadikan mereka kaya justru tidak peduli terhadap
pengamalan hukum-hukum Islam. Mereka pun tidak merasa cukup dengan apa yang dikaruniakan oleh Allah Shubhanahu
wa ta’alla kepada mereka sehingga tidak membutuhkan segala sesuatu yang
telah diharamkan -Nya. Perhatian mereka justru terhadap hal-hal yang bisa
menghasilkan materi dengan cara apa pun, halal atau haram. Hal ini tidaklah
terjadi selain karena lemahnya keimanan dan sedikitnya rasa takut mereka
terhadap Allah Shubhanhu wa ta’alla, sementara itu kecintaan terhadap harta telah
memenuhi hati mereka. (Nashihah Hammah fiat-Tahdziriminal Mu’amalah
ar-Ribawiyah, hlm. 10—11)
1.
Lemahnya keimanan
Para pembaca yang budiman, kalau kita perhatikan,
berbagai kemaksiatan tidaklah terjadi selain karena kelemahan atau ketiadaan
iman dalam hati pelakunya. Oleh karena itu, Allah Shubhanahu wa ta’alla di
dalam banyak ayat dan Rasul -Nya di dalam hadits-hadits mengaitkan sebuah
larangan atau perintah dengan iman. Iman inilah yang mendorong pemiliknya untuk
melakukan kebaikan, dengan cara melaksanakan perintah atau meninggalkan
larangan -Nya. Termasuk di antaranya adalah larangan Allah Shubhanahu wa ta’alla
terhadap riba, sebagaimana firman -Nya,
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah: 278)
Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan sikap
yang mulia bagi para hamba -Nya karena keimanan mereka terhadap keputusan
Allah dan Rasul-Nya, terkhusus hukum
riba. Allah Ta’ala berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ
وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ
مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا
٣٦﴾ [ الأحزاب: 36 ]
“Tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Barang siapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
(al-Ahzab: 36)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ» [ رواه مسلم ]
“Barang
siapa diantara kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan Tangannya. Apabilati
dak mampu, ubahlah dengan lisannya. Apabila tidak mampu, dengan hatinya,dan itu
adalah selemah lemah iman.” (HR. Muslim)
Coba kita perhatikan ancaman- ancaman Allah Shubhanahu
wa ta’alla terhadap para pelaku riba yang tidak mau meninggalkan larangan
-Nya. Allah Shubhanahu wa ta’alla
berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ
إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ
ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ
فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ
ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢٧٥﴾ [البقرة: 275 ]
“Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu berhenti (dari
mengambil riba), maka Baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah . Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.”
(al-Baqarah: 275)
Dia juga berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ
وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ
٢٧٩﴾ [البقرة: 279 ]
“Jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), ketahuilah bahwa Allah dan Rasul -Nya akan memerangimu. Jika kamu
bertobat (dari pengambilan riba), bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya
dan tidak(pula) dianiaya.” (al-Baqarah: 279)
Ibnu Abbas berkata, “Akan dikatakan kepada orang yang
memakan hasil riba nanti pada hari kiamat, ‘Ambillah pedangmu untuk bertempur!’
Kemudian beliau membaca,
‘Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
ketahuilah bahwa Allah dan Rasul -Nya akan memerangimu’.” Beliau juga
mengatakan, “Barang siapa tetap melakukan muamalah riba dan tidak
meninggalkannya, wajib bagi imam (pemerintah) kaum muslimin untuk meminta
tobatnya. Kalau dia mau meninggalkannya (itulah yang diharapkan), (jika tidak
demikian) dia dihukum mati (oleh penguasa).” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/296)
Kesimpulannya, orang yang tidak memedulikan
larangan-larangan Allah Shubhanahu wa
ta’alla dan Rasul -Nya dalam hal
bermuamalah riba dengan berbagai sistemnya, berarti tidak ada rasa takut kepada
Allah Shubhanahu wa ta’alla di dalam hatinya.
3.
Diperbudak oleh dunia Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan hikmah -Nya
yang sempurna menciptakan manusia dengan salah satu tabiat jeleknya, yaitu
rakus (tamak, serakah). Hal itu ujian dan cobaan bagi mereka, sebagaimana sabda
Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَوْ أَنَّ بِالْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ
أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِ التُّرَابُ
وَيَتُوبُ
اللهُ عَلَى
مَنْ تَابَ» [ متفق عليه ]
“Seandainya
anak Adam memiliki satu lembah yang berisi emas, sungguh dia akan berambisi
memiliki dua lembah (yang berisi emas pula), dan tidak ada yang akan memenuhi
mulutnya selain tanah. Akan tetapi, Allah
Shubhanahu wa ta’alla menerima tobat siapa saja dari hamba -Nya.”(Muttafaqun
alaih dari Ibnu Abbas )
Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam juga
mengabarkan bahwa ujian yang paling besar bagi umatnya adalah harta. Sabda
beliau,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ
أُمَّتِي الْمَالُ » [رواه الترمذي]
“Sesungguhnya,
bagi setiap umat ada ujian (tersendiri), dan ujian bagi umatku adalah harta.”
(HR. at-Tirmidzi dari Ka’b bin ‘Iyadh radhiyallahu anhu)
Asy-Syaikh Muhammad al-Imam menjelaskan, “Apabila kita
perhatikan keadaan kaum muslimin (khususnya), niscaya kita akan mendapatkan
fakta bahwa harta itu benar-benar menjadi ujian. Bagaimana tidak, kita
menyaksikan orang yang telah diperbudak oleh harta mengumpulkannya dari mana
saja, walaupun dengan cara haram, walaupun jalan untuk mendapatkan yang haram
tersebut sangat sulit; seperti riba, suap, merampas, mencuri, menzalimi,
khianat, bahkan kekafiran sekalipun. Padahal cara itu akan menghinakan mereka
karena telah menjual kehormatan dan kebenaran. Bahkan, dengan sebab itu
terjadilah peperangan dan pertumpahan darah, kehormatan terkorbankan, serta
kalbu mereka terpenuhi oleh kedengkian, kebencian, dan permusuhan. Dengan sebab
itu pula, terjadilah berbagai fitnah (gejolak) yang sangat besar, seperti
pemberontakan, penggulingan kekuasaan, dan penculikan. Dengan sebab itu
pula, berubahlah ibadah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadi peribadahan
terhadap harta.” (Tahdzirul Basyarmin Ushuliasy-Syar, hlm. 94)
Itulah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alihi wa sallam atas umatnya.
Beliau bersabda dalam hadits Amr bin Auf al- Anshari radhiyallahu anhu,
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: « فَوَاللهِ، مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي
أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا
أَهْلَكَتْهُمْ » [ متفق عليه ]
“Demi Allah,
bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan akan menimpa kalian. Akan tetapi, aku
khawatir akan dibukakan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibukakan kepada
orang-orang sebelum kalian. Lantas kalian berlomba-lomba (dengan menghalalkan
berbagai cara) untuk mendapatkannya sebagaimana mereka telah berlomba-lomba
mendapatkannya, hingga dunia itu membinasakan kalian sebagaimana telah
membinasakan mereka.”( Muttafaqunalaih)
Kita memohon keselamatan kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla dari
berbagai hal yang menyelisihi syariat
-Nya.
Upaya Menyelamatkan Diri dari Riba
1.
Bertakwa kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla , Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata, “Takwa adalah takut kepada Dzat
Yang Maha mulia, beramal dengan wahyu, merasa cukup (qana’ah) dengan yang
sedikit, dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari akhir.” Oleh karena itu,
bagaimanapun sulitnya urusan kita, dengan takwa akan datang jalan keluarnya,
bukan dengan muamalah riba. Allah Ta’ala
berfirman,
قال الله تعالى:
﴿ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ ﴾ [ الطلاق: 2]
“Barangsiapa
bertakwa kepada Allah , niscaya Dia akan memberikan jalan keluar.” (ath-Thalaq:
2)
Dengan sebab takwa pula, urusan kita menjadi mudah, sebagaimana janji Allah Shubhanahu
wa ta’alla,
قال الله تعالى: ﴿ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ
يَجۡعَل لَّهُۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ يُسۡرٗا ٤ ﴾[ الطلاق: 4]
“Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya.” (ath-Thalaq: 4)
Dengan sebab takwa, kita akan bisa memilah antara yang halal dan yang
haram, sebagaimana firman -Nya,
“Jika kamu
bertakwa kepada Allah , niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan (alat
pemilah).” (al-Anfal: 29)
Dengan sebab takwa pula, akibat yang baik pasti akan
didapatkan oleh mereka yang bertakwa, sebagaimana berita dari Allah Shubhanahu
wa ta’alla ,
قال الله تعالى: ﴿ تِلۡكَ ٱلدَّارُ ٱلۡأٓخِرَةُ نَجۡعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوّٗا
فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فَسَادٗاۚ وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلۡمُتَّقِينَ ٨٣﴾ [ القصص: 83 ]
“Negeri akhirat
itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat kerusakan di(muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang bertakwa.” (al-Qashash: 83)
Oleh karena itu, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam menasihati kita untuk bertakwa dalam urusan harta pada
khususnya. Dalam hadits Abi Sa’id al-Khudri, Rasulullah Shalallah u’alaihi wa sallam
bersabda,
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللهَ
مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا
النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ »
[ رواه مسلم ]
“Sesungguhnya
dunia itu manis dan hijau (enak rasanya dan menyenangkan tatakala dipandang),
dan sungguh Allah menjadikan kalian
silih berganti atasnya. Kemudian Dia akan melihat bagaimana kalian akan beramal
(dengan dunia itu). Oleh karena itu, hati-hatilah kalian terhadap urusan
dunia dan wanita, karen awal petaka yang menimpa Bani Israil adalah dalam hal
wanita.”( HR.Muslim)
2.
Kesabaran menghadapi problematika
kehidupan Allah Shubhanahu wa ta’alla
dengan hikmah dan keadilan -Nya yang
sempurna menjadikan dunia sebagai medan ujian dan cobaan.
قال الله تعالى: ﴿ وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ
ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٥٥ ﴾ [ البقرة: 155 ]
“Sungguh akan
Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.” (al- Baqarah: 155)
3.
Zuhud dan wara’ terhadap dunia.
Ibnul Qayyim menukilkan ucapan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, “Zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak
memberi manfaat di akhirat. Adapun wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu
yang engkau khawatirkan akan menyusahkan atau merugikan di akhirat.”(Madarijus
Salikin, hlm. 283)
Allah Shubhanahu wa ta’alla mengabarkan kepada
para hamba -Nya tentang hakikat kehidupan dunia,
قال الله تعالى:
﴿وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا
مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ١٨٥﴾ [ آل عمران: 185]
“Kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali‘Imran: 185)
Rasulullah Shalallah u’alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: « يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ: يَا ابْنَ
آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ، هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ:
وَاللهِ، يَا رَبِّ. وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ
أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ: يَا ابْنَ
آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ، هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ؟ فَيَقُولُ:
وَاللهِ، يَا رَبِّ، مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَ رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ » [
رواه مسلم ]
“Pada hari
kiamat akan didatang kan seorang yang paling nikmat kehidupannya didunia dan
dia termasuk calon penghuni neraka. Dia dicelupkan kedalam neraka dengan satu
kali celupan lalu ditanya, ‘Wahai anak Adam apakah kamu pernah melihat kebaikan
(walaupun sedikit)?Apakah pernah terlintas kenikmatan kepadamu (walaupun
sedikit)?’ Dia menjawab,‘Tidak, demi Allah
wahai Rabb!’Didatangkan pula seorang yang paling susah kehidupannya di
dunia Dan dia termasuk calon penghuni surga. Dia dicelupkan sekali celupan
didalam surga, lalu ditanya,‘Wahai anak Adam, pernahkah engkau merasakan
kesusahan (walaupun sedikit)? Pernahkah engkau melewati kesulitan walaupun
sedikit?’Dia menjawab,‘Tidak, demi Allah, tidak pernah lewat satu kesusahan pun
dan aku tidak pernah merasakan suatu kesulitan’.” (HR. Muslim)
Tatkala menghadap Allah Shubhanahu wa ta’alla kelak,
kita tidak membawa harta yang kita miliki di dunia. Harta justru bisa
mempersulit kita ketika dimintai pertanggung jawaban di hadapan -Nya.
Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman, “Kemudian kamu
pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan
didunia itu).” (at-Takatsur: 8)
Rasulullah Shalallah u’alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: « يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَ ثَالٌ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ
وَيَبْقَى وَاحِدٌ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ
أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ » [متفق عليه]
“Ada tiga pihak yang ikut
mengantarkan jenazah: keluarga, harta, dan anaknya. Dua pihak akan kembali, dan
yang satu akan tinggal bersamanya. Keluarga dan hartanya akan kembali,
sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya.” (Muttafaqun‘alaih dari Anas
bin Malik )
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin berkata,
“Sabar terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla
maknanya adalah menahan diri dari segala sesuatu yang telah diharamkan
-Nya.
Hal ini membutuhkan kesabaran karena jiwa itu
cenderung kepada yang buruk, mengajak kepada hal-hal yang buruk pula. Oleh
karena itu, seseorang harus berusaha menahan dirinya dari berdusta dan
bermuamalah dengan memakan harta dengan cara yang batil, seperti riba atau
lainnya, dan (menahan diri) dari perbuatan zina, minum khamr, mencuri, dan
sebagainya.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 1/62-63)
4.
Qana’ah
Qana’ah adalah seorang hamba menerima atau merasa
cukup dengan apa yang diberikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada dirinya.
Rasulullah Shalallah u’alaihi wa sallam memuji
sifat yang mulia ini,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا
وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ» [ رواه مسلم ]
“Sungguh
bahagia orang yang masuk Islam dan dikaruniai rizeki yang cukup, serta
Allah Shubhanahu wa ta’alla
menjadikannya merasa cukup dengan apa yang Dia telah karuniakan kepadanya.”(HR.
Muslim dari Ibnu Umar)
Dengan qana’ah, seorang muslim akan selamat dari
perbudakan harta dan dunia. Dia akan selamat dari penyakit rakus dan serakah
sehingga selamat dari berbagai jebakan dan jeratan riba.
5.
Mencari rezeki yang halal dengan
cara yang halal.
Allah Shubhanahu
wa ta’alla memerintahkan hamba -Nya
untuk mencari rezeki dan keutamaan dari -Nya. Sebagaimana firman -Nya,
قال الله تعالى: ﴿ فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ
مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠ ﴾ [ الجمعة : 10 ]
“Apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu
dimuka bumi; dan carilah karunia Allah , dan seringlah mengingat Allah supaya kamu beruntung.”(al-Jumu’ah: 10)
Dari al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu anhu,
dari Nabi bersabda (yang artinya), “Tidaklah seseorang memakan makanan yang
lebih baik daripada hasil jerih payahnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Dawud
senantiasa makan dari jerih payahnya sendiri.” (HR. al-Bukhari)
Cara ini akan memudahkan pertanggungjawaban seorang
hamba di hadapan Allah Shubhanahu wa ta’alla pada hari kiamat.
Rasulullah Shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ
وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ
جِسْمِهِ
فِيمَ أَبْلاه» [ رواه الترمذي ]
“Tidak akan bergeser
kedua telapak kakinya seorang hamba nanti pada Hari kiamat sampai dia
ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan,tentang ilmunya pada apa dia
amalkan,tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan untuk apa dia belanjakan,
serta tentang badannya pada perkara apa dia pergunakan.” (HR. at-Tirmidzi)
6.
Kepedulian dan bantuan orang-orang
kaya.
Harta adalah
nikmat dari Allah Shubhanahu wa ta’alla
yang harus disyukuri. Di antara wujud rasa syukur seorang hamba yang diberi
limpahan materi adalah membantu saudaranya dengan pinjaman tanpa riba. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman,
قال الله تعالى: ﴿ وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٢ ﴾ [ المائدة: 2 ]
“Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, serta jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah
,sesungguhnya Allah amat berat
siksa -Nya.” (al-Maidah: 2)
Rasulullah Shalallahu ’alaihi wa sallam
bersabda,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ
الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ،
وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَا
خْآلِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَا خْآلِرَةِ،
وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ» [ رواه
مسلم ]
“Barang siapa
menghilangkan atau meringankan kesusahan seorang mukmin dari berbagai kesusahan
dunia, niscaya Allah Shubhanahu wa
ta’alla akan menghilangkan atau meringankan kesusahannya nanti pada hari
kiamat. Barang siapa memudahkan urusan orang yang dalam kesulitan, niscaya
Allah Shubhanahu wa ta’alla akan
memudahkan urusannya di dunia dan akhirat; dan barang siapa menutupi
kekurangan seorang muslim, niscaya Allah
Shubhanahu wa ta’alla akan menutupi kekurangannya di dunia dan akhirat.
Allah senantiasa menolong seorang hamba
selama hamba tersebut membantu saudaranya.” (HR. Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Rajab radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Keringanan yang diberikan kepada orang yang tertimpa kesulitan terwujud dengan
dua hal,
(1)
memberi kelonggaran waktu sampai mendapatkan kemudahan (untuk melunasinya) dan
hal itu adalah wajib (hukumnya) sebagaimana firman Allah Ta’ala :
قال الله تعالى: ﴿ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ
مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠ ﴾ [ البقرة : 280 ]
“Jika (orang
berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.
Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.”(al-Baqarah: 280)
(2)
merelakan tanggungan tersebut darinya apabila dia adalah orang yang mengutangi.
Kalau tidak demikian, dengan cara memberi sesuatu yang bisa digunakan untuk
melunasi utangnya; dan keduanya adalah keutamaan yang agung.” (Jami’ul ‘Ulum
wal Hikam, 2/289)
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Ada seorang pedagang
yang suka memberikan pinjaman (utang) kepada orang lain. Apabila dia melihat
ada orang yang kesulitan ( melunasi utangnya),dia berkata kepada anak-anaknya,
‘Relakanlah tanggungannya, mudah mudahan Allah Shubhanahu wa ta’alla mengampuni dosa dosa kita.’ Allah Shubhanahu
wa ta’alla pun mengampuni dosa-dosanya.” (Muttafaqun‘alaih dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu)
Rasulullah Shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda pula
(yang artinya), “Barang siapa memberi kelonggaran atau merelakan tanggungan
seorang yang dalam kesulitan, niscaya Allah Shubhanahu wa ta’alla akan menaunginya
dinaungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan selain naungan
(Arsy-Nya).” (HR. Muslim)
Rasulullah Shubhanahu wa ta’alla juga bersabda (yang
artinya), “Pada hari kiamat nanti, Allah Shubhanahu
wa ta’alla akan mendatangkan salah seorang hamba -Nya lalu bertanya, ‘Apa yang
engkau amalkan karena -Ku ketika hidup
di dunia?’Dia menjawab,‘Aku tidak beramal di dunia melainkan karena -Mu, wahai
Rabb, walaupun sebiji sawi yang aku harapkan (pahala dengannya),’ dia
mengucapkan tiga kali. Hamba tersebut akhirnya berkata,‘Wahai Rabb,
sesungguhnya Engkau telah mengaruniakan harta yang banyak kepadaku dan aku
adalah orang yang melakukan jual beli dengan orang-orang. Diantara akhlakku
adalah suka merelakan (mengikhlaskan). Aku biasa memberi Kelonggaran orang yang
kesulitan dan memberikan tangguh kepada orang yang dalam kesulitan.”
Rasulullah Shalallah u’alaihi wa sallam bersabda,
Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman, “Aku lebih berhak untuk memberikan
kemudahan, (maka) masuklah kesurga!” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Akhirnya,
« اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا
وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَ مُتَقَبَّل »
“Ya Allah ,
sesungguhnya kami memohon kepada -Mu ilmu yang Bermanfaat, rezeki yang baik,
dan amalan yang diterima.”
Amin, ya Rabbal ‘alamin.
Post a Comment