Asyuro dan Pengakuan Kecintaan Kepada al-Husain
Asyuro dan
Pengakuan Kecintaan
Kepada Al-Husain
Cinta adalah fitrah (naluri) yang Allah I fitrahkan kepada manusia. Lawannya adalah benci. Keduanya merupakan
amalan hati yang berkaitan (erat) dengan ibadah dan taklif[1] di dalam
Islam. Bahkan keduanya adalah tali iman yang paling kuat, sebagaimana yang
disebutkan di dalam hadits:
قال رسول الله ﷺ : (( أَوْثَقُ عُرَى الإِسْلاَم: أَنْ تُحِبَّ فِي اللهِ، وَتُبْغِضَ
فِي اللهِ ))
"Tali
Islam yang paling kuat adalah engkau mencintai karena Allah dan membenci karena
Allah." [Shahih al Jaami']
Syari'at Islam datang dengan manhaj
(metode) yang lurus yang memperhatikan kedua tabiat ini di dalam jiwa.
Mengarahkan dan menuntun keduanya dengan petunjuk yang benar. Tidak ada di
dalamnya ifroth (berlebih-lebihan) dan ghulu (melampaui batas)
tidak pula tafrith (menyepelekan) dan inhilaal (mengabaikan).
Karenanya hendaklah seorang muslim mempelajari manhaj
(metode) Islam mengenai cinta dan benci atau mengkonsultasikannya. Terlebih
lagi jika terjadi kerancuan mengenai suatu perkara dan terjadi fitnah
(kemelut). Melenceng dari manhaj Islam banyak menimbulkan pelbagai penyimpangan
dan polemik yang tidak sedikit. Bahkan musuh Allah menjadikannya momentum untuk
memperuncing fitnah (kemelut) di tengah ummat dan menyebarkan kesesatan
diantara pemeluknya dengan berbagai cara. Boleh jadi permisalan yang paling jelas
adalah cinta Ahlulbait. Dimana suatu kelompok berlebih-lebihan kepada
sebagian Ahlulbait. Bahkan diantara mereka mengklaim ketuhanan bagi seluruh
atau pada perorangannya. Sebagian lagi mengklaim kemaksuman (ketiadaan
dosa) dan seterusnya…, sebagaimana yang diketahui sepanjang sejarah agama ini.
Dan diantara mereka ada yang justru merendahkan.
Kita disini mencoba untuk melihat permasalahan
ini, mencari tahu posisi Ahlussunnah wal Jamaah tentangnya. Diambil dari
nukilan-nukilan perkataan sebagian ulama agar seorang muslim mengerti petunjuk
agamanya dan dapat membedakan antara yang hak dan yang batil, yang benar dan
yang salah, yang jujur dan yang menipu. Terlebih lagi pada waktu-waktu sekarang
ini, dimana Syi'ah menyelenggarakan pesta berkabung atas kematian al-Husain t dengan klaim kecintaan yang sangat. Sementara dipihak yang lain, di
sebagian negeri-negeri Islam justru melakukan perayaan kebahagiaan pada hari
Asyuro, mengkhususkan jenis-jenis jajanan dan makanan tertentu. Kebanyakan dari
mereka tidak mengerti apa dasar dari perayaan tersebut.
Cikal-bakal Kesesatan dan Dusta dalam Perayaan
Asyuro
Syaikh Ali Mahfudz berkata, "Setan yang
terkutuk telah membuat dua bid'ah dengan sebab terbunuhnya al-Husain:
Pertama:
Kesedihan, ratapan, menampar-nampar wajah,
menjerit-jerit, menangis, bersin-bersin, membuat acara nostalgia, sampai kepada
mencela dan melaknat generasi salaf dan mengaitkan mereka yang tidak terlibat
menjadi para pendosa, membacakan kisah-kisah pemikat hati yang mengarah kepada
fitnah dimana kebanyakannya adalah kedustaan. Tujuan mereka mencontohkan sunnah
sayyi'ah (teladan yang buruk) pada hari itu adalah untuk membuka pintu
fitnah dan perpecahan di antara ummat. Perbuatan tersebut tidak dibenarkan
secara ijma (konsensus) kaum muslimin. Bahkan menciptakan keluhan dan
ratapan serta membangkitkan musibah masa lalu adalah dosa yang paling buruk dan
perbuatan haram yang terbesar.
Kedua:
Bid'ah kegembiraan dan kebahagiaan. Menjadikan
hari Asyuro sebagai hari raya; memakai pakaian dan perhiasan, melebihkan uang
belanja keluarga, dan seterusnya.
Hal itu bermula, kala itu di Kuffah terdapat kaum
Syi'ah yang berlebih-lebihan dalam mencintai dan memperjuangkan
al-Husain, yang dipimpin oleh al-Mukhtar bin Ubaid al-Kadzaab
(pendusta), dia seorang roofidhi (berfaham Rofidhah) yang mengaku
sebagai nabi. Ada
juga kelompok an-Naashibah yang membenci Ali dan keturunannya, yang diantaranya
al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqofi (berasal dari daerah Tsaqif).
Telah dinyatakan dalam hadits shahih dari Nabi r bahwa beliau bersabda, "Akan ada di daerah Tsaqif kadzzaab
(pendusta) lagi mubiir (pembinasa)". Mubiir artinya mandor
dalam membinasakan orang. Sehingga kala itu pemimpin Syi'ah sebagai
pendustanya, dan Naashibi (al-Hajjaj) inilah yang Mubiir (pembinasa).
Satu kelompok membuat-buat kesedihan dan yang
satunya lagi membuat-buat kebahagiaan. Kesemua bid'ah itu berlatarbelakang
dendam terhadap al-Husain. Demikian juga bid'ah kesedihan dan segala yang
diekspresikan oleh pecinta al-Husain merupakan perbuatan yang batil dan
merupakan bid'ah yang sesat.
Al-Alaamah Ibnul Izz al-Hanafi berkata: "Sesungguhnya
tidak ada yang sah dari Nabi r
pada hari Asyuro selain puasa."
[Kitab al-Ibdaa' fi Mudhar al-Ibtidaa' hal.270]
Aqidah
Ahlussunnah Dalam Mencintai Ahlulbait
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbaad berkata:
"Aqidah (keyakinan) Ahlussunnah wal
Jamaah adalah pertengahan antara berlebih-lebihan dan merendahkan, antara melampaui
batas dan menelantarkan dalam seluruh permasalahan aqidah. Termasuk aqidah
mereka mengenai Ahlulbait Rasul r (keluarga
Nabi). Mereka loyal kepada setiap muslim dan muslimah dari keturunan Abdul
Muthalib. Demikian pula pada seluruh istri-istri Nabi. Mereka mencintai
keseluruhannya dan memuji mereka. Menempatkan mereka pada posisi yang pantas
bagi mereka dengan adil dan inshof (seimbang). Tidak dengan hawanafsu
dan membebani diri. Menyadari akan keutamaan siapa yang tergabung pada dirinya
antara kemuliaan iman dan kemuliaan nasab (keturunan). Siapapun Ahlulbait
dari kalangan sahabat Nabi maka Ahlussunnah mencintainya karena keimanan dan
ketakwaannya serta karena persahabatan dan kekerabatannya dengan Nabi. Jika dia
bukan sahabat Nabi, maka Ahlussunnah mencintainya karena keimanan dan
ketakwaannya juga kekerabatannya dengan Nabi. Mereka memandang bahwa kemuliaan
nasab mengikuti kemuliaan iman. Siapa yang Allah berikan keduanya maka
telah terkumpul padanya dua kebaikan. Jika dia tidak beriman, maka kemuliaan
nasab tidaklah bermanfaat sedikitpun. Allah U telah berfirman,
قال الله تعالى : ﴿ ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ﴾
"Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu."
Nabi r
bersabda di akhir hadits yang panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam
Shahihnya no.2699 dari Abu Hurairah t,
قال رسول الله ﷺ : ((ومَن بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرَع بِهِ نَسَبُهُ)) رواه
مسلم
"Siapa
yang dilambatkan oleh amalnya, nasab (keturunannya) tidak dapat
mempercepatnya."
[Lihat kitab Fadhlu Ahlulbait wa Uluwwu
Makanatihim 'Inda Ahlussunnah wal Jamaa'ah (Keutamaan Ahlulbait Dan
Tingginya Kedudukan Mereka Bagi Ahlussunnah Wal Jama'ah) yang ditulis oleh
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbaad al-Badr]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah
merahmatinya- dalam kitab al-Aqidah al-Waashitiah mengatakan,
"Mereka (Ahlussunnah wal Jama'ah) mencintai Ahlulbait Rosulullah dan loyal
kepada mereka. Ahlussunnah menjaga wasiat Rosulullah yang bersabda pada hari ghadir
haam[2] :
قال رسول الله ﷺ : ((أُذَكـِّرُكُم الله فِي أَهْلِ بَيْتِي))
"Aku
mengingatkan kalian akan ahlulbaitku (keluargaku)."
Beliau juga berkata kepada pamannya Abbas ketika
mengeluh kepadanya bahwa sebagian Quraisy bersikap keras kepada Bani Hasyim:
قال رسول الله ﷺ : ((وَالذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لاَ يُؤْمِنُوْن حتَّى يُحبُّوكُم لِلهِ
وَلِقَرَابَتِي))
"Demi
yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah mereka beriman hingga mencintai
kalian karena Allah dan juga karena kekerabatan kalian denganku."
Dan sabdanya r,
قال رسول الله ﷺ : ((إِنَّ اللهَ اِصْطَفَى كِنَانَة مِنْ وَلَد إِسْمَاعِيل، وَاصْطَفَى
مِنْ كِنَانَة قُرَيْشًا، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْش بَنِي هَاشِم، وَاصْطَفَانِي مِنْ
بَنِي هَاشِم))
"Sesungguhnya
Allah memilih Kinanah dari keturunan Ismail dan memilih dari Kinanah Quraisy
dan memilih dari Quraisy Bani Hasyim dan memilihku dari Bani Hasyim."
Ahlussunnah loyal kepada istri-istri Rasulullah,
ibu kaum mukminin dan mengimani bahwa mereka adalah istri-istrinya r di akhirat, terkhusus Khadijah t, ibu dari anak-anaknya. Wanita pertama yang mengimani dan menolong
beliau atas kenabiannya. Dia memiliki kedudukan yang tinggi. Demikian juga as-Shiddiqoh
binti as-Shiddiiq, Aisyah t. Yang dikatakan oleh Nabi r, "Keutamaan
Aisyah dibanding para wanita yang lain seperti keutamaan tsariid (bubur/roti
yang dilunakkan) bagi makanan yang lain."
Ahlussunnah berlepas diri dari jalan orang-orang
Rafidhah/Syi'ah yang membenci dan mencela sahabat Nabi r. Juga berlepas diri dari jalan orang-orang Nawashib yang menyakiti Ahlulbait
dengan ucapan atau perbuatan.
Syaikhul Islam juga mengatakan dalam Majmu Fatawa
28/491:
"Demikian pula terhadap Ahlulbait (keluarga)
Rasulullah, diwajibkan mencintai, loyal dan menjaga hak mereka."
Melempar tuduhan padahal mereka sendiri terjatuh
kedalamnya
Tuduhan yang dilemparkan orang-orang Rafidhah dan
sebagian sufiah (batiniah) bahwa Ahlussunnah keras terhadap Ahlulbait serta
tuduhan-tuduhan dusta lainnya, (pada kenyataannya) justru Ahlussunnahlah yang paling mencintai Ahlulbait dibandingkan
yang lain. Ahlussunnah mengetahui hak mereka secara syar'i, tanpa
berlebih-lebihan ataupun meremehkan. Buktinya amat banyak dan tidak cukup untuk
dipaparkan disini. Diantaranya saja banyak dari Ahlussunnah yang memberi nama
anak-anak mereka dengan nama Ahlulbait. Bahkan kebanyakannya dari orang-orang
utama dan ulama. Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab memiliki enam putra
dan satu putri. Nama-nama mereka
Abdullah, Ali, Hasan, Husain, Ibrohim, Abdulaziz, dan Fatimah.
Seluruhnya adalah nama dari Ahlulbait selain Abdulaziz. Pemilihan beliau akan
nama putra-putrinya menunjukkan kecintaannya kepada Ahlulbait Nabi r dan penghargaannya kepada mereka. Nama-nama itu terulang-ulang pada
cucu dan keturunannya.
Sebaliknya, keyakinan Rafidhah hari ini adalah
kelanjutan akan kebencian mereka terhadap salafussoleh (generasi pertama
ummat). Secara khusus Abu Bakar, Umar, Utsman dan istri-istri Nabi r yang merupakan ibu kaum mukminin. Keyakinan yang dibangun di atas
keingkaran terhadap al-Quran serta hadits-hadits Nabi r yang ada di tengah-tengah kaum muslimin sekarang ini. Aqidah yang
mereka adopsi dari Abdullah bin Saba'
merupakan warisan dari Yahudi pembenci. Dari sisi terakhir ini saja mereka
telah menyelisihi Ahlulbait (karena mengambil aqidah Yahudi).
Syi'ah sendiri meriwayatkan bahwa Ali t menamai putra-putranya dengan nama Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar,
Umar dan Utsman. Al-Husain, putra Ali juga memberi nama putra-putranya dengan
Abu Bakar dan Umar, demikian pula putra Ali dan putra al-Husain yang lain,
mereka menamai anak-anak mereka dengan nama orang-orang pilihan lagi berbakti.
Hal itu tidak lain karena kecintaan dan harapan agar menjadi berkah[3]. [Lihat
kitab as-Syi'ah wa at-Tasyayu')
Maka bagaimana orang-orang Rafidhah/Syi'ah
mengklaim mencintai Ahlulbait tetapi pada kenyataannya mereka sendiri
menyelisihinya?! Kalau begitu siapa yang benar-benar mencintai Ahlulbait?!
Siapa yang menyelisihi mereka dan siapa yang meneladani?!
Pengakuan
Kecintaan dan Meraup Keuntungan
Klaim kecintaan kepada Ahlulbait menjadi pintu
masuk bagi musuh agama ini untuk menyusupkan fitnah dan kesesatan. Bertujuan
menghancurkan agama dan menyebarkan perpecahan diantara kaum muslimin. Tema 'cinta'
memang memiliki pangsa pasar yang besar, terlebih lagi ditaraf masyarakat umum.
Dari pintu inilah seorang Yahudi, Ibnu Saba'
masuk membawa fitnah tasyayu''[4]
(penyebaran faham syi'ah), yang kini menjadi penyakit kronis yang menggerogoti
persatuan kaum muslimin sekaligus menjerumuskan kelompok mereka yang lain.
Faham ini merupakan ancaman yang memiliki target besar yang masih terus
dihembuskan sampai hari ini. Para milatannya
berusaha menghidupkannya. Dari masa ke masa mereka selalu bersembunyi dan manakala
mendapat peluang, mereka tampakkan kebatilan dan kesesatan mereka, untuk
menyesatkan dan menjerumuskan manusia.
Doktor Muhammad Abdullah al-Gharib berkata, -yang
singkatnya sebagai berikut-: "Sungguh kebatilan telah dilengserkan, yang
kala itu berwujud tentara Persia (Iran) yang besar, tunduk manakala berhadapan
dengan tentara Islam yang mengangkat bendera kebenaran, menjadi cemeti yang
tidak tertundukkan…"
Tidak ada jalan dihadapan tentara Persia yang
berjumlah besar atas kekalahan yang mereka derita ketika itu selain menampakkan
penerimaan akan Islam. Setelah itu mulailah Persia melakukan pembalasan dendam
terhadap kaum muslimin (pribahasa=menggunting dalam lipatan). Mereka mengetahui
dengan keyakinan bahwa al-Faaruq, Umar berada dibalik invasi negeri mereka dan
yang merampas kedaulatan mereka. Sehingga pembunuhan Umar menjadi awal mula
peperangan mereka terhadap agama ini dan pemeluknya.
Rafidhah Majusi (penyembah berhala) masih saja
terus memerangi Amirul Mukminin, Umar Ibnu al-Khathab setelah kematiannya.
Mereka menjadikan cacian kepada Umar sebagai bagian dari manhaj (metode)
dalam bersyi'ah. Hal itu tidak lain karena Umar telah mebersihkan bumi mereka dari
kezaliman dan mematikan api (kesyirikan) di rumah-rumah mereka.
Ada Apa Dibalik Kesyi'ahan (pembelaan) Orang-Orang
Majusi (penyembah berhala) Terhadap Ahlulbait
Pada tahun 35 H terjadi perselisihan yang
terkenal antara Amirul Mukminin, Ali bin Abu Thalib dengan Muawiah bin Abu
Sofyan –semoga Allah meridhoi keduanya-. Perselisihan itu tentu menjadi
kesempatan yang tidak akan terulang bagi orang-orang majusi, sehingga mereka
mengumumkan menjadi syi'ah (pembela) Ali.
Membela Ali adalah sesuatu kebenaran, akan tetapi
orang-orang Majusi menginginkan dibalik semua itu perpecahan dikalangan kaum
muslimin. Menyeru untuk membela Ahlulbait adalah jualan yang menguntungkan,
yang diterima semua kalangan, khususnya bagi orang umum. Siapakah orangnya yang
tidak mencintai Ahlulbait Rasulullah r.
Dibalik seruan mencintai Ahlulbait orang-orang Majusi
menginginkan tujuan berikut:
Harus ada dari kalangan keluarga (dinasti Persia),
orang yang disucikan untuk dapat memimpin urusan 'agama'. Dengan membela
Ahlulbait berarti telah menghidupkan kembali aqidah Zoroastrianism[5], manu,
dan mazdak.
Mereka mengumumkan kepada manusia bahwa Ahlulbait
adalah bayangan tuhan di bumi. Mengklaim bahwa imam-imam mereka maksum
(tidak punya dosa), yang memiliki kemuliaan dengan hikmah ketuhanan.
Al-Husain t menikahi Syahrabanu putri Yazdajrad, raja Iran setibanya dia dan keluarganya
disana. Pernikahan inilah yang menjadi sebab mengapa orang-orang Iran
mati-matian membela al-Husain. Karena mereka melihat bahwa darah yang mengalir
pada diri Ali bin al-Husain dan putra-putranya adalah darah Iran dari pihak
ibu. [Lihat kitab Wa Ja a Daurul Majus hal.53-58]
Kita
Tidak Tahu Apa Akhirnya
Hari ini, kaum Rafidhah merasa mendapatkan
kesempatan untuk menyatukan barisan mereka. Terlebih lagi di Iraq dan
Negara-negara Khalij[6], setelah
tegaknya negara Syi'ah di Iran. Engkau dapati dari mereka berjalan dengan
pongah karena merasa mayoritas dan tersebar. Suaranyapun menjadi lantang.
Mereka dan kebatilannya menjadi memiliki bobot dan dihargai di negeri sunnah.
Yang terlihat nyata dari semua itu adalah kuasa mereka mengekspos perayaan dan
acara berkabung mengenang kematian al-Husain t pada hari Asyuro, khususnya di Iraq. Dimana mereka begitu
konsen mempertontonkan peserta yang
mengikuti acara tersebut yang jumlah mencapai ratusan ribu orang, tidak lain
inggin menunjukkan eksistensi mereka.
Di negeri lain mereka minta diadakan perayaan
resmi dan aktifitas pemerintahan diliburkan. Minta disediakan jam tayang khusus
yang menyiarkan acara perayaan mengenang kematian al-Husain. Mereka membuat
banyak website yang menyeru kepada kebatilan dan kesesatan mereka. Belum lagi
gerakan bawah tanah yang mereka lakukan diberbagai negeri. Orang-orang seakan
lupa atau melupakan tindak tanduk mereka (Rafidhah) yang melakukan penipuan dan
pengkhianatan sepanjang sejarah. Pengkhianatan mereka terhadap Ahlulbait, yang
bermula kepada Ali bin Abu Thalib, lalu al-Hasan dan al-Husain –semoga Allah
meridhoi ketiganya-. Kita tidak tahu kapan berakhirnya dan apa pula
pengakhirannya. Aktifitas mereka yang mengkhawatirkan perlu diwaspadai.
Lihat penjelasan mengenai bahaya mereka seperti
dalam Kitab Rafidhah Fi Biladil Haramain (Kaum Syi'ah di Negeri Haram)
yang ditulis oleh Syaikh Nasir bin Sulaiman al-Umar. Di dalamnya terdapat
realita yang menyedihkan dan peringatan akan bahaya yang mengancam, berharap
kaum muslimin dapat menyadarinya.
[1] Pembebanan untuk menjalankan syari'at agama. Diantara syaratnya adalah
berakal dan baligh -pent.
[2] Satu lembah yang berada di antara Mekkah dan
Madinah tepatnya di Juhfah dalam perjalanan beliau bersama para sahabat.
[4] Syi'ah secara bahasa artinya pembela. Mereka menamakan diri demikian
untuk menarik simpati, padahal sejatinya mereka adalah Rafidhah. -pent.
[5] Ini adalah agama tua masyarkat Iran. Mereka meyakini adanya dua
tuhan, satu melambangkan kebaikan dan yang satunya lagi melambangkan kejahatan.
Selain itu ada lagi tuhan-tuhan kebaikan lain yang berjumlah 12 tuhan, demikian
pula kejahatan. Ajaran ini di bawa oleh seorang filosof dan pelaku kebajikan
bernama Zoroaster -pent.
Post a Comment