Beberapa Nasehat Untuk Para Guru
Beberapa Nasehat Untuk Para Guru
Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala,
shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu
‘alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah
dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Di bawah ini adalah sebagian wasiat yang aku wasiatkan
kepada diriku dan kepada saudara-saudaraku, para guru dan aku memohon kepada
Allah semoga nasehat ini bermanfaat.
Wasiat pertama: Mengikhlaskan niat untuk
Allah subhanahu wa ta’ala semata dalam menjalankan tugas mengajari
anak-anak dan siswa mereka, mendidik mereka dengan pendidikan yang diridhai
oleh Allah Azza Wa Jalla, bersabar atas yang demikian itu guna mendapat pahala
dari Allah subhanahu wa ta’ala, mengharap balasan dari -Nya. Sebagian
ulama berkata: Ikhlas adalah engkau tidak meminta seorang saksipun terhadap
amal yang kamu kerjakan selain Allah Ta’ala dan tidak pula mengharap balasan
kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah hakekat agama itu dan kunci
dakwah para rasul Allah semoga Allah subhanahu wa ta’ala mencurahkan
kesejahteraan -Nya kepada mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada -Nya dalam
(menjalankan) agama
dengan lurus”. (QS. Al-Bayyinah: 5)
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh
Tuhanku kepada
jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim
yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang
yang musyrik". Katakanlah: "Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi -Nya; dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al-An’am: 161-163).
Dan Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya amal
perbuatan, sebab suatu amalan tidak akan diterima oleh Allah kecuali jika dia
telah memenuhi dua syarat:
Pertama: Zahir amal tersebut nampak sesuai dengan apa yang
disyari’atkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam kitab -Nya atau
telah dijelaskan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam. Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Aisyah radhiallahu
‘anha bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-mengadakan perkara
baru dalam urusan agama kita ini maka dia tertolak”.[1]
Kedua: Amal tersebut dkerjakan ikhlas semata-mata karena Allah
Ta’ala. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu
bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya setiap amal tersebut tergantung
pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan balasan seperti apa yang
diniatkannya”.[2]
Al-Fudhail
bin Iyadh berkata, “Amal yang terbaik adalah amal yang paling ikhlas dan paling
benar. Dan dia berkata: Sesungguhnya suatu amalan kalau dikerjakan dengan penuh ikhlas namun tidak benar
maka dia tidak akan diterima, dan apabila amal tersebut benar namun tidak
dikerjakan dengan dasar ikhlas maka amal itupun tidak akan diterima sehingga
amal tersebut ikhlas dan benar. Amal yang ikhlas adalah amal yang dikerjakan
karena Allah dan amal yang benar adalah amal yang dikerjakan berdasarkan
sunnah”.[3]
Diantara bukti utama bahwa seseorang menjalankan amal
didasarkan pada keikhlasan adalah jika seorang hamba mengerjakan suatu amal
shaleh dan dia tidak peduli terhadap penglihatan manusia baginya, bahkan jika
amal tersebut dinisbatkan kepada orang lain maka hal itu sangat menggembirakannya,
sebab dia menyadari bahwa amalnya dijaga di sisi Allah Ta’ala.
Dikatakan
kepada Sahl Al-Tasatturi: Apakah yang paling sulit bagi jiwa ini?. Dia
menjawab: Ikhlas sebab dia tidak memilki bagian apapun, yaitu bagian di dunia.
Wasiat
ketiga:
Bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan
muraqabah kepada -Nya dalam kondisi rahasia dan terang-terangan. Taqwa kepada
Allah subhanahu wa ta’ala
adalah wasiat -Nya
bagi orang-orang terdahulu dan yang
akan datang. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
“dan sungguh Kami telah
memerintahkan kepada orang-orang yang diberi
kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada
Allah.( QS.
Al-Nisa’: 131)
Dan
Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam, selalu berwasiat kepada para
shahabatnya agar mereka selalu bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
disebutkan di dalam hadits riwayat Irbadh bin
Sariyah bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam, bersabda, “Aku berwasiat kepada kalian agar bertqwa
kepada Allah dan mendengar serta taat”.[4]
Thalaq
bin Hubaib berkata, “Taqwa kepada Allah adalah engkau beramal
dengan suatu amalan ketaatan dengan cahaya
dari Allah, mengharap pahala dari Allah, dan meninggalkan bermaksiat kepada
Allah di atas cahaya dari Allah dan takut akan siksa Allah”.
Waspada
terhadap kemaksiatan baik yang besar atau yang kecil. Allah subhanahu wa
ta’ala telah menjanjikan untuk menghapus dosa-dosa yang kecil jika
seseorang menjauhi dosa-dosa besar dan memasukkannya dalam golongan orang yang
mulia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa
yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami
masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. Al-Nisa’: 31)
Maksudnya
adalah banyak kebaikan dan keberkahan, dan
waspada terhadap dosa-dosa yang kecil. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam
kitab shahihnya dari Anas radhiyallahu’anhu berkata, “Sesungguhnya
kalian mengerjakan suatu amalan yang kalian anggap lebih kecil dalam pandangan
mata kalian dari sehelai rambut namun kami menganggapnya sebagai pembinasa pada
masa Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam,”.[5]
Abu
Abdullah mengatakan: Maksudnya amal tersebut bisa membinasakan.
Al-Auza’i
berkata: Jangan engkau melihat kepada kecilnya kemaksiatan akan tetapi lihatlah
kepada keagungan Zat yang engkau bermaksiat kepada -Nya”.
Wasiat
keempat: Tauladan
yang baik. Telah diketahui bahwa seorang siswa sangat terpengaruh oleh gurunya,
senang mengikuti dan menirunya, maka wajib bagi para pendidik dan guru agar
perbuatannya tidak bertentangan dengan perkataannya. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa
yang tidak kamu perbuat?. Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. Al-Shaf: 2-3).
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman
tentang Nabi Syu’aib Alaihis salam:
Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu dengan
(mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali
(mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan.
Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. (QS. Hud: 88)
Seorang
penyair berkata:
Janganlah
melarang suatu perbuatan sementara dirimu mengerjakannya
Cela
yang besar jika kau melakukan tindakan seperti
yang demikian itu
Wasiat
kelima:
Berakhak yang baik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: "Hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya
setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi
manusia. (QS. Al-Isro’: 53)
Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah
(kejahatan itu)
dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu
dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia. (QS.
Fushilat: 34).
Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi di dalam sunannya dari Abi
Darda’ bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam, bersabda, “Tidak ada yang lebih berat bagi timbangan
seorang hamba yang beriman pada hari kiamat dari akhlak yang baik dan Allah subhanahu wa ta’ala membenci orang
yang berkata kotor lagi kasar”.[6]
Akhlak
yang baik ini mencakup banyak sisi dari kehidupan seorang hamba yang beriman
baik dalam segi perkataan atau perbuatan, ibadah kepada Allah, dalam
berinteraksi sesama hamba. Abdullah bin Mubarok berkata, “Akhlak yang baik itu
adalah wajah yang berseri, memberikan kebaikan, menolak gangguan dan bersabar
terhadap perlakuan orang lain terhadap
diri sendiri”.
Maka aku berwasiat kepada para guru
agar mereka berakhlak yang baik terhadap teman-teman mereka, terhadap para
siswa dan orang tua wali murid, dan hendaklah dia berinteraksi dengan mereka
secara lembut.
Diriwayatakan
oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Aisyah radhiyallahu’anha bahwa
Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam, bersabda, “Sesungguhnya sikap lembut itu tidak terdapat
dalam sesuatu kecuali dia akan menghiasinya dan tidaklah dia tercabut dari
sesuatu kecuali dia akan menjadi cacat”.[7]
Dan Nabi Muhammad salallahu
‘alaihi wa salam adalah orang yang paling baik
akhlaknya, maka barangsiapa yang ingin sampai kepada akhlak yang tinggi maka
hendaklah dia mentauladani Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari
Anas radhiyallahu’anhu berkata, “Aku
telah mengabdi kepada Nabi Muhammad salallahu
‘alaihi wa salam, selama sepuluh tahun dan
beliau tidak pernah berkata kepadaku “cih” sedikitpun, dan tidak pernah berkata
kepadaku karena sesuatu yang aku kerjakan: Kenapa engkau perbuat?. Dan tidak
pernah pula mencelaku karena sesuatu yang aku tinggalkan: Kenapa engkau tidak
mengerjakannya?.[8]
Wasiat keenam: Hendaklah
seorang guru berusaha untuk mendidik para siswanya dengan pendidikan yang baik,
mengajarkan kepada mereka perkara keimanan dan keislaman, menanamkan rasa cinta
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mengagungkan -Nya di dalam hati mereka, menanamkan rasa cinta kepada
Nabi Muhammad salallahu
‘alaihi wa salam,, menjelaskan kepada mereka
tentang kewajiban mengikuti beliau dan beramal dengan sunnahnya, mengingatkan
kewajiban mentauladani Rasulullah, mengajarkan kepada mereka adab-adab yang
baik, akhlak yang mulia, seperti adab di dalam mesjid, atau majlis, menghormati
guru dan orang yang lebih dewasa, adab terhadap teman dan shahabat, membiasakan
mereka berkata yang baik, menjauhkan mereka dari kata-kata yang buruk dan pengajaran-pengajaran
lainnya berupa adab yang baik dan sifat yang mulia.
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala Tuhan
semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam, dan kepada keluarga, shahabat serta
seluruh pengikut beliau.
[1] Al-Bukhari: 2/267 no: 2697 dan
Muslim: 3/343 no: 1718
[2] Al-Bukhari: no: 1 dan Muslim:
3/1515 no: 1907
[3] Madarijus Salikin: 2/93
[4] Sunan Abi Dawud: no: 4607
[5] Al-Bukhari: no: 6492
[6] Al-Tirmidzi: 4/362 no: 2002
dan Al-Tirmidzi berkata: hadits hasan shahih
[7] Hr. Muslim: no: 2593
[8] HR. Turmudzi: 4/368 no: 2015
dan asalanya pada as-shahihain
Post a Comment