Zuhud Terhadap Dunia



Zuhud Terhadap Dunia

Segala puji hanya bagi Allah سبحانه وتعالى, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam  , dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam  adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
          Dan Allah سبحانه وتعالى telah memberikan penjelasan kepada kita tentang keadaan dunia dan penghuninya,  Dia- menyingkap hakikat dunia dan menerangkan masanya yang pendek dan fananya kelezatan yang ada padanya. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan -Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid: 20)
Allah سبحانه وتعالى menjelaskan kepada kita di ayat ini tentang hakikat dunia yang karenanya banyak manusia yang terpedaya olehnya.
Allah سبحانه وتعالى menjelaskan bahwa dunia adalah permainan, tidak ada akibat yang ditimbulkannya kecuali keletihan, dia menyibukkan orang yang memperhatikannya dan melalaikannya dari apa-apa yang memberikan manfaat baginya di akheratnya kelak. Dunia adalah perhiasan yang menipu yang membuat orang terpedaya, bebbangga-bangga dengan keturunan dan tulang-tulang yang telah remuk, saling berlomba dalam mengumpulkan harta dan anak-anak keturunan serta jabatan. Allah سبحانه وتعالى memeberikan penjelasan bahwa semua itu akan fana, sama seperti hujan yang menumbuhkan tanam-tananman yang menumbuhkan kekaguman petani dengan pertumbuhan tanamannya kemudian dia berkembang dan bergerak dan tumbuh pada ambang batas yang telah ditetapkan oleh Allah سبحانه وتعالى, sehingga engkau melihatnya begitu cepat menguning dan berubah menjadi layu setelah sebelumnya tumbuh hijau segar, kemudian berubah menjadi kering, berguguran dan hancur. Di dalam ayat ini terdapat penyerupaan barbagai sunnah-sunnah Allah  Shalallahu ‘alaihi wasallam  dengan masa tumbuhnya tumbuhan dalam satu masa lalu tumbuhan tersebut menjadi fana dan menghilang, lenyap dalam waktu kurang dari satu tahun, hal ini sebagai isyarat bagi cepatnya kehilangan segala hal yang ada di dunia dan dekatnya sifat fana yang melekat padanya.
Kemuadian Allah سبحانه وتعالى menjelaskan tentang dahsyatnya keadaan akherat dan kepedihan yang terjadi padanya serta siksa yang keras yang dirasakan oleh orang yang bermaksiat kepada Allah سبحانه وتعالى, juga ampunan dan kerelaan -Nya yang menunjukkan kesempurnaan nikmat Allah سبحانه وتعالى bagi orang yang taat kepada -Nya. Allah سبحانه وتعالى berfirman;
 
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Kahfi: 45)
Allah سبحانه وتعالى berfirman;
 
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak(^) dan SAWah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Ali Imron: 14-15)
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (QS. Al-Ra’du: 26)
Diriwayatkan oleh Muslim dalam sebuah hadits dari Al-Mustaurad bin Fihr bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: Demi Allah!, Sesungguhnya tidaklah dunia ini dibanding dengan akherat kecuali seperti salah seorang di antara kalian mencelupkan telunjukanya pada sebuah sungai yang besar lalu hendaklah dia melihat bekas yang kembali menetes”.[1]
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah  dari Abdullah Mas’ud RA berkata: Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam  tidur di atas sebuah tikar sehingga tikar tersebut memberikan goresan pada tubuhnya, aku berkata kepada beliau: Bapak dan ibuku sebagai tebusan bagimu wahai Rasulullah, seandainya engkau mengizinkan niscaya kami membentangkan bagimu tikar tidur yang  bisa menjagamu dari bekas tikar tidur seperti ini. Maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam  berasabda: Apa hubungan saya dengan dunia ini, sesungguhnya perumpamaan saya dengan dunia sama seperti seorang musafir yang berteduh pada sebuah pohon lalu pergi meninggalkannya”.[2]
Ibnul Qoyyim rahimhullah berkata: Mengharap akherat tidak akan terwujud kecuali dengan bersikap zuhud terhadap dunia ini, dan zuhud di dunia ini tidak akan terwujud kecuali di dasarkan pada dua pandangan: 
Pandanga pertama: Pandangan terhadap dunia yang begitu cepat, fana dan melenyap, keletiahan dalam meraih dan memperhatikannya, semua itu menimbulkan sesak, kekeruhan dan kepayahan dan akhirnya dia akan menghilang dan lenyap ditambah rasa rugi dan kecewa, maka orang yang menuntut dunia tidak pernah terlepas dari kebimbangan sebelum mendapatkannya dan kebimbangan saat mendapatkannya lalu kesedihan dan penyesalan setelah dia berlalu. Ini adalah salah satu cara pandang terhadap dunia.
pandangan kedua: Pandangan terhadap akherat; mengejarnya dan datang kepadanya, dia adalah alam yang tetap dan permanent, alam yang dipenuhi dengan berbagai balasan kebaikan dan kesenangan, menyadari akan perbedaan yang begitu jauh antara dunia dan akherat. Realita ini sama seperti apa yang diberitahukan oleh Allah سبحانه وتعالى:
Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 17).
Dia adalah kebaikan yang sempurna dan abadi, sementara dunia adalah khayalan yang nisbi, lenyap dan akan menghilang. Maka apabila cara pandang ini telah sempurna dalam diri seseorang maka dia akan menuntut apa yang diprioritaskan oleh akal dan bersikap zuhud pada perkara yang menuntut sikap zuhud, dan setiap orang diberikan fitrah untuk tidak meninggalkan perkara bermanfaat yang realistis ada di hadapannya, atau tidak meninggalkan kelezatan yang ada lalu memilih kelezatan yang belum terlihat atau kelezatan menunggu-nunggu kelezatan yang masih samar, kecuali jika telah jelas keutamaan perkara yang akan datang terhadap kemaslahatan sekarang, sementara dirinya lebih berambisi untuk meraih yang lebih tinggi dan utama. Namun jika ada orang yang lebih mengutamakan kemaslahatan yang bersifat fana dan semu, maka hal itu disebabkan dirinya tidak mengetahui keutamaan akherat, atau dia tidak memiliki ambisi untuk meraih kemaslahatan yang  lebih utama, dan memilih salah satu dari perkara ini membuktikan adanya kelemahan iman, kelemahan akal dan cara berfikir. Sebab sesungguhnya orang yang berambisi, mengharapkan duniawi, atau memperioritaskan kehidupan dunia, bisa jadi dia menyadari bahwa dibalik dunia ini ada kehidupan yang lebih baik dan lebih mulia atau dia tidak membenarkan akan adanya kehiupan di balik dunia ini. Maka jika seseorang tidak membenarkan adanya kehidupan setelah dunia ini maka sungguh dia tidak memiliki keimanan, namun jika dia membenarkan adanya kehidupan yang lebih baik dari dunia namun mengutamakan dunia maka berarti dia orang yang rusak akal, mengutamakan pilihan yang buruk bagi dirinya”.[3]
Seorang penyair berkata:
Tidak ada ketenangan bagi hidup yang
Kelezatannya terganggu dengan kematian dan ketuaan yang menanti
Dan Allah سبحانه وتعالى telah mengancam orang yang rela dengan kehidupan dunia ini dengan ancaman yang keras, tenang dengan kehidupan dunia, lalai terhadap ayat-ayat Allah dan tidak mengharap bertemu dengan -Nya. Allah سبحانه وتعالى berfirman:

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus: 7-8)
Dan Allah سبحانه وتعالى telah mencela orang-orang beriman yang rela dengan harta duniawi. Allah سبحانه وتعالى berfirman;
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (QS. Al-Taubah: 38)
Sebesar ambisi seorang hamba terhadap dunia dan kerelaannya terhadap dunia tersebut maka sebesar itu pula dia akan merasakan beratnya ketaatan kepada Allah سبحانه وتعالى dan tuntutan terhadap akherat. Cukuplah dalam masalah zuhud di dunia ini firman Allah سبحانه وتعالى:
Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya. (QS. Al-Syu’ara’: 205-207).
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.. (QS. Al-Ahqaf: 35).
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "Mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). )QS. Al-Rum: 55)
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam  adalah sosok yang paling qona’ah dan zuhud terhadap dunia ini. Dari Aisyah RA bahwa dia berkata kepada Urwah, anak saudarinya: Sesungguhnya kami melihat kepada pergantian hilal, tiga hilal dalam masa dua bulan dan tidaklah dihidupkan api di rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Lalu aku bertanya: Dengan apakah kalian memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari?. Dia berkata: Dua barang yang hitam, yaitu korma dan air, hanya sanya Rasulullah SAW memiliki seorang tetangga dari kaum Anshor yang selalu memberikan kami hadiah dan mereka memberikan hadiah tersebut kepada Rasulullah SAW dari rumah-rumah mereka dan mereka memberikan kami minum dengannya”.[4]
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam telah mewasiatkan kepada sekelompok kaum Anshor agar bekal mereka di dunia ini sama seperti perbekalan orang yang mengadakan perjalanan, dan beliau mewasiatkan kepada Ibnu Umar agar di dunia ini bersikap sama dengan sikap seorang yang  asing atau melintas dalam suatu perjalanan, dan hendaklah dia menganggap dirinya sebagai penghuni neraka.
          Ibnul Qoyyim rahimhuhllah berkata: Zuhud itu terwujud dengan zuhud terhadap perkara yang diharamkan, dan itu adalah fardhu ain, zuhud terhadap perkara-perkara yang syubhat dan hal ini teragantung pada tingakatan syubhat, maka jika syubhat itu kuat maka dia termasuk dalam kategori wajib, dan jika lemah maka dia termasuk mustahab. Zuhud dalam perkara-perkara yang melampaui batas, dan zuhud terhadap perkara yang tidak bermanfaat baik dari sisi ucapan, pandangan, pertanyaan, pertemuan dan lain sebagainya. Juga zuhud terhadap manusia, zuhud dalam urusan jiwa dimana dia merasa gampang dalam urusan yang berhubungan dengan  Allah سبحانه وتعالى, semua ini termasuk dalam kategori zuhud terhadap segala sesuatu selain Allah سبحانه وتعالى dan zuhud terhadap segala sesuatu yang melalaikan dari jalan -Nya. Dan Zuhud yang terbaik adalah menyembunyikan zuhud itu sendiri. Dan zuhud yang paling sulit adalah zuhud terhadap nasib yang beruntung pada perkara duniawai, dan perbedaan antara zuhud dengan wara’ tampak pada: zuhud adalah meninggalkan segala perkara yang tidak bermanfaat di akherat dan wara’ adalah meninggalkan perkara yang bisa memudharatkan di akherat kelak, dan hati yang tergntung pada syahwat tidak akan mampu bersikap zuhud  dan wara’…..”.[5]
Segala puji bagi Allah سبحانه وتعالى Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam  dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


[1] HR. Muslim: 4/1293 no: 2858
[2] Hadits Hasan riwayat Ibnu Majah: no: 4109
[3] Al-Fawaid: 141-140
[4] Al-Bukhari: 4/184 no: 6459 dan Shahih Muslim: 4/2283 no: 2972
[5] Al-Fawaid: halaman:  172

Tidak ada komentar