Haji dan Memenuhi Panggilan Allah
Haji dan Memenuhi Panggilan Allah
Sesungguhnya
haji adalah bentuk ketaatan yang agung dan ibadah yang mulia. Didalamnya
terdapat realisasi penghambaan dan kesempurnaan ketundukan dan kerendahan diri
dihadapan Rabb Azza wa Jalla. Haji mengeluarkan manusia dari kenikmatan dan
gemerlap dunia menuju kepada Rabb-nya, meninggalkan harta dan sanak
keluarganya, meninggalkan rumah dan tanah airnya, melepaskan pakaian yang biasa
ia kenakan dan hanya mengenakan dua helai pakaian (pakaian ihram), tidak
mengenakan penutup kepala, merendahkan diri kepada Rabb-nya, meninggalkan
wewangian dan istri, melakukan banyak amalan sunnah disela-sela manasik haji
dengan hati yang khusyu’, mata yang berlinang air mata, dan lisan yang
berdzikir, mengharap rahmat dari Rabb-nya, takut akan adzab-Nya, dan syiar dari
semua yang disebutkan diatas adalah:
لَبَّیكَ
اللھمَّ لبَّیْكَ
(Labbaik
Allahumma labbaik).
Maknanya,
sesungguhnya aku tunduk kepada-Mu wahai Rabb, aku memenuhi panggilan-Mu,
mentaati hukum-Mu dan melaksanakan perintah-Mu.
Talbiyah adalah syi’ar haji. Seorang
muslim memulai amalan haji dengan talbiyah
dan berjalan menuju Makkah dengan bertalbiyah hingga tiba di Baitullah
kemudian segera melaksanakan thawaf. Setelah itu ia bertalbiyah setiap
kali berpindah dari satu rukun ke rukun yang lain dan dari satu manasik ke
manasik yang lain. Jika ia berjalan menuju Arafah maka ia bertalbiyah,
begitu juga jika ia menuju Muzdalifah dan Mina sampai melempar jumrah aqabah
baru ia memutus talbiyah. Talbiyah adalah syi’ar haji dan yang
disunnahkan dalam amalan-amalan manasik.
Betapa
besar pengaruh dari ibadah haji yang
penuh keberkahan bagi kaum muslimin terhadap pensucian dan perbaikan jiwa, dan
sebagai obat kekurangannya dalam menjalankan perintah dan melaksanakan hak-hak
Allah.
Bukankah
wajib atas seorang muslim untuk selalu bertalbiyah[1]
terhadap panggilan Allah, melaksanakan perintahnya, dan menunaikan hukum-Nya.
Bukankah wajib atas seorang muslim untuk menjadikan urusannya dalam setiap
ketaatan untuk bertalbiyah terhadap panggilan Allah dan melaksanakan perintah-Nya.
Allah
telah memerintahkan hamba-Nya untuk shalat, zakat, puasa, shadaqah, menepati
janji, amanah, berbuat baik, dan melarang mereka dari berzina, membunuh,
meminum khamr, berdusta, berbuat curang, dan khianat. Bagaimanakah posisi
seorang muslim terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut.
Apakah ia harus memenuhi perintah Allah dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya
ataukah ia akan bergelut dengan kefasikan dan kemaksiatan.
Sesungguhnya
hakikat Islam adalah menyerahkan diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya dan
melaksanakan ketaatan kepadanya, serta berlepas diri dari kesyirikan dan para
pelakunya. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” [2]
Firman
Allah: (masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan () yaitu berislam dengan
melaksanakan syariat Allah dan taat terhadap perintah-Nya. Dan firman-Nya: (secara keseluruhan) yaitu semua hal.
Mujahid berkata: “ yaitu laksanakan semua amalan-amalan dan jalan-jalan
kebaikan”.[3]
Allah
memerintahkan mereka dengan semua cabang iman dan syari’at-syari’at Islam
sedangkan syari’at Islam itu banyak. Oleh karena itu hendaknya mereka
melakukkannya semampu mereka.. Sebagaimana Allah berfirman:
“Maka bertakwalah kepada Allah semampu kalian..”[4]
Dalam
sebuah hadits:
إِذَا أَمَرْتُكُمْ
بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْه مَا اسْتَطَعْتُمْ
“ Jika Aku memerintahkan kalian
dengan sebuah perintah maka lakukan semampu kalian”.
Ayat-ayat
yang mengandung perintah untuk berserah diri kepada Allah, memenuhi
panggilan-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan senantiasa taat kepada-Nya
itu sangat banyak.
Wahai
orang yang diperintahkan berhaji oleh Allah kemudian kalian penuhi
panggilan-Nya dan kalian datang menuju baitullah dengan mengharapkan rahmat-Nya
dan takut akan adzab-Nya,. Bagimana dengan perintah-perintah yang lain? Bagaimana
dengan shalat yang merupakan tiang agama dan ibadah yang paling agung setelah
syahadat? Bagaimana shalatmu? Bagimana puasa dan zakatmu? Bagaimana usahamu
untuk menjauhi hal-hal yang dilarang dan diharamkan? Jika kamu melaksanakan
semuanya maka bertahmidlah dan mintalah kepada-Nya tambahan ibadah yang lain.
Akan tetapi jika kamu lalai dan luput maka hisablah dirimu sebelum kamu dihisab
di hari kiamat.
Sesungguhnya
hari ini adalah hari untuk beramal dan belum ada hisab, sedangkan besok adalah
hari hisab dan tidak ada lagi amal. Sebagaimana Allah berfirman dalam sebuah
hadits qudsi:
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya
ini adalah amalan kalian, Aku hitung untuk kalian kemudian Aku penuhi janji
atas amal kalian. Barangsiapa yang mendapati amalannya baik maka pujilah Allah,
dan barangsiapa yang mendapati amalannya tidak baik maka janganlah kau mencela
kecuali dirimu sendiri”[5]
Sesungguhnya
manusia dengan perintah dan larangan terbagi menjadi beberapa keadaan: diantara
mereka ada yang mewajibkan diri mereka untuk melakukan ketaatan dan menahan
diri dari perbuatan maksiat. Demikian ini adalah keadaan orang yang beragama
dengan sempurna, dan termasuk dari sifat orang bertaqwa yang paling utama.
Keadaan yang lain yaitu mereka tidak melaksanakan ketaatan dan lebih
mendahulukan perbuatan maksiat. Ini adalah keadaan yang paling buruk dari
keadaan orang-orang yang terbebani dengan syari’at. Dia berhak mendapatkan
adzab dikarenakan ia telah lalai untuk mengerjakan apa yang diperintahkan
kepadanya dari ketaatan, dan juga adzab dikarenakan ia telah melakukan
perbuatan maksiat. Diantara mereka juga ada yang melaksanakan ketaatan dan
mendahulukan perbuatan maksiat, maka ia berhak mendapatkan adzab. Karena ia
telah celaka terkalahkan oleh syahwat untuk lebih mendahulukan perbuatan
maksiat. Keadaan yang lain yaitu mereka yang menghalangi orang untuk melakukan
ketaatan dan mencegah dari perbuataan maksiat. Orang tersebut berhak
mendapatkan adzab dari agamanya.
Wajib
bagi seorang muslim untuk menasehati dan menjaga dirinya sendiri agar selalu
melakukan ketaatan kepada Rabb-nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya dengan kesabaran dan mengharapkan pahala.
Salah
seorang salaf berkata, “ Sesungguhnya kami telah meneliti dan kami dapati bahwa
bersabar dalam mentaati Allah itu lebih mudah daripada bersabar atas
adzab-Nya”. Berkata yang lain, “ Bersabarlah wahai hamba Allah atas amalan yang
pahala-Nya tidak cukup bagi kalian, dan bersabarlah dari amalan yang adzab nya
membuat kalian tidak bersabar”.
Betapa
besar manusia menjaga dirinya di dunia ini dari perkara-perkara yang
ditakutkankan akan membahayakan tubuhnya atau mempengaruhi kesehatannya.
Bersamaan dengan itu mereka tidak menjaga diri dari perkara-perkara yang akan
membawa dirinya kepada hukuman Allah dan mengarahkan dirinya kepada adzab-Nya.
Ibnu
Syubrumah berkata, “ Aku heran terhadap orang yang menjaga makanannya karena
takut terhadap penyakit, akan tetapi dia tidak menjaga dari perbuatan dosa karena
takut ancaman neraka”.
Hammad
bin Zaid berkata, “ Aku heran terhadap orang yang menjaga makanannya karena
takut akan membahayakan dirinya, sedangkan ia tidak menjaga dirinya dari dosa
karena takut akan akibatnya”.[6]
Wahai
saudaraku yang diberi taufiq pikirkanlah semua yang telah disebutkan tadi, juga
dengan mengingat wasiat Nabi terhadap para jamaah haji. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Tirmidzi dan selainnya dari Abi Umamah, ia berkata, “ Aku
mendengar Rasulullah berkhutbah dalam haji wada’ bersabda: ( Bertaqwalah kepada
Rabb kalian, shalatlah lima waktu, puasalah pada bulan ramadhan, tunaikanlah
zakat dan harta kalian, dan taatilah pemimpin kalian, maka kalian akan memasuki
surga Rabb kalian). Tirmidzi berkata: “ini adalah hadits hasan shahih”.
Diriwayatkan dari Hakam berkata: “shahih atas syarat muslim”. Disetujui oleh
Imam Adz-Dzahabi.[7]
Kami
memohon kepada allah untuk menjadikan kami dan kalian semua termasuk dari
orang-orang yang memenuhi panggilan-Nya dengan sebenar-benarnya dan
sejujur-jujurnya. Semoga Allah mengilhami kepada kita petunjuk, juga memberi
taufiq kepada kita untuk mentaati-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Pengabul Do’a.
Post a Comment