Hukum Dan Keutamaan Lailatul Qodar
Hukum Dan Keutamaan
Lailatul Qodar
Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
diibadahi selain Allah semata, yang tidak memiliki sekutu, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
Salawat dan salam serta berkah
senantiasa tercurah kepada Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Adapun selanjutnya:
Pada kehidupan setiap
umat terdapat kejadian yang selalu dikenang, hari-hari baik yang membuat hati
tertambat dan jiwa menjadi kelu. Sesungguhnya umat ini telah dimuliakan dengan
kejadian-kejadian besar, hari-hari dan malam-malam yang sempurna.
Di antara nikmat yang
diberikan Sang Pencipta kepada umat ini adalah malam yang disifati sebagai
malam penuh berkah karena banyaknya keberkahan, kebaikan dan keutamaan. Ia
adalah malam Lailatul Qodr. Ia memiliki kedudukan yang agung, padanya
terdapat kemuliaan dan pahala yang berlebih.
Pada malam itu Allah turunkan
al-Quran. Allah -subhanahu wata'âla- berfirman:
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan (Lailatul Qodr), dan
tahukah kamu Apakah malam kemuliaan (lailatul Qodr) itu?" (QS.al-Qodar: 1-2)
Firman-Nya pula:
"Sesungguhnya Kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang
memberi peringatan."
(QS. Ad-Dukhân: 3)
Malam ini terdapat pada bulan
Ramadhan yang penuh berkah dan bukan pada bulan yang lain. Allah -ta'âla- berfirman:
"(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran..." (QS. Al-Baqarah: 185)
Malam ini dinamakan malam Lailatul
Qodr karena Allah mengqadar (menentukan) rizki dan ajal, seluruh kejadian alam,
menentukan siapa yang hidup dan mati, yang selamat dan yang celaka, yang
bahagia dan yang sengsara, yang kaya dan melarat, yang mulia dan yang terhina,
musim kemarau dan musim panen serta segala yang Allah inginkan pada tahun itu,
kemudian mengabarkannya kepada malaikat untuk merealisasikannya, sebagaimana
firman Allah -ta'âla-:
"Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (QS. Ad-Dukhân: 4)
Itu adalah takdir tahunan dan
takdir khusus. Adapun takdir umum, lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan
langit dan bumi telah lebih dulu ditetapkan sebagaimana yang terdapat dalam
hadits-hadits sahih.
Allah telah menyitir kemuliaan
malam ini dan menunjukkan keagungannya. Allah -azzawajalla- berfirman:
"Dan tahukah kamu Apakah
malam kemuliaan (lailatul Qodr) itu? Malam kemuliaan (lailatul Qodr) itu lebih
baik dari seribu bulan." (QS.al-Qadr:
2-3)
Siapa yang ibadahnya di waktu
itu diterima, menyamai ibadah selama 1000 tahun, setara kurang lebih 83 tahun 4
bulan. Ini adalah pahala yang besar, dan balasan yang agung atas amal yang
ringan dan sedikit.
Dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah, Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
))مَنْ
قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ((
"Siapa
yang shalat pada malam lailatul Qodr dengan iman dan mengharap pahala, diampuni
dosanya yang telah lalu."
[HR. Al-Bukhari di dalam
sahihnya no. 1901]
Menghidupkan malamnya karena
percaya dengan janji pahala dan mengharap balasan, bukan karena hal lain.
Penentunya adalah kesungguhan dan ikhlas, sama saja mengetahuinya atau tidak
mengetahuinya.
Hendaknya engkau
bersungguh-sungguh wahai saudaraku yang mulia untuk shalat dan berdoa pada
malam itu. Sesungguhnya ia merupakan malam yang berbeda dari malam lain
sepanjang tahun. Manfaatkan waktu sebaik-baiknya, waspadai kelezatan tidur dan
kesenangan hidup.
Adapun waktu dan persisnya,
terdapat berita dari Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- ia adalah
malam ke 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam Ramadhan.
Imam Syafi’i -rahimahullah-
berkata:
"Menurutku –wallahu
a’lam- bahwa Nabi -shalallahu alaihi wasallam- menjawab sesuai
dengan apa yang ditanyakan. Ketika ditanyakan kepadanya: 'Apakah kita
menantikannya pada malam demikian?' Beliau menjawab: 'Nantikanlah pada malam
demikian'." [1]
Ulama berbeda pendapat dalam
menentukan malam Lailatul Qodr hingga terdapat 40 pendapat. Hal itu disebutkan
oleh al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bâri. Pendapat
tersebut sebagiannya lemah, sebagian lagi ganjil dan sebagian lagi batil.
Yang sahih dalam hal ini
adalah hari-hari ganjil pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, 21, 23, 25, 27
dan 29 sebagaimana hadits Aisyah -radiallahu'anha-, dia berkata:
“Dahulu Rasulullah -shalallahu
alaihi wasallam- menantikan Lailatul Qodr pada hari ganjil di sepuluh hari
terakhir Ramadhan. Dan bersabda:
))تَحَرَّوْا
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ((
"Upayakan
malam Lailatul Qodr pada hari ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan."
[HR. Al-Bukhari no. 2017]
Bilamana seseorang lelah dan
melemah kesungguhannya, hendaknya mengupayakannya pada tujuh hari ganjil terakhir, 25, 27, 29 sebagaimana hadits
Abdullah Ibn Umar -radiallahu'anhu- bahwa Nabi -shalallahu alaihi
wasallam- bersabda:
))الْتَمِسُوهَا
فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ
عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى((
“Nantikanlah Lailatul Qodr
pada sepuluh hari terakhir, jika lemah dan tidak sanggup, jangan terluput 7
hari yang tersisa."
[HR Muslim no.2822 dan Ahmad II/44,75]
Dengan perincian ini
hadits-hadits tersebut menjadi saling mendukung dan tidak bertentangan. Yang
lebih dekat kepada dalil bahwa malam Lailatul Qodr berpindah-pindah, tidak
tetap pada satu malam tertentu setiap tahunnya. Sekali waktu terjadi pada malam
21, pada waktu lain 23, 25, 27, 29, dan tidak dapat dipastikan. Pembuat syariat
yang Maha Bijaksana telah merahasiakan waktunya agar kita tidak hanya
bergantung pada malam tertentu saja dan meninggalkan amal serta ibadah pada
sisa malam-malam Ramadhan yang lain. Dengan demikian dihasilkan kesungguhan
pada seluruh malam hingga dia mendapatkan malam itu.
Yang benar adalah bahwa tidak
disyaratkan mendapatkan malam itu dengan melihat atau mendengar sesuatu. Tidak
musti mereka yang mendapatkannya tidak akan mendapat pahala hingga menyaksikan
segala sesuatu bersujud, atau melihat cahaya, atau mendengar ucapan salam, atau
bisikan dari malaikat. Tidak benar bahwa malam Lailatul Qodr tidak didapat
kecuali jika melihat hal-hal di luar kewajaran, akan tetapi keutamaan Allah itu
luas.
Tidak benar juga siapa yang
tidak mendapatkan tanda-tanda Lailatul Qodr berarti dia tidak mendapatkannya.
Nabi -shalallahu alaihi wasallam- tidak membatasi alamatnya dan tidak
menafikan karomah.
Ibnu Taimiyah berkata:
“Terkadang Allah
memperlihatkan kepada sebagian manusia dalam tidur atau dengan sadar sehingga
dia melihat cahayanya, atau mendengar ada yang berbicara kepadanya bahwa malam
itu adalah Lailatul Qodar. Terkadang dibukakan hatinya menyaksikan apa-apa yang
menjelaskan terjadinya malam itu.”
An-Nawawi berkata:
“Sesungguhnya dia diperlihatkan.
Allah telah memperlihatkan kepada siapa saja dari bani Adam dengan kehendak-Nya
setiap tahun di bulan Ramadhan, sebagaimana diperlihatkan kejadian-kejadian dan
dikhabarkan oleh orang-orang saleh tentangnya. Kesaksian mereka yang telah
melihatnya tidak sedikit. Adapun perkataan al-Qodhi Iyadh dari al-Muhlib Ibn
Abi Shofroh:
"Tidak mungkin
melihatnya secara hakiki"
Merupakan kekeliruan pendapat
yang buruk,, aku mengingatkan hal ini agar tidak tertipu karenanya."
Al-Hafidz Ibn Hajar
menukilkan, bahwa siapa yang melihat malam Lailatul Qodar disukai untuk
merahasiakannya dan tidak mengabarkannya kepada seorang pun, hikmahnya bahwa
hal itu adalah karomah, dan karomah sepatutnya dirahasiakan tanpa khilaf.
Lailatul Qodr tidak khusus
untuk umat ini, akan tetapi umum, untuk umat Muhammad dan umat terdahulu
seluruhnya. Dalam hadits Abu Dzar -radiallahu'anhu- dia bertanya:
"Wahai Rasulullah, apakah
malam lailatul qodr terjadi ketika ada nabi, dan jika wafat malam itu diangkat
(ditiadakan)?"
"Tidak, bahkan ia
terjadi sampai hari kiamat." Jawab Rasulullah -shalallahu alaihi
wasalam- .
[HR. Ahmad dan
selainnya. Dan haditsnya sahih]
Di antara tanda Lailatul Qodr
yang bisa diketahui, sebagaimana hadits Ubay Ibn Ka'ab -radiallahu'anhu- bahwa
Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
"Matahari terbit pada
pagi malam Lailatul Qodr cahayanya putih tidak terik." [HR. Muslim ]
Maksudnya adalah hal itu
terjadi karena banyaknya Malaikat pada malam itu yang turun naik ke langit
sehingga cahaya terik matahari tertutupi oleh sayap-sayap dan tubuh
mereka." –selesai perkataannya-
Adapun tanda-tanda lain, tidak
ada hadits sahih yang menetapkannya, seperti: malam yang tenang, tidak panas
dan tidak dingin, bintang tidak terlihat atau setan tidak sanggup keluar dengan
terbitnya matahari di hari itu.
Terdapat tanda yang tidak ada
dasarnya sama sekali dan tidak sahih, seperti: pohon yang bersujud ke bumi
kemudian kembali posisinya semula, air asin akan berubah menjadi manis, anjing
tidak menggonggong dan cahaya ada di mana-mana.
Malam Lailatul Qodar tidak
khusus bagi mereka yang sedang shalat saja, tetapi juga bagi wanita yang sedang
nifas dan haid, musafir dan mukim. Dhohak –-rahimahullah- berkata:
"Mereka semua memiliki
bagian pada malam Lailatul Qodr. Siapa saja yang diterima amalannya akan Allah
beri dia bagiannya dari malam Lailatul Qodr itu."
Hendaknya seseorang itu
menyibukkan kebanyakan waktunya dengan doa dan shalat. Imam Syafi'i -rahimahullah-
berkata:
"Disukai memulai
kesungguhannya di siang hari seperti kesungguhannya di malam hari."
Sufyan ats-Tsauri -rahimahullah- berkata:
"Berdoa pada malam hari
lebih aku sukai dari shalat, dan doa di malam Lailatul Qodr masyhur dan
terkenal di antara para sahabat. Hendaknya engkau bersungguh-sungguh wahai
saudara dan saudariku yang mulia untuk memilih doa-doa simpel yang terdapat di
dalam al-Quran, yang dahulu Nabi -shalallahu alaihi wasalam- berdoa
dengannya atau menganjurkannya. Perlu kita semua tahu bahwa tidak ada doa
khusus pada malam Lailatul Qodr yang tidak dibaca selain ia saja, akan tetapi
setiap muslim berdoa dengan yang sesuai keadaannya. Dari doa yang terbaik yang
dipanjatkan pada malam yang penuh berkah ini adalah apa yang dikeluarkan oleh
an-Nasai dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah dari Aisyah -radiallahu'anha-
dia berkata:
"Seandainya aku tahu
kapan malam Lailatul Qodr itu, niscaya doa yang banyak aku panjatkan adalah
meminta pengampunan dan keafiatan."
Demikianlah setiap muslim
berupaya untuk berdoa dengan doa yang jâmiah (simpel) dari doa-doa Nabi -shalallahu
alaihi wasalam- yang terekam dalam banyak situasi dan kondisi, yang khusus
maupun umum.
An-Nawawi berkata:
"Disukai memperbanyak doa
bagi kepentingan kaum muslimin pada malam itu, dan ini adalah syiar orang-orang
saleh, dan hamba-hamba-Nya yang mengetahui."
–selesai perkataannya-
Demikianlah wahai kaum
muslimin, sesungguhnya kalian memiliki saudara-saudara yang tertindas di barat
dan di timur dari belahan bumi ini, kalian memiliki saudara-saudara yang
mengorbankan diri untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi, janganlah
bakhil untuk mendoakan mereka.
Wahai Allah, yang telah
menciptakan manusia dan menumbuhkannya, yang menciptakan lisan dan
memfungsikannya, wahai Zat yang tiada menolak doa, berilah setiap kami apa yang
diharapkannya, dan sampaikan mereka kepada negeri abadi. Wahai Allah, ampuni
segala kesalahan kami, tutupi segala kesalahan kami, berilah kelonggaran kepada
kami pada hari pertanyaan, berilah manfaat seluruh kaum muslimin dari apa yang
telah engkau turunkan dari kitab-Mu, wahai Zat yang Maha Penyayang.
Salawat dan salam tercurah
kepada Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
___________
Referensi:
1)
Arba'un
Darsan Liman Adroka Romadhan, oleh Abdul Malik al-Qossam hal.126.
2)
Al-Mawahib
al-Hissan Fi Wadzoif Shahru Ramadhan, oleh Nashir al-Harbi hal. 203-204.
3)
Ithaf
Ahlul Iman Bidurûs Shahri Ramadhan, oleh Soleh al-Fauzan hal. 68
4)
Durus
Ramadhan, oleh Audah hal.87.
5)
Syarh
as-Sodr Bizikri Lailatil Qodr, oleh al-Irâqi hal. 45.
6)
Fathul
Bari, oleh Ibnu Hajar IV/319, 333-341.
7)
Shifatus
Soum Nabi -shalallahu alaihi wasalam- Fi Ramadhan, oleh al-Hilali dan
Ali Hasan hal.686-90.
8)
Majmu
al-Fatawa, oleh Ibnu Taimiyah II/286.
9)
Syarh
an-Nawawi terhadap kitab Sahih Muslim VI/289 no. 762, VII/314, VIII/312
no.1762, VIII/313
10) Musnad Ahmad XV/547
no.21391.
11) Wadzâif Ramadhan, oleh
Ibnu Qôsim hal.62,68-69.
12) Al-Adzkar, oleh
an-Nawawi hal.247 no.582.
13) Ithâful Khibroh, oleh
Labushiri III/130-131 no. 2369.
14) Mawârid adz-Dzomân Ila
Zawaid Ibni Hibbân, oleh Lhaitsami III/131 no. 926.
15) Amalul Yaum wal
Lailah, oleh an-Nasai hal.499-500 no.782-878.
16) Al-'Alwân Syarh
al-Bulugh (manuskrip).
[1] Maksudnya: ketika si penanya
menyebutkan hari tertentu, Nabi –salallahu alaihi wasalam pun
menjawabnya dengan hari yang ditanyakan itu. –pent.
Post a Comment