Hukum Nyanyian
Hukum Nyanyian
Segala puji hanya bagi Allah
SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah
Muhammad SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan
sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku
bersaksi bahwa Muhammad saw adalah hamba dan utusan -Nya… Amma Ba’du:
Allah SWT berfirman:
“Dan di antara manusia (ada)
orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan”. (QS. Luqman: 6)
Disebutkan bahwa Ibnu Mas’ud
RA menafsirkan kata “Lahwul Hadits”
dengan nyanyian, dan Ibnu Mas’ud bersumpah dengannya tiga kali dan dia berkata:
Demi Allah SWT yang tidak ada Tuhan selain Dia bahwa maksud dari lahwal hadits
adalah nyanyian”.[1]
Dan
dia juga berkata: Nyanyian itu bisa membangkitkan kemunafikan sebagaimana air
menumbuhkan tanaman.
Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Abi Malik Al-Asya’ari bahwa
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Akan ada suatu masa dimana pada umatku
terdapat sekelompok kaum yang menghalalkan zina, sutra, khamar dan
musik, dan suatu kaum menempati sebuah tempat di pinggir gunung, dia pergi
dengan membawa gembala mereka lalu datang seorang
faqir kepada mereka dan meminta kebutuhannya
dan mereka menjawab: Kembalilah besok kepada kami, kemudian Allah SWT
membinasakan mereka pada waktu malam, dan menghacurkan gunung itu atas mereka
sementara yang lain dirubah bentuk mereka sehingga menyerupai monyet, babi
sampai hari kiamat”.[2]
Hadits ini memberitahukan
tentang perkara yang besar, yaitu Allah SWT menghancurkan suatu kaum dengan
berbagai kehancuran, hal itu disebabkan karena mereka mengerjakan
perkara-perkara yang sudah jelas-jelas haram, di antara perkara yang diharamkan
itu adalah: Mereka menghalalkan alat-alat musik yang diharamkan oleh syara’,
dan musik pada zaman kita sekarang ini adalah seperti biola, gitar, drumband,
piano, rebab dan seruling dan alat musik lainnya. Hadits ini menjelaskan
tentang keharaman alat musik dari dua hal:
Pertama:
Sabda Nabi Muhammad SAW: “يستØلون”
yang artinya menghalalkan, maskudnya adalah mereka menganggapnya halal setelah
diharamkan, di dalam hadits di atas dijelaskan bahwa apa-apa yang tersebut di
atas adalah haram, seperti musik.
Kedua:
Penyebutan musik dibarengkan dengan perkara yang diharamkan secara pasti
berdasarkan ijma’ kaum muslimin, dan di dalam hadist ini disebutkan zina,
meminum khamar dan memakai sutra, hal ini sebagai dalil yang jelas bagi
keharamannya.
Diriwayatkan
oleh Al-Tirmizi di dalam sunannya dari hadits Imron bin Husain bahwa Nabi Muhammad
SAW bersabda, “Akan terjadi pada umat ku
bencana di mana mereka akan dilempar, ditenggelamkan dan dirubah bentuk mereka”.
Lalu seorang lelaki dari kaum muslimin berkata: Kapankah hal itu akan terjadi
wahai Rasulullah SAW?. Beliau bersabda, “Apabila para biduanita telah
muncul, musik dan meminum khamar”.[3]
Kesimpulan
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Allah SWT telah mengancam orang yang
menghalalkan musik di mana Allah SWT akan menenggelamkan mereka ke dalam perut
bumi, dan akan merubah rupa mereka dengan rupa kera dan babi, sekalipun ancaman
ini disebabkan oleh semua prilaku ini,
namun bagi masing-masing perbuatan yang diharamkan ini bagian dari
celaan dan ancaman ini”.[4]
Seorang
penyair berkata:
Inilah
kebenaran yang tidak tersembunyi sedikitpun
Maka
jauhkanlah aku dari jalan-jalan yang berliku-liku
Kesimpulan
perkataan syaikhul
Islam ibnu Taimiyah menyebutkan: Hal itu
terjadi kalau mereka menghalalkan perbuatan yang haram ini dengan berbagai
macam takwil yang rusak, namun jika mereka menghalalkannya dibarengi dengan
keyakinan bahwa Rasulullah SAW mengharamkannya maka mereka telah menjadi kafir
dan bukan menjadi umat Muhammad SAW”.[5]
Para ulama dalam empat mazhab
telah bersepakat dalam mengaharamkan musik, dan seandainya seseorang
menghancurkannya maka dia tidak perlu menggantinya,
bahkan diharamkan memainkannya. Dan ketika imam Malik ditanya tentang nyanyian
apakah yang diperbolehkan bagi penduduk Madinah?. Beliau menjawab: Bagi kami
yang melakukan hal ini adalah orang-orang yang fasik”.[6]
Dan
ketika imam Ahmad rahimhullah ditanya tentang nyanyian dia berkata: Nyanyian
bisa menimbulkan kemunafikan di dalam hati”.[7]
Adapun
mazhab Abu Hanifah maka mazhab beliau paling keras dalam masalah ini, para
ulama dalam mazhab ini telah menyebutkan secara jelas tentang keharaman
mendengarkan semua alat-alat musik, seperti seruling, duf bahkan membuat
gendang dengan bambu, mereka menjelaskan bahwa itu adalah maksiat, mengkibatkan
kefasikan yang membuat kesaksian menjadi tertolak”.[8]
Namun sangat disayangkan
sekali pada zaman kita sekarang ini bencana nyanyian tersebar dalam media kita
baik media televisi, tape recorder, radio dan alat sia-sia lainnya.
Yazid
bin Al-Walid berkata, “Jauhilah nyanyian sebab dia mengurangi rasa malu,
menghancurkan muru’ah, dia mengimbangi khamar dan pengaruhnya sama seperti
pengaruh barang yang memabukkan. Dan dia berkata: Jauhkanlah dia dari wanita,
sebab nyanyian itu menjerumuskan kepada zina atau dia adalah ruqyah yang
membangkitkan zina”.
Ibnul Qoyyim rahimahullah
berkata: Tidak diragukan lagi bagi setiap orang yang cinta
dan menjaga terhadap agama dan
kehormatannya untuk menjauhkan keluarganya mendengarkan nyanyian, sebagaimana
dia menjauhkan mereka dari sebab-sebab yang mengarah kapada perkara yang
meragukan, dan barang siapa yang membukakan pintu bagi keluarganya untuk
mendengarkan zina maka dia lebih mengetahui tentang dosa yang berhak
diterimanya, dan telah diketahui oleh masyarakat bahwa apabila seorang istri
membandel terhadap suaminya maka sang suami berusaha memperdengarkannya
nyanyian, pada saat itulah terasa
kemewahan hidup, demi Allah banyak wanita terhormat dan merdeka berubah menjadi
pelacur karena nyanyian, banyak wanita-wanita yang merdeka berubah menjadi
budak bagi anak-anak kecil atau gadis-gadis kecil, sudah banyak orang yang
bercitra baik berubah menjadi buruk di tengah-tengah masyarakat karena
nyanyian, sungguh banyak orang yang terjaga dari musibah ini lalu dia terjerumus
padanya, akhirnya terjerembab dalam banyak petaka, banyak sekali tegukan yang
menghimpit tenggorokan dan menghilangkan kenikmatan, mengundang bencana,
sungguh banyak rintihan-rintihan yang akan menunggu pelaku nyanyian, dan
kebimbangan yang menanti serta stress datang menyambut”.[9]
Dari apa yang telah dipaparkan di atas berupa ayat-ayat Allah SWT
yang mulia dan hadits yang agung serta perkataan para ulama, maka sudah jelas
keharaman nyanyian, dia termasuk dosa besar, maka wajib bagi orang yang beriman
untuk menjauhkan dirinya dari hal itu, sebab tidak akan pernah menyatu
selamanya antara kalam Allah Yang Maha Rahman dengan seruling setan di dalam
hati seseorang.
Perlu
diperhatikan: Pada masa sekarang ini menyebar suatu istilah kalangan pemilik
studio rekaman, yaitu apa yang mereka sebut dengan: “Al-Anasyid Al-Islamiyah”,.
Syaikh Nashir Al-Albani rahimahullah berkata di dalam kitabnya Tharim Alatul
Lahwi, setelah beliau memaparkan tentang beberapa dalil yang mengharamkan
nyanyian, beliau berkata, “Telah jelas bahwa tidak boleh bertaqarrub kepada
Allah kecuali dengan apa yang telah disyari’atkan, bagaimana mungkin bisa
bertaqarrub kepada -Nya dengan sesuatu yang diharamkan, oleh karena itulah para
ulama mengharamkan nyanyian-nyanyian yang disenandungkan oleh para pengikut
sufi dan pengingkaran mereka terhadap orang yang menghalalkannya sangat keras,
lalu apabila pembaca yang budiman menghadirkan akalnya pada kaidah dasar ini
maka jelas baginya seterang-terangnya bahwa tidak ada perbedaan hukum antara
nyanyian-nyanyian sufi dengan nasyid diniyiah, bahkan bisa jadi ini adalah
bencana lain yang baru, sebab dia bisa disenandungkan dengan senandung
nyanyian-nyanyian porno, disesuaikan dengan irama-irama musik yang berasal dari
timur atau barat yang bisa menyihir pendengarnya dan mengajak mereka agar
berdansa dan mengeluarkan mereka dari standar kesadaran mereka, maka maksudnya
adalah senandung dan pengaruh yang membuat orang terpancing kesenangannya bukan
semata-mata lagunya, dan ini adalah bentuk pelanggaran yang baru , yaitu
menyerupai orang-orang kafir dan gila bahkan hal ini akan melahirkan pelanggaran
yang lain, yaitu menyerupai mereka dalam perkara berpaling dari Al-Qur’an dan
menjauhinya sehingga teramsuk dalam salah satu perkara yang dikeluhkan oleh
Nabi Muhammad SAW di dalam firman Allah SWT
“Berkatalah
Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al
Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan".
(QS. Al-Furqan: 30)
Segala puji bagi Allah Tuhan
semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad saw dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[1] Tafsir Ibnu Katsir: 3/441
[2] Al-Bukhari: no: 5590
[3] Sunan Turmudzi, halaman: 367
no: 2212
[4] Igatsatul Lahfan min Mashaidis
Syaithan: 1/220
[5] Igatsatul Lahfan: 1/346
[6] Igatsatul Lahfan: 1/195
[7] Igatsatul Lahfan: 1/198
[8] Igatsatul Lahfan: 1/229
[9] Igatsatul Lahfan min Waswasis
Syaithan: 1/209-210
Post a Comment