Hukum Shalat Malam di Bulan Ramadhan
Hukum Shalat Malam di Bulan Ramadhan
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala
yang menolong kaki orang yang berjalan (dalam ibadah) dengan karunia-Nya,
menyelamatkan jiwa yang binasa dengan rahmat-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah
(yang berhak disembah) selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, yang memiliki
kekuatan, maka semua jiwa tunduk bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah hamba dan utusan-Nya yang melaksanakan perintah Rabb-nya secara rahasia
dan terbuka. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepadanya, kepada Abu
Bakar radhiallahu'anhu, kepada Umar radhiallahu'anhu yang mampu
menguasai dirinya, kepada Utsman yang menginfakkan harta yang banyak, kepada
Ali ra yang membedakan para pahlawan di dalam kelompok yang banyak, dan kepada
para sahabat lainnya, serta para tabi’in yang mengikuti mereka dengan kebaikan.
Saudaraku, Allah subhanahu wa ta’ala
mensyari'atkan berbagai macam ibadah untuk hamba-Nya, dan menjadikannya
bervariasi agar mereka bisa mengambil bagian dari setiap jenisnya, dan supaya
mereka tidak merasa jenuh dari satu jenis saja, lalu mereka meninggalkan. Dia subhanahu wa ta’ala
menjadikan dari ibadah itu ada yang wajib, yang tidak boleh kurang darinya dan
tidak boleh pula cacat. Di antara ada yang sunnah yang diperoleh dengannya
bertambah dekat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan
sebagai penyempurnaan ibadah.
Maka di antara hal itu adalah shalat, Allah subhanahu wa ta’ala
mewajibkannya kepada hamba-Nya lima kali sehari semalam, lima kali dalam
perbuatan lima puluh kali dalam timbangan pahala. Dan Dia subhanahu wa ta’ala
menyari'atkan shalat sunnah untuk menyempurnakan kewajiban ini dan lebih
mendekatkan diri kepada-Nya subhanahu wa ta’ala. Di
antara shalat sunnah ada sunnah rawatib yang mengiringi shalat fardhu yaitu dua
rekaat sebelum fajar, empat rekaat sebelum zhuhur dan dua rekaat sesudahnya,
dua rekaat setelah maghrib dan dua rekaat setelah isya`. Dan di antaranya ada
shalat malam yang Allah subhanahu wa ta’ala memuji
orang-orang yang melaksanakannya di dalam al-Qur`an:
قال الله تعالى:﴿ وَٱلَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمۡ سُجَّدٗا وَقِيَٰمٗا
٦٤ ﴾ [سورة الفرقان: 64]
Dan orang yang melalui malam hari dengan
bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka. (QS. al-Fur`qan:64)
قال الله تعالي:﴿ تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمۡ عَنِ ٱلۡمَضَاجِعِ يَدۡعُونَ
رَبَّهُمۡ خَوۡفٗا وَطَمَعٗا وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ١٦ فَلَا تَعۡلَمُ
نَفۡسٞ مَّآ أُخۡفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعۡيُنٖ جَزَآءَۢ بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
١٧﴾ [سورة السجدة: 16-17]
Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo'a kepada Rabbnya dengan
rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka. * Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan
untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata
sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS.as-Sajadah:16-17)
Dan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((أفضل الصلاة بعد الفريضة صلاة
الليل )) [ رواه مسلم]
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((أيها الناس أفشوا السلام
وأطعموا الطعام وصِلُوا الأرحام وصَلُّوا بالليل والناس نيام تدخلوا الجنة بسلام ))
[رواه الترمذي وصححه الحاكم]
"Wahai manusia,
tebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah tali silaturrahim dan shalatlah di
malam hari saat manusia sedang tidur niscaya kamu masuk surga dengan selamat." ([2])HR.
At-Tirmidzi dan ia berkata : Hasan shahih, dan dishahihkan oleh al-Hakim.
Dan di antara shalat adalah
shalat witir, sekurang-kurangnya satu rekaat dan sebanyak-banyaknya adalah
sebelas rekaat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((من أحب أن يوتر بواحدة فليفعل
)) [ رواه لأبو داود والنسائي]
"Barangsiapa yang
ingin shalat witir satu rekaat maka hendaklah ia melakukan."HR. Abu
Daud dan an-Nasa`i [3]))
Jika ia ingin, ia bisa
melakukannya sekaligus dengan satu kali salam, hal itu berdasarkan riwayat
ath-Thahawi bahwa Umar radhiyallahu ‘anhuhiyallahu ‘anhu
melakukan shalat witir tiga rekaat, ia tidak salam kecuali di rekaat terakhir.
Dan jika ia mau, ia bisa juga bisa shalat dua rekaat dan salam, kemudian shalat
rekaat ketiga, berdasarkan riwayat al-Bukhari dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia
salam di antara dua rekaat dan satu rekaat dalam shalat witir sehingga ia menyuruh dengan
sebagian keperluannya. Dan ia berwitir dengan lima rekaat sekaligus, tidak
duduk dan tidak salam kecuali pada akhirnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((من أحب أن يوتر بخمس فليفعل))
[ رواه لأبو داود والنسائي]
"Barangsiapa yang ingin witir lima rekaat hendaklah ia
melakukannya."HR. Abu Daud dan an-Nasa`i. ([4]) )
Dan dari Aisyah ra ia
berkata : ‘Nabi shalallahu'alaihi wasalam shalat malam tiga
belas rekaat, berwitir dari hal itu dengan lima rekaat yang tidak duduk pada
sesuatu darinya kecuali di akhirnya.’ Muttafaqun ‘alaih. Dan beliau berwitir tujuh rekaat dan meneruskannya seperti lima rekaat, berdasarkan ucapan
Ummu Salamah ra, ia berkata : Nabi shalallahu'alaihi wasalam
shalat witir tujuh rekaat dan lima, tidak memisah di antaranya dengan salam dan
ucapan.’ HR. Ahmad, an-Nasa`i dan Ibnu Majah. ([5])
().
Dan ia
boleh shalat witir sembilan rekaat terus menerus tidak duduk kecuali pada
rekaat ke delapan, lalu membaca tasyahhud, berdoa, kemudian berdiri dan tidak salam, lalu
rekaat ke sembilan, membaca tasyahhud dan salam, berdasarkan hadits Aisyah ra
tentang shalat witir Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam, ia
berkata: ‘Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam shalat sembilan
rekaat, tidak duduk padanya kecuali pada pada rekaat ke delapan, berdzikir
kepada Allah swt, memuji dan berdoa kepada-Nya, kemudian bangkit dan tidak
salam, kemudian berdiri lalu shalat rekaat ke sembilan, kemudian duduk
berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, memuji-Nya, dan berdoa
kepada-Nya, kemudian mengucap salam yang memperdengarkan kepada kami.
‘al-hadits. HR. Ahmad dan Muslim. ([6]) Dan ia boleh shalat
sebelas rekaat. Jika ia suka, ia bisa salam setiap dua rekaat dan witir satu
rekaat. Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu'anha ia berkata, ‘Nabi shalallahu'alaihi wa salam
shalat di antara setelah shalat isya hingga fajar sebanyak sebelas rekaat,
salam setiap dua rekaat dan witir satu rekaat.’ Al-Hadits. HR jama’ah kecuali
at-Tirmidzi. ([7])
Dan jika ia suka, ia bisa
melakukan shalat empat rekaat, kemudian empat rekaat, kemudian tiga rekaat, berdasarkan
hadits Aisyah radhiallahu'anha ia berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((كان النبي صلى الله
عليه وسلم يصلي أربعا فلا تسأل عن حسنهن
وطولهن ثم يصلي أربعا فلا تسأل عن حسنهن وطولهن ثم يصلي ثلاثا )) [متفق عليه]
"Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat empat rekaat, ([8]) maka engkau jangan bertanya
tentang baik dan panjangnya, kemudian shalat empat rekaat maka engkau jangan
bertanya tentang baik dan panjangnya, kemudian shalat tiga rekaat."Muttafaqun
‘alaih. ([9])
Meneruskan shalat witir lima, tujuh dan sembilan rekaat, adalah bila ia
shalat sendirian atau bersama jamaah tertentu yang memilih cara itu. Adapun
masjid-masjid umum, maka yang utama bagi imam adalah salam setiap dua rekaat
agar tidak menyusahkan orang banyak dan mengacaukan niat mereka, karena hal itu
lebih mudah bagi mereka. Para
fuqaha (ahli fiqih) dari kalangan Hanbali dan Syafii: boleh shalat witir
sebelas rekaat sekaligus dengan satu kali tasyahhud atau dua kali di rekaat
terakhir dan rekaat sebelumnya.
Shalat malam di bulan Ramadhan
memiliki keutaman dan kelebihan terhadap malam-malam lainnya, berdasarkan sabda
Nabi shalallahu'alaihi wa salam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((من قام رمضان إيمانا واحتسابا
غفر له ما تقدم من ذنبه)) [متفق عليه]
“Barangsiapa yang
mendirikan (shalat) bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala niscaya
diampuni dosanya yang terdahulu.” Muttafaqun ‘alaih ([10])
Makna
iman adalah iman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan pahala yang
dijanjikan bagi yang melaksanakan, dan makna ihtisaab: yaitu mengharap pahala
Allah subhanahu wa ta’ala, tidak didorong oleh perasaan riya dan tidak
pula sum’ah, tidak mengharap harta dan kedudukan. Dan mendirikan shalat bulan
Ramadhan mencakup shalat di permulaan malam dan akhirnya. Atas dasar ini, maka
shalat Tarawih terhadap qiyam Ramadhan, maka sudah semestinya
bersungguh-sungguh atasnya, memperhatikan, mengharap pahala dari Allah subhanahu
wata'ala atasnya. Ia hanyalah beberapa malam yang berbilang, seorang mukmin
berakal mengambil kesempatannya sebelum terlambat. Sesungguhnya dinamakan
Tarawih karena manusia sangat memanjangkannya, setiap kali shalat empat rekaat
mereka beristirahat sedikit.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah yang pertama kali mencontohkan shalat berjamaah dalam shalat tarawih di
masjid, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
meninggalkannya karena khawatir diwajibkan kepada umatnya. Dari Aisyah radhiallahu'anha
berkata: "Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat di masjid pada satu malam, dan sekelompok orang ikut shalat bersama beliau. Kemudian beliau shalat
di malam berikutnya dan orang-orang yang ikut shalat bertambah banyak. Kemudian
mereka berkumpul di malam ketiga atau keempat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Di pagi hari, beliau bersabda, 'Sungguh
aku melihat yang kamu lakukan, maka tidak ada yang menghalangiku keluar
menemuimu kecuali aku merasa menjadi wajib atasmu."Muttafaqun ‘alaih. ([11])
Dan hal itu terjadi di bulan Ramadhan. Dari Abu Dzarr radhiallahu'anhu, ia berkata: Kami puasa bersama Nabi shalallahu'alahi
wasallam, beliau tidak shalat malam dengan kami hingga tersisa tujuh hari
dari bulan Ramadhan. Lalu beliau shalat shalat dengan kami hingga berlalu
sepertiga malam. Kemudian beliau tidak shalat malam bersama kami di malam ke
enam. Kemudian beliau shalat malam dengan kami di malam ke lima sehingga
berlalu setengah malam. Maka kami berkata: ‘Jikalau engkau shalat sunnah
bersama kami di malam yang masih tersisa ini.’ Beliau bersabda: ‘Sesungguhya
siapa yang shalat bersama imam hingga ia (imam) berpaling niscaya ditulis
baginya qiyam semalam penuh.’ Al-hadits. Diriwayatkan oleh ahlu sunnan dengan
sanad yang shahih. ([12]).
Ulama salaf berbeda pendapat tentang jumlah rekaat shalat
tarawih dan witir bersamanya. Ada yang berpendapat: 41 rekaat, 39 rekaat, 29
rekaat, 23 rekaat, 19 rekaat, 13 rekaat, 11 rekaat, dan ada juga pendapat yang
lain. Pendapat kuat bahwa ia adalah 11 rekaat atau 13 rekaat, berdasarkan
hadits dari Aisyar radhiyallahu
‘anhu: ia ditanya: bagaimanakah
shalat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan? Ia
menjawab: 'Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah
di bulan Ramadhan dan bulan lainnya atas 11 rekaat."Muttafaqun ‘alaih. ([13])
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu:
'Shalat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah 13 rekaat, maksudnya di malam
hari."HR.
al-Bukhari.([14]Dalam Muwaththa`, dari Saib bin Yazid ra ia berkata:
‘Umar bin Khathab ra menyuruh Ka’ab bin Malik dan Tamim ad-Dari agar mengimami
manusia dengan sebelas rekaat.’ ([15])
Para salaf sangat
memanjangkannya. Dalam hadits Saib bin Yazid rahimahullah,
ia berkata, Qari (imam) membaca ratusan
ayat sehingga kami berpegangan tongkat karena terlalu lama berdiri. Ini sangat
bertolak belakang dengan kondisi manusia di masa sekarang, di mana mereka
shalat tarawih dengan kecepatan tinggi, tidak melaksanakan kewaiban thuma'ninah
(tenang) yang merupakan salah satu rukun shalat. Mereka meninggalkan rukun ini
dan mengikuti keinginan orang-orang yang lemah, sakit dan lanjut usia yanga ada
di belakangnya. Mereka melakukan kesalahan kepada dirinya sendiri dan kepada
orang lain. Para ulama menyebutkan bahwa makruh bagi imam terburu-buru dalam
shalat yang menghalangi makmum melakukan yang disunnahkan, bagaimana yang
menyebabkan mereka meninggalkan yang wajib. Kita memohon keselamatan kepada
Allah shalallahu'alaihi
wa salam.
Tidak pantas bagi seseorang meninggalkan shalat tarawih
untuk mendapatkan pahalanya, tidak berpaling sampai imam menyelesaikan
shalatnya, dan jangan ketinggalan pula shalat witir untuk mendapatkan pahala
mendirikan semua malam. Wanita boleh menghadiri shalat tarawih di masjid
apabila aman dari fitnah, dari dan dengan mereka, berdasarkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((لا تمنعوا إماء الله مساجد
الله )) [متفق عليه]
"Janganlah engkau
menghalangi wanita menghadiri masjid Allah subhanahu wa ta’ala."Muttafaqun ‘alai ([16])
Karena ini termasuk perbuatan salaf, akan ia harus
berhijab yang rapat, tidak tabarruj, tidak memakai minyak wangi, tidak
meninggikan suara dan tidak menampakan perhiasan, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
قال الله تعالي: ﴿
وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ ﴾
[ النور: 31]
dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali
yang (biasa) nampak dari mereka. (QS. An-Nuur:31)
namun
yang sudah bisa nampak tidak mungkin menyamarkannya, yaitu jilbab dan ‘abayah.
Dan karena Nabi shalallahu'alaihi wa salam menyuruh para wanita agar
keluar melaksanakan shalat ied. Ummu Athiyah berkata: Ya Rasulullah, salah
seorang dari kami tidak mempunyai jilbab? Beliau bersabda: “Hendaklah
saudarinya meminjamkan jilbabnya.’ Muttafaqun ‘alaih. ([17])
hendaklah wanita menjauhkan diri dari laki-laki dan memulai dengan shaf
belakang, kebalikan laki-laki, berdasarkan sabda Nabi shalallahu'alaihi wa
salam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((خير صفوف الرجال أولها وشرها
آخرها وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها )) [رواه مسلم]
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang
pertamanya dan seburuk-buruknya adalah yang terakhir, dan sebaik-baik shaf
wanita adalah yang terakhir dan seburuk-buruknya adalah yang pertamanya.”HR.
Muslim. ([18])
Dan mereka berpaling dari masjid setelah imam imam dan tidak terlambat
kecuali karena uzur, berdasarkan hadits Ummu Salamah ra, ia berkata: ‘Apabila
Nabi shalallahu'alaihi wa salam salam saat selesai shalat, para wanita
berdiri, sedang beliau berdiam di tempatnya sebentar sebelum berdiri.’ Ia
berkata: Kami melihat -wallau a’lam-
bahwa hal itu agar para wanita pulang sebelum ketemu laki-laki.’ HR.
Al-Bukhari. ([19])
Ya Allah,
berilah taufik seperti yang Engkau berikan kepada para nabi dan rasulMu. Ampunilah kami,
kedua orang tua kami dan semua kaum muslimin dengan rahmat-Mu wahai yang paling
pengasih dari orang-orang yang pengasih. Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah subhanahu wa ta’ala
selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Post a Comment