Hukuman Bagi Pelaku Riba
Hukuman Bagi Pelaku Riba
Shahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ)) [ رواه مسلم]
“Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba dan yang memberi riba.” (HR. Muslim)
Ketika mendengar hadits tersebut dari Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ‘Alqamah berkata, “ juru tulis dan dua
saksinya?” Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Yang kami sampaikan
hanyalah yang kami dengar.”
Akan tetapi pada hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu pertanyaan ‘Alqamah di atas terjawab. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
Akan tetapi pada hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu pertanyaan ‘Alqamah di atas terjawab. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ
وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ)) [ رواه مسلم]
“Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba memberi riba juru tulis
dan dua saksinya. Beliau mengatakan: ‘Mereka itu sama’.”
Dua hadits di atas diriwayatkan oleh
Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih- kitab Al-Musaqat bab Lu’ina
Akilur Riba wa Mu’kiluhu no. 4068 dan 4069.
Hadits ini secara jelas menunjukkan haram praktik ribawi. Sementara muamalah yang tidak barakah ini telah menggurita di tengah masyarakat kita seolah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari denyut nadi perekonomian kita. Wallahul musta’an. Padahal keharaman riba demikian jelas dinyatakan dalam syariat yang mulia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat-Nya dari atas langit-Nya yang ketujuh:
Hadits ini secara jelas menunjukkan haram praktik ribawi. Sementara muamalah yang tidak barakah ini telah menggurita di tengah masyarakat kita seolah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari denyut nadi perekonomian kita. Wallahul musta’an. Padahal keharaman riba demikian jelas dinyatakan dalam syariat yang mulia ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat-Nya dari atas langit-Nya yang ketujuh:
قال الله تعالى: {ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ
إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ
إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَنۡ عَادَ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ
٢٧٥ يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ
كَفَّارٍ أَثِيمٍ ٢٧٦} [البقرة: 275- 276]
“orang-orang
yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdiri orang yang
kemasukan setan karena penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu
disebabkan mereka berkata sesungguh jual beli itu sama dengan riba padahal
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamakaan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepada larangan dari Rabb lalu berhenti maka bagi apa yang telah diambil
dahulu dan urusan kepada Allah. Siapa yang mengulangi maka mereka itu adalah
penghuni neraka mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menumbuhkembangkan
sedekah-sedekah. Dan Allah tidak menyukai tiap orang yang tetap dalam
kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (QS.al-Baqarah: 275-276)
Dalam ayat lain Dia Yang Maha Tinggi
berfirman:
قال الله تعالى: {يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا
بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٧٨ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن
تُبۡتُمۡ فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ٢٧٩} [البقرة: 278- 279]
“Wahai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kalian orang-orang yang
beriman. maka jika kalian tidak mengerjakan maka ketahuilah bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat maka bagi kalian
pokok harta kalian kalian tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi.”(QS.al-Baqarah:
278-279)
Penyebutan dengan sifat jelek ada ancaman dan hukuman yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas sangat cukup untuk menunjukkan tidak diridhainya perbuatan riba alias haram. Apalagi secara jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan:
Penyebutan dengan sifat jelek ada ancaman dan hukuman yang disebutkan dalam ayat-ayat di atas sangat cukup untuk menunjukkan tidak diridhainya perbuatan riba alias haram. Apalagi secara jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan:
قال الله تعالى: {وَحَرَّمَ الرِّبَا}[البقرة: 275]
“Dan Dia
mengharamkaan riba.”
Belum lagi hadits-hadits shahih yang
disebutkan As-Sunnah An-Nabawiyyah yang suci termasuk hadits yang menjadi
pembahasan kita kali ini.
Hukuman bagi Pelaku Riba
Al-’Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman
bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengabarkan tentang pemakan riba dan akibat buruk yang mereka tuai. Dikabarkan
bahwa mereka tidak akan bangkit dari kubur mereka pada hari kebangkitan nanti
melainkan ‘seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena penyakit gila’.
Mereka bangkit dari kubur dalam keadaan bingung mabuk goncang dan merasa pasti
akan ditimpakan hukuman yang besar serta bencana yang menyulitkan..”
Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah
bin Baz rahimahullahu
berkata, “Ayat-ayat yang mulia di atas menunjukkan secara jelas tentang keras
keharaman riba dan bahwa perbuatan riba termasuk dosa besar yang memasukkan
pelaku ke dalam neraka. Sebagaimana pula ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memusnahkan penghasilan orang yang
melakukan riba dan menyuburkan sedekah. Yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjaga dan menumbuhkembangkan harta sedekah utk pelaku sehingga harta yang
sedikit menjadi banyak bila diperoleh dari penghasilan yang baik. dalam ayat
yang akhir disebutkan secara jelas bahwa orang yang melakukan riba adalah orang
yang memerangi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Yang wajib dia lakukan
adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengambil pokok
dari harta tanpa tambahannya.”
Al-Imam Al-Mawardi rahimahullahu ketika menafsirkan ayat:
Al-Imam Al-Mawardi rahimahullahu ketika menafsirkan ayat:
قال الله تعالى: { …فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ …} [البقرة: 279]
“Maka
ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.”
Beliau berkata: “Makna ayat ini ada dua
sisi:
Pertama, Jika kalian tidak berhenti dari perbuatan riba maka Aku akan memerintahkan Nabi utk memerangi kalian.
Pertama, Jika kalian tidak berhenti dari perbuatan riba maka Aku akan memerintahkan Nabi utk memerangi kalian.
Kedua, Jika kalian tidak berhenti dari
perbuatan riba berarti kalian adalah orang yang diperangi oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya.”
Dari empat ayat dalam Surat Al-Baqarah di atas dapat disimpulkan bahwa akibat buruk / hukuman yang diperoleh pelaku riba adalah sebagai berikut:
1. Dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti seperti orang gila karena kerasukan setan.
Dari empat ayat dalam Surat Al-Baqarah di atas dapat disimpulkan bahwa akibat buruk / hukuman yang diperoleh pelaku riba adalah sebagai berikut:
1. Dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti seperti orang gila karena kerasukan setan.
Qatadah rahimahullahu berkata: “Yang
demikian itu merupakan tanda pada hari kiamat bagi orang yang melakukan riba.
Mereka dibangkitkan dalam keadaan berpenyakit gila.”
Adapula yang memaknakan: “Manusia pada
hari kiamat nanti keluar dari kubur mereka dengan segera. Namun pemakan riba
menggelembung perut ia ingin segera keluar dari kubur namun ia terjatuh.
Jadilah dia seperti keberadaan orang yang jatuh bangun kesurupan karena gila.”
2. Diancam kekal dalam neraka.
3. Harta yang diperoleh dari riba akan
dihilangkan barakahnya.
Bila pelaku menginfakkan sebagian dari
harta riba tersebut niscaya ia tidak akan diberi pahala bahkan akan menjadi
bekal bagi dia utk menuju neraka. Demikian dinyatakan Al-Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di
rahimahullah.
4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: {… وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ٢٧٦ } [البقرة: 276]
“Dan Allah tidak menyukai tiap orang
yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu menafsirkan: “Yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mencintai tiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. Karena kecintaan itu dikhususkan bagi orang-orang yang bertaubat. Dalam ayat ini ada ancaman yang berat lagi besar bagi orang yang melakukan riba di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukumi dengan kekafiran dan menyifati dengan selalu berbuat dosa.”
5. Mendapatkan permusuhan dari dan siap berperang dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta Rasul-Nya.
Dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan di awal pembahasan pun kita dapatkan ‘uqubah atau hukuman yang didapatkan oleh pihak-pihak yang bersentuhan dengan muamalah ribawi dan menjadi saksi atas muamalah ribawi tersebut. Sehingga kita dapatkan kejelasan tentang haramnya tolong menolong di atas kebatilan.
Hadits Abdullah bin Mas’ud dan Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan laknat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang mengambil dan memberi riba mencatat transaksi ribawi dan menjadi saksinya. Mendapatkan laknat berarti mendapatkan celaan dan terjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena laknat memiliki dua makna:
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu menafsirkan: “Yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mencintai tiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. Karena kecintaan itu dikhususkan bagi orang-orang yang bertaubat. Dalam ayat ini ada ancaman yang berat lagi besar bagi orang yang melakukan riba di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukumi dengan kekafiran dan menyifati dengan selalu berbuat dosa.”
5. Mendapatkan permusuhan dari dan siap berperang dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta Rasul-Nya.
Dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan di awal pembahasan pun kita dapatkan ‘uqubah atau hukuman yang didapatkan oleh pihak-pihak yang bersentuhan dengan muamalah ribawi dan menjadi saksi atas muamalah ribawi tersebut. Sehingga kita dapatkan kejelasan tentang haramnya tolong menolong di atas kebatilan.
Hadits Abdullah bin Mas’ud dan Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan laknat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang mengambil dan memberi riba mencatat transaksi ribawi dan menjadi saksinya. Mendapatkan laknat berarti mendapatkan celaan dan terjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena laknat memiliki dua makna:
Pertama: bermakna celaan dan cercaan.
Kedua: bermakna terusir dan terjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan demikian pihak-pihak yang bersentuhan dengan muamalah ribawi ini terjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal seorang hamba amat sangat membutuhkan rahmat-Nya.
Al-Imam As-Sindi rahimahullah mengatakan: “Mereka semua mendapatkan laknat karena bersekutu dalam berbuat dosa.”
Kedua: bermakna terusir dan terjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan demikian pihak-pihak yang bersentuhan dengan muamalah ribawi ini terjauhkan dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal seorang hamba amat sangat membutuhkan rahmat-Nya.
Al-Imam As-Sindi rahimahullah mengatakan: “Mereka semua mendapatkan laknat karena bersekutu dalam berbuat dosa.”
Di dalam ayat yang telah lewat penyebutan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: { يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰاْ وَيُرۡبِي
ٱلصَّدَقَٰتِۗ} [البقرة: 276]
“Allah memusnahkan riba dan
menumbuhkembangkan sedekah.”
Pemusnahan harta riba itu bisa jadi dengan musnah seluruh harta tersebut dari tangan pemilik ataupun dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan barakah dari harta tersebut sehingga pemilik tidak dapat mengambil manfaatnya. Bahkan ia akan kehilangan harta itu di dunia dan nanti di hari kiamat ia akan beroleh siksa. Karena yang nama harta riba –walaupun kelihatan banyak– akhir akan sedikit dan hina. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Pemusnahan harta riba itu bisa jadi dengan musnah seluruh harta tersebut dari tangan pemilik ataupun dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan barakah dari harta tersebut sehingga pemilik tidak dapat mengambil manfaatnya. Bahkan ia akan kehilangan harta itu di dunia dan nanti di hari kiamat ia akan beroleh siksa. Karena yang nama harta riba –walaupun kelihatan banyak– akhir akan sedikit dan hina. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: { وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ
النَّاسِ فَلاَ يَرْبُو عِنْدَ اللهِ} [الروم: 30]
“Apa yang kalian datangkan dari suatu
riba guna menambah harta manusia maka sebenar riba itu tidak menambah harta di
sisi Allah.”
Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan lewat shahabat beliau Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut ini juga menjadi bukti bahwa riba itu walaupun kelihatan menambah harta namun pada akhir akan membuat harta itu sedikit dan musnah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan lewat shahabat beliau Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berikut ini juga menjadi bukti bahwa riba itu walaupun kelihatan menambah harta namun pada akhir akan membuat harta itu sedikit dan musnah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنَ
الرِّبَا إِلاَّ كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى
قِلَّةٍ))
[رواه ابن ماجة وصححه الألباني]
“Tidak ada seorang pun yang banyak
melakukan riba kecuali akhir dari perkara adalah harta menjadi sedikit.” (HR. Ibnu Majah
dan disahihkan oleh Syekh al Bani).
Di samping akibat buruk dari perbuatan riba yang telah disebutkan di atas Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengabarkan bahwa mengambil riba termasuk dari tujuh dosa yang membinasakan pelakunya. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata mengabarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Di samping akibat buruk dari perbuatan riba yang telah disebutkan di atas Rasul yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengabarkan bahwa mengambil riba termasuk dari tujuh dosa yang membinasakan pelakunya. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata mengabarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ. قُلْنَا: وَمَا هُنَّ يَا
رَسُوْلَ اللهِ قَالَ:
الشِّرْكُ بِاللهِوَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّباَ وَأَكْلُ
مَالَ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْغَافِلاَتِ الْمُؤْمِنَاتِ)) [
رواه البخاري ومسلم]
“Jauhilah
oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan.” Kami bertanya: “Apakah tujuh
perkara itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah sihir
membunuh jiwa yang diharamakaan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq
memakan riba memakan harta anak yatim berpaling/lari pada hari bertemu dua
pasukan dan menuduh wanita baik-baik yang menjaga kehormatan diri berzina.” (Muttafaq alaih).
Ketujuh perkara yang membinasakan yang
tersebut dalam hadits ini adalah dosa-dosa besar kata Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-’Asqalani rahimahullah sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat lain.
Di antara sekian hadits yang membicarakan
tentang azab yang diterima “tukang” riba kelak di hari kiamat dibawakan Al-Imam
Bukhari rahimahullahu dalam kitab Shahih- dari shahabat yang mulia Samurah bin
Jundab radhiyallahu ‘anhu dalam hadits yang panjang tentang mimpi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Di antara
isi mimpi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikisahkan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((رَأَيْتُ
اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي فَأَخْرَجَانِي إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى
نَهْرٍ مِنْ دَمٍ فِيْهِ رَجُلٌ قَائِمٌ وعَلَى وَسَطِ النَّهْرِ
رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ. فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي
النَّهْرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيْهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ
فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي
فِيْهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ فَقُلْتُ: مَا هذَا فَقَالَ: الَّذِى رَأَيْتَهُ فِي النَّهْرِ آكِلُ
الرِّبَا)) [رواه البخاري]
“Aku
melihat pada malam itu dua orang laki-laki mendatangiku. Lalu kedua
mengeluarkan aku menuju ke tanah yang disucikan. Kemudian kami berangkat hingga
kami mendatangi sebuah sungai darah. Di dalam ada seorang lelaki yang sedang
berdiri sementara di atas bagian tengah sungai tersebut ada seorang lelaki yang
di hadapan terdapat bebatuan. Lalu menghadaplah lelaki yang berada di dalam
sungai. Setiap kali lelaki itu hendak keluar dari dalam sungai lelaki yang
berada di bagian atas dari tengah sungai tersebut melempar dengan batu pada
bagian mulutnya. maka si lelaki itu pun tertolak ke tempat semula. Setiap kali
ia hendak keluar ia dilempari dengan batu pada mulut hingga ia kembali pada
posisi semula . Aku pun bertanya: ‘Siapa orang itu ?’ Dijawab: ‘Orang
yang engkau lihat di dalam sungai darah tersebut adalah pemakan riba’.” HR. Bukhari.
Betapa mengerikan keadaan si pemakan riba
kita memohon keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga dengan penjelasan dan peringatan
yang disampaikan dalam lembaran ini dapat menyadarkan para pemakan riba
sehingga ia bertaubat dari perbuatannya. Allahlah yang memberi taufiq kepada
jalan yang lurus.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Dan seluruh pihak yang terlibat di dalam
terkena laknat mulai dari pihak yang mengambil riba tersebut maupun pihak yang
memberi . Karena riba itu tidak akan berlangsung/terjadi jika tidak memberinya.
Oleh sebab itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan .
Begitu pula juru tulis dan saksi semua melanggar firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
قال الله تعالى: {وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} [المائدة: 2]
“Janganlah kalian berta’awun dalam melakukan dosa dan permusuhan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((لاَ
يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ إِلاَّ أَخَذَهَا اللهُ بِيَمِيْنِهِ
فيُرَبِّيْهَا كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ أَوْ قَلُوْصَهُ حَتَّى
تَكُوْنَ مِثْلَ الْجَبَلِ أَوْ أَعْظَمَ)) [ متفق عليهٍ ]
“Tidaklah
seseorang menyedekahkan sebuah kurma dari penghasilan yang baik melainkan Allah
akan mengambil dengan tangan kanan-Nya lalu Dia memelihara sebagaimana salah
seorang kalian memelihara anak unta yang telah disapih dari induk hingga
sedekah itu menjadi semisal gunung atau lebih besar lagi.” (Muttafaq alaih).
Melakukan muamalah riba adalah dosa besar.
Dan madzhab Ahlus Sunnah tidaklah menghukumi pelaku dosa besar sebagai kafir
selama dia tidak menghalalkannya. Bahkan mereka tetap menetapkan ada keimanan
si pelaku maksiat yang mensahkan keislaman sehingga ia tidak keluar dari
lingkaran Islam. Beda hal dengan Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar
atau Mu’tazilah yang mengeluarkan pelaku dosa dari keimanan dan berada pada
manzilah baina manzilatain tidak Islam tidak pula kafir. Namun dalam masalah
hukuman di akhirat nanti Khawarij dan Mu’tazilah sepakat menyatakan bahwa
pelaku dosa besar itu kekal di dalam neraka.
Adapun nash yang berisi pernyataan kekufuran bagi pelaku dosa besar janganlah dipahami bahwa pelaku kafir keluar dari Islam karena kekafiran ada dua macam besar dan kecil. Wallahu a’lam.
Adapun nash yang berisi pernyataan kekufuran bagi pelaku dosa besar janganlah dipahami bahwa pelaku kafir keluar dari Islam karena kekafiran ada dua macam besar dan kecil. Wallahu a’lam.
Yakni kebanyakan harta dikumpulkan dari
riba.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam: أَكْلُ الرِّباَ arti “makan riba.”
Beliau menyebut dengan “makan” karena makan merupakan sisi kemanfaatan yang
paling umum. Demikian dikatakan ahlul ilmi. Karena itulah Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman tentang Bani Israil:
قال الله تعالى: {وَأَخۡذِهِمُ ٱلرِّبَوٰاْ وَقَدۡ نُهُواْ عَنۡهُ …} [النساء: 161]
“Dan
disebabkan mereka mengambil riba padahal sesungguh mereka telah dilarang
darinya”
Allah tidak menyatakan: أَكْلِهِمُ الرِّباَ karena kata اْلأَخْذُ lbh umum daripada اْلأَكْلُ. Sehingga makan riba makna adalah mengambil riba. Sama saja baik dimanfaatkan untuk dimakan atau untuk permadani bangunan tempat tinggal atau yang selainnya.
6 Fathul Bari 12/227
Allah tidak menyatakan: أَكْلِهِمُ الرِّباَ karena kata اْلأَخْذُ lbh umum daripada اْلأَكْلُ. Sehingga makan riba makna adalah mengambil riba. Sama saja baik dimanfaatkan untuk dimakan atau untuk permadani bangunan tempat tinggal atau yang selainnya.
6 Fathul Bari 12/227
Post a Comment