Istikharah
Istikharah
Segala
puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
baginda Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah
dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya… Amma Ba’du:
Diriwayatkn oleh AL-Bukhari dan Al-Turmudzi, serta
An-Nasa’I dari hadits Jabir RA berkata: Nabi Muhammad SAW mengajarkan kami agar
beristikharah pada setiap perkara, sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami
satu surat dari Al-Qur’an, dan beliau bersabda, “Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana untuk mengerjakan
sesuatu, hendaknya melakukan shalat sunah (Istikharah) dua rakaat, kemudian
bacalah doa ini:
(اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ
أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ
هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ-
خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ
وَآجِلِهِ- فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ،
وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ
وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ:
عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ
الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ
بِهِ)
“Ya Allah, sesungguhnya aku
meminta pilihan yang tepat kepada -Mu dengan ilmu pengetahuanMu dan aku mohon
kekuasaan -Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan kemahakuasaan -Mu. Aku mohon
kepada -Mu sesuatu dari anugerah -Mu Yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha
kuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak
mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah,
apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat
hendak-nya menyebut persoalannya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya
terhadap diriku atau Nabi bersabda: …di dunia atau akhirat sukseskanlah untukku,
mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui
bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, harta dan akibatnya
kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku daripadanya,
takdirkan kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah
kerelaan -Mu kepadaku.”[1]
Ibnu Abi Hamzah berkata: Hikmah didahulukannya doa diatas di dalam shalat istikharah adalah
untuk mewujudkan dua tujuan, yaitu mengumpulkan antara kebaikan dunia dan
akherat, hal itu dibutuhkan agar seseorang mengetuk pintu Zat Yang Menjadi
Raja, dan tidak ada sesuatu apapun yang lebih manjur dan lebih mendatangkan
keberhasilan daripada shalat, sebab di dalam shalat tersebut ada unsur
mengagungkan Allah SWT, memuji Allah SWT dan butuh kepada -Nya baik pada waktu
sekarang atau yang akan datang”.[2]
Sebagian ahlul ilmi mengatakan bahwa dibolehkan mengulang
istikharah dalam satu perkara, dan di antara ulama yang membolehkan hal itu
adalah Al-Hafiz Al-Iroqi, dan pendapatnya diikuti oleh AsL-Syaukani di dalam
kitab Nailul Authar. Dan dia berkata: Dasar diperbolehkannya mengulang
istikharah adalah apabila Nabi Muhammad SAW berdo’a maka beliau mengulanginya
tiga kali. Hadits shahih. Maksud hadits ini adalah pengulangan do’a di dalam
satu kesempatan. Sesungguhnya do’a yang sunnah dikerjakan bersama shalat maka
shalatnya pun disunnahkan untuk diualng-ulangi bersamanya”.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak akan menyesal orang
yang beristikharah kepada Allah Yang Maha Pencipta dan bermusyawarah dengan
makhluk serta teguh dalam pendiriannya. Allah SWT berfirman:
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ
“…dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah”. (QS.
Ali Imron: 159)
Qotadah
rohimahullah berkata, “Tidaklah suatu kaum bermusyawarah dan mereka mengharap
wajah Allah SWT kecuali mereka akan ditunjukkan kepada jalan yang lebih lurus
dalam perkara mereka”.[4]
Syaikh Kamaluddin Muhammad bin
Ali Al-Zamalkani berkata, “Apabila seseorang telah melakukan shalat dua rekaat
maka hendaklah setelah itu dia bertawakkal, dan
berlapang dada atas apa yang menjadi ketentuan-Nya, sebab di dalamnya
terdapat kebaikan sekalipun jiwanya tidak tenang dengannya. Kemudian dia
melanjutkan: Di dalam hadits ini tidak ada sebuah isyarat yang menunjukkan
bahwa adanya perasaan lapang dada sebagai syarat (memilih).[5]
Hal yang
Perlu diperhatikan adalah istikharah dilakukan pada saat seseorang ingin
melakukan sebuah perkara, baik dia ragu-ragu padanya atau sudah bertekad
melakukan perkara tersebut, bukan seperti apa yang diprasangka oleh sebagian
orang bahwa istikharah itu dilakukan pada saat seseorang ragu dalam memasuki
sebuah perkara. Sebab istikharah itu artinya meminta agar diberikan taufiq,
sementara tidak seorangpun yang mengetahui bagaimana hasil sebuah usaha kecuali
Allah SWT. Banyak perkara yang diprasangka oleh seseorang
yang beristikharah bahwa dia akan
memperoleh kebaikan pada suatu perkara
dan ternyata dia bisa, dan banyak perkara yang disangka oleh seseorang bahwa dia mendapat keburukan pada suatu
perkara namun justru keselamatannya ada pada perkara itu. Cukuplah bagi kita
firman Allah SWT:
وَعَسَى
أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah:
216).
Di antara manfaat
berisitkharah adalah:
Pertama: Sebagai bukti
bergantungnya seorang hamba kepada Allah Azza Wa Jalla, dan kepasrahan dirinya
pada segala urusannya. Allah SWT berfirman:
قُل
لَّن يُصِيبَنَا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللهِ
فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan
apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada
Allah-lah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. Al-Taubah:
51)
Allah SWT
berfirman:
وَتَوَكَّلْ
عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ
تَقُومُ وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Dan bertawakallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk
sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang
yang sujud. (QS. Al-Syu’ara’: 217-219)
Kedua: Istikharah menambah pahala seseorang dan taqarrubnya kepada Allah
SWT, sebab istihkarah mengandung shalat dan do’a. Di dalam sebuah hadits
disebutkan: Aku bertanya: Apakah shalat itu wahai Rasulullah?. Beliau menjawab:
“Sarana
pengaduan yang paling baik”.[6]
Ketiga: Istikharah sebagai
jalan keluar dari segala kebingungan dan keraguan. Dia sebagai sebab bagi
datangnya ketenteraman dan ketenangan pikiran, sebab dengan istikharah berarti
dia menyerahkan urusannya kepada Allah SWT yang menguasai segala urusan. Allah
SWT berfirman: قُلْ
إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلهِ
Katakanlah: "Sesungguhnya
urusan itu seluruhnya di
tangan Allah".( QS. Ali Imron: 154)
Keempat: Dengan istikharah seseorang
akan menadapatkan kebaikan dan terjaga dari yang buruk, sebab apa yang pilihkan
oleh Allah SWT bagi hamba -Nya lebih baik dari apa yang dipilih oleh seorang
hamba untuk dirinya sendiri, sebab Allah SWT lebih mengetahui tentang
kemaslahatan hamba -Nya, Dia Yang Maha Mengetahui tentang perkara-perkara gaib.
Kelima: Dengan beristikharah
seseorang akan mendapat keberkahan pada perkara yang akan dijalaninya, dan
keberkahan itu tidak mencampuri suatu yang sedikit kecuali dia akan menjadi
lebih banyak, dan tidak terdapat pada suatu yang banyak kecuali dia akan
bermanfaat, sebagaimana disebutkan di dalam hadits tentang istikharah di atas: وبارك
لي فيه
“dan berikanlah keberkahan bagiku padanya”.
Keenam:
Terkadang seseoarang meremehkan suatu perkara karena dianggapnya kecil, padahal
mengerjakan atau
meninggalkannya akan mendatangkan kemudharatan yang besar, oleh karena itulah
istikharah disyari’atkan pada segala perkara.
Segala
puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan
kepada Nabi kita Muhammad saw dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh
pengikut beliau.
[1]
HR. Al-Bukhari 7/162.
[2] Fathul Bari; 11/189
[3] Nailul Authar: 3/84-85
[4] AlKalimut Thayyib, Ibnu
Taimiyah, halaman: 71
[5] Thabaqat Asyafi’iyatul Kubro:
9/206
[6] Bagian dari hadits di dalam
kitab Musnad Al-Thayalisi: 1/65 no: 478 dan dihasankan oleh Syaikh Nasiruddin
Albani rahimahullah di dalam shahihul jamius shagir: 2/719 no: 3870
Post a Comment