Menyambung Silaturrahim



Menyambung Silaturrahim

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta'ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu 'alaihi wa salam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Di antara bentuk taqarrub yang paling berharga, ketaatan yang paling agung, memiliki kedudukan yang paling tinggi, keberkahan yang agung, mendatangkan manfaat yang besar dan menyeluruh di dunia dan akhirat adalah sliturrahim. Al-Arham adalah keluarga seseorang, baik ibu, bapak, anak laki-laki atau perempuan, saudari dan saudaranya, dan semua orang yang memiliki hubungan dengannya dari pihak bapaknya, atau ibunya atau anak laki-laki atau anak perempuannya, dan tidak termasuk dalam masalah ini keluarga suami atau istri, namun mereka dianjurkan berbuat baik kepada mereka, mereka tidak termasuk dalam kategori arham namun sebagai mantu. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

  Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Anfal: 75)
Dan Allah subhanahu wa ta'ala telah mewasiatkan para hamba untuk menjalankan silaturahim, dan wasiat untuk bersilaturahim ini dibarengkan dengan wasiat untuk bertaqwa. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.  (QS. Al-Nisa’: 1)
Artinya takutlah kepada Allah dengan menjalankan semua ketaatan kepada -Nya dan meninggalkan bermaksiat kepada -Nya, takutlah jika kalian memutuskan hubungan silaturahim, akan tetapi sambunglah dan berbuat baiklah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas dan tokoh salaf yang lainnya.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya  demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.  (QS. Al-Rum: 38)
Allah subhanahu wa ta'ala menerangkan bahwa menyambung silaturahim adalah hak yang wajib dipenuhi baik dalam bentuk materi atau maknawi.
Dan dakwah untuk menyambung silaturahim termasuk perkara yang paling pertama yang diserukan oleh Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam di permulaan pengangkatan beliau sebagai Nabi. Di dalam As-Shahihaini pada kisah Abi Sufyan bersama Hiraqlius, pada saat dia ditanya oleh Hiraqlius: Perkara apakah yang diperintahkannya kepada kalian?. Yaitu oleh Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam. Maka Abu Sufyan menjawab: Dia berkata: Sembahlah Allah subhanahu wa ta'ala, dan janganlah mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun, tinggalkanlah apa-apa yang telah dikatakan oleh bapak-bapak kalian, beliau juga memerintahkan kami untuk menjalankan shalat, berkata jujur, menjaga diri dan bersilaturahim”.[1]
Dan silaturahim adalah sebab bagi terbukanya pintu rizki dan panjang umur di dunia, sementara di akherat kelak akan mendapatkan kemenangan dengan memperoleh surga dan selamat dari neraka.
Disebutkan di dalam As-Shahihaini dari Abi Ayyub Al-Anshori radhiyallahu'anhu bahwa seorang Arab Badwui datang kepada Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam di dalam sebuah perjalanan lalu mengambil tali onta Rasulullah salallahu 'alaihi wa salam atau tali pelananya kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, atau wahai Muhammad beritahukanlah kepadaku sebuah amalan yang bisa mendekatkan diriku dengan surga dan menjauhkan aku dari neraka!. Perawi berkata, "Maka Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam menahan perjalanannya dan memandang kepada para shahabat lalu bersabda, "(Sungguh dia telah diberikan taufiq atau sungguh dia telah diberikan petunjuk). Beliau bertanya, "Apa yang engkau katakan?. Perawi berkata: Maka orang badui itupun mengulanginya. Maka Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Engkau menyembah Allah subhanahu wa ta'ala dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyambung silaturahim, lepaskan onta ini”.[2]
Di dalam sebuah riwayat, "Jika dia berpegang dengan apa yang diperintahkan oleh Allah maka dia akan masuk surga”.[3]
Di dalam As-Shahihaini dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Barangsiapa yang ingin diperluas rizkinya, dipanjangkan umurnya maka hendaklah dia menyambung silaturahim.
          Memutuskan silaturahim termasuk dosa besar, di mana pelakunya akan diancam oleh Allah subhanahu wa ta'ala dengan berbagai siksa baik yang disegerakan atau ditunda di dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam). (QS. Al-Ra’du: 25).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiyallahu'anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluknya lalu pada saat telah selesai menciptakannya rahim berkata: Ini adalah tempat bagi orang yang berlindung kepadamu dari memutuskan silaturahim. Allah berfirman: Benar, apakah engkau tidak rela jika Aku menyambung rahim orang yang menyambungmu dan memtuskan hubungan orang yang memutuskanmu?. Hubungan rahim berkata: Benar wahai Tuhanku. Allah berfirman; Itu adalah bagimu. Maka Rasulullah salallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Bacalah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. (QS. Muhammad: 22).
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam sunannya dari Abi Bakroh radhiyallahu'anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Tidak ada satu dosapun yang lebih pantas disegerakan sanksinya di dunia, ditambah dengan siksa yang disimpankan baginya di akherat selain dari dosa menjual diri dan memutuskan silaturahimi”.[4]
Orang yang menyambung silaturahim adalah orang yang apabila diputuskan maka dia tetap menyambungnya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash radhiyallahu'anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Bukanlah orang yang menyambung silaturahim itu sama dengan orang yang membalas, akan tetapi orang yang menyambung silaturahim adalah orang yang apabila diputuskan maka dia tetap menyambung silaturahimnya”.[5]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiyallahu'anhu bahwa seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah aku memiliki seorang kerabat yang apabila aku menyambung silaturahim dengan mereka maka mereka memutuskannya, dan jika aku berbuat baik kepada mereka maka mereka membalasku dengan perlakuan buruk kepadaku, jika aku berbuat santun maka mereka bertindak jahil kepadaku. Maka Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam menjawab, "Jika dirimu seperti apa yang telah engkau katakan maka sungguh engkau seakan telah memberi makan mereka dengan bara api neraka, dan Allah subhanahu wa ta'ala senantiasa memberikanmu penolong atas tindakan mereka selama engkau berbuat seperti itu”.[6]
Para pensyirah hadits berkata, "Artinya seakan-akan engkau telah memberi makan mereka dengan makanan dari bara api, ini adalah sebagai kiasan tentang siksa yang akan mereka dapatkan karena dosa mereka berupa pemakan bara yang panas, sementara orang yang berbuat baik tidak diberikan balasan siksa apapun, namun orang yang berlaku buruk terhadap pelaku kebaikan ini akan mendapat ganjaran dosa yang besar karena lalai dengan hak orang yang berbuat baik dan tindakan mereka yang telah menyakiti dirinya.
Silaturahim bisa terwujud dengan berbuat baik kepada pihak keluarga dalam bentuk kebaikan yang bisa dikerjakan. Ibnu Abi Hamzah berkata, "Silaturahim bisa terwujud dengan harta, membantu saat membutuhkan, menolak kemudharatan, wajah yang berseri-seri dan dengan do’a.
Al-Qurthubi berkata, "Hubungan kekerabatan wajib disambung, dengan saling mencintai, menasehati, berbuat adil dan obyektif, melaksanakan hak-hak yang wajib dan sunnah, memberikan nafkah kepada keluarga dekat, melihat keadaan mereka dan tidak menghiraukan kesalahan mereka. Makna umum dari silaturrahim adalah memberikan kebaikan yang pantas diberikan kepada kerabat, menolak segala bentuk keburukan dari mereka, sebatas kemampuan setiap orang dan disesuaikan dengan kedudukan serta keadaannya dan mudah diwujudkan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah: 286).
Imam Nawawi berkata, "Shahabat kita berkata: Dianjurkan agar ibu lebih didahulukan dalam berbuat kebaikan, kemudian bapak, kemudian anak-anak, kemudian kakek, kemudian nenek, kemudian saudara laki-laki, kemudian saudara perempuan, kemudian keluarga yang lain dari mereka yang termasuk memiliki hubungan kekerabatan, seperti paman, bibi dari pihak bapak dan paman serta bibi dari pihak ibu, maka didahulukan mereka yang terdekat kemudian yang terdekat[7]....”.
Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrok dari hadits Abi Ramtsah radhiyallahu'anhu berkata, "Aku berhenti di hadapan Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam dan aku mendengar beliau bersabda: Ibumu, dan bapakmu, dan saudarimu, dan saudaramu, kemudian orang yang lebih dekat denganmu lalu orang yang lebih dekat denganmu”.[8]
Dan bersedeqah kepada orang yang memiliki hubungan kekerabatan akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda bagi pelakunya. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Salman bin Amir bahwa Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam bersabda, "Bersedeqah kepada orang miskin adalah shadaqah, sedangkan kepada orang yang memiliki hubungan kekerabatan terdapat dua keutamaan: yaitu shadaqah dan menyambung hubungan silaturahimuu”.[9]
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Maimunah binti Harits bahwa dia memerdekakan budaknya dan dia belum meminta izin kepada Nabi Muhammad salallahu 'alaihi wa salam, lalu pada suatu hari dia bersama Rasulullah salallahu 'alaihi wa salam lalu berkata: Wahai Rasulullah apakah engkau tidak merasakan bahwa aku telah memerdekakan budakku?. Rasulullah salallahu 'alaihi wa salam bersabda: Apakah hal itu telah kamu lakukan?. Dia menjawab; Ya. Rasulullah salallahu 'alaihi wa salam bersabda: Kalau seandainya engkau memberikannya kepada paman-pamanmu maka hal itu akan memberikan bagimu pahala yang lebih besar”.[10]
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta'ala Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad salallahu 'alaihi wa salam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


[1] Al-Bukhari; no: 7 dan Muslim: no: 1773
[2] Muslim: no: 13 dan Al-Bukhari: no: 1397
[3] Shahih Muslim: no: 13
[4] Al-Turmudzi di dalam sunannya no: 2511 dan dia berkata: ini adalah hadits hasan shahih
[5] Al-Bukhari: no: 5991
[6] HR. Muslim: no: 2558
[7] Syarah shahih Muslim, Al-Nawawi:  6/103
[8] Al-Hakim di dalam kitab al-mustadrok: 4/167
[9] Al-Turmudzi: no: 658 dan Al-Turmudzi berkata: Hadits hasan
[10] Al-Bukhari: no: 2592 dan Muslim: no: 999

Tidak ada komentar