Perjalanan Hidup SA’D BIN MU’ADZ r.a
Perjalanan Hidup SA’D BIN MU’ADZ r.a
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW, dan aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang
Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya. Wa Ba’du:
Ini
adalah sebuah catatan ringkas dari
riwayat hidup seorang tokoh terkamuka umat ini, siroh seorang pahlawan dan
kesatria. Dia adalah salah seorang tokoh sahabat yang mulia dari shahabat Nabi.
Kita akan memetik pelajaran berharga dan harum dari perjalanan hidupnya.
Shahabat
Rasulullah SAW ini adalah seorang pahlawan dalam perang Badr, Uhud dan Khandak.
Dia termasuk seorang yang tidak menghiraukan celaan orang yang mencela pada
saat dia berda’wah di jalan Allah, Nabi Muhammad SAW memberitahukan bahwa dia
termasuk seorang penghuni surga. ‘Arasy Allah yang Maha Rahman bergetar karena
kematiannya. Dia masuk Islam di Madinah di tangan Mush’ab bin Umair RA.
Ibnu
Hajar berkata: Dia adalah orang yang paling banyak berkahnya di dalam Islam dan
dia memiliki keutamaan yang luar biasa.
Imam
Al-Zahabai menuliskan riwayat hidup beliau: Pemimpin besar, Al-Syahid Abu Anru
Sa’d bin Mu’adz bin Al-Nu’man Al-Anshori Al-Ausi al-Asyhali. Dia seorang lelaki
dengan kulit putih, bertubuh tinggi, gagah, berwajah rupawan dan berjenggot
indah:[1]Aisyah
berkata: Di Bani asyhal terdapat tiga orang yang tidak ada seorangpun yang
lebih baik dari mereka, yaitu Sa’d bin Mu’adz, Uaid bin Huadhair dan Abbad bin
Bisyr.[2]
Ibnu
Ishaq berkata: Pada saat dia masuk Islam dia berdiri di hadapan kaumnya dan
berkata: Wahai bani Abdil Asyhal bagaimanakah pendapat kalian tentang diriku?.
Mereka berkata: Anda adalah peminpin kami dan orang yang paling baik
keturunannya. Dia berkata: Sesungguhnya kalian haram berbicara denganku baik
yang laki-laki atau yang perempuan sehingga kalian beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Ibnu Ishaq berkata: Demi Allah tidak ada seorangpun di Bani Abil
Asyhal seorang lelaki atau wanita kecuali mereka masuk Islam”.[3]
Dari
Abdullah bin Mas’ud RA berkata: Sa’dd bin Mu’adz pergi berumroh. Abdullah bin
Mas’ud menceritakan: Maka diapun mampir menginap di rumah Uamayyah bin Khalaf,
dan apabila Umayyah mengadakan perjalanan ke Syam dan melewati kota Madinah
maka diapun mampir di rumah Sa’d. Umayyah berkata kepada Sa’d: Tunggu dulu, keluarlah pada saat siang
sudah meninggi dan orang-orang sudah tidak menghiraukan siapapun lagi maka
engkau boleh pergi dan menjalankan thawaf. Pada saat Sa’d melaksanakan thawaf
tiba-tiba Abu Jahl datang lalu dia berkata: Engkau menjalankan thawaf secara
aman semantara engkau telah melindungi Muhammad dan para shahabatnya. Maka Sa’d
berkata: Ya, maka merekapun saling bertengkar. Lalu Umayyah berkata kepada
Sa’d: Janganlah engkau mengangkat suaramu pada Abil Hakam, sebab dia adalah peminpin
penduduk lembah ini. Lalu Sa’d berkata: Demi Allah jika engkau menghalangiku
bertawaf di rumah Allah ini maka aku akan memboikot perniagaanmu yang mengarah
ke Syam. Lalu Umayyah berkata kepada Sa’d: janganlah engkau mengangkat
suaramu”. Sambil menahannya berbicara. Akhirnya, Sa’dpun marah dan berkata:
Biarkanlah, sesungguhnya aku telah mendengar Nabi SAW memberitahukan bahwa dia
SAW akan membunuhmu; Umayyah berkata: Aku ini. Sa’d berkata: Ya. Umayyah
melanjutkan: Demi Allah, Muhammad tidak pernah berbohong apabila berbicara;
maka diapun kembali pulang kepada istrinya, lalu berkata kepadanya: Apakah
engkau tidak mengetahui apa yang telah dikatakan oleh saudaraku yang dari
Yatsrib?. Istrinya bertanya: Apakah yang dikatakannya?. Umyyah berkata: “Dia memberitahukan
bahwa Muhammad akan membunuhku”. Istrinya berkata: Demi Allah bahwa Muhammad
tidak pernah berbohong. Ibnu Mas’ud berkata: Pada saat mereka keluar menuju
Badr dan datang seseorang berteriak maka istrinya berkata: Tidakkah engkau
mengingat apa yang telah dikatakan oleh saudaramu yang dari Yatsrib?. Ibnu
Mas’ud menjelaskan: Dia sebenarnya tidak ingin keluar berperang, namun Abu Jahl
berkata: Sesungguhnya engkau adalah pemuka penghuni lembah ini, maka
berjalanlah satu atau dua hari lalu diapun berjalan bersama mereka dua hari
lalu Allah membinasakannya”.[4]
Dalam
peristiwa di atas tanpak keberanian dan ketegasan Sa’d terhadap orang-orang
kafir dan kebanggannya terhadap agamanya; Padahal dia sendiri di Mekkah namun
dia berani mengancam para tokoh Quraisy di rumah mereka sendiri; dan Nabi SAW
memberitahukan kepadanya bahwa dia termasuk penghuni surga. Dari Anas ra bahwa
dihadiahkan untuk Rasulullah SAW sebuah jubbah dari kain sutra yang tipis. Dan
Nabi melarang memakai kain sutra maka para sahabatpun kagum dengannya; lalu
Nabi bersabda: Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya sesungguhnya sapu
tangan Sa’d bin Mu’adz di dalam surga lebih baik dari ini.[5]
Di
antara sikap hidupnya yang agung adalah apa yang diriwayatkan oleh Aisyah RA
bahwa dia berkata: Sa’d terluka pada saat perang Khandak, dia terkena lemparan
tombak seorang dari dari suku Quraisy, bernama Ibnul Arifah. Dia terkana pada
bagian lengannya, maka Rasulullah SAW mendirikan kemah baginya di mesjid agar
beliau bisa mengunjunginya secara leluasa, pada saat Rasulullah SAW kembali
dari Khandak maka beliau meletakkan senjatanya lalu mandi, lalu datanglah
Jibril kepadanya pada saat beliau membersihkan debu dari kepalanya, dan jibril
berkata kepadanya: Apakah engkau meletakkan senjatamu?. Demi Allah kami belum
meletakkan senjata kami, kembalilah keluar kepada mereka; Maka Rasulullah SAW
bertanya: Kemanakah aku keluar?. Maka diapun memberikan isyarat kepada Bani
Quraizhah, maka Rasulpun memerangi mereka dan menghukum mereka dengan hukum
yang diputuskan oleh Rasulullah SAW, maka Rasulullah mengembalikan keputusan
hukum mereka pada apa yang diputuskan oleh Sa’d. Sa’d berkata: Aku memutuskan
untuk mereka agar setiap lelaki yang berperang dibunuh dan wanita-wanita
anak-anak mereka ditawan serta harta mereka dibagi. Hisyam berkata: Bapakku
berkata: Aku dierbitahukan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sungguh dia telah
memutuskan hukum pada perkara tersebut dengan keputusan hukum yang sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Kemudian Sa’d berkata: Sementara
lukanya sudah mulai sembuh: Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa
tidak ada seorangpun yang lebih aku cintai dari berjihad di jalan-Mu guna
memerangi kaum yang mendustakan Rasul-MU dan mengeluarkannya. Ya Allah,
seandainya peperangan orang Quraisy terhadap Rasul-Mu masih ada maka
tetapkanlah aku dalam hidup ini guna berjihad di jalan-Mu. Ya Allah aku
berfikir bahwa engkau telah menghapuskan peperangan antara kami dengan mereka,
dan jika engkau telah menghapuskan peperangan antara kami dengan mereka maka
kambuhkanlah penyakitku dan jadikanlah kematianku padanya, maka darahpun
terpancar dari lehernya namun hal tersebut tidak membuat mereka khawatir (di
dalam mesjid tersebut juga didirikan sebuah kemah dari Bani Gifar bahwasanya
darah tetap menglair sehingga membasahi mereka, mereka berkata: Wahai para
penghuni kemah, darah siapakah yang datang dari sisi kalian ini, dan ternyata
luka Sa’d mengeluarkan darah lalu dia meninggal karenanya”.[6]
Dan Nabi sangat bersedih dengan
meninggalnya Sa’d dan memberitahukan bahwa ‘arsy Allah yang Maha Penyayang
bergetar dengan kematiannya. Dari Jabir RA bahwa Nabi bersabda: ‘Arsy Allah
Yang Maha Penyayang bergetar dengan kematian Sa’d bin Mua’adz”.[7] Sekalipun Sa’d memiliki derajat yang begitu
tinggi namun dia tidak terlepas dari sekapan kubur. Dari Aisyah RA bahwa Nabi
bersabda: Sesungguhnya kubur memiliki tekanan dan seandainya ada orang yang bisa
selamat darinya maka Sa’dlah orang yang
pantas selamat darinya”.[8]
Imam
Al-Zdahabi berkata: Tekanan kubur ini bukan termasuk azab kubur; akan tetapi
sebuah rasa sakit yang dirasakan oleh seorang Mu’min yang sama seperti
ketersiksaan yang dirasakan oleh seorang mu’min pada saat dirinya kehilangan
anak dan kekasihnya di dunia, seperti ketersikasaan yang dirasakan pada saat sakit
dan keluarnya nafas, rasa sakit saat menghadapi pertanyaan alam kubur dan ujian
kubur, serta pedihnya siksa karena tangisan keluarga atas dirinya, dan
kepedihan karena bangkit dari kubur, juga kepedihan saat dikumpulkan di pada
mahsyar dan kepedihan suasana genting yang terjadi padanya serta kepedihan
melewati api neraka dan yang lainnya; maka getaran yang dirasakan oleh seorang
hamba tidak termasuk azab kubur dan tidak pula azab Jahannam, namun Allah SWT
meringankan hamba yang beriman pada sebagian peristiwa tersebut atau pada semua
peristiwa tersebut, dan tidak ketangan bagi seorang hamba kecuali pada saat dia
bertemu dengan Tuhannya. Allah SWT berfirman:
39. Dan berilah mereka peringatan
tentang hari penyesalan,
(QS. Maryam: 39)
18. Berilah mereka peringatan dengan
hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di
kerongkongan. (QS.
Mu’min: 18)
Kami
mohon kepada Allah SWT semoga dia memberikan maaf dan kasih saying-Nya.
Sekalipun
setiap orang merasakan getaran namun kita ketahui bahwa Sa’d termasuk penghuni
surga dan dia berada pada posisi syuhada yang paling tinggi, seakan engkau
mengira bahwa orang yang menang tidak merasakan suasana yang dahsyat di dua
alam ini, tidak pula rasa takut dan pedih serta khawatir, mohonlah kepada
Tuhanmu agar Dia mengumpulkanmu pada kelompok Sa’d”.[9]
Wafatnya Sa’d pada tahun ke lima
hijriyah, dalam usia muda belia, pada umur tiga puluh tujuh tahun, Nabi
menshalatkannya dan dikuburkan di pekuburan Baqi’, semoga Allah meridhai Sa’d
dan memberikan balasan bagi diri kita dan kaum muslimin dengan balasan yang
lebih baik dan semoga Allah mengumpulkan kita pada tempat yang mulia.
Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam kepada Nabi kita
Muhammad, kepada keluarga dan seluruh shahabatnya.
[1] Siar A’lamun Nubala: 11/279
[2] Siyar a’lamun Nubala’: 11/279
[3] Siroh Ibnu Hisyam: 2/40
[4] Shahih Bukhari: 2/563
[5]
Shahih Bukhari: 3/43 no: 3803 dan shahih Muslim: 4/1916 no: 2469
[6]
Shahih Bukhari: 3/119 dan shahih Muslim: 3/1389-1390 no: 1769
[7]
Shahih Bukhari: 3/43 no: 3803 dan shahih Muslim: 4/1915 no: 2466
[8]
Musnad Imam Ahmad bin Hambal: 6/98
[9]
Siyar Alamun Nubala’: 1/290-291
Post a Comment