Ruang Lingkup Kerja Wanita
Ruang Lingkup Kerja Wanita
Ruang
lingkup pekerjaan seorang wanita adalah rumahnya, yang mana wanita di jadikan
untuk mengurusi rumah serta keluarganya. Apabila suaminya mencari penghasilan
untuk menghidupi rumah tangganya, maka bagi seorang istri untuk menggunakan
serta menjaga harta suaminya sesuai dengan kebutuhan rumah tangganya. Nabi
Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم : « والمرأة راعية على بيت زوجها ومسئولة عن رعيتها » (رواه
البخاري)
"Dan perempuan bertanggung jawab atas rumah
suami dan akan di tanya tentang tanggung jawabnya tersebut". HR
Bukhari.
Dan
keluarnya wanita dari rumahnya bukanlah perkara yang terpuji dari segi manapun
juga, karena yang terbaik baginya adalah untuk tetap tinggal di dalam rumahnya,
supaya dirinya tidak terlihat oleh lelaki demikian juga ia tidak terlalu sering
melihat lelaki asing, hal itu sebagaimana yang di tunjukan oleh firman Allah
Azza wa jalla:
قال
الله تعالى : ﴿ وَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ ﴾ ( سورة الأحزاب 33).
"Dan
hendaklah kamu tetap tinggal di dalam rumahmu". (QS al-Ahzab: 33).
Ini merupakan dalil yang sangat jelas
yang mencakup bagi seluruh kaum wanita sebagaimana telah lewat penjelasanya.
Wanita yang kedudukanya paling dekat
dengan Allah adalah wanita yang senang dan rela tetap tinggal di dalam
rumahnya, ia arahkan perbuatanya tersebut hanya untuk mencari ridhoNya, ia
gunakan waktunya untuk beribadah, serta mentaati suaminya.
Ali bin Abi Thalib berkata kepada
istrinya Fatimah radhiayallahu 'anhuma: "Duhai istriku Fatimah, perempuan
seperti apa yang paling bagus? Ia menjawab: "Perempuan yang lelaki tidak
bisa melihatnya demikian pula ia tidak sering melihat lelaki lain".
Sahabat
Ali radhiyallahu 'anhu juga pernah mengatakan: "Apakah kalian tidak merasa
malu, tidak merasa cemburu? Membiarkan istri-istrinya keluar rumah, berjalan di
antara kaum lelaki, dirinya bebas melihat lelaki demikian pula lelaki lain juga
bebas menikmati pemandangan istrimu". [1]
Kemudian bagi seorang muslim dan
muslimah jangan sampai lalai terhadap Dzat yang telah menciptakannya, yang
dengannya ia di suruh beribadah serta ta'at kepadaNya, Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ رَبُّنَا ٱلَّذِيٓ
أَعۡطَىٰ كُلَّ شَيۡءٍ خَلۡقَهُۥ ثُمَّ هَدَى ﴾ ( سورة طه : 50)
"Tuhan
kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk". (QS Thahaa: 50).
Mereka di
perintah agar berjalan sesuai dengan syari'at, memenuhi perintah serta menjauhi
laranganNya, kemudian Allah lah yang menjamin rizki mereka semua, sedangkan
pintu-pintu rizki tersebut sangat banyak sekali, tinggal bagaimana caranya
mereka didalam menempuh cara untuk mendapatkanya, apakah sesuai dengan apa yang
di benarkan oleh syari'at atau malah melanggar aturanya, Allah Ta'ala
berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ
وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ
ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ
ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا ﴾ ( سورة الأحزاب : 36)
"Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah tersesat, dengan
kesesatan yang nyata". (QS al-Ahzaab: 36). [2]
Catatan penting:
Telah di
tulis sebuah kitab oleh Syaikh Muhammad Nashirudin al-Albani yang di beri judul
"Hijaabul Mar'atil Muslimah fiil Kitab was Sunnah" (Hijab wanita
muslimah dalam tinjauan al-Qur'an dan Sunah). Yang mana penulis telah
membolehkan di dalam kitabnya tersebut untuk membuka wajah, sesuai dengan
pemahaman dan pendapatnya, namun pendapatnya tentang masalah sufuur dan hijab
ada yang kontradiksi. Dan telah datang bantahan oleh sebagian para ulama
sebagaimana yang telah kami nukil perkataanya di dalam risalah ini, seperti
telah kami jelaskan di awal, di mana para ulama telah mensifati pendapatnya
tersebut sebagai pendapat yang ganjil jauh dari kebenaran, karena yang benar
membuka wajah adalah termasuk perkara bid'ah yang menyelisihi al-Qur'an dan
Sunnah, sedangkan Allah Ta'ala telah berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي
شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ...﴾ (سورة النساء : 59)
"Kemudian
apabila kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)..".
(QS
an-Nisaa': 59).
Maksud
kandungan ayat di atas adalah ketika terjadi perselisihan maka kembalikan kepada
al-Qur'an dan Sunnah, dan al-Qu'ran dan Sunnah telah menunjukan atas wajibnya
bagi perempuan untuk menutupi wajahnya dari penglihatan lelaki asing, maka
wajib bagi kita untuk mengamalkan apa yang ada di dalam al-Qur'an dan Sunnah
dan membuang jauh-jauh pendapat yang menyelisihi keduanya, karena setiap orang
bisa di ambil perkataanya serta di tinggalkan kecuali perkataanya Rasulullah
Shalallahu 'alaihi wa sallam.
Dan di
antara para ulama yang membantah pendapat Syaikh Al-Albani serta orang-orang
yang mengikuti pendapatnya beliau adalah:
ü Syaikh Abdul Aziz al-Khalaf dalam kitabnya
"Nadharaat fii Hijaabil Mar'atil Muslimah".
ü Syaikh Hamud bin Abdullah at-Tuwaijiri dalam
kitabnya "ash-Shaarim Masyhuur 'ala Ahli Tabaruj was Sufuur".
ü Syaikh Wahbi Sulaiman Ghaawiji dalam kitabnya
"al-Mar'atul Mulimah".
ü Syaikh Muhammad bin Ali ash-Shabuni dalam
kitabnya "Tafsiir Ayaatil
Ahkaam" pada juz yang kedua hal: 171 dan 382.
ü Doktor Muhammad Hasan al-Buwaihi dalam
kitabnya "Ahamu Qodhoya al-Mar'ail Muslimah".
ü Doktor Sholeh bin Fauzan al-Fauzan dalam
kitabnya "al-I'lam bi Naqdi Kitab al-Halal wal Haram".
Post a Comment