Tata Cara Qunut dan Kadarnya
Tata Cara Qunut dan Kadarnya
Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
قال الله تعالى: ﴿ ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ
تَضَرُّعٗا وَخُفۡيَةًۚ ﴾ ( سورة الأعراف :55)
Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara
yang lembut. (QS. al-A’raf:55)
Qunut adalah meminta dikabulkan hajat,
sama saja kebutuhan agama atau dunia. Ia adalah doa dan istighfar. Tidak ada
batasan padanya. Namun yang paling utama bagi yang berdoa agar mencari doa-doa
dari al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dan
para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum.[1]
Ats-Tsauri rahimahullah berkata:
‘Tidak ada sesuatu yang ditentukan padanya.’[2]
An-Nakha’i rahimahullah
berkata: ‘Tidak ada dalam qunut Witir
sesuatu yang ditentukan, sesungguhnya ia adalah doa dan istighfar. Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
‘Tidak mengapa seseorang berdoa dalam shalat Witir untuk hajatnya.’[3] Dan ia rahimahullah
berkata: ‘Semua yang ada hadits padanya tidak mengapa (berdoa) dengannya.’[4]
An-Nawawi rahimahullah berkata:
‘al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah meriwayatkan kesepakatan mereka (para
ulama) bahwa tidak ada doa tertentu
dalam qunut kecuali yang diriwayatkan dari sebagian ulama hadits...’[5]
Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
‘Mereka sepakat bahwa tidak ada doa tertentu dalam qunut kecuali yang
diriwayatkan dari sebagian ahli hadits.’[6]
Adapun kadarnya: maka tidak batasan
tertentu yang membuat imam berhenti padanya, akan tetapi catatannya adalah
tidak memberatkan manusia, ukurannya adalah seperti shalat dalam perkara tidak
memanjangkan terhadap manusia, namun yang dianjurkan adalah meringankan, karena
mengamalkan pengarahan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam
perintah beliau untuk meringankan.
Ibnu Abdil Barr rahimahullah
berkata: ‘Saya tidak mengetahui adanya perbedaan di antara ulama dalam
sunnah/anjuran meringankan bagi setiap orang yang mengimami jama’ah dengan
catatan melakukan sekurang-kurang cukup. Shalat fardhu dan sunnah menurut
mereka semua adalah sama dalam anjuran meringankan pada shalat yang dilakukan
secara berjamaah kecuali riwayat yang datang pada shalat kusuf (gerhana).[7]
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata: ‘Diperselisihkan ucapan imam Ahmad rahimahullah pada kadar
berdiri dalam qunut:
Darinya: sekadar membaca surah
al-Insyiqaaq atau semisal yang demikian itu.
Abu Daud rahimahullah
meriwayatkan: Aku mendengar Ahmad rahimahullah ditanya tentang ucapan
ibrahim rahimahullah: ‘Qunut adalah sekadar surah al-Insyiqaq.’ Ia
berkata: ‘Ini sedikit, saya lebih senang ia menambah.’
Darinya: seperti qunut Umar radhiyallahu
‘anhu.
Dan darinya: sesuai kehendaknya.[8]
Peringatan: Sebagian mereka menganggap
memanjangkan qunut termasuk perkara bid’ah. Pendapat ini perlu ditinjau
kembali, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam berdoa dengan jawami’ul
kalim (kalimat singkat, makna padat) dan mendorong atasnya, tidak berarti
beliau tidak memanjangkan.[9]
Kemudian saya tidak menemukan sesuatu yang menunjukkan bahwa ia termasuk
bid’ah. Bahkan doa adalah ibadah, maka apabila tidak memberatkan terhadap
makmum atau mereka ingin yang panjang maka imam boleh memanjangkan. Syaikhul
Islam rahimahullah berkata: ‘Terkadang seseorang bersemangat, maka yang
utama baginya adalah memanjangkan ibadah, dan terkadang tidak bersemangat maka
yang utama baginya adalah memendakkannya.’[10] Dan
diriwayatkan dari salafus shalih memanjangkan qunut dan mereka mengukurnya
sekitar seratus ayat.[11] Di
dalam doa mengandung menghinakan diri, kembali dan mengharap kepada Allah subhanahu
wa ta’ala yang tidak ada pada yang lain, dan cukuplah bahwa doa adalah
ibadah, maka bagaimana dikatakan bagi orang yang memanjangkan ibadah bahwa ia
melakukan bid’ah.
Dua faedah:
Faedah pertama: dianjurkan baginya
memulai doanya dengan memuji kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian
shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, dan seperti ini
pula menutup doanya dengan keduanya.
An-Nawawi rahimahullah berkata:
‘Para ulama ijma’ (konsensus) sunat memulai doa dengan pujian kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dan menyanjung-Nya, kemudian shalawat kepada Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam. Dan demikian pula menutup doa dengan keduanya, dan
atsar-atsar dalam bab ini sangat banyak lagi sudah dikenal.[12]
Faedah kedua: Samahah Syaikh Abdul Aziz
bin Baz rahimahullah ditanya tentang imam membaca doa dari kertas?
Beliau menjawab: ‘ Tidak ada larangan seseorang membaca doa dari kertas apabila
ia tidak hapal.’[13]
[1] Bahkan diriwayatkan dari imam Ahmad rahimahullah
bahwa ia mencukupkan berdoa dalam shalat terhadap doa-doa yang disyari’atkan
lagi diriwayatkan. Lihat Majmu’ Fatawa 22/474.
[9] Aku telah mendapatkan doa-doa shahih yang
diriwayatkan dari Nabi saw dan para
sahabatnya dan doa-doa dari al-Qur`an. Ia termasuk jawami’ul kalim, jika
seseorang berdoa dengan sebagian besar niscaya lebih dari seperempat jam. Apakah
untuk ini dikatakan bid’ah!! Dan seperti telah dijelaskan bahwa catatannya
adalah tidak memberatkan jama’ah dan siapa yang shalat sendirian hendaklah ia
memanjang sesuai kehendaknya. Disebutkan dalam Masa’il Abu Daud hal 92: Imam
mengangkat kedua tangannya dalam shalat dan jama’ah mengangkat tangan, dan imam
Ahmad rahimahullah bersama kami, ia berdiri berdoa satu jam kemudian
ruku’, dan hal itu berdasarkan pendapat Abu Abdullah menurut berita yang sampai
kepadaku bahwa ia menyuruh hal itu.
Post a Comment