ADAB MAKAN DAN MINUM



ADAB MAKAN DAN MINUM

·         Makan dan minum diniatkan untuk bertaqwa dan taat kepada Allah berdasarkan hadits riwayat Abdullah bin Umar bin Al-Khattab RA, Rasulullah SAW bersabda:

 إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى...                 
      “Sesungguhnya setiap perbuatan dilandaskan pada niat, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkan”.[1]
·         Berlindung dari kelaparan, dijelaskan dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah RA berkata: Nabi bersabda:

اَللّهُـمَّ إِنِّي أَعـُوذُبِكَ مِنَ الْجُـوْعِ فَإِنَّهُ بِئْـسَ الضَّجِيْعِ وَأَعُـوْذُ بِكَ مِنَ الْخِيَانَةِ فَإِنَّهُ بِئْـسَ اْلبِطَانَةِ
      “Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari kelaparan sesungguhnya ia seburuk-buruk teman tidur dan aku berlindung kepadaMu dari khianat sesungguhnya ia seburuk-buruk teman dekat”.[2]
·         Dilarang makan dan minum pada bejana emas dan perak, dari Hudzaifah radhiallahu anhu berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تَلْبَسُـوْا الْحَرِيْرَ وَلاَ الدِّيْبَاجَ وَلاَ تَشْرَبُوْا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَِاْلفِضَّةِ وَلاَ تَأْكُلُوْا فِي صِحَافِهَا فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَنَا فِي اْلآخِرَةِ
      “Janganlah kalian memakai kain sutra dan yang bergaris sutra (dibaj adalah jenis kain persia. Pen.) dan jangan pula kalian minum pada bejana emas dan perak serta makan pada piring yang terbuat dari emas dan perak sebab dia (semua disebutkan di atas) adalah bagi mereka di dunia dan bagi kalian di akhirat”.([3]) [4]
·         Berusaha mencari makanan yang halal, berdasarkan firman Allah SWT:

يَا أَيُّـهَا الَّذِيْنَ آمَنُـوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقَنكُمْ
      “Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik pada apa-apa yang telah kami berikan rizki kepadamu”.[5]
·         Di antara adab makan adalah membagi perutmu menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas, Rasulullah SAW bersabda:

مَا مَلأَ اَدَمِيٌّ وِعَاءً شَـرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسَبِ بْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صَلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلاً فَـثُلُثٌ ِلطَعَامِهِ وَثُلُثٌ ِلشَرَابِهِ وَثُلُثٌ ِلنَفَسِهِ
      “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika dia harus mengerjakannya maka hendaklah dia membagi sepertiga untuk mkanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya”.[6]
Ini adalah beberapa tuntunan yang diajarkan oleh Nabi agar umatnya terjaga dari penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman, keterangan di atas menunjukkan dimakruhkan memperbanyak dan mempersedikit makan sehingga menyebabkan lemahnya badan.
·         Tidak dianjurkan makan yang banyak, sebab Rasulullah SAW bersabda:

اَلْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مَعْيٍّ وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
      “Orang-orang mu’min makan dengan satu usus dan orang kafir makan dengan tujuh usus”.[7]
·         Tidak berlebihan dalam fariasi makanan, sebagian ulama Abu Hanifah berkata:  Termasuk berlebihan jika terdapat di atas meja makan roti dengan jumlah yang melebihi kebutuhan orang yang makan, dan termasuk berlebihan menyediakan bagi diri makanan yang beragam.[8]
·         Seorang muslim harus belajar adab-adab makan dan harus mengajarkannya kepada orang lain, dalam hadits riwayat Umar bin Abi Salamah RA berkata: Pada saat aku kecil dalam asuhan Rasulullah SAW dan tanganku selalu liar ke sana kemari dalam piring makanan, maka Rasulullah SAW menegurku:

يَا غُلاَمُ  سَـمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمَينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ
      “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa-apa yang dekat dengan dirimu”. Hadits Shahih[9]
·         Tidak memulai makan dan minum dalam sebuah majlis sementara di dalamnya terdapat orang yang lebih berhak melakukannya, baik karena lebih tua atau lebih mulia sebab perbuatan tersebut mengurangi nilai adab pribadinya.
·         Dilarang makan sambil ittika’ (berbaring), Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku tidak makan secara berbaring, di antara bentuk berbaring tersebut adalah:
1.   Berbaring ke sebelah kiri.
2.   Duduk Bersila.
3.   Bertopang pada salah satu tangan dan makan dengan tangan yang lain.
4.   Bersandar pada sesuatu, seperti bantal atau hamparan di bawah tempat duduk seperti yang dilakukan para pembesar.
Sifat Ittika’ adalah tetap dengan posisi duduk tertentu saat makan terlepas dari bentuk posisi apapun duduk tersebut, yang lain mengatakan: duduk dengan posisi condong kepada salah satu pinggang, begitu juga Rasulullah SAW melarang seseorang makan dengan posisi terlungkup di atas perutnya”.([10])[11]
·         Mendahulukan makan dari shalat pada saat makanan sudah dihidangkan, berdasarkan sabda Nabi:

إِذَا وُضِعَ عَشَاءُأَحَدِكُمْ وَأُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَابْدَءُوْا بِالْعَشَاءِ وَلاَ يَعْجَلُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهُ
      “Apabila makan malam sudah dihidangkan maka mulailah dengan makan malam dan janganlah tergesa-gesa sampai dia selesai makan malam”.([12])
·         Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, berdasarkan sabda Nabi:

مَنْ نَامَ وَفِي يَدِهِ غَمْرُ –رِيْحِ اللَّحْمِ-وَلََمْ يَغْسِلْهُ فَاصَابَهُ شَئٌ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
      “Barangsiapa yang tidur sementara tangannya dipenuhi bau daging dan dia belum mencucinya lalu ditimpa oleh sesuatu maka janganlah dia mencela kecuali dirinya sendiri”.[13]
·         Dianjurkan berwudhu’ untuk makan jika seseorang dalam keadaan junub, berdasarkan hadits:

كَانَ رَسـُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْينَاَمَ تَـوَضَّأَ وُضُوْءَهُ ِللصَّلاَةِ
      “Bahwa Rasulullah SAW apabila beliau sedang junub dan berkeinginan untuk makan atau tidur maka beliau berwudhu’ terlebih dahulu seperti wudhu’ beliau untuk shalat”.[14]
·         Membaca بِسم الله pada permulaan makan tanpa menambahnya, sebab semua hadits shahih yang menyebutkan tentang basmallah saat makan tidak menyebutkan tambahan [15]اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ sendainya seseorang menambah dengan ucapan [16] اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ maka hal itu juga tidak mengapa, kemudian dia memuji Allah setelah makannya.
Imam Ahmad rahihullah berkata: Apabila saat makan seseorang bisa mengumpulkan empat adab makan, maka dia telah sempurna: Apabila menyebut nama Allah pada awalnya, memuji Allah pada akhir makannya, ikut bersamanya tangan yang banyak dan makanan tersebut dari hal yang halal.[17]
·         Pada permulaan makan dia mengucapkan: بِسم الله dan jika lupa mengucapkannya, maka membaca:
بِِسْمِ اللهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ   (Dengan menyebut nama Allah pada awal dan akhir (makan) atau بِِسْمِ اللهِ فِي أَوَّلَِهُ وفِي َآخِرَِهُ
·         Apabila makan secara bersama maka pujian kepada Allah diucapkan oleh setiap orang, berdasarkan sabda Nabi:

إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ اْلعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ اْلأَكْلَةَ فَيَحْمِدُهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبُ الشُّرْبَةَ فَيَحْمِدَهُ عَلَيْهَا
      “Sesungguhnya Allah rela jika seorang hamba memakan suatu makanan lalu dia memuji Allah atasnya atau meminum suatu minuman dan dia memuji Allah atasnya”.[18]
·         Setelah selesai makan maka dia mengucapkan salah satu do’a yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu:

اَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلاَ مُوَدِّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنِى عَنْهُ رَبَّنَا عَزَّ وَجَلَّ
      “Segala puji bagi Allah, pujian yang berlimpah lagi baik dan berkah yang senantiasa dibutuhkan, diperlukan dan tidak bisa ditingalkan wahai rabb kami”[19], atau membaca do’a
  اَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِي
 كَفَانَا وَآوَانَا غير مَكْفِيٍّ وَلاَ مَكْفُوْر
       (Segala puji Bagi Allah yang telah mencukupkan dan melindungi kita  senantiasa dibutuhkan dan tidak diingkari”.[20] Atau membaca do’a:

اَلْحَمْد ُِللهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَـوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ
      Segala puji bagi Allah yang telah memberikan aku makan dengan makanan ini, dan menjadikannya sebagai rizki bagiku tanpa daya dan upaya dariku”.[21] Atau membaca:
اَلْحَمْد ُِللهِ الَّذِي أَطْعَمَ وَسَقَى وَسَوَّغَهُ وَجَعَلَ لَهُ مَخْرَجًا
      “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makan dan minum serta mempermudahnya, juga menjadikan jalan keluar baginya”.[22]

اَللّهُمَّ أَطْعَمْتَ وَأَسْقَيْتَ وَأَقْنَيْتَ  وَهَدَيْتَ وَأَحْيَيْتَ فَلِلّهِ الْحَمْدُ عَلىَ مَا أَعْطَيْتَ
      “Ya Allah Engkaulah yang telah memberikan makan, memberikan minum, memberikan kecukupan, memberikan petunjuk, dan menghidupkan, segala puji bagi Mu atas semua yang telah Engkau berikan”.[23]
Rasulullah SAW bersabda:  Barangsiapa yang diberikan makan oleh Allah suatu makanan maka hendaklah dia mengatakan:

    أَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْه
      “Ya Allah berikanlah keberkahan bagi kami padanya, tambahkanlah makanan tersebut bagi kami” dan aku tidak mengetahui makanan yang bisa memadai (kandungannya) kecuali susu”.[24]
·         Seseorang yang makan seyogyanya mengetahui jenis makanan yang dimakan, dan disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad SAW tidak memakan suatu makanan sampai beliau sendiri mengetahui jenis apakah yang dimakan tersebut”.[25]
·         Makan dan minum dengan tangan kanan dan dilarang menggunakan tangan kiri, berdasarkan sabda Nabi:
  لاَ تَأْكُلُوْا بِالشِّمَالِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِالشِّمَالِ
      “Janganlah makan dengan tangan kiri sebab setan makan dengan tangan kiri”.[26]
Dan diperbolehkan memakan roti dengan tangan kiri, adapun mengambil dan memberi tidak diperkenankan kecuali dengan menggunakan tangan kanan dalam rangka melestarikan etika.[27]
·         Tidak bertanya tentang asal makanan, dijelaskan dalam sebuah hadits:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ عَلىَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ فَأَطْعَمَهُ مِنْ طَعَامِهِ فَلْيَأْكُلْ وَلاَ يَسْأَلُ عَنْهُ وَإِنْ سَـقَاهُ مِنْ شَـرَابِهِ فَلْيَشْرَبْ مِنْ شَرَابِهِ  وَلاَ يَسْأَلُ عَنْهُ
      “Apabila salah seorang di antara kalian mendatangi saudaranya semuslim lalu dia menyuguhkan kepadanya makanan maka hendaklah dia memakannya tanpa bertanya tentang (asal) makanan tersebut dan jika dia memberinya minum maka hendaklah meminumnya tanpa bertanya tentang asal minuman tersebut”. [28]
·         Dianjurkan menseragamkan makanan antara semua yang hadir.
·         Dibolehkan mendahulukan sebagian makanan kepada teman duduknya sebagai bentuk sifat lebih mengutamakan orang lain atas dirinya.
·         Dibolehkan memberikan makan kepada orang yang meminta-minta dan kucing dengan syarat orang yang memberikan makanan tidak terganggu dengan tindakan tersebut.[29]
·         Manyantap makanan yang terdekat, berdasarkan sabda Nabi SAW: “Makanlah dari apa-apa yang terdekat denganmu”.[30]
·         Dianjurkan makan dari apa-apa yang ada di pinggir piring bukan dari atasnya (bagian tengah makanan), berdasarkan sabda Nabi:

كُلُوْا فِي الْقَصْعَةِ مِنْ جَوَانِبِهَا وَلاَ تَأْكُلُوْا مِنْ وَسْطِهَا فَإِنَّ اْلبَرَكَةَ تَنْزِلُ فِي وَسْطِهَا
       "Makanlah pada piring dari pinggirnya dan janganlah kalian makan dari tengahnya sebab keberkahan turun pada tengah suatu makanan”.[31]
·         Dianjurkan makan dengan menggunakan tiga jari[32] dan menjilat tangan[33], berdasarkan hadits Ka’ab bin Malik radhiallahu anhu bahwa Rasulullah SAW makan dengan tiga jari dan mejilati tangannya sebelum membersihkannya”[34], dan hikmah menjilat jari-jari adalah karena perintah Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan menjilati jari-jari dan piring  tempat makan dan bersabda: “Kalian tidak mengetahui di bagian makanan manakah keberkahan tersebut”.[35]
·         Albani rahimhaullah mengatakan: Termasuk aneh, seseorang merasa benci jika makan dengan sendok dengan keyakinan bahwa hal itu menyalahi sunnah, padahal makan dengan sendok tergolong dalam perkara-perkara kebiasaan”.[36]
·         Dianjurkan mengambil suapan yang terjatuh dan membersihkan apa-apa yang menempel lalu memakannya, berdasarkan sabda Nabi:

إِذَا طَعِمَ أَحَدُكُمْ فَسَقَطَتْ لُقْمَتُهُ مِنْ يَدِهِ فَلْيُمِطْ مَارَابَهُ مِنْهَا وَلْيَطْعَمْهَا وَلاَ يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ
      “Apabila salah seorang di antara kalian sedang makan, lalu suapannya terjatuh dari tangannya maka hendaklah dia membersihkan apa-apa yang meragukannya lalu makanlah dia, dan janganlah membiarkannya untuk setan”.[37]
·         Tidak disyari’atkan mencium makanan, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimhullah Ta’ala.
·         Beberapa tuntunan sunnah yang berhubungan dengan kurma:
a.    Berbuka puasa dengan kurma.
b.   Menjadikan kurma untuk makan sahur.
c.    Memakan kurma sebelum melaksanakan shalat ied.
d.   Dilarang makan dua kurma sekaligus, begitu juga apa-apa yang menjadi kebiasaan.[38]
e.    Meletakkan biji kurma pada jari telunjuk dan jari tengah kemudian membuangnya.
f.     Tidak memeriksanya kecuali jika kurma tersebut jelek, Dari Anas RA bahwa Nabi datang membawa kurma yang sudah lama maka beliau memeriksanya dan mengeluarkan ulat-ulat yang ada padanya.”[39]
g.    Dimakruhkan menaruh biji kurma pada tempat yang sama dengan kurma.[40]
h.   Tahnik dengan menggunakan kurma, yaitu mengunyah sesuatu lalu menaruhnya pada mulut bayi untuk digosokkan pada mulutnya.
·         Pada waktu pagi memakan tujuh biji kurma ajwa, agar terhindar dari racun dan sihir dengan izin Allah, di dalam kitab Al-Shahihaini dari Sa’d bin Abi Waqqas radhiallahu anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةٍ لَمْ َيضُرْهُ ذلِكَ اْليَوْمَ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ –زاده البخاري- ذَلِكَ الْيَوْمَ إِلىَ الَّليْلِ
      “Barangsiapa yang memakan tujuh biji kurma ajwa pada waktu pagi maka dia tidak membahayakan baginya racun atau sihir” ditambahkan oleh Al-Bukhari “pada hari itu sampai malamnya”.[41]
Abu Zakaria An-Nawawi rahimhullah memilih pendapat yang mengkhususkan kurma ajwa' yang terdapat di Madinah, pengkhususan seperti sama seperti pengkhususan bilangan tujuh (seperti yang disebutkan di dalam hadits di atas) yang tidak diketahui kecuali dengan wahyu. Dan Abu Dawud menulis “Babu Fi Tamril Ajwah” dan tidak menyebutkan Madinah.[42]
·         Dianjurkan memakan makanan setelah hilang panasnya, berdasarkan sabda Nabi:

 لاَ يُؤْكَلُ الطَّعَامُ حَتَّى يَذْهَبَ بُخَارُهُ 
        "Suatu makanan tidak dimakan kecuali setelah asap panasnya menghilang”.[43]
·         Tidak menyebut nama bagi suatu makanan dengan sebutan yang tidak disukai, dalam sebuah hadits riwayat Abi Hurairah Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تُسَمُّوْا الْعِنَبَ الْكَرْمَ فَإِنَّ الْكَرْمَ الرَّجُلُ اْلمُسْلِمُ                                    
      “Janganlah kalian menamakan Al-Inab (anggur) dengan nama al-karm sebab Al-Karm adalah lelaki yang muslim”.[44]
·         Dilarang mencela dan menghina makanan, sebagimana disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW tidak pernah mencela makanan sedikitpun, apabila beliau menyukainya maka beliau memakannya dan jika tidak menginginkannya maka beliau meninggalkannya.[45] Imam Nawawi rahimahullah berkata: Dan di antara adab makan yang harus adalah makanan tersebut tidak dicela, seperti mengatakan: makanan ini asin atau kecut[46]
Adapun keengganan Nabi memakan biawak, untuk memberitahukan bahwa keengganan beliau tersebut semata-mata karena beliau tidak menginginkannya. Dan boleh mengatakan: “Saya tidak menginginkan makanan ini”.
·         Mengutamakan minum dengan cara duduk, dan Nabi Muhammad SAW menghardik seorang yang minum dengan cara berdiri[47], namun dibolehkan minum secara berdiri berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abbas RA menceritakan bahwa dia memberi minum kepada Rasulullah SAW dari air zamzam, lalu beliau meminumnya, sementara beliau tetap berdiri.[48]
·         Dimakruhkan bernafas dan meniup di dalam bejana (tempat minum)

:إِذَا شَـرِبَ أَحَـدُكُمْ فَلاَ يَتَـنَفَّـسُ فِي اْلإِنَاءِ ...
      “Apabila salah seorang di antara kalian minum maka janganlah bernafas di dalam bejana…”.[49]
·         Dianjurkan bernafas (di luar bejana) tiga kali ketika seseorang sedang minum. Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi bernafas (di luar bejana) tiga kali saat minum, dan beliau menegaskan bahwa hal itu lebih mengenyangkan, memuaskan dan lezat”.[50] Dan dibolehkan minum dengan satu kali nafas, sebab Nabi Muhammad SAW tidak mengingkari seseorang yang sedang minum (dengan satu kali nafas), dan beliau berkata: Sesungguhnya aku tidak kenyang (minum) dengan satu kali nafas”.
·         Dilarang minum dari sebuah bejana yang pinggirnya terpcah, Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata bahwa dilarang minum dari bejana yang pinggirnya pecah.”[51]
·         Dianjurkan bagi seorang yang minum susu untuk berdo’a dengan do’a yang datang dari Rasulullah SAW, di antaranya seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas RA bahwa dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَـدُكُمْ طَعَامًا فَلْيَقُلْ اَللّهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ. وَإِذَا سُـقِيَ لَبَنًا فَلْيَقُلْ: اَللّهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْـهُ فَإِنَّهُ لَيْسَ شَيْئٌ يُجْـزِي مِنَ الطَّعَامِ وَالشَّـرَابِ إِلاَّ اللَّبَنَ
      “Apabila salah seorang di antara kalian memakan suatu makanan, maka hendaklah dia membaca:
 اَللّهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ
 (Ya Allah, berikanlah keberkahan bagi kami padanya dan berikanlah kepada kami makanan yang lebih baik darinya”.
Dan apabila beliau diberikan minum dari susu, maka beliau berdo’a:
 
اَللّهُـمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْهِ وَزِدْنَا مِنْـهُ
(Ya Allah, berikanlah keberkahan bagi kami padanya dan tambahkanlah bagi kami darinya), sebab tidak ada makanan yang lengkap (kandunganya) selain susu”.[52]
·         Disunnahkan berkemumur setelah meminum susu, sebab Nabi berkumur setelah meminum susu dan mengingatkan: “Sebab dia mengandung lemak”[53] Abu Zakaria Al-Nawawi berkata:  Para ulama berkata: Disunnahkan berkumur setelah memakan dan meminum selain susu, agar tidak meninggalkan sisa-sisa makanan yang bisa ditelan pada saat shalatnya, maka hendaklah dia membersihkan getah dan lemak makanan tersebut sehingga mulutnya menjadi bersih, demikianlah yang ditegaskannya. Dan Nabi pernah makan suatu daging dan yang lainnya kemudian beliau mendirikan shalat tanpa berkemumur.[54]
·         Dimakruhkan minum dari wadah tempat air secara langsung, dari Abi Hurairah  RA, dia berkata: “Rasulullah SAW melarang minum dari mulut geriba (sejenis jerigen atau galon) atau dari bejana tempat air minum (secara langsung).[55]
·         Dianjurkan orang yang memberi minum adalah orang yang paling terkahir minum, berdasarkan sabda Nabi:

  إِنَّ سَاقِي الْقَوْمِ آخِرَهُمْ شُرْبًا    
      “Sesungguhnya orang yang memberi minum suatu kaum adalah orang yang paling terakhir menikmati minuman”.[56]
·         Dianjurkan berbicara saat makan, untuk menyelisihi kebiasaan orang-orang ajam.[57]
·         Nabi Muhammad SAW terkadang memuji makanan, seperti ucapan beliau saat bertanya lauk untuk makan, mereka menjawab: “Kita tidak punya apa-apa kecuali cuka, maka Rasulullah memintanya dan memakannya, kemuidan bersabda: “Lauk yang paling baik adalah cuka”.[58]
·         Apabila lalat terjatuh pada makanan atau minuman, tuntunan yang dikerjakan adalah menenggelamkan lalat tersebut dalam bejana lalu membuangnya, seperti yang ditegaskan dalam hadits riwayat Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ثُمَّ لْيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءٌ وَفِي اْلأُخْرَى شِفَاءٌ
      “Apabila seekor lalat terjatuh pada bejana salah seorang di antara kalian maka hendaklah dia menenggelamkannya seluruhnya, lalu barulah membuangnya, sebab dalam salah satu sayapnya adalah penyakit sementara pada sayap yang lain adalah obat”.[59]
·         Dianjurkan makan secara bersama (dalam satu piring), berdasarkan sabda Nabi:

طَعَامُ اْلوَاحِدِ يَكْفِي اْلإِثْنَيْنِ وَطَعَامُ اْلإِثْنَيْنِ يَكْفِي اْلأَرْبَعَةَ وَطَعَامُ اْلأَرْبَعَةِ يَكْفِي ثَمَانِيَةً
      “Makanan untuk seorang cukup untuk dua orang, makanan dua orang cukup untuk empat orang dan makanan empat orang cukup untuk delapan orang”.[60]
·         Nabi Muhammad SAW memberi petunjuk kepada orang yang makan namun tidak merasa kenyang dengan sebuah sabdanya:

فَلَعَلَّكُمْ تَتَّـفَـرَّقُـوْنَ قَالُـوا: نَعَـمْ قَالَ: فَاجْـتَمِعُوْا عَلىَ طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوْا اسمَ اللهِ عَلَيْهِ يُبَارَكُ لَكُمْ فِيْهِ
      “Sepertinya kalian berpisah-pisah (saat makan)”, mereka menjawab: “Ya, benar” lalu beliau mengingatkan: “Berkumpullah saat makan kalian dan sebutlah nama Allah atasnya niscaya Allah akan memberikan keberkahan bagi kalian padanya”.[61]

·         Diharamkan duduk di hadapan hidangan minuman keras, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

 مَنْ كَانَ يُـؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَـوْمِ اْلآخِـرِ فَلاَ يَقْـعُدْ عَلىَ مَائِدَةٍ يُشْـرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ
      “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia duduk di hadapan hidangan yang menyuguhkan minuman keras padanya”.[62]
·         Dimakruhkan mendahului kelompok (saat makan secara bersama), berdasarkan hadits riwayat Hudzaifah radhiallahu anhu, dia menceritakan bahwa saat kami makan bersama Rasulullah SAW, kami tidak mendahului meletakkan tangan-tangan kami pada makanan sampai Raslullah SAW sendiri yang memulainya”.
·         Dianjurkan membersihkan gigi dengan menyeling-nyelingi (lubang dan antara sudut-sudut gigi). Ibnul Qoyyim berkata:  “Menyeling-nyelingi gigi bermanfaat untuk menjaga kesehatan gigi dan gusi, dan kayu yang paling baik dijadikan sebagai tusuk pembersih gigi adalah kayu zaitun.
·         Disunnahkan menghabiskan sisa makanan yang ada pada piring atau nampan tempat makan.[63] 
·         Termasuk etika makan adalah tidak makan di jalanan.
·         Termasuk etika makan adalah tidak melihat kepada wajah-wajah orang-orang yang sedang makan.
·         Termasuk etika makan adalah tidak berbicara dengan sesuatu yang menjijikkan atau mengundang ketawa orang yang sedang makan.
·         Termasuk etika makan tidak memuntahkan sesuatu yang telah ditelan ke dalam nampan tempat makanan, dan tidak pula mencium bau makanan.
·         Dianjurkan mengecilkan suapan dan mengunyah dengan baik.
·         Jabir berkata: Umar melihat sepotong daging pada tanganku, lalu dia bertanya: Apakah yang engkau bawa ini wahai Jabir? “Aku menginginkan sepotong daging lalu aku membelinya” Jawab Jabir menegaskan. “Apakah setiap sesuatu yang engkau kehendaki harus engkau beli wahai Jabir?” Tanya Umar menegur. Tidakkah engkau takut dengan firman Allah Ta’ala:

    أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا                                                  
      “Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniamu saja”.[64]
·         Dan sebagian orang mengelompokkan beberapa prilaku dan sikap yang buruk terhadap makanan:
1.      Al-Mutasyawif, yaitu orang yang merasakan lapar sebelum makanan dihidangkan, engkau tidak melihat orang seperti ini kecuali dirinya memperhatikan pintu sambil mengawasi setiap barang yang masuk, jangan-jangan dia adalah makanan.
2.      Al-Rasyaaf, Yaitu orang yang sedang mengunyah suatu makanan pada mulutnya sampai menelannya habis, lalu suara saat menelan terdengar dihadapan teman-teman, semenatara dirinya asyik menikmati makanan. 
3.      Al-Naffadh, yaitu orang yang mengunyah suatu makanan pada mulutnya sambil tangannya mengibas makanan.
4.      Al-Qossam, yaitu orang yang makan sebagian suapan lalu sebagian lainnya dikembalikan pada makanan.
5.      Al-Murannikh, Yaitu orang yang mencelupkan makanan pada sayuran, di mana dia tidak menelan makanan yang pertama sampai suapan yang kedua menjadi lembut.
6.      Al-Murasysyisy, yaitu orang yang mengambil daging ayam, sementara dia tidak berpengalaman padanya, akhirnya menjiprati teman-temanya.
7.      Al-Shabbag, yaitu orang yang memindahkan makanan dari suatu tempat ke tempat lain untuk mendinginkannya.
8.      Al-Munsyif, yaitu orang yang membersihkan tangannya dengan roti lalu dia memakan roti tersebut.
9.      Al-Naffakh, yaitu orang yang meniup makanan.
10.  Al-Muhandis, yaitu orang yang berkata kepada orang yang membuat makanan: letakkan ini di sini, ini di sini sehingga terkumpul di hadapannya apa-apa yang disukainya, didefinisikan juga dengan orang yang menggigit ujung makanan dengan giginya lalu mencampurnya dengan lauk
11.  Al-Khardaban, Yaitu orang yang menarik rotinya terlebih dahulu karena khawatir akan diambil oleh orang lain, dia meletakkannya di sebelah kirinya sementara tangan kanannya lahap meraih makanan lain.
12.  Al-Mu’allaq, yaitu orang yang masih menggenggam makanan pada tangannya sebelum mengunyah habis makanan yang di mulutnya dan matanya melirik-lirik pada makanan yang lain.[65]
·         Apabila seseorang diundang untuk menghadiri suatu walimah maka janganlah kehadirannya tersebut diniatkan untuk sekadar makan saja.
·         Memberikan buah yang pertama (pada awal musim buah-buahan) kepada orang yang paling kecil dari teman-teman yang menghadiri pertemuan, dalam shahih muslim dari hadits Abi Hurairah radhiallahu anhu, bahwa pada saat Rasulullah SAW diberikan buah pertama (musim buah-uahan) maka beliau berdo’a:

اَللّهُمَّ بَارِكْ لَناَ فِي مَدِيْنَتِنَا وَفِي ثِمَارِنَا وَفيِ مُدِّنَا وَفِي صَاعِنَا بَرَكَةً مَعَ بَرَكَةٍ
      “Ya Allah berikanlah keberkahan pada kota-kota kami, pada buah-buahan kami, pada mud kami dan sho’ kami, keberkahan yang dibarengi keberkahan”.[66]
Kemudian beliau memberikan buah tersebut kepada seorang anak yang paling kecil yang menghadiri majlis beliau.
·         Imam Ahmad pernah ditanya tentang roti yang dibuat dengan ukuran besar apakah hal tersebut dimakruhkan? Beliau menjawab: “Ya, sebab tidak ada keberkahan pada roti tersebut, keberkahan ada pada roti-roti yang dibuat dengan ukuran kecil, lalu dia menghimbau agar tidak membuat roti yang besar.[67]
·         Nabi Muhammad SAW sangat menyenangi daging dan bagian daging yang paling beliau sukai adalah daging pada bagian hasta.[68]


[1] HR. Bukhari.
[2] Hadits ini dihasankan oleh Albani-rahimhullah-, sunan Abi Dawud no: 2723
[3] HR. Bukhari no: 5426, Muslim no: 2067.
[4] Berbeda pendapat ulama tentang menyimpan bejana yang terbuat dari emas dan perak tanpa memakainya…dan pendapat yang masyhur adalah melarangnya, seperti yang diungkapkan oleh jumhur ulama dan disebutkan bahwa sebagian ulama memberikan keringanan dalam menyimpannya. (Fathul Bari, Ibnu Hajar 1/97-98)
[5] QS. Al-Baqarah: 172.
[6] Dishahihkan oleh Albani dalam kitab silsilatus shahihah no: 2265.
[7] HR. Bukhari no: 5393, Muslim 2060, 182.
[8] Al-Adabus Syar’iyah no: 3/193.
[9] HR. Bukhari no: 5376, Muslim no: 2022.
[10]Catatan penting: Bentuk duduk beliau saat makan adalah duduk dengan posisi bertinggung (duduk di atas pantat sambil mengangkat kedua lutut), disebutkan juga bahwa beliau duduk dengan posisi tawaruk dan meletakkan bagian belakang kaki kiri di atas bagian depan kaki kanan sebagai  cermin sikap merendah diri kepada Tuhannya Yang Maha Tinggi.
[11] HR. Abu Dawud no: 3774 dan dishahihkan oleh Albani
[12]HR. Bukhari no: 674, Muslim no: 559.
[13] HR.Ahmad no: 7515, Abu Dawud no: 3852 dan dishahihkan oleh Albani.
[14] HR. Bukhari no: 286, Muslim no: 305.
[15] Silsilah hadits yang shahih no: 71
[16] Syarah riyadhus shalihin, Syekh Utsaimin rahimhullah 5/197
[17] Zadul Ma’ad 4/223.
[18] HR. Muslim no: 2734, Imam Nawawi rahimhullah menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Al-Aklah dalam hadits tersebut adalah makan siang dan makan malam, sebagimana disebutkan oleh syekh Utsaimin dalam syarah Riadhus Shalihin.
[19]HR. Bukhari  5459
[20] Shahihul Jami’ no:4731.
[21] HR. Turmudzi no: 3458 dan dihasankan oleh Albani no: 3348.
[22] HR. Abu Dawud no: 385, Albani berkata: Shahih.
[23] Albani mengatkan dalam Silsilatus Shahihah: (1/111)(71): HR. Ahmad tentang akhlaq Nabi SAW, kemudian dia menyebutkan sanadnya, lalu berkata: sanadnya shahih, semua yang meriwayatkan orang-orang yang terpercaya dan termasuk perawi hadits dalam muslim
[24] HR. Turmudzi no: 3455 dan dihasankan oleh Albani no: 3385.
[25] HR. Muslim no: 5010
[26] HR. Muslim no: 2019.
[27] Fatwa lajnah Da’imah ( Fatawa Islamiyah 2/457)
[28] HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya 2/399, hadits ini dishahihkan oleh yang alim Albani rahimhullah dalam kitab Silsilatus Shahihah no: 627.
[29] Al-Adabus Syar’iyah 3/182.
[30] HR. Muslim no: 2022.
[31] HR. Abu Dawud no:3772. dan bagian tengah dikhususkan bagi turunnya berkah sebab bagian tersebut adalah  bagian yang paling adil.
[32]  Dan jari yang dipergunakan menyantap makanan adalah Jari telunjuk, ibu jari dan jari tengah, kecuali makanan tersebut sejenis tsarid (makanan roti yang direndam dalam kuah) atau yang sejenisnya maka diperbolehkan makan dengan lima jari-jarinya. Ibnul Qoyyim rahimhullah mengatakan: Cara makan yang paling mulia yaitu makan dengan menggunkan tiga jari-jari, sebab orang yang sombong makan dengan satu jari sementara orang yang kuat makan dengan lima jari sekligus dan mendorong makanan tersebut dengan tenang.
[33] Dan cara menjilat jari-jari adalah memulai menjilat yang dengan jari tengah, kemudian jari telunjuk dan ibu jari, dan hadits tentang masalah ini diriwayatkan oleh Al-Thabrani dalam kitab Al-Mu’ajmul Ausath. Saat itu mereka belum mempunyai tissu untuk membersihkan tangan mereka.
[34] HR. Muslim no: 20222.
[35] HR. Muslim no: 2033.
[36] Al-Sildilatus Shahihah no: 1202.
[37] Sisilatus Shahihah no: 1404
[38] Seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah rahimhullah.
[39] HR. Abu Dawud no: 3832.
[40] Disebutkan oleh Al-Baihaqi, Ibnul Jauzi berkata dalam bab (Adab-Adab makan): Dan janganlah dikumpulkan antara biji kurma dengan kurma secara bersamaan di dalam satu mangkuk dan tidak pula mengumpulkannya pada tangannya secara bersama, akan tetapi menaruhnya dari mulutnya pada punggung telapak tangannya lalu membuangnya, begitu juga bagi setiap makanan yang memiliki pangkal ranting dan berbusa. Al-Adaus Syar’iyah no: 3/216.
[41]HR. Bukhari no: 5445 dan 5768, Muslim: 2047.
[42] Al-Adabus Syar’iyah no: 3/6.
[43] Albani berkata di dalam kitabnya: Irwa’ul Galil no: 1978: Shahih dan diriwayatkan oleh Al-Baihaqi 7/2580
[44] Shahih Muslim no: 5830.
[45]HR. Bukahri no: 5409.
[46] Fathul Bari, Ibnu Hajar no: 9/548
[47] Dari Anas radhiallahu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang minum secara berdiri. HR. Muslim no: 2024.
[48] HR. Bukhari no: 1637
[49] HR. Bukhari no: 5630, Al-Hafiz berkata di dalam kitabnya: Fathul Bari 10/80: Larangan tentang meniup di dalam bejana didasarkan pada beberapa hadits, begitu juga dengan larangan bernafas padanya, sebab bisa saja saat bernafasnya terjadi perubahan pada mulutnya karena pengaruh makanan atau karena jarang bersiwak dan berkumur, atau karena nafas tersebut naik bersama dengan gas yang terdapat di dalam lambung, dalam masalah ini meniup lebih keras dari sekedar bernafas.
[50] HR. Bukhari no: 45631.
[51] As-Silsilatus Shahihah no: 2689, dan adapun riwayat yang mengatakan: Sesungguhnya setan minum darinya” adalah riwayat yang lemah
[52] Dihasankan oleh Albani rahimhullah, Silsilatus Shahihah no: 232.
[53] Muttafaq Alaihi.
[54] Al-Adabus Syar’iyah 3/212.
[55] HR. Bukhari no: 5627.
[56] HR. Muslim no: 681.
[57] Lihat Ihya’ Ulumud Din, Al-Gazali 2/11.
[58] HR. Muslim no: 5202.
[59] HR. Bukharino: 5782
[60] HR. Muslim no: 2059.
[61] HR. Abu Dawud no: 3764 dan dishahihkan oleh Albani.
[62] HR. Ahmad no: 14241.
[63] Al-Adabus Syar’iyah no: 3/161.
[64] QS.Al-Ahqof: 20.
[65] Diambil dari kitab: Adabul Akli Was Syurb Fil Fiqhil Islami, Hamid bin Muddah bin Humaidan Al-Jad’ani hal. 83.
[66] HR. Muslim no: 3322.
[67] Al-Mugni 13/354.
[68] HR. Bukhari no: 3340, dan Muslim no: 194.

Tidak ada komentar