Agar Ibadah Puasa Lebih Bermakna [1]
Bulan Ramadhan merupakan
bulan nan pernuh berkah; Ramadhan menjadi penghulu segala bulan dalam hutungan
tahun Hijriyah, tahunnya umat Islam. Ramadhan adalah bulan shiyam (puasa), dan
dia juga bulan qiyam (shalat malam).
1.
Keutamaan Bulan Ramadhan
Hadits-hadits yang
mengupas keutamaan bulan nan agung ini, cukup banyak dan bercorak ragam. Cukup
kita petik beberapa di antaranya, sebagai penambah muatan motivasi yang
mengangkat gairah imani kita untuk memasuki bulan Ramadhan yang akan datang
menjelang, dengan penuh harap akan ampunan dan karunia-Nya.
Dari Ubadah bin Shamit
bahwasanya Rasulullah bersabda, yang artinya:
"Telah datang
kepadamu Bulan Ramadhan, bulan nan penuh berkah. Di bulan itu Allah akan
menaungimu; menurunkan .rahmat dan menghapus dosa-dosa, mengabulkan doa dan
memperhatikan bagaimana kamu sekalian saling berlomba-lomba (dalam kebaikan)
pada bulan itu. Allah pun membanggakan dirimu di hadapan para malaikat-Nya.
Maka perlihatkanlah (wahai kaum Muslimin) segala kebaikan pada dirimu.
Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang kehilangan rahmat Allah."
(Diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani).
Hadits yang lain:
"Telah dianugerahkan
kepada ummatku pada bulan Ramadhan lima karunia yang tidak pernah diberikan
kepada ummat manapun sebelum mereka:
Aroma mulut orang yang
berpuasa, disisi Allah, lebih harum semerbak ketimbang bau kesturi. Para
malaikat memohonkan bagi mereka ampunan hingga waktu berbuka. Setiap hari di
bulan itu, Allah menghiasi Jannah-Nya seraya berfirman kepada sang Jannah:
"Tak lama lagi, para
hamba-Ku yang shalih akan dibebaskan dari beban dan kesusahan, lalu beranjak
menemuimu."
Di bulan itu, para jin
pembangkang dibelenggu; mereka tak dapat bebas berbuat, seperti pada
bulan-bulan yang lain. Lalu, Allah mengampuni dosa- dosa mereka pada malam
terakhir.
Ada sahabat yang
bertanya: "Ya Rasulallah, apakah malam terakhir itu, malam Lailatul
Qadar?".
Beliau menjawab:
"Bukan, karena orang
yang beramal akan mendapati ganjarannya, bila ia telah selesai
menunaikannya." [2]
Ada beberapa hadits lain
yang senada dengan itu. Dua hadits di atas, dan banyak lagi yang lainnya
meliputi beberapa kesimpulan:
1. Allah telah memberkahi
bulan Ramadhan ini sebagai bulan pengampunan atas segala dosa, bagi orang yang
memenuhi bulan ini dengan beragam ibadah; tetapi tidak untuk dosa-dosa beaar.
Nabi bersabda:
"Barangsiapa yang
beribadah pada bulan Ramadhan dengan penuh
keimanan dan introspeksi
diri, akan Allah ampuni dosa-dosanya yang
terdahulu." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Dan Salman Al-Farisi,
bahwasanya Rasulullah bersabda: "Antara shalat-shalat lima waktu; antara
Jum'at dengan Jum'at; dan antara Ramadhan yang satu dengan rmadhan berikutnya;
ada pengampunan dosa, bagi mereka yang menghindari dosa-dosa besar."[3]
Dosa-dosa besar hanyalah
diampuni, lewat taubat tersendiri yang dilakukan seorang hamba dengan penuh
penyesalan di hadapan Allah. Hanya saja sebagian ulama, di antaranya Ibnu
Taimiyyah, Imam Nawawi dan lain-lain menegaskan; bahwa Ibadah Ramadhan, berikut
shaum dan shalat malamnya, bila dilakukan dengan penuh keikhlasan berarti sudah
mencakup taubat itu sendiri. Dan itulah yang menjadi tujuan puasa, bahkan
seluruh ibadah seperti tertera dalam al-Qur'an adalah: Agar kamu sekalian
bertakwa.
2. Termasuk keberkahan
bulan suci Ramadhan adalah sempitnya ruang gerak setan itu untuk melancarkan
godaan dan tipu dayanya terhadap bani Adam.
Terbelenggunya mereka,
adalah dengan kehendak Allah dan dalam pengertian yang sesungguhnya. Namun juga
tidak berarti mereka berhenti menggoda manusia secara total, seperti tersebut
dalam hadits di atas.
3. Dihiasinya Jannah
untuk menyambut kedatang an orang-orang yang berpuasa, seusai menjalani cobaan
Allah selama masa hidup di dunia. Ini salah satu bentuk Tabsyir atau kabar
gembira dari Allah.
4. Keberkahan bulan
Ramadhan juga terungkap jelas, dengan adanya para malaikat yang memohonkan
ampunan kepada Allah bagi mereka yang berpuasa. Di samping aroma mulut orang
yang berpuasa yang secara lahir mungkin tidak sedap di sisi Allah lebih wangi
dibanding aroma kesturi.
2
Berbagai Keutamaan Lain
Sebagai Muslim yang
mengharap keutamaan dan ampunan, di mana dia juga tak lepas dari noda dan dosa,
maka noda dan dosa itu dapat terkurangi bahkan terhapus lewat ibadah di bulan
Ramadhan. Segala bentuk ragam ibadah di bulan ini harus semaksimal mungkin kita
mefaatkan di antaranya:
2.1
Memperbanyak Shadaqah
Imam Tirmidzi
meriwayatkan:
Rasulullah pernah
ditanya: "Sedekah apakah yang paling utama?"
Beliau menjawab:
"Seutama-utamanya sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan." [4]
Nabi adalah orang yang
gemar bersedekah. Kegemarannya bersedekah, menjadi semakin meningkat di bulan
Ramadhan. Salah seorang sahabat telah berkata:
"Sesungguhnya Rasulullah
itu lebih pemurah, dibandingkan dengan angina yang berhembus. Dan terutama lagi
di bulan Ramadhan." [5]
2.2
Shalat malam berjama’ah
Dari Abu Dzar, bahwasanya
beliau menuturkan:
"Dahulu ketika kami
melakukan shaum/puasa, Rasulullah tidak pernah shalat (malam) berjama'ah
bersama kami hingga bulan Ramadhan hanya tersisa tujuh hari lagi. Lalu beliau
shalat bersama kami hingga akhir sepertiga malam pertama.
Pada malam yang ke dua
puluh enam, beliau tak lagi shalat bersama kami.
Namun pada malam ke dua
puluh lima (satu malam sebelumnya), beliau sempat shalat bersama hingga
pertengahan malam. Lalu kami bertanya:
"Ya Rasulallah,
apakah tidak engkau sisakan sebagian malam agar kami menambah shalat
sendiri?" Maka beliau bersabda:
"Barangsiapa yang
shalat (malam) bersama imam hingga selesai
shalatnya, akan
dituliskan baginya (pahala) shalat semalam
untuknya." [6]
Hadits tersebut umumnya
digunakan oleh para ulama untuk menetapkan disyari'atkannya shalat malam
berjama'ah (tarawih) pada bulan Ramadhan. Namun hadits tersebut juga secara
lebih khusus menyiratkan keutamaan shalat malam berjama'ah di bulan Ramadhan
itu. Meskipun secara umum, juga berlaku untuk setiap shalat jama'ah, baik yang
fardhu maupun yang mustahab.
Syaikh Nashiruddin
al-Albani menegaskan:
Sabda beliau:
"Barangsiapa yang shalat (malam) bersama imam", itu jelas menunjukkan
keutamaan shalat malam Ramadhan berjama'ah. Hal itu dikuatkan, dengan riwayat
dari imam Abu Dawud dalam "Al-Masail" hal.62:
Saya pernah mendengar
Imam Ahmad ditanya: "Mana yang lebih menarik hatimu, orang yang shalat
berjama'ah atau shalat sendiri?" Beliau menjawab: "Tentu saja orang
yang shalat berjama'ah."
Beliau juga pernah
ditanya: "Bagaimana kalau orang yang shalat sendiri itu mengakhirkan
shalat hingga akhir malam (pada waktu yang paling utama)?" Beliau
menanggapi: "Sunnah kaum Muslimin tetap lebih aku sukai." [7]
2.3
Memperbanyak amalan akhirat
Bulan Ramadhan yang penuh
berkah ini, adalah ladang subur untuk menebarkan beragam amal shalih untuk
dituai hasilnya di akhirat nanti. Dan mulai membaca al-Qur'an, memberi makan
orang miskin atau memberinya sekedar makanan untuk berbuka puasa, berdoa,
beristigfar, mempererat hubungan silaturrahmi dan lain-lain.
Banyak kaum Muslimin yang
secara tradisi, memenuhi bulan suci ini dengan bekerja di luar kebiasaan; demi
untuk merayakan 'Iedul fitri dengan mewah penuh kegemerlapan, bahkan terkesan
dipaksa-paksakan; itu jelas merugian.
Di ladang pahala, kita
justru menanam amalan duniawi yang lebih banyak menghasilkan kesia-siaan.
Padahal telah diingatkan dalam satu hadits mauquf (hanya sampai kepada sahabat)
dari Hasan bin Ali:
"Apabila engkau
mendapati seseorang melomba kamu dalam urusan dunia, maka lombalah dia dalam
urusan akhirat." [8]
2.4
Menjalankan umrah
Imam Al-Bukhari meriwayatkan
dalam Shahihnya bahwa Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya
ganjaran umrah di bulan Ramadhan, sama dengan ganjaran melaksanakan haji sekali
atau bahkan haji bersamaku." [9]
Syaikh Abdullah bin
Jarullah bin Ibrahim All Jarullah dalam "Majmu' Rasail Ramadhan
iyyah" menyatakan:
"Namun yang perlu
dipahami, bahwa umrah di bulan Ramadhan itu, meskipun ganjarannya sama dengan
ibadah haji, namun ia tidak menggugurkan kewajiban haji itu sendiri bagi mereka
yang mampu berkewajiban".
2.5
Beribadah di malam Lailatul qadri
Para ulama menyatakan,
bahwa malam itu disebut dengan Lailatul qadri (malam kemuliaan), karena
kemuliaan dan keutamaannya. Bahkan dinyatakan, bahwa dimalam itu juga rizki dan
ajal kematian para hamba untuk selama satu tahun ditentukan Allah. Sebagaimana
difirmankan-Nya: "Pada malam itu dijelaskan, segala urusan yang penuh
hikmat." (Ad-Dukhan: 4)
Banyak ayat yang
menceritakan tentang keutamaannya yang tidak kami sebutkan di sini. Di malam
itu juga pahala amal ibadah Allah lipatgandakan. Nabi Bersabda:
"Barangsiapa yang
beribadah di malam Lailatul qadri, dengan penuh
keimanan dan perhitungan;
akan diampuni segala dosa-dosanya yang
terdahulu." [10]
Adapun waktu malam
tersebut, banyak sekali diperselisihkan para ulama. Imam Hafidz Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam "Fathul Bari", setelah menuturkan
puluhan pendapat para ulama, berkata:
"Pendapat yang
paling kuat, malam itu terdapat pada sepuluh malam
terakhir. Ia selalu
berpindah, namun yang paling diharapkan dia akan muncul, pada malam-malam
ganjil. Adapun tepatnya; menurut Syafi'iyyah pada malam ke 21 atau 23. Tapi
menurut sebagian besar ulama pada malam ke 27."
Demikian juga pendapat
syaikh al-Albani dalam "Qiyamul lail" . Para
ulama sering mengungkapkan, bahwa hikmah tersembunyinya kepastian malam itu,
adalah agar kaum Muslimin giat beribadah pada setiap malam bulan Ramadhan,
Wallahu A'lam.
2.6
I’tikaf
Lepas
dari perselisihan di mesjid mana i'tikaf itu disyari'atkan, kaum Muslimin tetap
harus mengakui kesepakatan para ulama bahwa i'tikaf di bulan Ramadhan,
khususnya sepuluh hari terakhir, adalah keutamaan besar sekaligus sunnah yang
tak pernah ditinggalkan Nabi seumur hidupnya hingga beliau wafat.
Dari Abu Hurairah
berkata:
"Nabi dahulu
beri'tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun di mana
beliau wafat, beliau beri'tikaf selama dua puluh hari." [11]
Karena ia merupakan
sunnah yang selalu dilakukan Nabi, maka kaum Musliminpun harus merentang jalan
demi melaksanakannya sedapat mungkin, di mesjid manapun i'tikaf itu dilakukan.
Oleh sebab itu, para ulama yang memilih pendapat bahwa i'tikaf itu hanya di
tiga mesjid utama (mesjid Al-Haram, An-Nabawi dan Al-Aqsha), mereka menjadikan
dalil "dilarangnya melakukan perjalanan sulit kecuali ke tiga mesjid"
untuk dibolehkannya mencapai mesjid itu dengan upaya keras, karena di sana
disyari'atkannya i'tikaf, sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ash-Shan'ani
dalam "Subulu as-Salam".
Pendapat ke dua ini
termasuk yang dipilih Syaikh Muhammad Nashiruddin al- Albani Hafidzahullahu
Ta'ala seperti beliau jelaskan dalam kitabnya "Qiyamu ar- Ramadhan".
Adapun bagi mereka yang
berpendapat disyari'atkannya i'tikaf itu di setiap mesjid jami', merekapun
harus berusaha menghidupkan kembali sunnah Nabi yang sudah lama ditinggalkan
ini. [12]
3
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Menjalankan Puasa Ramadhan
Syaikh
Abdullah bin Jarillah menyebutkan beberapa hal yang seyogyanya diperhatikan oleh
orang yang berpuasa. Di sini kami nukil secara ringkas, dengan disertai sedikit
tambahan dan takhrij ringkas beberapa haditsnya.
1. Mengenal hukum-hukum
puasa
Banyak kaum Muslimin yang
memasuki bulan puasa ini tanpa bekal ilmu tentang puasa sama sekali. Celakanya,
mereka juga tak begitu merasa perlu untuk belajar. Padahal Allah ta berfirman:
"Bertanyalah kepada
para ulama, kalau kamu sekalian tidak
mengetahui." (An-Nahl:
43)
2. Menyambut puasa dengan
hura-hura, bukan dengan banyak berdzikir, beristigfar dan mensyukuri nikmat
Allah. Klimaksnya, bulan yang penuh berkah ini tidaklah menggiring mereka untuk
semakin bertakwa; tapi sebaliknya, semakin terbuai
seribu satu kemaksiatan.
3. Sebagian kaum
Muslimin, memasuki bulan Ramadhan dengan gambaran lahir seperti orang-orang
yang bertaubat. Mereka shalat, berpuasa dan meninggalkan banyak kemaksiatan
yang 1biasa dilakukan.
Namun seusai bulan puasa,
mereka kembali menjadi pecinta kemaksiatan. Seolah- olah, mereka hanya mengenal
Allah di bulan nan suci ini. Atau mungkin mereka hanya memandang ibadah di
bulan ini sebagai satu tradisi. Nabi bersabda:
"Barangsiapa yang
beribadah hanya untuk didengar orang, maka Allah pun akan memberi ganjaran
dengan sekedar (ibadah itu) didengar orang. Barangsiapa yang beribadah untuk
sekedar dilihat orang, demikian juga Allah akan memberinya ganjaran." [13]
4. Ada juga sebagian kaum
Muslimin yang beranggapan bahwa bulan Ramadhan ini cocok dijadikan waktu untuk
beristirahat, tidur-tiduran dan bermalas-malasan di siang hari, lalu begadang
di malam hari. Bahkan seringkali, begadang malam itu dibumbui dengan hal-hal
yang dapat mengundang kemurkaan Allah. Dengan permainan, mengobrol kesana kemari,
berghibah, bahkan -kadang terjadi- berjudi, wal 'iyadzu billah.
5. Selain itu, ada juga
kaum Muslimin yang menyambut bulan ini dengan dingin dan tak bergairah. Kalau
sudah berlalu, ia akan kegirangan. Mereka beribadah dan berpuasa, semata-mata
mengikuti kebiasaan manusia di sekitarnya.
Alangkah miripnya mereka
dengan keadaan orang-orang munafik yang memang senang bermalas-malasan dalam
ibadah. Allah as berfirman:
"Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (berusaha) menipu Allah,
tetapi Allah-lah yang akhirnya
menipu mereka. Dan apabila mereka
berdiri untuk bershalat
mereka berdiri dengan malas...." (An-Nisa:
142)
Rasulullah juga bersabda,
yang artinya:
"Sesungguhnya shalat
yang paling berat bagi orang-orang munafik
adalah shalat Isya dan
Shubuh." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
6.Banyak di antara mereka
yang begadang malam untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, sampai-sampai
meninggalkan subuh berjama'ah. Padahal Rasulullah bersabda:
"Tidak dibolehkah
begadang itu melainkan bagi orang yang shalat
(malam), atau musafir."
[14]
7. Sebagian di antara
mereka menghindari diri dari berbagai pembatal puasa; seperti makan, minum,
berjima' dan lain-lain. Tetapi mereka tak berusaha menghindari hal-hal yang
dapat membatalkan pahala puasa; seperti bebas melihat aurat wanita di
jalan-jalan (bahkan terkadang menjadi kebiasaan sehabis shubuh dan menjelang berbuka),
atau di majalah-majalah, berghibah, mencaci-maki orang dan lain sebagainya.
8. Suka berdusta.
Ada sebagian kaum
Muslimin yang menganggap ringan berkata dusta, termasuk di bulan suci Ramadhan,
di kala berpuasa. Padahal Rasulullah pernah bersabda:
"Barangsiapa yang
tidak juga meninggalkan berkata-kata dusta dan
masih juga melakukannya
(di kala berpuasa), maka Allah tak sedikitpun sudi menerima ibadah puasanya,
meski ia meninggalkan makan dan minum." [15]
9. Satu hal yang aneh,
namun benar-benar sering terjadi; seseorang berpuasa, tapi tidak shalat. Atau
terkadang ada yang rajin shalat, tapi selalu beralasan tidak kuat berpuasa.
Padahal sungguh tidak ada manfaat orang itu berpuasa kalau dia tidak shalat.
Karena shalat adalah pilar dien/agama Islam.
10. Ada juga sebagian
kaum elit di kalangam Muslimin yang sengaja bersafar terkadang keluar negeri
agar mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. Padahal Allah Maha Mengetahui
apa yang terbetik dalam hati hamba-Nya.
11. Sebagian kaum
Muslimin, ada yang berbuka puasa dengan mengkonsumsi sesuatu yang haram.
Terkadang minuman keras, rokok (itu banyak terjadi), serta makanan dan minuman
yang didapat dan usaha yang haram. Selain itu, beliau juga menyebutkan beberapa
hal lain yang layak diperhatikan.
Dan juga masih banyak
lagi kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan sebagian kaum Muslimin dalam
melakukan ibadah puasa.
Terkadang, bahkan merusak
bingkai kerja dari puasa itu sendiri; yaitu menahan diri dan makan dan minum.
Bentuknya? Dengan mengumbar nafsu makan dan minum tatkala berbuka puasa. Ibnu
Taimiyyah mengungkapkan penafsiran yang bagus tentang hadits nabi : "Sesungguhnya
setan itu mengalir dalam tubuh manusia mengikuti aliran darah." [16]
Beliau berkata:
"Orang yang puasa
dilarang makan dan minum karena keduanya adalah sebab tubuh itu menjadi kuat.
Dan makanan dan minum itulah yang dapat menghasilkan banyak darah, tempat di
mina setan ikut berjalan mengaliri tubuh manusia. Sesungguhnya darah yang di
telusupi setan itu memang berasal dan makanan dan minuman, bukan dan suntikan atau
faktor keturunan." [17]
4.
Manfaat-Manfaat Ibadah Puasa
Syaikh Ali Hasan dalam
"kitabu Ash-Shiyam" menuturkan beberapa faedah puasa berdasarkan
keterangan dari beberapa hadits. Akan kami sebutkan di sini dengan ringkas:
4.1
Puasa itu adalah perisai
Bagi mereka yang masih
diamuk jiwa muda dan syahwat membara, namun masih belum terbuka pintu menuju
pelaminan; disyari'atkan baginya untuk mengekang keinginan syahwatnya itu
dengan berpuasa. Rasulullah bersabda, yang artinya:
"Wahai
pemuda-pemudi, barangsiapa di antara kamu yang sudah memiliki kemampuan
seksualitas, hendaknya ia menikah. Karena menikah itu lebih dapat memelihara
pandangan dan kemaluan. Kalau ia belum mampu menikah, hendaknya ia berpuasa.
Sesungguhnya puasa itu adalah obat penawar gejolak syahwat."
Lebih khusus lagi
Rasulullah juga bersabda yang artinya:
"Puasa itu ibarat
perisai, ia akan menamengi seorang samba dari siksa neraka." [18]
Nah khusus di bulan
Ramadhan, sebulan penuh seorang Muslim fiakan diasah jiwanya dengan puasafi
sehingga bisa terbentengi dari sergapan setan yang selalu memperalat hawa nafsu
untuk menjungkirkan seorang hamba ke jurang neraka. Tentu saja hal itu utama
bagi mereka yang berkeinginan fidengan puasanyafi untuk mencapai ketakwaan kepada Allah.
4.2
Puasa adalah jalan menuju Jannah
Dari Umamah berkata:
"Wahai Rasulullah, tunjukkanlah aku satu amalan yang akan menggiringku
menuju Jannah." Beliau bersabda: "Lakukan puasa,tak ada amalan yang
setara dengannya." [19]
4.3
Puasa dapat menjadi perantara turunnya syafa’at
Rasulullah bersabda, yang
artinya:
"Puasa dan al-Qur'an
akan memberi syafat kepada seorang hamba
di hari kiamat nanti.
Sang puasa berkata: "Ya Allah, aku telah
menghalanginya makan dan
mengumbar nafsu, jadikanlah aku perantara untuk menyampaikan syafa'at-Mu
kepadanya. [20]
4.4
Dua saat kebahagiaan bagi orang yang berpuasa
Nabi bersabda:
"Orang yang berpuasa
memiliki dua saat-saat penuh kebahagiaan: kala ia berbuka, dan, di saat ia
menjumpai Rabb-nya (selepas hidup di dunia). [21]
4.5
Pintu Rayyan di Jannah (surga), bagi kaum yang berpuasa
Dari Sahal bin Sa'ad,
dari Nabi bahwasanya beliau bersabda, yang artinya:
"Sesungguhnya di
Jannah kelak, ada pintu yang bernama Rayyan. Dari situlah kaum yang berpuasa
akan masuk Jannah di hari kiamat. Tak seorangpun kecuali mereka yang akan
memasukinya. Bila orang terakhir di antara mereka telah masuk, pintu segera
ditutup; dan barangsiapa (di antara yang masuk) meminum sedikit airnya, niscaya
ia tak akan dahaga selamanya." [22]
Allah-lah Pencipta segala
kebahagiaan, kepada-Nyalah' kembali akhir kehidupan.
Selayaknya kita menyambut
bulan yang penuh berkah dengan penuh gairah dan kegembiraan. Di sanalah, dan
dari sanalah kita akan beranjak dengan taufik Sang Maha Rahman menuju Jannah-Nya yang penuh kebahagiaan.
[1] ) Disalin
dari majalah As-Sunnah 07/III/1419H hal 11 - 17.
[2] ) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Zakat: 7576, 7712, 7713, 8015,
10464 dari hadits Abu Hurairah.
[3] ) HR. Muslim dalam kitab Ath-Thaharah: 342, 343, 344.
[4] ) HR.Tirmidzi kitab Zakat: 599, Baihaqi, Ibnu Khuzaimah dan lain-lain.
Imam Tirmidzi berkata: "Hadits ini gharib."
[5] ) Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Asy-Syamail al-Muhammadiyah.
[6] ) Diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/217, Tirmidzi 11/72-73 dan beliau
berkomentar: Sanad hadits ini shahih. Juga oleh Nasai 1/238, Ibnu Majah 1/397
dan lain-lain.
[7] ) Shalat At-Tarawih, hal. 15 - Al-Maktab Al-lslami.
[8] ) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab "Dzammu
Ad-Dunya" No. 465 (lihat Al-
ljabah
Al-bahiyyah, Abdulllah bin Sa'dan - Dariil'Ashimah hal. 12).
Shaum.
1. Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya 11/187;
2. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1V/319, cetakan Daru Ad-Diyan;
3. Al-Imam Al-Baghwi dalam Syarhu As-Sunnah VI/494 cetakan Al-Maktab al-Islami;
4. Al-Mawardi dalam "Al-Hawi Al-Kabrr" 111/485 cetakan
Daru al-Kutub al-Ilmiyyah;
5. An-Nawawi dalam "Al-Majmu"' VI/483 cetakan Daru
al-Fikr;
6. Ibnu Qasim Ar-Ra_'i dalam Fathul Aziz V1/484;
7. Ibnu Quddamah dalam "Al-Mughni" 1V/462 cetakan Hajar Kaira
Mesir dan juga dalam 'Asy-Syarhu al-Kabir';
8. Ibnu Dhawiyyan dalam 'Manaru as-Sabil" 1/224 cetakan Daru
al-Ma'arif;
9. Imam Syaukani dalam "Nailul Author" 1V/769 cetakan Daru
al-Jiel Lebanon;
10. Sayyid Sabiq dalam Fiqhu as-Sunnah dan lain-lain.
[13] ) Dengan lafadz ini dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Ibnu Abbas (2986). Juga dari hadits
Jundub dengan lafadz yang berbeda (6123). Al-Bukhari juga meriwayatkannya dalam kitab: Ar-Raqaiq (6134).
[14] ) Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3421, 4023) dan Imam Suyuthi dalam Al-Jami'
Ash-Shaghir, dan beliau mengisyaratkannya sebagai hadits hasan.
Barangsiapa
yang belum meninggalkan perkataan dusta, mengerjakannya dan masa bodoh
dengannya...
[16] ) Diriwayatkan oleh Ahmad (12132, 13631), Al-Bukhari
kitab A1-I'tikaf (1897), kitab: Bad'ul kholq (3039) dan kitab; Al-Adab (6761)
dan Muslim kitab: As-Salam (4040) dari hadits Anas bin Malik dan Shafiyyah
binti Huyay, juga oleh Abu Dawud kitab: Al-Adab (4243), At-Tirmidzi kitab:
Ar-Radha' (1092) Ibnu Majah kitab: Ash-Shiyam (1769) dan ini lafadznya.
[17] ) Lihat Haqiqatu ash-shiyam - oleh Ibnu Taimiyyah.
[18] ) Diriwayatkan oleh Ahmad 111/241.
[19] ) Diriwayatkan oleh Nasa'i (1V/165), Ibnu Hibban (hal. 232 - Mauridu
Adz-Dzam'an) dan Al-Hakim (1/421).
[20] ) Diriwayatkan oleh Ahmad: 6626, Al-Hakim: U 54 dan lain-lain dari hadits
Abdullah bin Amru.
[21] ) Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Ash-Shaum.
[22] ) Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (4/95), Muslim (1152). Sedikit tambahan
dibagian akhir hadits
berasal
dari Shahih Khuzaimah (1903).
Post a Comment