Kaidah-Kaidah Pengobatan Secara Islamy
Kaidah-Kaidah Pengobatan
Secara Islamy
Bismillah,
wal hamdulillah, washshalatu wassalamu 'ala Rasulillah, wa ba'du:
Saudara seiman, berikut ini adalah
beberapa hal yang terkait dengan ruqyah yang disyari'atkan. Tulisan ini
diterjemahkan dari muqaddimah kitab irqi nafsaka wa ahlaka bi nafsika
(lakukanlah ruqyah kepada diri dan keluargamu dengan dirimu sendiri) karya
Syaikh DR. Khalid bin Abdurrahman al-Juraisi.
Ruqyah
terbagi empat bagian:
Pertama:
yang dilakukan dengan kalam Allah
(al-Qur`an), dengan Asma-Nya
Yang Maha Indah, dengan sifat-Nya Yang Maha Tinggi, maka hal ini hukumnya
boleh, bahkan dianjurkan.
Kedua:
Yang dihubungkan dengan hal itu berupa zikir dan doa yang ma'tsur, maka ruqyah
ini sama seperti hukum sebelumnya.
Ketiga:
ruqyah yang dilakukan dengan zikir dan doa yang tidak ma'tsur, yang tidak
menyalahi yang ma'tsur. Ini juga boleh.
Empat:
ruqyah yang tidak bisa dipahami maknanya, seperti ruqyah yang ada pada masa
jahiliyah. Maka ruqyah ini harus dijauhi, agar tidak terjerumus dalam
kesyirikan atau yang membawa kepadanya.
Dhabith
(kaidah) ruqyah yang disyari'atkan:
Para ulama sepakat atas bolehnya
ruqyah ketika mencakup tiga syarat:
1. Bahwa
ruqyah itu dilakukan dengan firman Allah I
(al-Qur`an), atau Asma dan Sifat-Nya.
2. Bahwa
ruqyah itu dilakukan dengan bahaya Arab atau dengan bahaya yang lain yang
dipahami oleh yang diruqyah (marqi).
3. Bahwa
yang meruqyah dan orang diruqyah meyakini bahwa ruqyah tidak memberikan
pengaruh dengan sendirinya, tetapi dengan zat Allah I.
Adapun
syarat yang harus dipenuhi oleh raaqy (yang meruqyah dan marqi
(yang diruqyah), agar manfaat menjadi sempurna dengan izin Allah I,
di antaranya adalah:
1. Layaknya
yang melakukan ruqyah, bahwa ia termasuk orang baik, shalih, dan istiqamah.
2. Mengetahui
ruqyah yang sesuai dari ayat-ayat al-Qur`an.
3. Bahwa
orang yang sakit termasuk orang beriman, shalih, baik, taqwa, dan istiqamah di
atas agama, serta jauh dari perbuatan maksiat dan aniaya, berdasarkan firman
Allah I:
وَنُنَزِّلُ مِنَ
الْقُرْءَانِ مَاهُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَيَزِيدُ
الظَّالِمِينَ إِلاَّخَسَارًا
Dan
Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Israa`:82)
Biasanya,
ruqyah tidak memberikan pengaruh kepada orang-orang yang selalu melakukan
maksiat dan kemungkaran.
4. Percaya
dengan pasti bahwa al-Qur`an adalah penyembuh, rahmat, dan obat yang bermanfaat.
Maka tidak bisa dilakukan ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur`an untuk percobaan.
Jika berguna (berarti benar), dan jika tidak berguna ia berpaling kepada yang
lain!!
Maka
jika semua syarat ini terpenuhi, niscaya manfaat ruqyah bisa didapatkan secara
sempurna dengan ijin Allah I.
Wallahu A'lam.
Ada
beberapa sebab penting, jika penderita menekuninya, niscaya sangat membantu
dalam proses mempercepat penyembuhan dengan ijin Allah I,
di antaranya adalah:
1. Bersemangat
menunaikan ibadah di dalam waktunya, yang paling penting adalah shalat
berjamaah, terutama shalat Subuh, berdasarkan sabda Nabi r:
مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِى
ذِمَّةِ اللهِ ...
Dan Sabda Nabi r:
مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِى جَمَاعَةٍ
فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
"Barangsiapa yang shalat Subuh
berjamaah, maka seakan-akan ia melaksanakan shalat malam semuanya."[2]
2. Bahwa
ia memulai dengan meruqyah dirinya sendiri, maka sesungguhnya ruqyah seseorang
untuk dirinya sendiri lebih utama daripada ruqyah untuk orang lain. Karena
sesungguhnya ruqyah termasuk jenis do'a, dan do'a seseorang untuk dirinya
sendiri –dengan merealisasikan tawakkal yang sempurna- lebih diharapkan untuk
diterima dari pada do'a orang lain untuknya, teruma di zaman yang sangat
sedikit ahli ruqyah yang ikhlas.
3. Jika
ia tidak mungkin melakukan ruqyah untuk dirinya sendiri karena sakit yang
terlalu berat, atau ia telah meruqyah dirinya sendiri kemudian ia ingin
menambah dengan ruqyah orang lain untuknya, maka hendaklah ia
bersungguh-sungguh mencari ahli ruqyah yang ikhlas, memiliki akidah yang benar,
dan dikenal di tengah masyarakat sebagai orang shalih dan punya nama baik.
Janganlah ia terhanyut dalam tipuan dan propaganda para tukang sihir dan tukang
sulap. Maka hal ini sudah diketahui dengan pasti tentang haramnya. Sebagaimana
seorang muslim harus menghindar dari pengobatan dengan yang diharamkan.
Sesungguhnya Allah I
tatkala mensyari'atkan berobat untuk hamba-hamba-Nya, Dia I
tidak menjadikan kesembuhan mereka pada sesuatu yang diharamkan terhadap
mereka. Sebagaimana Nabi r
bersabda:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ
شِفَاءَكُمْ فِى حَرَامٍ
4. Bahwa
ruqyah itu berasal dari orang yang baik hatinya dan istiqamah jalannya, dia
telah membersihkan dirinya dari yang haram dan meyakini bahwa kesembuhan hanya
dari Allah I
saja, dan sesungguhnya Allah I
Yang Maha Memberi kesembuhan. Karena sesungguhnya ruqyah –seperti telah
dijelaskan sebelumnya- termasuk jenis doa. Maka apabila orang yang meruqyah
membaca kepada dirinya atau kepada orang lain, ia harus meyakini saat meruqyah
akan memperoleh kesembuhan dari Allah I
secara mantap, bukan sambil melakukan percobaan. Jika raqi (yang
meruqyah) melakukan ruqyah karena melakukan percobaan bergunanya ruqyah,
berarti ia telah melepaskan manfaat yang diharapkan terhadap dirinya dengannya.
5. Dia
berdoa seperti orang yang sedang kesulitan yang meminta dengan sangat karena
mengikuti Nabi r,
meyakini akan terkabulkan, sebagaimana Allah I menjanjikan
dengan firman-Nya:
أَمَّن يُجِيبُ
الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السَّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَآءَ
اْلأَرْضِ أَءِلَهٌ مَّعَ اللهِ قَلِيلاً مَّاتَذَكَّرُونَ
Atau
siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia
berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu
(manusia) sebagai khalifah di bumi?Apakah di samping Allah ada ilah (yang
lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). (QS. An-Naml :62)
Sebagaimana
raqi (orang yang meruqyah) mencari waktu-waktu dikabulkan doa, di
antaranya: sepertiga malam yang terakhir, waktu terakhir di hari Jum'at
(sebelum maghrib), demikian pula di saat sujud, dan kondisi dan waktu lainnya
yang utama.
6. Berusaha
terhadap makanan yang halal, berdasarkan sabda Nabi r:
أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ
الدَّعْوَةِ
"Perbaikilah makananmu, niscaya
engkau dikabulkan doa."[4]
Dan
sabdanya r:
أَيُّهَا النَّاسُ, إِنَّ اللهَ
طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا... ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلَ
السَّفَرَ, أَشْعَثَ أَغْبَرَ, يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَارَبِّ
يَارَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ,
فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذلِكَ
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah I
itu baik dan hanya menerima sesuatu yang baik… Kemudian Rasulullah r
menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan jauh, sehingga berambut
kusut dan penuh debu. Ia mengangkat kedua belah tangannya ke langit seraya
berdoa: Wahai Rabbku.. wahai Rabbku! Sementara makanannya haram, pakaiannya
haram, dan diberi makan yang haram. Bagaimana doanya akan dikabulkan?'[5]
7. Berusaha
membaca surah al-Baqarah di rumah. Ia –tanpa disangsikan lagi- merupakan
benteng yang kokoh dan ruqyah yang besar untuk penghuni rumah itu, berdasarkan
sabda Nabi r:
اِقْرَؤُوْا سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ,
فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسَرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيْعُهَا
الْبَطَلَةُ
"Bacalah surah al-Baqarah,
sesungguhnya mengambilnya adalah berkah dan meninggalkannya adalah kerugian,
dan para penyihir tidak bisa menguasainya."[6]
Dan
di antara keagungan berkahnya surah ini adalah yang datang dari Nabi r,
sesungguhnya beliau bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ
الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
"Sesungguhnya
syetan berlari dari rumah yang dibaca di dalamnya surah al-Baqarah."[7]
Orang
yang sakit bisa membacanya sendiri atau dibacakan atasnya. Sebagaimana jika
diulang-ulang membacanya secara sempurna dengan tave recorder setiap hari atau
setiap malam, dengan ijin Allah I,
hal itu menjadi penyebab utama untuk kesembuhan penghuni rumah itu dari
gangguan syetan, sebagaimana Syaikh Jibril hafizhahullah memberikan
fatwa kepadaku tentang hal itu.
8. Memperbanyak
zikir kepada Allah I,
selalu membaca al-Qur`an, menekuni istighfar, membentengi diri dengan zikir-zikir
yang disyari'atkan.
9. Meminum
air suci yang telah dibacakan atasnya, mandi dengannya, terutama air zamzam, ia
adalah obat orang yang sakit. Maka jika dibacakan atasnya, niscaya hal itu
lebih utama dan sangat diharapkan memperoleh kesembuhan, insya Allah I.
Dan jika ditambahkan atasnya daun bidara, atau kepada air suci yang sudah
dibacakan atasnya, atau direndamkan padanya kertas-kertas yang ditulis atasnya
ayat-ayat al-Qur`an dengan tinta yang suci –dari za'faran dan semisalnya- hal
itu menjadi penyebab kesembuhan juga, dengan ijin Allah I.
10. Memakan
minyak zaitun dan memakai minyaknya, berdasarkan sabda Nabi r:
كُلُوْا الزَّيْتَ وَادَّهِنُوْا
بِهِ, فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ
"Makanlah minyak zaitun dan
pakailah minyaknya, maka sesungguhnya ia berasal dari pohon yang penuh berkah."[8]
Demikian
pula jintan hitam dan minyaknya, dimakan darinya dan dioleskan dengan
minyaknya, berdasarkan sabda-Nya r:
فِى الْحَبَّةِ السَّوْدَاءِ شِفَاءٌ
مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلاَّ السَّام
"Dalam
habbah sauda (jintan hitam) terdapat kesembuhan dari segala penyakit kecuali
mati."[9]
Dan
jikalau dibacakan atas minyak zaitun dan minyak habbah sauda (jinten hitam),
dari ayat-ayat al-Qur`an, niscaya hal itu lebih utama, insya Allah I.
11. Minum
madu, sesungguhnya padanya terdapat obat bagi manusia, sebagaimana dikabarkan
oleh Allah I.
Jika dibacakan sebagian ayat al-Qur`an atasnya, tentu hal itu lebih utama,
supaya digabungkan dengan hal itu di antara keutamaan berobat dengan al-Qur`an
yang mulia dan disyari'atkan berobat dengan madu.
12. Berbekam
setiap kali dibutuhkan, hal itu berdasarkan sabda Nabi r:
الشِّفَاءُ فِى ثَلاَثَةٍ: فِى
شَرْطَةِ مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍ أَوْ كَيَّةِ بِنَارٍ, وَأَنَا أَنْهَى
أُمَّتِي عَنِ الْكَيِّ
"Pengobatan dalam tiga perkara:
pada torehan alat bekam, atau minuman madu, atau besi yang dipanaskan dengan
api, dan aku melarang umatku dari besi yang dipanaskan."[10]
13. Memakan
tujuh kurma 'ajwah di pagi hari, hal itu berdasarkan sabda Rasulullah r:
مَنْ تَصَبَّحَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعَ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ فِى
ذلِكَ الْيَوْمِ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ.
"Barangsiapa
yang sarapan pagi –setiap hari- dengan tujuh kurma 'ajwah, niscaya racun dan
sihir tidak bisa membahayakannya di hari itu."[11]
Ibnul
Qayyim rahimahullah menyebutkan sepuluh sebab untuk menolak kejahatan orang
yang dengki, penyakit 'ain dan tukang sihir dengan ijin Allah I:
1. Berlindung
kepada Allah I
dari kejahatan mereka, membentengi diri dan kembali kepada-Nya r.
2. Merealisasikan
ketaqwaan kepada Allah I
dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka
barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah I,
niscaya Allah I
menjaganya dan tidak menyerahkannya kepada yang lain sekejap matapun.
3. Menghiasi
diri dengan sifat sabar terhadap musuh yang dengki. Orang yang didengki tidak
bisa mendapatkan kemenangan terhadap yang dengki kepadanya kecuali dengan cara
menghadapinya dengan sifat sabar. Dan tipu daya yang jahat tidak bisa menimpa
kecuali kepada pelakunya.
4. Bertawakkal
kepada Allah I,
maka barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah I, maka Dia
mencukupkannya. Tawakkal ini adalah penyebab terkuat untuk menolak gangguan
manusia yang dia tidak mampu menahannya.
5. Mengosongkan
hati dari fikiran terhadap orang yang dengki, dan ia menghilangkannya dari
hatinya setiap saat terlintas dalam benaknya, maka ia tidak menoleh dan tidak
merasa takut kepadanya.
6. Menghadap
kepada Allah I
dan ikhlas kepada-Nya. Ini adalah benteng terkuat yang tidak ada rasa takut
bagi orang yang membentengi diri dengannya dan tidak tersia-sia orang yang
kembali kepada-Nya.
7. Memurnikan
taubat kepada Allah I
dari segala dosa. Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah kecuali karena dosa,
dia mengetahui atau tidak mengetahuinya.
8. Bersedekah
dan berbuat baik sedapat mungkin. Sesungguhnya hal itu mempunyai pengaruh yang
mengagumkan dalam menolak bala, penyakit 'ain, dan kejahatan orang yang dengki.
Disebutkan dalam atsar: 'Obatilah orang yang sakit darimu dengan sedekah.'[12]
9. Memadamkan
api kedengkian orang yang dengki, yang berbuat zalim, dan yang menyakiti dengan
berbuat baik kepadanya. Berbuat baik kepada manusia mewariskan rasa cinta,
meringankan tekanan permusuhan atau menghilangkannya, sebagaimana firman Allah I:
وَلاَتَسْتَوِي
الْحَسَنَةُ وَلاَالسَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي
بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
Dan
tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang
lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. Fushshilat:34)
10. Memurnikan
tauhid kepada Allah I.
Karena sesungguhnya tauhid adalah benteng Allah I yang paling
besar. Maka barangsiapa yang memasukinya, niscaya ia berada di tempat yang
aman. Demikian pula bertafakkur dalam segala sebab kepada yang menciptakan
sebab Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan meyakini bahwa segala sesuatu
tidak bisa memberi mudharat atau manfaat kecuali dengan ijin-Nya.
Petunjuk-petunjuk
umum yang harus dijaga saat melaksanakan ruqyah:
1. Raqi
(yang meruqyah) dan marqi (yang diruqyah) dalam keadaan suci dari hadats
kecil dan hadats besar.
2. Raqi
menghadap qiblat.
3. Raqi
dan marqi mentadabburkan nash-nash ruqyah saat membaca. Janganlah raqi
membaca tanpa tadabbur terhadap maknanya dan tidaklah marqi mendengarnya
kecuali berusaha melakukan hal sama, dan keduanya menggantungkan hati kepada
keagungan qudrat Allah I
dan meminta pertolongan kepada-Nya.
4. Meludah
saat membaca dan sesudahnya, dan tidak mengapa meninggalkannya.
5. Sangat
baik meletakkan tangan kanan –saat membaca- di atas ubun-ubun atau di tempat
yang sakit, jika hal itu memungkinkan, serta diperhatikan tidak bolehnya
menyentuh wanita yang bukan muhrim.
6. Demikian
pula dianggap baik, sekali-kali membaca dengan suara sedang di telinga kanan
atau kiri orang yang sakit saat meruqyah.
7. Apabila
engkau memperhatikan adanya pengaruh ayat yang dibaca terhadap yang sakit, maka
tidak mengapa mengulanginya tiga kali, atau lima kali, atau tujuh kali menurut
kebutuhan.
8. Raqi
berniat memberikan manfaat kepada saudaranya dengan ruqyahnya, ingin supaya
Allah I
menyembuhkannya dan meringankan kesusahan darinya. Bahkan jika raqi meyakini adanya jin
yang menyusup, ia berusaha mengajaknya bertaqwa dan istiqamah. Ini adalah
tuntutan yang sangat penting. Hendaklah raqi memperhatikannya, karena
risalah seorang muslim yang mendasar adalah berdakwah kepada Allah I,
berdasarkan firman Allah I:
قُلْ هَذِهِ
سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي
Katakanlah:"Inilah
jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan hujjah yang nyata, Maha ". (QS. Yusuf:108)
Maka seorang muslim adalah juru dakwah
dalam kedudukan pertama. Karena inilah, yang paling utama adalah agar dia
memulai ruqyahnya, sedangkan di dalam dadanya membawa dua misi, yaitu mengobati
dan memberi petunjuk. Maka tidak seharusnya ia berusaha menyakiti jin sejak
pertama kali, kecuali apabila ia membangkang terhadap jalan-jalan petunjuk.
9. Menjaga
lafazh ruqyah yang sesuai saat membaca, seperti arqi nafsi (aku meruqyah
diriku), arqika (aku meruqyah engkau, untuk satu orang laki-laki), arqiki
(aku meruqyah engkau, untuk satu orang perempuan), arqikum (aku meruqyah
kamu, untuk beberapa orang), dan hal itu menurut kondisinya.
10. Terkadang
ruqyah bisa berlangsung selama satu minggu, bisa kurang dari itu atau lebih.
Dan hal itu menurut kondisi yang sakit dan kadar kesembuhannya, sampai ia
sembuh dengan ijin Allah I.
11. Raqi
bisa meringkas ruqyah dengan memilih ayat-ayat tertentu yang sesuai kondisi marqi.
12. Demikian
pula raqi bisa meringkas dalam ruqyah terhadap ayat-ayat al-Qur`an atau
dari Nabi r,
tetapi yang paling sempurna adalah menggabungkan di antara keduanya.
13. Juga,
raqi bisa membaca dengan suara keras atau pelan, dan suara keras lebih
utama, supaya marqi bisa mendengarnya, maka bertambahlah pengaruhnya
dengan ruqyah dan manfaatnya dengannya.
Demikianlah
beberapa hal yang terkait dengan ruqyah yang diterjemahkan dari pengantar kitab
kitab Irqi nafsakan wa ahlaka bi nafsika (lakukanlah ruqyah kepada diri
dan keluargamu dengan dirimu sendiri), karya Syaikh DR. Khalid bin Abdullah
al-Jarisi. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
[4] HR. ath-Thabrani
dalam al-Ausaath no. 6491. Hadits ini diperkuat oleh hadits Muslim yang
disebutkan sesudahnya.
Post a Comment