Hak Keempat HAK ANAK-ANAK



Hak Keempat
HAK ANAK-ANAK

Yang dimaksud anak adalah mencakup anak laki-laki dan wanita. Anak-anak memiliki banyak hak, yang terpenting adalah tarbiyah (pendidikan), yaitu menanamkan din (agama) dan akhlak dalam diri mereka sehingga mereka memiliki (pendidikan) agama  serta akhlak yang baik. Allah ta’ala berfirman:

"Wahai manusia, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka. Bahan bakarnya dari manusia dan batu." (At Tahrim: 6).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ))
"Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian bertanggung-jawab atas orang-orang yang dipimpinnya, seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan dia bertanggung jawab atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).              
Anak-anak adalah amanah di pundak kedua orang tuanya dan mereka berdua akan diminta pertanggung jawabannya pada hari kiamat akan anak-anak mereka.
Dengan memberi mereka pendidikan Islam dan akhlak mulia membuat kedua orang tuanya terbebas dari tanggung jawab tersebut dan anak-anaknya menjadi keturunan yang shaleh sehingga mereka menjadi buah hati kedua orang tuanya di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman:

"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dia kerjakan." (Ath Thur: 21).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ ))
"Jika seorang anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali yang tiga: Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak shaleh yang mendoakannya." (HR. Muslim).
Ini adalah termasuk buah dari pendidikan terhadap anak jika dia dididik dengan cara yang benar, dapat mendatangkan manfaat bagi orang tuanya bahkan hingga setelah kematiannya.
Sebagian orang tua ada yang menganggap remeh hak ini,  mereka melalaikan anak-anaknya dan melupakannya seakan-akan tidak ada tanggung jawab bagi mereka terhadap anak-anaknya, tidak ditanyakan kemana mereka pergi dan kapan mereka datang, siapa teman dan sahabatnya, mereka tidak diarahkan kepada kebaikan dan tidak dilarang dari perbuatan buruk. 
Yang mengherankan adalah bahwa sebagian di antara mereka bersusah payah menjaga harta bendanya dan mengembangkannya, mengusahakannya hingga larut malam padahal maslahat dari upaya tersebut pada umumnya untuk orang lain. Sementara untuk anak-anaknya tidak mereka perhatikan sama sekali, padahal memperhatikan mereka lebih utama dan lebih bermanfaat di dunia dan akhirat.
Kedua orang tuanya juga berkewajiban atas sandang pangannya, seperti makanan dan minuman serta pakaian, mereka juga wajib memperhatikan kebutuhan ruhaninya  berupa ilmu dan iman dan mengenakan untuknya pakaian takwa, itulah yang terbaik.
Termasuk hak anak-anak adalah membiayai mereka untuk hal-hal yang baik tanpa berlebih-lebihan dan kekurangan karena itu termasuk kewajiban terhadap anak-anaknya dan sebagai tanda syukur kepada Allah ta’ala atas apa yang mereka terima berupa harta.
Seharusnya mereka tidak menahan hartanya dan bakhil memberikannya kepada anak-anaknya, padahal anak-anaknya tetap akan mengambilnya setelah kematiannya. Bahkan seandainya ada kepala keluarga yang bakhil mengeluarkan harta yang merupakan kewajibannya maka anaknya boleh mengambil harta orang tuanya sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana yang difatwakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hindun binti Utbah.
Termasuk hak anak-anak adalah tidak membedakan di antara mereka satu sama lain dalam pemberian, tidak boleh sebagian anaknya diberi sesuatu sementara yang lainnya diabaikan, hal tersebut merupakan kezaliman dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, karena  itu akan mengakibatkan mereka yang terabaikan menjauh dan menimbulkan permusuhan di antara yang diberi dan yang diabaikan bahkan bisa jadi permusuhan akan terjadi antara mereka yang tidak diberi dengan orang tuanya.
Sebagian orang mengistimewakan sebagian anaknya dibanding yang lainnya dengan perlakuan dan kasih sayang, maka orang tuanya mengkhususkannya dalam hal pemberian dengan alasan bahwa anaknya tersebut berbakti kepadanya melebihi yang lainnya. Hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk membedakan perlakuan terhadap mereka.  Baktinya anak melebihi yang lainnya tidak boleh diberi sesuatu sebagai imbalan atas baktinya tersebut karena balasan dari baktinya tersebut (adalah pahala) dari Allah ta’ala, di samping itu mengistimewakannya akan membuatnya takabbur dan menganggap dirinya lebih utama sementara yang lainnya akan menjauh dan semakin durhaka, kemudian kitapun tidak tahu, bisa jadi ada perubahan keadaan, anak yang tadinya berbakti berbalik menjadi anak durhaka sementara yang durhaka menjadi anak yang berbakti, karena hati seseorang berada di Tangan Allah, Dia membolak-balikkannya kapan saja sesuka-Nya.
Dalam Ash-Shahihain; shahih Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir, (diriwayatkan bahwa) bapaknya memberinya seorang budak, lalu dia memberitahukan hal tersebut kepada Nabi, maka bersabdalah Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Apakah semua anakmu engkau beri seperti ini?
Dia menjawab: “Tidak”,
Beliau bersabda: “kembalikan!
Dalam riwayat lain beliau bersabda: “Bertakwalah engkau dan berlaku adillah di antara anak-anakmu!
Pada lafaz yang lain (beliau bersabda): "Carilah saksi selain-ku, karena sesungguhnya aku tidak mau menjadi saksi dalam hal kezaliman!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan sikap yang melebihkan antara anak sebagai sesuatu yang aniaya, sedangkan perbuatan aniaya adalah kezaliman dan haram hukumnya.
Akan tetapi dapat saja orang tua memberi sebagian anaknya karena kebutuhannya dan sebagian lainnya tidak diberi karena bukan kebutuhannya. Seperti ada di antara mereka  yang membutuhkan alat-alat tulis, atau biaya pengobatan atau pernikahan, maka tidaklah mengapa mengkhususkan apa yang mereka perlukan, karena pengkhususan tersebut karena adanya kebutuhan seperti nafkah.
Dan ketika orang tua menunaikan kewajibannya terhadap anaknya berupa tarbiyah (pendidikan) dan nafkah, maka besar harapan baginya mendapatkan perlakuan yang baik dari anaknya dengan baktinya dan pemenuhan hak-haknya. Sementara ketika orang tua mengabaikan kewajibannya maka sangat mungkin mengakibatkan anak-anaknya tidak megakui hak-haknya dan mendapatkan perlakuan yang setimpal, siapa yang menabur angin dialah yang menuai badai.

Tidak ada komentar