Lanjutan 30 Langkah Mendidik Anak
LANGKAH 3
MENGAJARI MEREKA
PERKARA-PERKARA SYARIAT
YANG MESTI DIKETAHUI
Anak wajib diajarkan sejak
dini perkara-perkara syariat yang harus diketahuinya, seperti shalat, puasa dan
yang sepertinya. Hal itu agar mereka tumbuh dengan pertumbuhan yang saleh,
seperti ungkapan:
“Belajar di waktu kecil seperti
mengukir di atas batu”.
Contoh praktis:
Rasulullah -shalallahu
alaihi wasallam- bersabda:
((مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم أبناء عشر وفرِّقوا بينهم في
المضاجع))
“Perintahkan anak-anak
kalian shalat pada umur tujuh tahun, dan pukullah mereka karenanya jika berumur
sepuluh tahun. Pisahkan juga tempat tidur mereka.”[1]
* * *
LANGKAH 4
UKIR ANAKMU DENGAN ILMU
Belajar Sejak Kecil
Anak-anak pada fase pertama
memiliki karakteristik ingatan yang kuat. Sudah semestinya kita arahkan untuk
menuntut ilmu dan mengajari mereka perkara-perkara agama. Seperti menghafal
al-Quran al-Karim dan sunah nabi yang suci serta menanamkan aqidah yang benar.
Umat ini amat butuh kepada
ulama yang kuat dan dai-dai yang berpandangan luas dengan al-Quran dan sunah.
Hal ini tidak akan terwujud selain dengan menuntut ilmu sedini mungkin. Jangan
katakan hal ini sulit atau mustahil.
Ibnu Muflih berkata[2]:
"Ilmu yang didapat sejak kecil lebih kuat.
Sudah seharusnya memperhatikan pelajar muda, terlebih lagi mereka yang memiliki
kecerdasan, penalaran dan semangat menuntut ilmu. Janganlah menjadikan usia
dini, kefakiran dan kelemahan mereka sebagai penghalang dalam memperhatikan dan
fokus pada mereka."
* * *
Contoh Praktis Dan Kisah-Kisah
Pentingnya Menuntut Ilmu Sejak Dini Dalam Membangun Kepribadian
1.
Ibnu Abbas berkata:
“Ketika Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-
wafat, aku berkata kepada seorang anak lelaki Anshar:
“Ayolah kita bertanya (menuntut hadits) kepada
para sahabat Nabi -shalallahu alaihi wasallam-, sekarang ini jumlah
mereka masih banyak.”
Anak laki-laki itu menjawab:
“Engkau ini aneh, wahai Ibnu Abbas, apakah
engkau merasa bahwa orang-orang akan membutuhkanmu?! Bukankah para sahabat Nabi
-shalallahu alaihi wasallam- masih cukup banyak seperti yang engkau
tahu!”
Aku pun meninggalkan anak itu dan mulai menanyai
para sahabat. Jika merasa akan mendapatkan Hadits dari seseorang, aku akan
mendatanginya dan membentangkan selendangku di depan pintu rumahnya, walau
angin bertiup dan debu-debu beterbangan mengenaiku. Manakala orang itu keluar
dan melihatku dia berkata:
“Wahai sepupu Rasulullah, mengapa tidak engkau
utus saja seseorang kepadaku dan aku akan mendatangimu?!”
“Aku lebih berhak mendatangimu untuk
menanyaimu...” Jawabku.
Sementara anak lelaki itu masih tetap pada
keadaannya. Manakala dia melihatku dalam keadaan orang-orang telah berkerumun
belajar kepadaku dia berkata:
“Anak muda ini lebih berakal dariku.”[3]
* * *
Ma'mar berkata:
"Aku mendengar dari Qotadah, ketika itu
usiaku 14 tahun:
"Tidak ada sesuatu yang aku dengar pada
seusia ini melainkan seperti terpatri dalam dadaku.”[4]
Ummu Darda berkata:
"Pelajarilah ilmu dari kecil, ketika besar
engkau akan mengamalkannya. Sesungguhnya apa yang dipetik adalah apa yang dulu
ditanam.”[5]
LANGKAH 5
PRAKTEK KETELADAN
Ia merupakan salah satu
tahapan penting, paling banyak manfaatnya dan lebih tertanam di dalam jiwa
anak. Karena suka meniru termasuk karakteristik fase pertama. Kita dapat
melihat anak meniru ibunya yang sedang shalat. Ikut rukuk ketika ibunya rukuk
dan ikut sujud ketika ibunya sujud. Serta hal-hal lain yang dapat kita saksikan
siang dan malam.
Sudah seharusnya kita
mengarahkan peniruan itu dan memanfaatkannya dengan apa-apa yang dapat
menghidupkan jiwa mereka agar senang mengamalkan agama ini. Dengan cara:
1.
Menceritakan kisah-kisah
sahabat nabi, orang-orang saleh dan ulama.
2.
Senantiasa menyertakan anak
pada setiap momen kebaikan agar dia menirunya , seperti pergi ke masjid dll.
3.
Memperdengarkan kepadanya
kaset-kaset Islami yang bermanfaat dan sesuai dengan usianya.
4.
Melakukan sebagian ibadah di
hadapannya, seperti shalat dan sedekah.
* * *
Kisah Yang Menunjukkan
Pentingnya Keteladanan Ilmiah Dalam Membangun Kepribadian Anak
Pada penjelasan kesalehan ayah
dan ibu terdahulu telah disampaikan contoh-contoh pentingnya keteladanan dalam
membangun kepribadian.
Berikut contoh dari praktek
keteladanan yang lain:
1.
Kuraib, mantan budak Ibnu
Abbas menceritakan bahwa Ibnu Abbas -radiallahu'anhuma- mengabarkannya
bahwa dia bermalam di rumah bibinya, Maimunah, istri Nabi -shalallahu alaihi
wasallam-:
“Aku berbaring pada bagian lebar tikar,
sementara Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- berserta istrinya
berbaring memenuhi panjang tikar hingga beliau -shalallahu alaihi wasallam-
tertidur. Pada pertengahan malam, sebelum atau setelahnya sedikit beliau -shalallahu
alaihi wasallam- bangun, mengusap wajahnya dari bekas tidur lalu membaca
sepuluh ayat dari penutup surat Ali Imran. Setelah itu beliau beranjak menuju
bejana yang tergantung dan berwudhu darinya dengan sebaik-baik wudhu, lalu
melaksanakan shalat."
Ibnu Abbas melanjutkan:
“Aku pun ikut bangun dan melakukan apa yang
dilakukan Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-, kemudian berdiri di
sampingnya (turut shalat). Namun kemudian Nabi meletakkan tangan kanannya di
kepalaku dan memutarkanku (ke sebelah kanannya) dengan memegang telinga
kananku. Kemudian shalat 2 rakaat, 2 rakaat, 2 rakaat, 2 rakaat, 2 rakaat, 2
rakaat, lalu shalat witir. Setelah itu beliau berbaring hingga datang muazin.
Setelah muazin datang beliau shalat 2 rakaat ringan baru kemudian keluar
melakukan shalat subuh.[6]
* * *
2.
Aisyah, Umul mukminin -radiallahu'anha-
berkata:
“Aku tidak melihat seorang pun yang lebih mirip
ucapan dan perkataannya dengan Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-
dari pada Fatimah.”
Kisah-kisah di atas menjadi
saksi yang menuturkan kepada kita bahwa anak begitu terpengaruh dengan orang
tua dan menirunya. [7]
Contoh Praktis Pentingnya
Praktek Keteladanan Dalam Membangun Kepribadian Anak
Sedekah
Jika engkau melihat orang
miskin dan anakmu bersamamu, berilah dia uang. Kemudian minta dia menyedekahkan
uang tersebut kepada orang miskin yang dilihatnya. Ucapkan terima kasih dan
pujilah dia di depan saudara-saudaranya setelah itu. Dengan demikian perbuatan
baik tersebut akan tertanam dalam dirinya. Praktek seperti ini akan menciptakan
generasi yang cinta bersedekah dan memberi pertolongan kepada yang membutuhkan
dan lemah.
* * *
[6]
Al-Bukhari kitab: Tafsir
(rabbana inna sami’na munadi yunadi lil iman) no. 4572. fathul Bâri kitab:
Tafsir VIII/300.
Post a Comment