Kemuliaan dan Keutamaan Puasa Ramadhan
Kemuliaan dan Keutamaan Puasa Ramadhan
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ
Tiada kata yang paling indah untuk diucapkan selain memanjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT karena berkah dan rahmat-Nya sehingga pada kesempatan ini, tahun ini, kita masih diberikan kekuatan, napas serta kesehatan sehingga kita masih dipertemukan oleh bulan Ramadhan. Marilah kita sambut Ramadhan dengan perasaan riang gembira serta mengucapkan “Marhaban ya Ramadhan” sambutan yang berarti penuh kegembiraan, lapang dada, suka cita dan tidak ada batasan pada tamu yang sangat dinantikan oleh seluruh umat islam seluruh dunia.
Jamaah yang dirahmati oleh Allah SWT
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, dimana seribu bulan lain tiada cukup dijadikan sandingannya. Bulan yang di dalamnya dilipatgandakan pahala tentu kaum muslimin tidak ingin rugi dalam meraup "keuntungan" dalam bentuk amal yang berlipat ganda.
Dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan tentunya dibutuhkan persiapan tekad dan kesehatan yang kuat agar ibadah yang kita lakukan bisa penuh selama bulan Ramadhan. Mengapa semua itu perlu? Karena pada bulan Ramadhan manusia dilatih untuk melawan hawa dan nafsu dimana pada bulan-bulan lainya manusia dapat dengan bebas melakukannya selain itu, kesehatan juga sangat dibutuhkan untuk tetap dapat menghidupkan amalan baik di bulan Ramadhan seperti Puasa, Sholat dan Tadarus yang tiada lain ditujukan kecuali kepada Allah SWT.
Apa makna Puasa bagi kaum Muslimin?
Puasa adalah salah satu kewajiban bagi setiap muslimin dan juga merupakan rukun islam yang keempat. Dalam Al-Qur'a, Kata Shiyam (As-Shiyam) merujuk pada puasa menurut syariat. Etimologi dari kata ini terbentuk dari kata Sha-wa-ma yang berarti "berhenti", "menahan", atau "tidak bergerak". Menurut ulama, arti kata ini berarti manusia diperintahkan untuk menahan diri dari beberapa aktivitas yang dibolehkan pada bulan-bulan lain. Shaum (berpuasa) kemudian dibatasi melalui contoh yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW karena hukum asal mula ibadah adalah Haram kecuali yang telah ditunjukkan. Puasa yang dimaksud adalah menahan hawa dan nafsu baik itu makan, minum mengeluarkan mani atau mazzi secara sengaja mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Al-qur’an menggunakan kata shiyam dalam arti puasa menurut hukum syariat. Secara bahasa, kata shiyam yang berakar dari huruf-huruf sha-wa-ma berarti “menahan” dan “berhenti” atau “tidak bergerak”. Manusia yang berupaya menahan diri dari suatu aktifitas – apapun aktifitas itu – dinamai shaim (berpuasa). pengertian kebahasaan ini dipersempit maknanya oleh hukum syariat, sehingga puasa (shiyam) hanya digunakan untuk “menahan diri dari makan, minum dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari” dan niatnya karena Allah SWT dan telah diberikan petunjuk melalui Rasulullah SWT.
Hal ini saya anggap perlu ditekankan, karena tidak semua orang melakukan puasa karena Allah SWT. Beberapa orang menuntut ilmu dengan cara berpuasa padahal tidak pernah ada petunjuk sebelumnya dari Rasulullah SAW baik berupa perbuatan dan juga perintah. Sungguh perbuatan tersebut adalah perbuatan yang sia-sia dan jika salah niat akan bergeser ke Syirik. Nauzu Billah Min Dzallik.
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Namun ada beberapa hal yang kadang terlewatkan oleh kaum muslimin dalam menjalankan ibadah puasa, yakni pemahaman mengenai puasa yang dibatasi hanya sebatas menahan lapar, haus dan nafsu padahal penjelasan mengenai puasa juga harus menahan hal-hal yang lain seperti amarah dan bicara. Seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Maryam ayat 26. Selain itu menurut para ulama, Puasa memiliki tujuan untuk melatih jiwa manusia tidak untuk dapat berbuat dan berlaku lebih baik dan yang paling utama adalh melatih Jiwa manusia untuk bersabar dan latihan ini hanya bisa dilakukan oleh diri sendiri dan untuk diri sendiri pula, sehingga jikalau seorang muslim tidak berpuasa yang rugi adalah dirinya sendiri seperti dalam sebuah hadis Qudsi yang menyatakan bahwa: Al-Shaumu liy wa Ana Ajziy yang aritnya Puasa untuk-Ku, dan Aku yang memberi ganjaran (HR. al-bukhari) dipersamakan oleh banyak ulama dengan firman Allah SWT dalam QS. az-Zumar 39:10
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
Yang artinya:
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
Orang sabar yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang yang berpuasa. dan kata puasa tidak merujuk hanya puasa pada bulan Ramadhan tapi juga puasa lain seperti puasa Kaffarat dan Puasa Sunnah
Jamaah yang berbahagia …
Perintah puasa pada bulan Ramadhan tidak hanya dijelaskan melalui hadis tapi sangat jelas di terankan dalam Al-Qur'an bahwa puasa adalah kewajiban bagi setiap muslimin dan muslimah. Perintah tertera pada QS. Al-Baqarah 183-185 dan 187
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ
خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Yang Artinya:
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan tanda-tandan-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.
Jamaah yang dirahmati Allah SWT
Pada ayat di atas sangat jelas menunjukkan perintah puasa bagi raong yang menyatakan diri beriman kepada Allah SWT. Seruan yang menyatakan Bahwa "Wahai orang-orang yang beriman...." dimaksudkan bahwa orang-orang mencakup keseluruhan umat islam untuk melaksanakan perintah. Tidak sebatas seruan untuk berpuasa, dalam ayat tersebut juga dijelaskan mengenai manfaat yang didapatkan pada saat berpuasa adalah taqwa. Sehingga pada saat menjalankan ibadah puasa tidak boleh ada niat lain sama sekali bahkan niat untuk menjaga bentuk tubuh atau kesehatan juga salah. Adapun manfaat itu adalah hadiah dari Allah SWT oleh karena luruskanlah niat dalam menjalankan ibadah puasa.
Dalam perintah berpuasa, Allah SWT memberikan keringanan bagi manusia untuk menjalankan karena sesungguhnya Allah SWT maha mengetahui kemampuan hambanya. Batasan dalam puasa wajib yakni ditentukan pada hari-hari tertentu yakni bulan hanya pada bulan Ramadhan untuk puasa wajib dan puasa sunnah yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SWT. Selain dari segi waktu batasan lain karena keterbatasan manusia seperti sakit, hamil atau sudah tua sehingga tubuh tidak sanggup lagi untuk menanggung puasa maka Allah memberikan keringanan yakni menggantinya di hari lain atau membayar fidyah yakni memberi makan kaum fakir dan miskin. Sungguh maha pemurah Allah SWT, bahkan dalam beribadah-pun masih memberikan keringanan kepada hambanya.
Puasa itu dilaksanakan pada saat fajar terbit sampai tenggelamnya matahari. Dalam menentukan waktu yang pasti dalam menjalankan puasa, tentunya tidak semua umat muslim memiliki kemampuan untuk hal ini, namun sekali lagi Islam memberikan kemudahan yakni mempercayakan kepada para pemimpin. pemimpin mempercayakan kepada ahli Falaq untuk menentukan jadwal puasa yang tepat.
Namun sebagai penjelasan awam, "Hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam" adalah kondisi di mana ketika melihat ke langit pada saat tidak cahaya lampu sama sekali mata kita tidak bisa membedakan antara kedua bendang tersebut dan jika mata kita sudah dapat membedakannya maka saat itulah puasa dimulai, tentunya ini berlaku untuk mata normal. Tapi pada kenytaannya sangat sulit untuk menentukan mengingat banyaknya gangguan cahaya buatan yang diciptakan oleh manusia sehingga ilmu falaq modern dapat dijadikan dasar dalam menentukan jadwal Puasa. Subhanallah.
Jamaah yang berbahagia.
Al-qur’an dengan jelas menyatakan bahwa tujuan dari puasa adalah ketaqwaan, la’allakum tattaqun. Sehingga menahan diri dari lapar bukanlah tujuan utama puasa, banyaknya orang yang beranggapan berpuasa hanya sebatas menahan kedua hal ini sudah diketahui oleh Rasulullah sejak zaman dulu dan memberikan peringatan melalui hadis “Banyak diatara orang yang berpuasa tidak memperoleh sesuatu dari puasanya, kecuali rasa lapar dan dahaga”.
Taqwa, secara bahasa berarti menghindar, mejauhi, menjaga diri. Kalimat perintah ittaqullah, secara harfiah berarti hindarilah, jauhilah atau jagalah dirimu dari Allah SWT. Jika katalimat ini dartikan secara langsung, maka hal ini adalah mustahil untuk dilakukan namun maknya yang diterankan oleh para ulama berarti perintah Taqwa yang diturunkan ditujukan untuk menjaga diri dari siksaan Allah SWT.
Jamaah yang dimuliakan oelh Allah SWT
Dengan demikian, puasa dibutuhkan oleh seluruh kaum beriman, tanpa terkecuali yakni pengendalian diri. Hal ini mengisyaratkan bahwa dengan berpuasa, manusia berupaya dalam tahap awal dan minimal meneladani sifat-sifat Allah. nabi bersabda: “Takhallaqu bi akhlaq Allah” Teladanilah sifat-sifat Allah. Manusia mempunyai kebutuhan beraneka ragam, dan yang terpenting adalah kebutuhan fa’ali, yaiut makan, minum, dan hubungan suami-istri. ketiga kebutuhan itu tidak dibutuhkan oleh Allah SWT. Seluruh orang yang beriman baik mereka yang mampu maupun yang tidak mampu berpuasa karena Allah SWT telah memberikan pedoman bagi mereka yang tidak mampu.
Semoga Ibadah puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan ramadhan ini nantinya dapat melahirkan nilai-nilai ketaqwaan, nilai-nilai persaudaraan, kebaran dan kejujuran. Wa Allah A’lam bi al-Shawab.
Post a Comment