Melestarikan Nilai Ramadhan Dengan Memakmurkan Masjid
Melestarikan Nilai Ramadhan Dengan Memakmurkan Masjid
Allahu Akbar 3x Walillahil Hamd
Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Shalat Iedul Fitri rahimakumullah
Ma’asyiral Muslimin, Jamaah Shalat Iedul Fitri rahimakumullah
Pertama-tama, marilah kita memulai pagi yang cerah ini dengan mengungkapkan syukur kita kepada Allah SWT. Setiap hari anugerah dan nikmat-Nya turun kepada kita, meskipun setiap hari kita tak pernah absen melakukan dosa dan kesalahan kepada-Nya. Setiap saat limpahan rezeki-Nya dikucurkan pada kita sehingga tercukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan kita, meskipun pada saat yang sama kita terasa berat untuk beramal dan berinfaq di jalan-Nya. Setiap waktu, belaian kasih sayang-Nya, rahman dan rahim-Nya senantiasa kita rasakan, meskipun kita sering melalaikan perintah-perintah-Nya.
Allahu Akbar walillahil hamd.
Shalawat dan salam kita haturkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw yang telah membimbing kita menuju risalah Allah, yakni dienul Islam. Beliau tidak hanya menyampaikan ajaran tetapi juga memberikan ketauladanan paripurna pada kita: bagaimana menjadi hamba Allah yang taat, bagaimana menjadi suami dan kepala keluarga yang bertanggungjawab, bagaimana menjadi pejabat publik yang amanah, bagaimana menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana.
”Laqad kaana lakum fii rasulillahi uswatun khasanah"
Sungguh dalam diri Rasulullah terdapat keteladanan yang baik).
Saat kita menghadapi krisis keteladanan, saat kita kehilangan pemimpin yang layak dicontoh, saat kita tidak menemukan tokoh idola yang bisa dijadikan model, nilai-nilai keteladanan Rasululullah saw 15 abad silam sangat relevan kita hadirkan di era kontemporer dewasa ini.
Allahu Akbar 3 X, Walillahi al hamd
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah
Hari ini kita merayakan Iedul Fithri 1428 H. Kita berkumpul di tempat yang mulia ini, untuk bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, bersujud di altar kekuasaan-Nya, serta berulangkali membesarkan Asma-Nya dengan gema takbir yang membahana.
Allahu Akbar 3x Walillahilhamd.
Berakhirnya bulan Ramadhan kemarin sore memunculkan dua perasaan sekaligus, yakni sedih dan gembira. Kita sedih karena Ramadhan terasa begitu cepat berlalu, padahal belum banyak rasanya amal shalih yang kita lakukan, belum banyak shadaqah yang kita berikan, belum banyak ayat-ayat Qur’an yang kita lantunkan, dan belum banyak sujud yang kita kerjakan. Padahal, tahun depan belum tentu kita bias berjumpa kembali dengan Ramadhan yang mulia ini. Siapa yang bisa memberikan jaminan, bahwa Ramadhan dan Idul Fitri tahun depan Malaikat maut tidak datang menjemput kita ? Siapa yang bisa memberikan kepastian bahwa ajal kita tak kan tiba mendahului Ramadhan dan Idul Fitri tahun depan ?
Marilah kita melihat ke kiri dan ke kanan kita. Marilah kita periksa orang-orang yang kita cintai: ayah-bunda, saudara, istri, suami, tetangga, sahabat, dan handai taulan. Adakah di antara mereka yang tak lagi berada di tengah-tengah kita? Adakah di antara mereka yang sudah meninggalkan kita kembali kepada Yang Maha Suci? Ke manakah ayah atau Ibu yang tahun lalu menyambut uluran tangan kita dengan tetesan air mata kasih sayang? Ke mana kakak atau adik kita yang pada Lebaran lalu masih berbagi bahagia bersama kita? Ke manakah tetangga atau sahabat dekat yang dulu pernah memeluk kita dan mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri? Ya Allah, mereka telah kembali kepada-Mu. Mereka telah "mudik" ke kampung halaman yang abadi memenuhi panggilan Ilahi Rabbi. Kita tidak tahu, apakah Ramadhan dan Idul Fitri kali ini merupakan Ramadhan dan Idul Fitri kita yang terakhir.
“Kullu nafsin dzaa iqatul maut”,
"Setiap yang berjiwa pasti akan menghadapi kematian.”
Itu semua kita mafhum. Yang jadi persoalan adalah, apakah kita telah siapkan pundi-pundi amal yang akan menjadi bekal saat kita mudik ke akhirat, kampung halaman kita yang abadi? Andaikan, setelah Idul Fitri ini, Malaikat maut datang menjemput, sudah cukupkah perbekalan kita yang kelak akan menyelamatkan kita dari semua prosedur pemeriksaan di akhirat yang pasti kita lewati? Bagaimana dengan shalat kita, bagaimana dengan tahajud kita, bagaimana dengan puasa kita, bagaimana dengan amal sholeh kita, bagaimana dengan bakti kita pada orang tua, bagaimana menutup aurat kita, bagaimana kontribusi kita pada dakwah dan syiar agama Allah ? Hari ini, di Idul Fitri ini, saatnya kita melakukan instropeksi, koreksi diri dengan hati yang tulus dan jujur, untuk bersama-sama memperbaiki diri guna meraih ridha Ilahi Rabbi.
Allahu Akbar 3 X walillahi alhamd
Di sisi lain, berakhirnya Ramadhan membawa kegembiraan kita tersendiri. Di pagi hari ini, di Idul Fitri ini, kita diwisuda atas kelulusan kita menempuh ujian wajib selama satu bulan untuk menahan diri dari segala hal yang membatalkan dan mengurangi makna puasa. Saatnya kita meraih kemenangan, saatnya kita menggapai ampunan-Nya. Allah berjanji, sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad saw,:
“Barang siapa yang menegakkan puasa karena iman dan penuh keikhlasan, maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu.“
Inilah saatnya kita kembali pada fitrah kita, kembali pada kesucian kita. Kita dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci dan cenderung pada kebenaran yang hakiki. Akan tetapi, setelah kita menginjak dewasa, pergaulan kita semakin luas, kebutuhan hidup kita semakin banyak, angan-angan kita semakin menerawang, jiwa yang suci tadi terkontaminasi dengan virus-virus kemaksiyatan, dengan debu-debu dosa kepada Allah. Semua anggota tubuh kita memberikan kontribusi dalam berbuat dosa. Lisan kita, berapa banyak orang yang telah tersakiti oleh lidah kita ? Mata kita, berapa banyak pendangan haram yang telah dilakukan oleh mata kita? Hati kita, berapa banyak penyakit hati telah bersemayam dalam hati kita, seperti iri, dengki, buruk sangka, sombong, dsb? Tangan kita, berapa banyak dosa yang telah dilakukan akibat tangan kita.
Ramadhan hadir sebagai sarana untuk melakukan tazkiyatun nafs, pensucian jiwa. Lisan, mata, telinga, hati dan pikiran kita dibersihkan, dikarantina selama Ramadhan melalui puasa dan berbagai latihan pengendallian diri selama sebulan. “Qad aflakha man zakkaha wa qad kho baman dassaha” (Beruntunglah orang-orang yang mensucikan diri dan rugilan orang-orang yang mengotori dirinya). Ibadah Ramadhan yang kita jalankan sebulan penuh, adalah sarana untuk menemukan kembali jalan menuju fitrah.
Allahu Akbar 3 X walillahi alhamd
Ma’asyiral muslimin, Jamaah Idul Fitri yang berbahagia
Dr. Yusuf al-Qardhawy, ulama Timur Tengah yang disegani dunia Islam dan pernah beberapa kali berkunjung ke Indonesia, menyebut Ramadhan sebagai madrasah mutamaiyyizah atau lembaga pendidikan istimewa bagi orang beriman. Bagi orang beriman, Ramadhan merupakan training center atau kawah candradimuka, tempat penggemblengan jiwa agar menjadi pribadi yang paripurna. Selama satu bulan, kita dilatih untuk melakukan tazkiyatun nafs, pensucian jiwa melalui tarbiyah dengan nilai-nilai Ramadhan yang diharapkan dapat kita jadikan bekal untuk memasuki 11 bulan yang akan datang. Otak kita dibersihkan, emosi kita dicerdaskan, spiritual kita dicerahkan, dan religiusitas kita dimantapkan. Hal itu tidak lain untuk mengantarkan kita sebagai insan muttaqin (manusia bertaqwa), sebagaimana dinyatakan Allah dalam Qs Al Baqarah: 183 yang sudah sangat popular setiap bulan Ramadhan.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi taqwa.”
Dalam agama kita, taqwa adalah ultimate goal seluruh rangkaian peribadatan: perintah shalat, ujungnya adalah taqwa, perintah zakat ujungnya adalah taqwa, perintah puasa ujungnya adalah taqwa, perintah haji ujungnya adalah taqwa. Taqwalah yang menentukan posisioning kita di hadapan Allah Yang Maha Agung, bukan harta kita—seberapa banyak pun harta yang kita miliki, bukan gelar akademik kita, seberapa hebat dan panjang pun gelar kita, bukan jabatan kita, seberapa tinggi pun kedudukan kita, bukan pula afiliasi kepartaian kita, apapun partai yang kita anut.
“Inna aqramakum ‘indallahi atqaa kum”
Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang bertaqwa” (QS Al Hujurat: 13).
Begitu pentingnya taqwa, sampai Nabi berwasiat agar kita menjaga ketaqwaan, di manapun kita berada
“Ittaqullah, khaitsumma kunta”
"Bertaqwalah kepada Allah, di manapun kalian berada).”
Jamaah Idul Fitri rakhimakumullah
Bulan Ramadhan merupakan musim ketaatan atau maushimut-thoah. Setiap tahun di bulan Ramadhan umat Islam di seantero dunia mengalami transformasi penampilan. Yang biasanya di luar bulan Ramadhan jarang sholat ke masjid, tiba-tiba mendapati dirinya mengayunkan langkah kaki dengan ringannya ke masjid, musholla atau surau. Itulah sebabnya kita temui masjid lebih semarak di bulan suci tersebut. Yang biasanya di luar bulan Ramadhan terasa berat untuk ber-infaq atau mengeluarkan sedekah, tiba-tiba mendapati diri menjadi dermawan dengan merogoh kantong atau membuka dompet membagi sebagian rizqi kepada fihak lain yang membutuhkan.
Muslimah yang biasanya di luar bulan Ramadhan tidak pernah peduli menutup aurat tubuhnya, seketika dengan semangat menampilkan dirinya ber-jilbab tiap kali berjumpa dengan lelaki yang bukan muhrimnya di bulan penuh rahmat tersebut.
Allahu Akbar 3X walillahil hamd
Bulan ramadhan boleh berlalu, tetapi satu hal tidak boleh meninggalkan kita dan harus tetap bersama kita, yaitu spirit dan moralitas shiyamu ramadhan. Inilah yang harus mangisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita, sebagai pribadi, keluarga, warga masyarakat, ummat dan bangsa. Prestasi yang kita capai dengan ‘ibadat ramadhan hendaklah kita jadikan modal untuk meraih “shiyamuddahri” , yakni nilai, pahala serta kebaikan puasa sepanjang masa. Agar hidup kita tidak pernah lepas dari keberkahan, dari maghfirah dan rahmat Allah SWT.
Dalam rangka meraih nilai shiyauddahri itu maka Rasulullah saw menganjurkan ummatnya untuk melanjutkan shiyamu ramadhan dengan puasa sepekan di bulan syawal. Sebagaimana sabda beliau:
من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال فكأنما صام الدهر كله
“Barang siapa menunaikan shiyamu ramadhan dan diikuti puasa enam hari pada bulan syawal, maka nilainya seperti puasa sepanjang masa” (HR Muslim)
Kecuali melanjutkan ramadhan dengan puasa syawal, adalah penting meneruskan jiwa serta moralitas shiyamu ramadhan itu sendiri. Spirit shiyam dan qiyamu ramadhan adalah “imanan wahtisaban”, yaitu al tashdiq wal inqiyad, membenarkan segala yang datang dari Allah baik perintah maupun larangan dan mematuhinya; dengan semata-mata mengharap ridha Allah. Ketika Allah ridha, maka rahmatNya yang tak terhingga akan dicurahkan, kendatipun kita tersalah maka ampunanNya yang tak terbatas akan menutupinya” ghufira lahu ma taqaddama min dzanbih” diampuni semua dosanya yang telah lalu.
Ramadhan telah meng-upgrade pribadi muslim menjadi pribadi mu’min, dari keislaman yang bersifat status atau pengakuan menjadi keislaman komitmen dan kepatuhan. Dengan menghadirkan serta meneguhkan basis iman, setiap muslim mampu menjaga diri dari pelbagai kema’siatan.
Allahu Akbar 3X walillahilhamd
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Adapun akhlaqiyah atau nilai-nilai moralitas Ramadhan yang penting untuk tetap dipertahankan pasca ramadhan adalah sbb:
1. Suasana Religius
Suasana yang bernuansa agama selama Ramadhan sangat terasa, baik di rumah kita, di lingkungan kita, di masjid kita dan bahkanm di televise kita. Cobalah lihat, masjid, mushola dan surau jamaahnya penuh saat Ramadhan. Kita yang sebelum ramadhan jarang berjamaah shalat di masjid, saat Ramadhan ringan betul melangkahkan kaki bersama anak-anak ke masjid. Karena itu, meski Ramadhan telah berlalu, mari tetap kita hidupkan masjid-masjid kita dengan melestarikan shalat berjamaah di masjid.
2. Kemampuan mengendalikan diri
Esensi dari puasa (ash-shiyam) adalah al-imsak, yang artinya mengendalikan diri. Kemampuan pengendalian diri ini merupakan kunci sentral terwujudnay tatanan yang baik dalam masyarakat. Sebaliknya, kegagalan mengendalikan diri dari godaan nafsu syaitan, akan meninimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan. Seorang penguasa yang gagal mengendalikan dirinya, akan menyalahgunakan kekuasaannya. Tidak heran KKN, masih marak di negeri yang mayoritas muslim ini. seorang pebisnis yang gagal mengendalikan diri akan melakukan berbagai cara pintas untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, meskipun merugikan orang lain dan melanggar nilai-nilai agama. Seorang remaja yang gagal mengendalikan diri dalam pergaulanmnya, akan terjebak dalam pergaulan bebas yang merusak moralitas dan masa depannya. Pelajaran pengendalian diri selama puasa Ramdahan hendaklah kita hidupkan setelah Ramadhan usai.
3. Kesadaran akan pengawasan Allah (ma’iyatullah).
Saat kita sendirian di suatu tempat yang tidak ada orang lain melihat, kita sebenarnya bisa saja makan atau minum dan kemudian berpura-pura puasa kembali. Tidak ada orang yang tahu. Akan tetapi hal itu tidak dilakukan karena orang-orang yang berpuasa sadar akan kebersamaan Allah dalam hidupnya (ma’iyatullah). Meskipun orang lain tidak melihat, tetapi kita sadar bahwa Allah melihat kta. Berbagai penyelewengan yang terjadi dalam masyarakat, termasuk korupsi dan kolusi, dikarenakan tidak adanya kesadaran pelakunya bahwa Allah melihat perbuatan dan tingkah lakunya. Mereka merasa aman dapat merekayasa agar orang lain tidak tahu, agar terbebas dari pemeriksaan auditor. Padahal ada auditor Yang Maha Agung dan Maha Melihat yang mengawasi dan mengetahui seluruh perbuatan mereka. Sifat ini telah disebutkan di dalam banyak tempat dalam Al-Quran. Di antaranya, firman Allah:
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan dia bersama kamu di mana saja kamu berada, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadid: 4)
Inilah sikap ikhsan. Kalau sikap ini kita lestarikan pasca Ramadhan, khususnya oleh politisi, pejabat public dan pelaku bisnis, insya Allah berbagai penyimpangan yang terjadi akan bisa diminimalisir.
4. Al shidqu yakni kejujuran.
Dimensi kejujuran dalam puasa sangat ditekankan. Kejujuran merupakan bukti paling niscaya bahwa seseorang dalam suasana taqwa. Sebagaimana firman Allah:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ ١١٩
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan pastikanlah kamu sekalian bersama orang-orang yang jujur”QS. AT Taubah: 119
Kejujuran adalah gerbang menuju segala kebaikan, sedangkan ketidak jujuran akan membawa kepada pelbagai penyimpangan dan kejahatan. Orang harus berlatih untuk jujur, sekali dua kali tiga kali dan seterusnya, sehingga ia dicatat oleh Allah sebagai pribadi yang jujur (AL SHIDDIEQ). Kemudian telah ada jaminan dari Allah, bahwa orang jujur akan mujur, sedang yang tidak jujur cepat atau lambat akan hancur. Bukti empirik telah begitu banyak membenarkan korelasi ini.
5. Al tathahhur yakni membersihkan diri
Ramadhan adalah bulan suci, dan bagi yang menjalankannya dengan baik akan membersihkan dirinya dari segala noda dan dosa, sebab sebulan penuh orang yang puasa menjalani proses pembersihan yang menyeluruh. Hanya dengan cara demikian puasa seseorang diterima, dan do’anya dikabulkan. Kemudian bersama ‘idul fithri sepenuhnya kembali kepada kondisi fithrah. Adalah penting kita ingatkan kepada diri, janganlah apa yang sudah suci kita nodai lagi, sikap perilaku yang sudah bersih jangan kita kotori lagi. Penghasilan yang sudah halal dan thayyib jangan sampai kita campuri lagi dengan yang remang-remang (syubhat) apalagi yang jelas-jelas haram. Puasa ramadhan melatih kita bersabar dan kuat menahan lapar, dan menegaskan bahwa kita tidak akan pernah kuat menahan panasnya api neraka.
6. Al mujahadah, membanting tulang
Dalam keadaan lapar dan dahaga shiyamu ramadhan memacu insan beriman untuk lebih giat lagi melakukan aktifitas taqarrub ilallah seperti shalat, tilawatil quran dan kegiatan yang bemanfaat bagi kehidupan sosial, seperti shilaturahim, infaq shadaqah, mengajarkan ilmu, memberi makanan berbuka bagi yang puasa, bahkan berjihad di jalan Allah menumpas pelbagai bentuk agresi terhadap Islam dan ummat Islam. Wajarlah sejarah mencatat di antara hasil mujahadah ramadhan berupa kemenangan gemilang di perang badar pada tahun ke-2 Hijriyah, pembebasan Makkah (fathu Makkah) pada tahun ke-6 Hijriyah, dan kemenangan perang Amoria yang meluluh lantahkan pasukan Romawi di Byzantium pada tahun 214 H pada masa Al Mu’tashim Billah. Memang semangat ramadhan adalah semangat juang untuk meraih pelbagai kemenangan.
7. Mempertahankan surplus spiritual (Al faidhu wal insyirah)
Shiyamu ramadhan mendidik surplus spiritual dan moral, menjaga diri agar tidak terjebak pada kekerdilan jiwa dan kenihilan moral. Mendidik para shaimin untuk mengokohkan jiwanya serta melapangkan dadanya. Dengan menegaskan pada dirinya “inni shaimun” aku ini sedang puasa, ia mampu menggagalkan setiap provokasi negatif yang akan merusak hubungan sosial menjadi konflik yang menghancurkan semua pihak. Bahkan semakin surplus jiwanya insan puasa yang telah memantapkan statusnya sebagai “’ibadurrahman/hamba Allah yang Rahman” sanggup membalas hal-hal yang buruk dengan kebaikan, tarikan negatif dengan ajakan yang positif. Ketika orang-orang jahil yang sedang jadi hamba syetan atau hawa nafsunya menyerang dengan ucapan yang tidak baik, maka hamba Arrahman membalasnya dengan do’a keselamatan.
Allahu Akbar 3X walillahil hamd
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Demikianlah dengan melestarikan nilai-nilai shiyamu ramadhan serta moralitasnya, maka kehidupan kita pasca ramdhan selama sebelas bulan akan tetap disinari dengan cahaya ramadhan, sehingga kerahmatan Allah dan maghfirahnya akan senantiasa diberikan kepada siapa saja yang mampu mempertahankannya. Curahan berkah dari langit selama bulan ramadhan akan berlanjut manakala kita memenuhi faktor-faktor yang menghadirkannya.
Marilah kita akhiri pertemua kita kali ini dengan berdoa kepada Allah SWT agar amal ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT, dan kita berhasil meraih derajat takwa.
اَللَّهُمَّ إِنَّا نَحْمَدُكَ وَنَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَهْدِيْكَ وَنَعُوْذُ بِكَ وَنَتَوَكَّلُ عَلَيْكَ وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ نَشْكُرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ.
Ya Allah, sesungguhnya kami memuji-Mu, meminta tolong kepada-Mu, dan memohon petunjuk dari-Mu, kami berlindung dan bertawakal kepada-Mu, kami memuji-Mu dengan segala kebaikan, kami bersyukur atas semua nikmat-Mu, kami tidak mengingkari-Mu, kami berlepas diri dari siapa pun yang durhaka kepada-Mu. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya untuk-Mu shalat dan sujud kami, dan hanya kepada-Mu kami berusaha dan bergegas, kami sangat mengharapkan rahmat-Mu dan takut akan siksa-Mu, sesungguhnya azab-Mu benar-benar ditimpakan kepada orang-orang kafir.
اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ بِالإِسْلاَمِ وَلَكَ الْحَمْدُ بِالإِيْمِانِ وَلَكَ الْحَمْدُ بِالْقُرْآنِ وَلَكَ الْحَمْدُ بِشَهْرِ رَمَضَانَ وَلَكَ الْحَمْدُ بِالأَهْلِ وَالْمَالِ وَالْمُعَافَاةِ لَكَ الْحَمْدُ بِكُلِّ نِعْمَةٍ أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيْنَا.
Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu atas nikmat Islam, nikmat Iman, nikmat Al-Qur’an, nikmat bulan Ramadhan, nikmat keluarga, harta dan kesehatan. Segala puji bagi-Mu atas semua nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepada kami.
سُبْحَانَكَ لاَ نُحْصِيْ ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ فَلَكَ الْحَمْدُ حَتَّى تَرْضَى وَلَكَ الْحَمْدُ إِذَا رَضِيْتَ.
Maha Suci Engkau, kami tidak akan sanggup menghitung dan membatasi pujian bagi-Mu. Keagungan-Mu hanya dapat diungkapkan dengan pujian-Mu kepada diri-Mu sendiri, segala puji hanya bagi-Mu (dari kami) sampai Engkau ridha (kepada kami) dan segala puji bagi-Mu setelah keridhaan-Mu.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ ونَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Ya Allah, sampaikanlah shalawat, salam, dan keberkahan kepada hamba, nabi dan rasul-Mu Muhammad saw beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا.
Ya Allah, ampunilah kami dan ampuni pula kedua orang tua kami dan sayangilah mereka seperti kasih sayang mereka saat mendidik kami di waktu kecil.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ.
Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi diri sendiri, jika Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنـَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan di hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman, ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Post a Comment