Kekhawatiran Nabi Ternyata Terjadi
Kekhawatiran Nabi Ternyata Terjadi
Segala
puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa
ta’alla, kami memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya,
kami berlindung kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla dari kejahatan diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami.
Barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa
ta’alla beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan
barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa
ta’alla sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku
bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali
Allah Shubhanahu wa ta’alla semata,
yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah
hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:
Kekhawatiran
Nabi Bahwa Umatnya Akan Terjerumus Dalam Kesyirikan, Serta Peringatan dari
Syirik :
Sesungguhnya
mengesakan Allah ta’ala dalam beribadah, dan berkeyakinan bahwa tidak ada
sekutu dengan -Nya, tidak ada sesembahan selain -Nya, dan tidak ada yang
semisal dengan -Nya, adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang hamba
-Nya. Bahkan hal tersebut adalah kewajiban yang paling urgen dan utama.
Itulah
agama Allah Shubhanahu wa
ta’alla, yang dengannya diutuslah para rasul, dimulai
dari Nuh sampai Muhammad Shalawatullahi wa salamuhu ‘alaihi. Sebagaimana firman
Allah ta’ala:
) وَلَقَدۡبَعَثۡنَافِي
كلِّ أُمَّة رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ ( ]النحل : 36[
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS an-Nahl : 36).
Dalam
ayat lain Allah Shubhanahu wa
ta’alla Berfirman:
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun
sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".
(QS al-Anbiya’ : 25).
Dalam
ayat yang lain lagi disebutkan:
﴿ شَرَعَ
لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحا وَٱلَّذِيٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ
وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِۦٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓۖ أَنۡ أَقِيمُواْ
ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُواْ فِيهِۚ كَبُرَ عَلَى ٱلۡمُشۡرِكِينَ مَاتَدۡعُوهُمۡ
إِلَيۡهِۚ ٱللَّهُ يَجۡتَبِيٓ إِلَيۡهِ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِيٓ إِلَيۡهِ مَن
يُنِيبُ ﴾ ]الشورى :13[
“Dia
telah mensyari´atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan -Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah
menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki -Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama) -Nya orang yang kembali (kepada -Nya)”. (QS asy-Syuura : 13).
Muatan
dakwah para rasul tersebut ialah menyeru umatnya untuk beribadah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla
saja, dan menyingkirkan segala bentuk peribadahan kepada selain -Nya. Sejak
munculnya kesyirikan yang pertama kali di muka bumi sampai Allah Shubhanahu wa ta’alla
mengutus penutup para rasul yaitu Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam. Para nabi seluruhnya beragama tauhid, sebagaimana
dikatakan oleh Rasulullah Shalallahu
'alaihi wa salla:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ
عَلَّاتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Para
nabi adalah saudara-saudara tiri[1], ibu mereka
berbeda-beda akan tetapi agama mereka satu".[2]
Para
Nabi tersebut benar-benar telah melaksanakan kewajiban ini, yang mana mereka
diutus untuk memusnahkan kesyirikan dari penduduk bumi tempat mereka diutus.
Maka itulah kewajiban pertama mereka. Sebagaimana telah dilakukan juga oleh
panutan dan nabi kita Muhammad Shallallahu
’alaihi wa sallam, yang telah mempersaksikan kepada kita di hari Arafah,
bahwasanya Rasulullah telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, dan
menasehati umatnya. Allah Shubhanahu
wa ta’alla telah menghilangkan kesusahan dengannya, dan
dengannya Allah Shubhanahu wa
ta’alla membuka hati-hati yang telah buta, dan
pendengaran yang sudah tuli. Sungguh Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menggambarkan sifatnya
dalam kitab -Nya;
﴿
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ
فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَة لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ
ٱللَّهَ كَثِيرا٢١ ﴾ ]الأحزاب : 21[
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzab : 21).
Rasulullah
sangat antusias sekali untuk menjaga kita dari hal-hal yang dapat menjerumuskan
ke dalam kebinasaan –manakah ada kebinasaan yang lebih dahsyat dari
kesyirikan?-. Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam sangat khawatir terhadap umatnya bila sampai terjatuh
dalam kesyirikan, oleh sebab itu Rasulullah memperingatkan umatnya dengan
peringatan yang sangat keras darinya. Ada
dua sebab lain yang melatarbelakangi kekhawatiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
umatnya terjatuh dalam kesyirikan, keduanya adalah:
Pertama:
Bahwasanya kesyirikan pada kebanyakan umat terdahulu sangat jelas bagi setiap
individu yang ada, bisa dimengerti bahwa hal itu adalah syirik. Tidak samar
bagi setiap orang, sehingga mudah untuk dijauhi. Berbeda dengan kesyirikan yang
ada dalam tubuh umat ini. Ada yang nampak secara jelas, ada juga yang
samar-samar. Oleh karenanya Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَذَا
الشِّرْكَ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ فَقَالَ لَهُ مَنْ شَاءَ
اللَّهُ أَنْ يَقُولَ وَكَيْفَ نَتَّقِيهِ وَهُوَ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ
نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ » [أخرجه
أحمد]
"Wahai sekalian
manusia! hati-hatilah dari kesyirikan, karena hal itu lebih tersembunyi
dibandingkan semut berwarna hitam". Ada
seorang yang menimpali, ”Bagaimana
kami berhati-hati wahai Rasulullah?. Rasul menjawab,
”Katakanlah: “Aku berlindung dari menyekutukan Engkau dengan sesuatu yang kami
ketahui, dan kami memohon ampun kepada -Mu dari hal yang tidak kami
ketahui".[3]
Dikarenakan
begitu samarnya urusan kesyirikan ini, maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengkhawatirkan umatnya terjatuh ke
dalamnya. Maka keluarlah peringatan terhadap seluruh jenis kesyirikan.
Sebagaimana juga memperingatkan dari seluruh motif sebab terjadinya hal itu.
Kedua: Ketika
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
mengetahui bahwa umat-umat terdahulu seperti Yahudi dan Nasrani dan Persia,
telah diuji dengan perkara bid’ah dalam agama dan terjatuh dalam kesyirikan,
maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam
khawatir umatnya akan terjatuh dalam hal serupa yang dialami oleh umat-umat
terdahulu. Maka Rasulullah memperingatkan umatnya agar tidak mengikuti metode
umat yang terdahulu. Rasulullah bersabda dalam banyak kesempatan, yaitu;
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ
قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ, حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ
ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ. قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى.
قَالَ: فَمَنْ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Sungguh kalian akan
mengikuti jalan-jalan yang ditempuh oleh umat sebelum kalian, sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai andaikan mereka memasuki lubang
Dhab niscaya kalian akan mengikutinya". Para sahabat bertanya,
" Apakah Yahudi dan Nasrani Wahai Rasul?. Rasul menjawab,”Siapa lagi
(kalau bukan mereka".[4]
Rasulullah
juga bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنِّى أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ
يَكُونَ لِى مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِى خَلِيلاً
كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِى
خَلِيلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ
فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ » [أخرجه
مسلم]
"Sesungguhnya aku
memohon kepada Allah agar menjadikan bagiku seorang kekasih di antara kalian.
Dan sesungguhnya Allah telah menjadikanku kekasih -Nya sebagaimana -Dia
menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Andai saja aku boleh mengambil seorang
kekasih dari kalangan umatku, tentu akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.
Ketahuilah, sungguh orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para nabnya
sebagai masjid. Maka janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena
aku melarang hal tersebut".[5]
Sebagaimana Rasulullah juga telah
menutup pintu ghuluw pada umatnya, Rasulullah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ
النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ »
[أخرجه البخاري]
"Janganlah kalian
memujiku secara berlebihan sebagaimana orang Nasrani berlebihan dalam memuji
Isa bin Maryam. Hanya saja aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah, hamba
Allah dan rasul -Nya".[6]
Sebagaimana
Rasulullah menutup pintu kesyirikan pada umatnya, Rasulullah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « قَاتَلَ اللَّهُ قَوْمًا اتَّخَذُوا
قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ. قالت عائشة: يُحَرِّمُ ذَلِكَ عَلَى أُمَّتِهِ
» [أخرجه أحمد]
"Semoga Allah
memerangi suatu kaum yang menjadikan kuburan
para nabinya sebagai masjid". Aisyah mengatakan, "Hal itu diharamkan
bagi umatnya".[7]
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْيَهُودِ
وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ. قالت عَائِشَةُ:
يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا ولَو لاَ ذَلِكَ لأَبْرَز قَبْرَه غَيرَ أَنه خَشِي أن
يَتَّخِّذُ مَسْجِداً » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Semoga laknat Allah
atas Yahudi dan Nasrani. Mereka menjadikan kuburan para nabinya sebagai
masjid". Aisyah menjelaskan, "Rasulullah memperingatkan atas apa yang
mereka perbuat, kalau saja bukan karena hal itu pasti kuburan Rasulullah akan
ditampakkan. Akan tetapi Rasulullah khawatir akan dijadikan sebagai tempat
ibadah".[8]
Dalam
waktu yang lain Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam juga bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمْ
الْعَبْدُ الصَّالِحُ أَوْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا
وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ »
[أخرجه البخاري ومسلم]
"Mereka –umat
terdahulu- apabila ada seorang lelaki shalih, atau hamba shalih meninggal
dunia, mereka langsung membangun tempat peribadahan di atas kuburnya, dan
menggambar gambar-gambar orang shalih tersebut. Mereka adalah makhluk yang
paling jelek di sisi Allah". [9]
Oleh
karena itu Nabi Muhammad Shallallahu’
alaihi wa sallam melarang kuburan
untuk dibangun, diduduki, dan shalat menghadapnya[10].
Begitu juga Beliau melarang untuk mengkhususkan kuburan dan membangun bangunan
di atasnya[11].
Karena umat-umat yang terdahulu telah terjatuh dalam kesyirikan, maka
Rasulullah Shallallahu’ alaihi wa sallam mentahdzir (memberi peringatan, pent.) umatnya
agar jangan sampai terjatuh dalam kesyirikan seperti yang dialami oleh umat
terdahulu. Sesungguhnya umat ini akan mengikuti jalan-jalan umat terdahulu
sebagaimana yang diisyaratkan oleh nabi dalam hadits yang lain. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى
تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ- فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ. فَقَالَ: وَمَنْ
النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ » [أخرجه البخاري]
"Tidak akan tegak
hari kiamat sampai umatku meniru kelakuan umat sebelumnya. Sejengkal demi
sejengkal, dan sehasta demi sehasta". Ada seorang yang bertanya,
"Wahai Rasulullah, apakah seperti Persia dan Romawi?. Rasulullah menjawab,
"Kalau manusia bukan mereka siapa lagi".[12]
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga
memperingatkan dalam sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا
أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ » [أخرجه الترمذي]
"Sungguh akan datang
kepada umatku, apa yang datang pada bani Israil selangkah demi
selangkah…..".[13]
Maksudnya
adalah menerangkan kekhawatiran Nabi terhadap umatnya akan terjatuh ke dalam
kesyirikan seperti yang dialami oleh umat sebelumnya. Dimana mayoritas kesyirikan
pada umat terdahulu, karena sebab kuburan dan mengibadahi orang shalih, maka
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan
umatnya agar tidak terjatuh ke dalamnya. Bahkan Beliau memerintahkan untuk
meratakan kuburan[14],
tidak menulis nama di atas kubur[15],
dan melaknat orang yang menyembelih kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla[16].
Sebagai bentuk khawatirnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
umatnya agar tidak terjerumus dalam kesyirikan, sebagaimana terjadi pada
umat-umat yang terdahulu.
Umat-umat
yang terdahulu terjatuh dalam berbagai macam kesyirikan. Hasil dari
berlebih-lebihan terhadap para nabi dan orang-orang shalih. Oleh karena itu
telah ada peringatan dari nabi jauh-jauh hari mengenai hal itu. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فَإِنَّمَا
هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّينِ » [أخرجه النسائي]
"Hati-hatilah
kalian dari berlebih-lebihan dalam agama. Sesungguhnya yang menghancurkan
orang-orang sebelum kalian adalah berlebih-lebihan dalam agama".[17]
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ » [أخرجه
مسلم]
"Celakalah
orang-orang yang melampaui batas".[18]
Begitu
juga umat-umat terdahulu, mereka berbuat syirik dengan kesenangan. Telah
berlalu peringatan agar tidak terjerumus dalam hal yang dilakukan umat
terdahulu. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda;
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى
أُمَّتِي عَمَلُ قَوْمِ لُوطٍ » [أخرجه الترمذي]
"Sesungguhnya yang
paling aku takutkan terhadap umatku adalah perbuatan kaum Luth".[19]
Telah
lewat penjelasan bahwa hal itu termasuk bentuk kesyirikan dalam bab pertama[20].
Semua ini adalah bentuk peringatan dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadap kesyirikan dan
jenis-jenisnya. Sebagai penjagaan terhadap sisi tauhid, Pada saat Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa sallam
memperingatkan umatnya agar tidak berbuat kesyirikan dengan segala bentuknya,
saya akan menyebutkan di bawah ini contoh-contoh peringatan nabawiyah pada
kesempatan berikut.
Pasal
Pertama
Penjelasan
Mengenai Contoh-contoh Kekhawatiran Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam Terhadap Umatnya Agar Tidak Terjatuh
Dalam Kesyirikan yang Berkaitan dengan Dzat -Nya, Nama-nama -Nya, sifat-sifat -Nya,
dan perbuatan -Nya, Serta Peringatan dari Kesyirikan
Diantara dalil yang menjelaskan
hal ini ialah:
1.
Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sebuah hadits yang shahih:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لا يزال عبدي يسأل عني هذا الله خلقني
فمن خلق الله » [أخرجه ابن أبي عاصم]
"Senantiasa ada hamba -Ku yang bertanya
tentang -Ku. Ini adalah Allah, lalu siapakah yang menciptakan Allah?". [21]
2.
Demikian pula yang tersirat
secara jelas didalam sabda Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « قَالَ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ: إِنَّ أُمَّتَكَ لاَ يَزَالُونَ يَقُولُونَ: مَا كَذَا مَا كَذَا
حَتَّى يَقُولُوا: هَذَا اللَّهُ خَلَقَ الْخَلْقَ فَمَنْ خَلَقَ اللَّهَ » [أخرجه مسلم]
"Allah berfirman,
Sesungguhnya umatmu senantiasa berkata. Apakah ini? Apakah itu? sampai-sampai
mereka berkata:”Ini adalah Allah yang menciptkan makhluk, lantas siapakah yang
menciptakan Allah?". [22]
3.
Keraguan seperti ini apabila
menghujam dalam hati akan menyebabkan kesyirikan dalam dzat Allah ta’ala. Maka
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam memperingatkan agar tidak terjerumus dalam hal tersebut, dan
menjelaskan kiat-kiat agar manusia
terjaga dari kesyirikan. Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَأْتِي أَحَدَكُمْ فَيَقُولُ: مَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ فَيَقُولُ: اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَيَقُولُ: مَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ فَيَقُولُ: اللَّهُ، فَيَقُولُ: مَنْ خَلَقَ اللَّهَ. فَإِذَا
أَحَسَّ أَحَدُكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ هَذَا فَلْيَقُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ
وَبِرُسُلِهِ » [أخرجه ابن أبي عاصم]
"Sesungguhnya
setan mendatangi salah seorang diantara kalian sambil berkata, "Siapa yang menciptakan langit?
Dijawab, "Allah". Lantas setan bertanya lagi, "Lalu siapa yang
menciptakan bumi?. Dijawab, "Allah". Setan bertanya lagi, "Siapa
yang menciptakan Allah?. Maka jika
kalian merasakan hal tersebut hendaknya mengucapkan, "Saya beriman kepada
Allah dan rasul -Nya".[23]
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَإِذَا وَجَدَ
أَحَدُكُمْ ذَلك فَلْيَقُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ وَبِرُسُلِهِ » [أخرجه ابن أبي
عاصم]
"Apabila salah
seorang dari kalian mendapati hal seperti itu maka katakanlah, "Saya
beriman kepada Allah dan rasul -Nya". [24]
Dalam
riwayat yang lain, Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَإِذَا بلَغَ من
ذَلِكَ لِيَسْتَعِذ بالله ولْيَنتَه » [أخرجه مسلم]
"Apabila sampai pada
hal tersebut hendaknya berlindung kepada Allah dan menghentikannya". [25]
Disebuah
riwayat lagi Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَمَن وَجَدَ من ذَلِكَ
شَيئًا - فَلْيَقُلْ: آمَنْتُ بِاللَّهِ » [أخرجه مسلم]
"Barangsiapa yang
mendapatkan hal itu hendaknya mengatakan, "Saya beriman kepada Allah".
[26]
Dalam
riwayat lain, Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فإذا قالوا ذلك
فقولوا (( الله أحد الله الصمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد )) ثم ليتفل
عن يساره ثلاثا وليستعذ بالله من الشيطان » [أخرجه أبو داود]
"Jika setan
membisiki seperti itu, maka katakanlah, "Allahu Ahad, Allahus Shamad, Lam
yalid walam yulad, walam yakun lahu kufuwan ahad". Kemudian meludah kearah
kirinya, dan meminta perlindungan (isti’adzah, pent.) kepada Allah dari
setan". [27]
Masuk
dalam kategori ini pula yaitu perasaan was-was dengan urusan Rabb. Adapun
bimbingan yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hal itu, bahwasanya hal tersebut masih dalam kemurnian
iman selama tidak melebihi batas dan tidak sampai mengatakannya. Sebagaimana
termaktub dalam beberapa hadits berikut ini:
1.
Hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, "Sekelompok sahabat mendatangi nya
sambil mengadukan, "Wahai Rasulullah sesungguhnya kami mendapati dalam
diri kami sesuatu yang akan menjadi perkara besar jika kami
mengucapkannya". Nabi menegaskan, "Apakah benar kalian mendapatkan
dalam hati? Mereka menjawab, "Benar". Nabi bersabda, "Itulah
yang dinamakan iman yang jelas"..[28] Dikatakan
dalam riwayat lain, "Itu adalah Iman yang murni".[29]
2.
Dalam riwayat lain disebutkan,
"Pernah suatu ketika ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam seraya berkata, "Wahai Rasulullah, aku berbicara dengan
diriku mengenai perkara Rabb yang mana aku ditimpa oleh langit lebih aku sukai
daripada membicarakannya". Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Itulah iman yang
murni".[30]
3.
Dijelaskan dalam sebuah riwayat
dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, "Ada seorang lelaki mendatangi
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
sambil berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendapati dalam
diriku sesuatu yang mana aku menjadi arang[31], lebih aku
cintai daripada membicarakannya". Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Allahu Akbar,
Segala puji bagi Allah yang mengembalikan perkaranya hanya sekedar
was-was".[32]
Masuk dalam kategori ini pula, kekhawatiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya agar tidak tersesat
dalam permasalahan takdir, dan peringatan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terhadapnya. Oleh karenanya ada
beberapa riwayat yang menyebutkan:
4.
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «أَخْوَفُ مَا
أَخَافَ عَلَى أُمَّتِي ثَلاثَ: الاسْتِسْقَاءُ بِالأَنْوَاءِ وَحَيْفُ السُّلْطَانِ وَتَكْذِيبٌ بِالْقَدَرِ » [أخرجه أحمد]
"Ada tiga perkara yang
paling aku takutkan menimpa umat ku, yaitu, meminta hujan kepada
bintang-bintang, kelaliman penguasa, dan
mendustakan takdir".[33]
Dalam riwayat yang lain, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ لِكُلِّ
أُمَّةٍ مَجُوسًا وَإِنَّ مَجُوسَ هذه الأُمَة القَدَرِية » [أخرجه ابن أبي عاصم]
"Sesungguhnya setiap umat
ada Majusinya, dan Majusi umat ku adalah Qadariyah". [34]
Demikian pula disebutkan
dalam sebuah hadits, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أُخِّرَ الْكَلامُ
فِي الْقَدَرِ لِشِرَارِ أُمَّتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ » [أخرجه ابن أبي عاصم]
"Perbincangan terakhir dalam masalah takdir
diucapnkan oleh umatku yang paling jelek kelak diakhir zaman".[35]
Masuk dalam jenis ini pula, kekhawatiran
nabi terhadap umatnya tertimpa kesombongan, yang mana hal itu adalah hak murni
bagi Allah ta’ala. Maka Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar tidak terjerumus dalam
kesombongan dengan sabdanya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يقول الله عز وجل:
العظمة إزاري، والكبرياء ردائي، فمن نازعني واحدا منهما عذبته » [أخرجه
ابن أبي شيبة]
"Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi,
"Kemuliaan adalah izarku, dan kesombongan adalah selendangku, barangsiapa
yang menggunakan salah satunya niscaya akan Aku adzab".[36]
Termasuk dalam kategori
ini juga, kekhawatiran Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam terhadap umatnya akan fitnah dajjal, yang menyeru bahwa
ia adalah tuhan. Dajjal tersebut menjerumuskan manusia dalam fitnah yaitu
menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengannya.
Maka nabi memperingatkan umatnya dari hal tersebut, dalam sabdanya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إني قد حذرتكم
الدجال حتى قد خشيت أن لا تعقلوا إن مسيح الدجال قصير أفحج أعور ممسوح العين ليس
بناتئة ولا جحراء فإن ألبس عليكم فاعلموا أن ربكم ليس بأعور وأنكم لن تروا ربكم
حتى تموتوا » [أخرجه أبو داود]
“Sesungguhnya aku memperingatkan kalian dari
Dajjal sampai-sampai aku takut kalian tidak memikirkannya. Sesungguhnya
al-Masih Dajjal adalah seorang lelaki yang Afhaj (renggang kedua pahanya)[37],
ad’aj (matanya hitam)[38], buta sebelah
dan menonjol matanya[39], dan tidak ada
yang menghalanginya. Apabila ia membuat keraguan kepada kalian maka ketahuilah
bahwa Rabb kalian bukanlah seorang yang buta sebelah. Dan kalian tidak akan
pernah melihat Rabb kalian sampai kalian meninggal".[40]
Senada dengan hadits diatas, ucapan
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَإِنَّهُ أَعْوَرُ
وَإِنَّ رَبَّكُمْ لَيْسَ بِأَعْوَرَ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Sesungguhnya Dajal itu buta sebelah
matanya, dan Rabb kalian bukanlah seorang yang buta sebelah".[41]
Begitu pula peringatan
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam kepada umatnya akan fitnah Dajjal. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أ تعلمون أنه لن
يرى احدكم ربه حتى يموت » [أخرجه ابن أبي عاصم]
"Apakah kalian mengetahui bahwasanya salah
seorang dari kalian tidak akan melihat Rabbnya sampai ia meninggal". [42]
Didalam
hadits yang lain Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ قَالَ أَنْتَ
رَبِّي فَقَد فَتَنَ » [أخرجه أحمد ]
"Barangsiapa yang
mengatakan, Engkau Rabbku, (kepada Dajjal) sungguh ia telah terfitnah
(dengannya)".[43]
Termasuk
bagian ini, larangan Nabi Muhammad Shallallahu’
alaihi wa sallam terhadap pengakuan yang diklaim oleh makhluk berkaitan
dengan kekhususan rububiyah, atau pengakuan dirinya memiliki sifat-sifat
ketuhanan, dan peringatan agar tidak binasa dalam hal tersebut. Misalnya,
disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulallah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda tentang tamimah (jimat):
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ عَلَّقَ
تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ » وفي رواية قال: « إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ
وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ » [أخرجه أحمد]
"Barangsiapa yang
menggantungkan jimat, ia telah berbuat kesyirikan".[44] Dalam redaksi
lain Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ruqyah, tamimah, dan tiwalah
adalah kesyirikan".[45]
Hal senada juga Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan
sebagaimana dalam sabdanya mengenai Thiyarah (percaya mitos, pent.):
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ رَدَّتْهُ
الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ » [أخرجه أحمد]
"Barangsiapa urung
melanjutkan keperluannya dikarenakan percaya mitos, maka ia telah berbuat
syirik".[46]
Dalam redaksi lain,
Rasulullah bersabda, "Thiyarah adalah syirik".[47]
Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
berbicara masalah sihir dalam sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « من سَحَرَ فَقَد
أَشْرَك ». وقال: «إنَهُ لَا يَسْتَغَاث بِي وَاٍنَما يَسْتغاث بالله» [أخرجه
النسائي]
"Barangsiapa
melakukan sihir, ia telah berbuat syirik".[48]
Dan Rasulullah juga pernah bersabda,"Tidak boleh beristighatsah
denganku, akan tetapi beristighatsah hanya kepada Allah".[49]
Semua
ini termasuk kesyirikan kepada Allah azza wa jalla dalam sifat -Nya yang memiliki kemampuan yang sempurna.
Sebagaimana
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam
memperingatkan kita agar tidak terjerumus kedalam perbuatan syirik kepada Allah
ta’ala dalam sifat -Nya yaitu ilmu yang meliputi segala sesuatu. Didalam sebuah
hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لَا يَدْرِي مَتَى
يَجِيءُ الْمَطَرُ إِلَّا اللَّهُ» [أخرجه البخاري]
"Tidak ada
seorangpun yang tahu kapan turunnya hujan kecuali Allah".[50]
Dan Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا اللَّهُ » [أخرجه البخاري]
"Kunci-kunci ghaib ada lima, dan
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah".[51]
Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا
يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ إِلَّا اللَّهُ » [أخرجه أحمد]
"Tidak ada yang mengetahui apa
yang akan terjadi esok hari kecuali Allah".[52]
Masuk
dalam pembahasan ini ialah pemberitahuan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang jatuhnya umat manusia ke dalam
ta’thil (mengingkari, pent.) secara umum terhadap rububiyah, dan
uluhiyah Allah ta’ala pada hari kiamat. Dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى لاَ يُقَالَ فِى الأَرْضِ اللَّهُ اللَّهُ » [أخرجه
مسلم]
"Tidak
akan tegak hari kiamat sampai tidak ditemukan lagi perkataan dimuka bumi,
"Allah..Allah".[53]
Pasal Kedua
Contoh-contoh
Kekhawatiran Nabi Muhammad Shallallahu’
alaihi wa sallam Terhadap Umatnya, Terjatuh Dalam Kesyirikan
Diantara contoh-contoh tersebut
barangkali bisa diklasifikasikan sebagaimana dalam pembahasan berikut ini:
1.
Nabi Muhammad Shallallahu’ alaihi wa sallam telah memperingatkan
umatnya agar tidak terjatuh ke dalam kesyirikan dengan menyembah berhala. Di
antara hadits-hadits yang menerangkan hal tersebut adalah sebagai berikut:
a) Sabda
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam yang mengisyaratkan hal tersebut,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَضْطَرِبُ أليَات نِسَاء دَوْسٍ عَلى ذِي الخُلَصَة »
[أخرجه البخاري ومسلم]
"Tidak akan tegak hari
kiamat hingga wanita-wanita alyaat[54] suku Daus
mengikuti Dzul Khalashah".
Abu Hurairah radhiyallahu
'alaihi wa sallam mengatakan, "Dzul Khalashah adalah sesembahan suku
Daus yang disembah pada zaman jahiliyah dahulu".[55]
Dzul Khalashah, yaitu dengan harakat fathah pada huruf Kha’ dan Lam. Ini
adalah pengharakatan yang paling masyhur. Para ulama berbeda pendapat tentang
hakekat Dzul Khalashah ini. Ada yang mengatakan, Al-Khalashah adalah tetumbuhan
yang berbiji merah, seperti batu akik. Ada pula yang mengatakan, Dzul
Khalashah adalah nama sebuah rumah yang dahulu terdapat berhala di dalamnya.
Disebutkan Khalashah adalah nama sebuah rumah, dan nama berhalanya Dzul
Khalashah.
Ada lagi yang mengatakan,
Dzul Khalashah ialah nama dua berhala yang disebut Dzul Khalashah. Salah
satunya milik suku Daus, dan yang kedua milik al-Khats’am dan beberapa suku
lainnya dari kalangan arab. Adapun berhala milik suku Daus, itulah yang
dimaksud dalam hadits ini. Dan tempat berhala itu masih dikenal hingga hari ini
di kota Zahran (selatan Thaif), di sebuah tempat yang disebut Tsarwaq dari
Daus. Dzul Khalashah terletak di dekat sebuah desa yang bernama Ramas, dengan
harakat fathah di atas huruf Ra’ dan Mim[56].
Dan Sungguh apa
yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu’
alaihi wa sallam dalam hadits di atas telah terjadi. Karena Kabilah Daus
dan sekitarnya telah terfitnah oleh Dzul Khalashah ketika kembalinya kebodohan
ke kota tersebut. Para penduduknya kembali mengulangi catatan kelam masa lalu
dengan menyembah selain Allah Shubhanahu
wa ta’alla.
Hingga akhirnya Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab menyebarkan dakwah tauhid kepada mereka. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam memperbarui
perkara agama yang hilang, dan kembalilah Islam ke Jazirah Arab. Imam Abdul
Aziz bin Muhammad bin Su’ud menegakkan dakwah dengan mengutus sekelompok da’i
ke daerah Dzul Khalashah untuk merobohkan rumah berhala tersebut, dan
menghancurkan sebagian bangunannya. Ketika selesai kekuasaan Alu Su’ud di
daerah Hijaz pada waktu itu, kembalilah orang-orang bodoh kepada peribadahan
syiriknya sekali lagi. Kemudian saat raja Abdul Aziz bin Abdurrahman Alu Syaikh
menguasai Hijaz, Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan pegawainya untuk ke sana. Maka Beliau
mengutus sekelompok tentaranya untuk menghancurkan Dzul Khalashah, dan
menghilangkan jejak-jejaknya. Segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla atas karunia -Nya[57].
b)
Sabda Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits yang shahih,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ
يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّى تُعْبَدَ اللاَّتُ وَالْعُزَّى ».
فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُ لأَظُنُّ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ (هُوَ
الَّذِى أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى
الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ) أَنَّ ذَلِكَ تَامًّا قَالَ «
إِنَّهُ سَيَكُونُ مِنْ ذَلِكَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ رِيحًا
طَيِّبَةً فَتَوَفَّى كُلَّ مَنْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ
إِيمَانٍ فَيَبْقَى مَنْ لاَ خَيْرَ فِيهِ فَيَرْجِعُونَ إِلَى دِينِ آبَائِهِمْ »
[أخرجه مسلم]
"Tidak akan hilang siang dan
malam (tegak hari kiamat. Pent) hingga disembahnya kembali
Latta dan Uzza". Aisyah mengatakan, "Wahai
Rasulullah, aku mengira ketika Allah Shubhanahu
wa ta’alla menurukan firman -Nya:
(هُوَ ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ
رَسُولَهُۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوۡ
كَرِهَ ٱلۡمُشۡرِكُونَ ٩ ) ]الصف : 9[
"Dialah yang
mengutus Rasul -Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia
memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik
membenci". (QS ash-Shaf : 9).
Aisyah bertanya,
"Bukankah hal itu telah sempurna?. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
"Sesungguhnya hal tersebut terjadi sesuai dengan kehendak Allah azza wa
jalla. Kemudian Allah Shubhanahu wa
ta’alla mengirimkan angin yang baik,
maka meninggallah seluruh orang yang masih menyimpan keimanan sebesar biji
dzarah. Hingga tersisalah orang-orang yang paling jelek, mereka kembali kepada
ajaran agama nenek moyangnya". [58]
c) Sabda
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam
yang berbunyi:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ
وَحَتَّى تَعْبُدُ قَبَائل من أُمَتي الْأَوْثَانَ » [أخرجه أحمد]
"Tidak akan tegak
hari kiamat sampai ada kabilah-kabilah umatku mengikuti kaum musyrikin, dan
sampai ada kabilah-kabilah umatku yang menyembah berhala".[59]
Sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang kiamat. Salah seorang
sahabat berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « فَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ فِى خِفَّةِ
الطَّيْرِ وَأَحْلاَمِ السِّبَاعِ لاَ يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا وَلاَ يُنْكِرُونَ
مُنْكَرًا فَيَتَمَثَّلُ لَهُمُ الشَّيْطَانُ فَيَقُولُ أَلاَ تَسْتَجِيبُونَ
فَيَقُولُونَ فَمَا تَأْمُرُنَا فَيَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ الأَوْثَانِ وَهُمْ
فِى ذَلِكَ دَارٌّ رِزْقُهُمْ حَسَنٌ عَيْشُهُمْ ثُمَّ يُنْفَخُ فِى الصُّورِ » [أخرجه مسلم]
”Akan tetap tinggal manusia yang paling buruk yang
khawatir dengan suara burung dan binatang buas (percaya mitos pent), mereka tidak
mengetahui hal-hal yang ma'ruf dan tidak mengingkari kemungkaran. Maka setan
menyamar sebagai manusia dan menemui mereka sembari berkata, "Tidakkah
kalian mengikuti?. Mereka menjawab, "Apa yang engkau perintahkan kepada
kami?. Setan itu memerintahkan mereka untuk menyembah berhala. Sedangkan mereka
berada di negeri yang baik penghidupannya, kemudian ditiuplah sangkakala".[60]
2.
Termasuk dalam kasus ini ialah
berita Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang
keluarnya manusia dari keimanan dan kembali kepada kesyirikan.Disebabkan fitnah
yang ditampakkan kepada mereka. Diantara riwayat-riwayat tersebut adalah
sebagai berikut:
Sabda
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
إِنَّ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ
الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ
كَافِرًا » [أخرجه أبو داود]
"Sesungguhnya di hadapan
kalian menanti ujian-ujian (fitnah) seperti potongan malam yang gelap gulita.
Pada pagi hari seorang masih mukmin, akan tetapi sore hari menjadi kafir. Ada
yang sore hari beriman, pada pagi harinya kafir".[61]
3).
Masuk pembahasan ini ialah kabar
yang Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan yaitu berkaitan tentang
umatnya yang akan mengikuti hawa nafsu sampai-sampai hawa nafsu menguasai akal
pikiran. Mereka berjalan mengikuti di belakang hawa nafsunya. Kemudian nabi
menyebutkan di antara bentuk-bentuk mengikuti hawa nafsu adalah merasa condong
kepada dunia, beribadah kepada dunia, dan seluruh tampilannya yang memukau
yaitu harta yang berharga, dinar-dinar, dirham-dirham, dan selainnya.
Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda;
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ
الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الخَمِيلَة» [أخرجه البخاري
]
"Celaka hamba
dinar, celaka hamba dirham, celaka hamba khomishah, celaka hamba khamilah..".[62]
Dalam
hadits yang lain Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَإِنَّ فِتْنَةَ
أُمَّتِي الْمَالُ » [أخرجه أحمد ]
"Setiap umat
memiliki ujian, dan sesungguhnya ujian bagi umatku adalah harta..”.[63]
Ucapan
senada juga pernah Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ
الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ » [أخرجه البخاري ومسلم ]
"(Akan tetapi) yang aku takutkan menimpa kalian adalah
dihamparkannya dunia sebagaimana dihamparkan pada umat-umat sebelum kalian".[64]
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Sungguh-sungguh akan ditimpakan kepada kalian dunia".[65]
Dalam kesempatan lain Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, "Hati-hatilah terhadap dunia…".[66]
Sungguh
benar apa yang di sabdakan oleh Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam tentang apa yang Beliau khawatirkan terhadap kita. Pada
saat ini manusia terjebak dengan dunia. Mereka tidak peduli dengan agama jika
bertepatan dengan hasil keduniaan. Bahkan banyak manusia yang membeli dunia
dengan agamanya. Betapa banyaknya manusia yang menjual dirinya demi menyambut
panggilan dunia. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan -Nya.
[1]. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan : العلات
dengan harakat fathah di atas Ha’ bermakna الضرائر (saudara tiri). Asalnya
adalah apabila seorang menikahi seorang wanita, kemudian ia menikahi wanita
yang lain…. Lihat Fathul Bari : 6/489
[2]. HR Bukhar idalam shahihnya : Kitab Ahaditsul
Anbiya’, Bab Wadzkur fi kitabi Maryam nomor : 3443. Muslim : Kitabul
Fadha’il, Bab Fadhailu ‘Isa ‘alaihissalam, nomor : 2365. Ahmad dalam al-Musnad
: 2/406, 427, dan 2/319. Al-Baghawi dalam Syarhus sunnah nomor : 3619. Lafadzh
ini milik al-Bukhari.
[3]. HR Ahmad dalam Musnad : 4/402. Hadits ini
hasan.
[4]. HR Bukhari dalam shahihnya : Kitabul Anbiya’
6/490, nomor : 3456. Muslim dalam shahihnya :4/2054, Kitabul Ilmi , Bab
Ittiba’u Sunani Yahudi wan Nashara, nomor : 2669. Lafadz ini milik al-Bukhari.
[5]. HR Muslim dalam shahihnya, Kitabul Masajid wa
Mawadhi’is Shalat, Bab an-Nahyi ‘an binaa’il Masajidi ‘alal Qubur : 1/377, 378,
dengan nomor : 532.
[6]. HR Bukhari dalam shahihnya : 6/478, Kitabul
Anbiya’, Bab Wadzkur fil Kitabi Maryam, nomor : 3445.
[7]. HR Ahmad dalam Musnad : 6/275. Dinilai shahih
oleh Syaikh al-Albani dalam Tahdzirus Sajid hal. 27.
[8]. HR Bukhari dalam shahihnya : 1/532, nomor :
436, Kitabus Shalat, Bab, dan yang semisalnya nomor : 3454, dan nomor 4444,
5816. Muslim dalam shahihnya : 1/377, nomor 531, Kitabul Masajid wa Mawadhi’is
Shalat, Bab an-Nahyi ‘an binaa’il Masajid ‘alal Qubur. An-Nasa’iy nomor : 703.
Seluruhnya berasal dari ‘Aisyah. Dan lafadz ini milik Bukhari.
[9]. HR Bukhari dalam shahihnya : 1/531 nomor :
434, Kitabush Shalat, Bab ash-Shalatu fil Bai’ah, dan lihat yang semisalnya
pada nomor: 427, 1341, 3873. Muslim dalam shahih : 1/375, Kitabul Masajid wa
Mawadhi’is Shalat, Bab an-Nahyi ‘an binaa’il Masajid ‘alal Qubur…nomor : 528.
[10]. HR Abu Ya’la dalam musnadnya : 3/287. Isnadnya dinilai shahih
oleh Syaikh al-Albaniy dalam kitab Tahdzirus Sajid hal. 22.
[11]. HR Muslim dalam shahihnya : 2/667, nomor :
970, KItabul Jana’iz, Bab an-Nahyi ‘an Tajshishil Qobri wal Binaa’i ‘alaihi.
Dan Tirmidzi nomor : 1052. An-Nasa’i nomor : 2027, 2028.
[12]. HR Bukhari dalam shahihnya, Kitabul I’tisham
bil Kitabi was Sunnah, Bab : 14, 13/300, nomor : 7319.
[13]. HR
Tirmidzi dalam sunannya : 5/26, nomor : 2641. Dinilai shahih oleh Syaikh
al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzy nomor : 2129.
[14]. Pengisyaratan kepada hadits-hadits yang
diriwayatkan seluruhnya oleh, Imam Muslim dalam shahihnya : 3/21, nomor : 969.
Imam Ahmad dalam Musnad nomor : 657, 658, 683, 889, 741, 1064, 1175, 1217, dan
6/18. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf : 4/135-137. Abu Dawud dalam sunan : 2/70
nomor : 3218. An-Nasa’I dalam sunan : 1/275 nomor : 2031. At-Tirmidziy dalam
Jami’ : 2/153, 154 nomor : 1049. Al-Baihaqiy dalam al-Kubro 4/2,3.
Ath-Thabarani dalam al-Kabir : 18/262, 263, dan 19/352, 823. Al-Hakim dalam
Mustadrak : 1/369. Ath-Thayalisi nomor : 155
[15]. Penyebutkan kepada hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud : 2/71 nomor : 3226. An-Nasa’iy : 1/284, 285 nomor : 2027 dengan
sanad yang shahih. Ibnu Majah nomor : 1563. At-Tirmidzi nomor : 1052..
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud nomor : 2763.
[16]. Pengisyaratan kepada hadits diriwayatkan oleh
Muslim dalam shahih, dari Ali radiyallahu ‘anhu, Kitabul Adhahiy Bab Tahrimudz
Dzabhi lighoirillah ta’ala wa La’nu Fa’ilihi, nomor : 1978. Abu Dawud dalam
sunan : 2/71, nomor : 3222 dengan maknanya. An-Nasa’i nomor : 4422. Ahmad dalam
Musnad, nomor : 813, 908, 1238, 3/197 dengan sanad yang shahih. Diriwayatkan
juga oleh Ahmad nomor : 2817, 2915, 2917, dengan sanad yang hasan dari Ibnu
Abbas. Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam Mushonnaf nomor : 6690. Al-Baihaqi
dalam al-Kubro : 4/57.
[17]. HR an-Nasa’i, Kitabul Manasik nomor : 3007.
Ibnu Majah dalam al-Hajj nomor : 3030. Sanadnya shahih
[18] . HR Muslim dalam shahihnya, Kitabul Ilmi, Bab
Halakal Muthanathi’un nomor : 2670. Abu Dawud dalam sunan: 5/15 nomor : 3607.
Ahmad nomor : 3: 3473.
[19]. HR Tirmidz dalam sunannya : 4/74 nomor :
1457. Ibnu Majah : 2/856 nomor : 2563. Sanadnya shahih. Dinilai shahih oleh
syaikh al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah nomor : 2077.
[20]. Lihat hal. 276-278 (kitab asli, pent.)
[21] . Ibnu Abu ‘Ashim dalam as-Sunnah 1/292.
Al-Albani mengatakan : “Isnadnya jayyid sesuai syarat Imam Muslim”.
[22]. HR
Muslim dalam shahihnya 1/121 nomor : 136. Kitabul Iman, Bab Bayanil Waswasah
fil Iman Billah…, dan Imam Ahmad dalam al-Musnad 3/102.
[23] . Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah 1/293.
Al-Albani menuturkan,”Isnadnya jayyid, para perawinya tsiqah dan merupakan
perawi Imam Muslim”.
[24] . Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah 1/294.
Al-Albani menuturkan,”Hadits shahih, dan isnadnya dha’if, akan tetapi memiliki
beberapa syawahid (penguat, pent).
[25]. HR
Muslim dalam shahih nomor : 134, 1/120, Kitabul Iman, Bab Bayanil Waswasah fil
Iman.
[26] . HR Muslim dalam shahih, Kitabul Iman, Bab
Bayanil Waswasah fil Iman, nomor : 134, 1/119.
[27] .
HR Abu Dawud.
[28] . HR Muslim dalam shahih, Kitabul Iman nomor :
132. Abu Dawud dalam Kitabul Adab nomor : 5111. Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah
1/295 nomor : 654. Ahmad dalam al-Musnad 2/397, dan 441. Ath-Thayalisi dalam
musnadnya nomor 2401.
[29] . HR Ahmad dalam al-Musnad : 2/456. Ibnu Abi
‘Ashim dalam as-Sunnah nomor : 655. Dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam
kitab Dzilalul Jannah.
[30] Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah nomor : 656,
dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albaniya dalam Dzilalul Jannah.
[31] . Al-Humam dengan mendhamahkan Ha’ bersinonim
dengan al-Fahmu, yang artinya segala sesuatu yang terbakar dari api. Mufradnya
adalah humamah. Lihat yang disebutkan di Mu’jamul Wasith 1/200. Materi (حمم)
[32] . Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah nomor : 658.
Abu Dawud nomor : 5112. Ahmad dalam Musnad 1/235, 340. Ini adalah hadits hasan
sebagaimana dikatakan oleh Syaikh al-Albani dalam Dzilalul Jannah. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Abdun bin Hamid nomor : 701. Ath-Thahawi dalam Musykil
al-Atsar 2/252. Ibnu Mandah dalam al-Iman nomor 345. An-Nasa’i dalam ‘Amalul
Yaumi wal Lailah nomor : 667. Ibnu Hibban nomor : 147
[33] . Sudah dipaparkan takhrijnya pada halaman 466
(kitab asli, pent.)
[34] . Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah :1/151 nomor
: 342. Syaikh al-Albani mengatakan,”Shahih”.
[35]. Ibnu Abi
‘Ashim dalam as-Sunnah :1/155 nomor : 350. Al-Hakim dalam al-Mustadrak 2/473.
Al-Albani mengomentari,”Isnadnya hasan. Cermati ash-Shahihah nomor : 1124
[36]. Sudah
dipaparkan takhrijnya pada halaman 129 (kitab asli, pent.)
[37]. Yaitu
yang renggang kedua pahanya. Lihat yang disebutkan oleh Ibnu Atsir dalam
an-Nihayah 3/405. Materi ( فحج)
[38].
Maksudnya adalah yang hitam matanya. Idem 2/119. Materi (دعج)
[39].
Sesuatu yang menonjol, bersinonim dengan membengkak انتبر,
menggelembung انتفخ, dan semua yang naik. Cermati yang disebutkan oleh Ibnu Mandhur
dalam Lisanul ‘Arab : 14/31. Materi (نتأ)
[40]. HR Abu Dawud dalam Sunan nomor: 4320, dan
Ibnu Abi ‘Ashim nomor : 428. Al-Ajuri dalam asy-Syari’ah hlm. 375. Syaikh
al-Albani mengatakan dalam kitab Dzilalul Jannah: ”Isnadnya jayyid”.
[41]. HR Bukhari dalam shahihnya. Kitabut Tauhid,
Bab Qaulillahi ta’ala
(و لتصنع على عيني)
13/379 nomor : 7408. Muslim dalam al-Fitan, Bab Dzikru Dajjal wa Shifatuhu wa
Maa Ma’ahu, nomor : 2933. Ibnu Majah dalam Sunan nomor : 4077. Abu Dawud nomor
: 4322. Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid hal. 121. Ibnu Abi ‘Ashim dalam
as-Sunnah 1/187 nomor : 430, 431
[42]. Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah nomor : 430.
Syaikh Albani mengomentari dalam takhrijnya,”Sanadnya shahih”.
[43] . HR Ahmad dalam al-Musnad 5/13, dan 4/20.
Sanadnya shahih.
[44]. HR Ahmad dalam al-Musnad 4/156. Al-Hakim
dalam al-Mustadrak : 4/219. Disebutkan oleh al-Haitsami dalam Majma’uz Zawaid
5/103. Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah nomor 492
[45] . HR Ahmad dalam al-Musnad 1/381. Abu Dawud
nomor 3883. Ibnu Majah nomor 3530. Al-Hakim dalam al-Mustadrak : 4/417, 418.
Dinilai shahih dan diterima oleh adz-Dzahabiy. Dinilai shahih juga oleh Syaikh
al-Albani dalam Shahih Ibnu Khuzaimah nomor : 2845.
[46] . HR Ahmad dalam Musnad 2/220. Disebutkan oleh
al-Haitsamiy dalam Majma’uz Zawaid 5/105. Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani
dalam ash-Shahihah nomor : 1065
[47]. HR Abu Dawud dalam Sunan nomor : 3910.
At-Tirmidzi dalam Jami’ nomor : 1614. Ibnu Majah nomor 3538. Dishahihkan oleh
Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah nomor 429.
[48] . HR an-Nasa’i dalam Sunan 7/112 nomor : 4090,
Kitab Tahrimud Dam wal Muharabah, Bab al-Hukmu fis Saharah. Didha’ifkan oleh
adz-Dzahabiy dalam al-Mizan 2/378. Al-Albaniy dalam Dha’if an-Nasa’i nomor :
276. Akan tetapi dinilai hasan oleh Ibnu Muflih sebagaimana disebutkan oleh
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh dalam Fathul Majid : 1/379.
[49] . Lihat Majma’uz Zawaid 10/159. Disandarkan
kepada ath-Thabarani, di dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah. Ia adalah
seorang yang tercampur hafalannya. Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
menguatkan hadits ini. Cermati Majmu’ Fatawa : 1/101. 110, 303, 329, 18/26.
[50]. HR
Bukhariy dalam Shahih : Kitabul Istisqa’, Bab “Laa yadri mata yaji’ul matharu
illallah”, nomor : 1039.
[51]. Hadits
ini diriwayatkan oleh jama’ah, di antara mereka : Bukhari dalam shahih nomor :
50, 1039, 4697, 7379. Muslim nomor 10. Ibnu Hibban nomor 70, 71, 6134, 159. Abu
Ya’la nomor : 5153. Ath-Thabaraniy dalam al-Kabir nomor hadits : 13246.
Ath-Thayalisi nomor : 385. Al-Baghawiy dalam Syarhus Sunnah 117. Ath-Thabari
dalam tafsirnya 21/88, 89. Ahmad dalam Musnad nomor : 184, 2924, 3569, 4167,
4253, 4766, 5133, 5579, 6043, 5226.
[52] . HR Ahmad dalam Musnad : 2/52. Sanadnya
shahih.
[53] . HR Muslim dalam shahihnya nomor 148, Kitabul
Iman, Bab Dzahabil Iman Akhiruz Zaman 1/131. At-Tirmidzi dalam sunan nomor :
2207.
[54]. Jamak
dari الألية)).
Maksudnya di sini adalah wanita-wanitanya yang lemah. Mereka mengikuti pemuka
kaumnya seperti yang dulu mereka lakukan pada masa jahiliyah. Lihat yang
disebutkan oleh Ibnu Atsir dalam an-Nihayah : 1/64.
[55] . HR Bukhari dalam shahihnya 13/76, nomor :
7116. Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrathus Sa’ah, Bab “Laa Taqumus
Sa’ah Hatta Ta’budu Daus Dzal Khalashah” 4/2230, nomor : 2906. Imam Ahmad
dalam Musnad 2/271, nomor : 7677.
[56]. Lihat yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam
Fathul Bari 8/271. Dan Syaikh Muhammad Hamd al-Jasir dalam “Sarah Ghamid wa
Zahran”, 336-340 .
[57].
Cermati yang disebutkan oleh Syaikh At-Tuwaijiri dalam Ithaful Jama’ah :
1/522, 523. Dan Syaikh Muhammad Hamd al-Jasir dalam “Sarah Ghamid wa Zahran”.
[58] . HR Muslim dalam Shahih, Kitabul Fitan wa
Asyrathus Sa’ah, Bab “Laa Taqumus Sa’ah Hatta Ta’budu Daus Dzal Khalashah” nomor
: 2907.
[59] . HR Ahmad dalam Musnad 5/278, 284. Abu Dawud
dalam Sunan nomor : 4252. Ibnu Majah nomor : 3952. At-Tirmidzi dalam Sunan
4/432, nomor : 2219 dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi. Dan diriwayatkan oleh
al-Hakim 4/448, 449, beliau menyatakan :”Shahih menurut syarat Bukhari &
Muslim, dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Syaikh al-Albani menuturkan,”Akan
tetapi hanya menurut syarat Muslim saja”.
Cermati yang disebutkan oleh Syaikh al-Albani dalam Tadzirus Sajid hlm.
120.
[60] . HR Muslim dalam Shahih, Kitabul Fitan wa
Asyrathus Sa’ah, Bab Dzikru Dajjal, nomor : 2940.
[61] . HR Abu Dawud dalam Sunan nomor : 4259.
Kitabul Fitan, Babun Nahyi ‘anis Sa’yi fil Fitnah. Lihat juga nomor : 4242,
4262. Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud nomor : 3584.
[62] . Telah berlalu takhrijnya pada hlm. 219
(kitab asli, pent.).
[63] . HR Ahmad dalam Musnad 4/160. At-Tirmidzi
dalam Sunannya, Kitabuz Zuhud 4/492, nomor : 2336, dan sanadnya shahih. Lihat
Shahih at-Tirmidzi : 1905.
[64]. HR
Bukhari dalam shahih, Kitabul Jizyah wal Muwada’ah, Bab al-Jizyah wal Muwada’ah
ma’a Ahli adz-Dzimmah wal Harbi, nomor : 3158. Muslim dalam shahih, Kitabuz
Zuhud war Raqa’iq, Bab, nomor : 2961. At-Tirmidzi dalam sunannya, nomor : 2462,
Kitabush Shifatil Qiyamah, Bab 28. Ibnu Majah nomor : 3997.
[65] . HR Ahmad dalam Musnad 4/138. Sanadnya shahih.
[66] . HR Ahmad dalam Musnah 3/19, 22, dan sanadnya
shahih, nomor : 11169.
Post a Comment