Ketika Dicela Dan Dihina
Ketika Dicela Dan Dihina
Ketika seseorang dihina dan dicela, maka jawaban terbaik adalah diam dan bersabar. Bahkan hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dia memaafkan dan berbuat baik, maka hal itu akan menyebabkan hatinya selamat dari berbagai kedengkian dan kebencian kepada saudaranya, serta hatinya akan terbebas dari keinginan untuk melakukan balas dendam dan berbuat jahat (kepada pihak yang mendholiminya).
Sehingga dia memperoleh kenikmatan memaafkan yang justru akan menambah kelezatan dan manfaat yang berlipat-lipat, baik manfaat itu dirasakan sekarang atau nanti.
Manfaat di atas tentu tidak sebanding dengan “kenikmatan dan manfaat” yang dirasakannya ketika melakukan pembalasan. Oleh karenanya, (dengan perbuatan di atas), dia termasuk dalam cakupan firman Allah Ta’ala,
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).
Dengan melaksanakan perbuatan di atas, dirinya pun menjadi pribadi yang dicintai Allah Ta’ala. Kondisi yang dialaminya layaknya seorang yang kecurian Seribu rupiah, namun dia malah menerima ganti Satu juta rupiah.
Sehingga, dia akan merasa sangat gembira atas karunia Allah Ta’ala yang diberikan kepadanya melebihi kegembiraan yang pernah dirasakannya.
Bagi seorang yang melampiaskan dendam semata-mata untuk kepentingan nafsunya, maka hal itu hanya akan mewariskan kehinaan di dalam dirinya.
Apabila dia memaafkan, maka Allah Ta’ala justru akan memberikan kemuliaan kepadanya.
Keutamaan ini telah diberitakan oleh sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا
“Kemuliaan hanya akan ditambahkan oleh Allah kepada seorang hamba yang bersikap pemaaf.” (HR. Muslim, no. 2588).
Berdasarkan hadits di atas, kemuliaan yang diperoleh dari sikap memaafkan itu lebih disukai dan lebih bermanfaat bagi dirinya daripada kemuliaan yang diperoleh dari tindakan pelampiasan dendam.
Kemuliaan yang diperoleh dari pelampiasan dendam adalah kemuliaan lahiriah semata, namun mewariskan kehinaan batin, bahkan sampai terlihat dalam kehidupan nyata.
Sedangkan sikap diam dan memaafkan terkadang merupakan kehinaan di dalam batin, namun sejatinya hal itu mewariskan kemuliaan lahir dan batin.
Karenanya dahulu Syabib bin Syaibah rahimahullahu memberikan nasehat bagi mereka yang dicela agar diam saja dan bersabar, karena hal itu adalah awal dari tanda-tanda kemuliaan, keselamatan diri dan kebahagiaan jiwa.
Sebaliknya jika mereka membalas atas celaan itu, yang ada adalah kalah dengan hawa nafsu dan sakit secara lahir dan batin tidak terelakan lagi. Beliau menyampaikan;
من سمع كلمة يكرهها فسكت عنها انقطع عنه ما يكره، فإن أجاب عنها سمع أكثر مما يكره
“Siapa yang mendengar sebuah ucapan yang dia benci lalu diam tidak membalas, terputuslah darinya apa yang dia benci tersebut, namun jika dia membalasnya maka dia akan mendengar lebih banyak lagi hal-hal yang dia benci.” (lihat Uyunul Akhbar libni Qutaibah, 1/400).
Wallahu Ta’ala A’lam.
Post a Comment