Menjadikan Pekerjaan Bernilai Ibadah

Menjadikan Pekerjaan Bernilai Ibadah 

Islam memerintahkan kita untuk menjemput rezeki dan mencari nafkah di atas muka bumi ini. Tujuannya agar rezeki tersebut bisa mencukupi diri kita sendiri dan orang-orang yang berada di bawah tanggungan kita tanpa perlu meminta belas kasihan orang lain. Allah Ta’ala berfirman mengabarkan hikmah diciptakannya siang dan malam,

وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (QS. Al-Qasas: 73)

Allah Ta’ala juga berfirman,

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)

Ibnu Katsir rahimahullah saat menafsirkan ayat di atas mengatakan,

“Maka, bepergianlah ke manapun kamu mau dari wilayahnya. Dan telusuri serta pulang pergilah ke setiap sudutnya untuk mencari segala macam keuntungan dan perdagangan. Dan ketahuilah bahwa usahamu tidak akan membawa manfaat apa pun kepadamu kecuali jika Allah memudahkannya untukmu. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, ‘Dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.’ (QS. Al-Mulk: 15) Berusaha mencari jalan rezeki sama sekali tidak bertentangan dengan rasa tawakal yang harus kita yakini.” (Tafsir Al-Quran Al-Adzim, 8: 179)

Di surah yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا

“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (QS. Hud: 61)

Di dalam Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah disebutkan,

“Dia menciptakan kalian dari tanah dan mengilhami kalian untuk memakmurkan bumi dengan bercocok tanam, dan menyiapkan kalian cara-cara mendapat penghidupan di bumi. Kalian memahat gunung-gunungnya, mendirikan bangunan di tanahnya yang lapang, menikmati rezekinya, dan mengeluarkan harta bendanya.”

Mencari penghasilan dan pekerjaan di muka bumi merupakan salah satu keistimewaan yang Allah Ta’ala berikan kepada manusia. Bekerja, mengelola sumber daya alam adalah amanah yang Allah Ta’ala bebankan kepada hamba-hamba-Nya.

Anjuran dan motivasi bekerja di dalam Al-Qur’an

Di dalam surah Al-Jumu’ah Allah Ta’ala berfirman,

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Para ahli tafsir manafsirkan “karunia” di dalam ayat ini dengan “mencari penghasilan dan berdagang”. Ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk tidak lupa bekerja dan mencari nafkah setelah sebelumnya kita juga diperintahkan untuk beribadah.

Di dalam surah Al-Qasas, Allah Ta’ala juga berfirman,

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qasas: 77)

Bekerja lalu menikmati hasil jerih payah dari upaya kita merupakan salah satu perkara yang Allah Ta’ala perintahkan untuk tidak kita lupakan. Dengan bekerja dan memiliki penghasilan (sebagaimana disebutkan di dalam ayat), maka kita juga akan lebih mudah berbuat baik kepada orang lain.

Anjuran dan motivasi bekerja di dalam hadis

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memotivasi dan mendorong kita untuk bekerja, berusaha, dan mencari nafkah dengan berbagai macam motivasi dan ajakan. Di antaranya beliau bersabda,

ما أكَلَ أحَدٌ طَعامًا قَطُّ، خَيْرًا مِن أنْ يَأْكُلَ مِن عَمَلِ يَدِهِ، وإنَّ نَبِيَّ اللَّهِ داوُدَ عليه السَّلامُ، كانَ يَأْكُلُ مِن عَمَلِ يَدِهِ

”Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari memakan makanan hasil kerja tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud ‘alaihissalam dahulu makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari no. 2072)

Di hadis yang lain, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,

لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ، فَيَأْتِيَ بحُزْمَةِ الحَطَبِ علَى ظَهْرِهِ، فَيَبِيعَهَا، فَيَكُفَّ اللَّهُ بهَا وجْهَهُ خَيْرٌ له مِن أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

“Sesungguhnya, seorang di antara kalian membawa tali-talinya dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar yang diletakkan di punggungnya untuk dijual sehingga ia bisa menutup kebutuhannya, adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi atau tidak.” (HR. Bukhari no. 1471)

Dalam hadis ini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan kepada kita bahwa bekerja, apapun jenisnya, lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain dan menjatuhkan kehormatan diri kita. Dan betapa pun berat dan kerasnya pekerjaan tersebut, itu lebih baik daripada menghinakan diri untuk meminta-minta. Pada saat terdesak sekalipun, mencari nafkah harus diutamakan daripada meminta-minta, meskipun pekerjaan yang dijalaninya tersebut keras dan melelahkan.

Memperbaiki niat dalam bekerja

Di dalam surah Al-Muzammil, Allah Ta’ala menyamakan kedudukan orang-orang yang keluar untuk mencari nafkah dengan mereka yang keluar untuk berjihad di jalan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَىٰ ۙ وَءَاخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِى ٱلْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ ۙ وَءَاخَرُونَ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ

“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.” (QS. Al-Muzammil: 20)

Imam Al-Qurtubi rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan,

“Dalam ayat ini Allah Ta’ala menyamakan derajat orang-orang yang berperang dan orang-orang yang mencari nafkah halal untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya, dan untuk berbuat kebaikan dan keutamaan. Maka, ini adalah dalil bahwa mencari nafkah (yang halal) itu sama kedudukannya dengan jihad, karena Allah Ta’ala menyebutkannya bersamaan dengan penyebutan jihad di jalan Allah Ta’ala.” (Tafsir Al-Qurthubi, 19: 55).

Banyaknya dalil-dalil yang memerintahkan kita untuk bekerja dan mencari nafkah juga mengisyaratkan bahwa rutinitas tersebut dapat menjadi ibadah dan bernilai pahala di sisi Allah Ta’ala. Yaitu, apabila disertai niat ikhlas karena mengharap wajah Allah Ta’ala. Sebagaimana hal ini pernah disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ

“Sungguh, tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun suapan makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56).

Belum lagi, menafkahi keluarga dan orang yang berada di bawah tanggungan kita merupakan salah satu bentuk sedekah yang paling utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ

“Harta yang engkau keluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau berikan kepada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau berikan kepada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau berikan kepada pembantumu, itu juga termasuk sedekah.” (HR. An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra no. 9185 dan Ahmad no. 17179)

Di hadis yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ

“Wajib bagi setiap muslim bersedekah.”

Kemudian para sahabat bertanya, “Wahai Nabi Allah, bagaimana kalau ada yang tidak sanggup?”

Beliau menjawab,

يَعْمَلُ بِيَدِهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ فَلْيَعْمَلْ بِالْمَعْرُوفِ وَلْيُمْسِكْ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهَا لَهُ صَدَقَةٌ

Dia bekerja dengan tangannya sehingga bermanfaat bagi dirinya, lalu dia bersedekah.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana kalau tidak sanggup juga?” Beliau menjawab, “Dia membantu orang yang sangat memerlukan bantuan.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana kalau tidak sanggup juga?” Beliau menjawab, “Hendaklah dia berbuat kebaikan (ma’ruf) dan menahan diri dari keburukan karena yang demikian itu berarti sedekah baginya.” (HR. Bukhari no. 1445)

Ingatlah juga, bahwa siapa pun yang menelantarkan orang-orang yang berada di bawah tanggungannya dan tidak mau menafkahi mereka, maka akan mendapatkan dosa karena perbuatannya tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كَفَى بالمَرْءِ إثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ

Cukuplah seseorang itu dikatakan berdosa apabila menahan makanan (nafkah, upah dan lain sebagainya) dari orang yang menjadi tanggungannya. (HR. Muslim no. 996)

Kesimpulan

Sungguh, meskipun di mata kita bekerja itu hanya rutinitas harian semata, di mata Allah Ta’ala akan bernilai ibadah jika diniatkan sebagai ibadah, mencari pahala, dan memenuhi hak-hak orang-orang yang berada di bawah tanggung jawab kita.

Dengan niat yang benar, sebuah rutinitas dan aktifitas akan berubah nilainya di sisi Allah Ta’ala. Sungguh benar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai niatnya.” (HR. Bukhari no. 1)

Saat berangkat kerja, sertakan niat untuk mengharap rida dan wajah Allah Ta’ala, berusahalah untuk mencari penghasilan dan nafkah keluarga dari yang halal, hindarkan diri dari sesuatu yang masih abu-abu dan kita ragu tentang hukumnya. Sebagaimana ibadah lainnya tidak akan Allah terima, kecuali dengan mengikuti pedoman-Nya dan ajaran Nabi-Nya. Begitu pula dengan bekerja, tidak akan mendapatkan keberkahan dan bernilai pahala, kecuali jika sudah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563)

Wallahu A’lam bisshawab.

Tidak ada komentar