Marilah kita sekali lagi mendaki lebih tinggi ke hadrat Rububiyyah. Perlu ku tekankan di sini apabila pada Hadhrat itu ada suatu alat yang dengannya dapat dituliskan (diukirkan) ilmu-ilmu yang terperinci pada substansi-substansi yang siap menerima pancaran, maka alat itu dimisalkan sebagai pena (qalam). Apabila pada substansi-substansi seperti itu ada yang telah terukir dengan ilmu-ilmu tersebut, maka itu dapat dimisalkan dengan Loh, Kitab, dan Lembaran Terbuka (al-lauh wal kitab war-riqqul mansyur). Apabila di atas alat tulis itu ada sesuatu yang memang dipersiapkan untuknya, maka ia dimisalkan sebagai tangan.
Dan apabila Hadhrat yang mencakup tangan, loh, kalam dan kitab ini memiliki urutan-urutan yang teratur, maka ia dapat dimisalkan sebagai gambar atau citra. Jika citra insan memiliki urutan-urutan yang teratur rapi seperti itu, maka citra itu dapat disebut sebagai “menyerupai citra Ar-Rahman” dan “menyerupai citra Allah”. Sebab sifat Rahman Ilahiah-lah yang tertuang dalam citra manusia pada permisalan ini.
Kemudian Allah Swt, melimpahkan nikmat karuania-Nya atas diri Adam a.s., dan memberinya citra yang meliputi segala jenis apa saja yang ada di alam ini setelah “diringkas” dan “dipadatkan” sehingga seakan-akan ia adalah “segalanya” yang berada di alam atau “salinan alam” yang diringkas. Citra Adam seperti ini tergores dengan khat (tulisan) Allah yang bukan berpa raqm (rekaman) huruf-huruf sebab khat Allah mustahil berwujud raqm atau huruf apa pun, sebagaimana firman-Nya mustahil berupa suara atau huruf. Pena-Nya mustahil berupa buluh atau besi, sebagaimana tangan-Nya mustahil berupa daging dan tulang atau apa pun selain itu semua.
Post a Comment