Hakikat Sumber Segala Cahaya

Hakikat Sumber Segala Cahaya

Bila telah Anda ketahui bahwa cahaya-cahaya itu memiliki urutan-urutan, kini ketahuilah bahwa hal itu tidak berarti cahaya-cahaya itu bersambungan terus-menerus tanpa batas. Akan tetapi, ia terus meninggi sehingga mencapai “sumber yang pertama”, yaitu “Cahaya” itu sendiri, dengan zatnya sendiri, tidak didatangi oleh suatu cahaya dari seuatu lainnya, dan daripadanya memancar semua cahaya sesuai dengan urutannya.

Perhatikanlah kini, adakah nama cahaya lebih patut dan lebih utama bagi sesuatu yang beroleh pinjaman cahaya dari sesuatu lainnya, ataukah bagi sesuatu yang bercahaya pada zatnya sendiri serta memberikan cahaya bagi semua selain dirinya? Kukira kebenaran tentunya tak akan tersembunyi bagi Anda, dan dengan itu pula Anda merasa yakin bahwa nama Cahaya hanyalah patut untuk “Cahaya Terakhir lagi Tertinggi” yang tiada cahaya di atasnya dan daripadanya turun segala cahaya kepada selainnya.

Kini bahkan aku berani berkata, dan aku tak peduli, bahwa penamaan cahaya untuks esuatu selain Cahaya Pertama adalah majaz (kiasan) semata-mata. Sebab segala sesuatu selainnya, bila ditinjau pada zatnya senidir, sama sekali tidak memiliki cahaya. Cahaya yang ada padanya hanyalah berupa pinjaman dari sesuatu lainnya. Oleh sebab itu, tiada esensi bagi kecahayaannya pada dirinya sendiri, tapi hanya dengan sesuatu lainnya. Sedangkan kepemilikannya akan barang pinjaman adalah majaz (kiasan) murni.

“Tidaklah Anda lihat, seseorang yang meminjam pakaia, kuda, kendaraan, pelita, atau apa saja, ketika ia menggunakannya pada saat ia diberi kesempatan oleh si pemberi pinjaman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan baginya. Adakah orang itu boleh disebut sebagai orang yang kaya secara sebenarnya, ataukah hanya secara majaz? Ataukah, si pemberi pinjaman itulah yang boleh disebut sebagai orang kaya, yang darinya berasal peminjaman dan pemberian, dan menjadi haknya untuk meminta atau mencabut kembali barang-barang pinjaman itu? Tidak! Justru si peminjam adalah seorang tak berpunya, fakir seperti sedia kala, sedangkan yang kaya adalah si pemberi pinjaman yang darinya berasal peminjaman dan pemberian, dan baginya hak meminta dan mencabut kembali.

Jadi, cahaya yang haqq adalah DIA yang dalam kekuasan-Nya segala penciptaan dan keberlangsungannya setelah itu. Tiada siapa pun bersekutu dengan-Nya dalam hakikat nama ini ataupun dalam kepatutan hak-Nya. Kecuali bilamana DIA telah menamakannya bagi orang lain atau sesuatu yang lan, atas perkenan dan kemurahan-Nya semta-mata. Sekedar kemurahan seorang majikan kepada hambanya ketika memberinya harta lalu menamakan hamba-hambanya itu sebagai “pemilik” harta itu. Bila telah tersingkap hakikat ini bagi si hamba, ia pun akan menyadari bahwa dkirinya serta hartanya adalah milik majikannya satu-satunya, tiada ia bersekutu dengannya sama sekali.

Tidak ada komentar