Minta Izin Kepada Anak Ketika Mengambil Hak Hak nya
Minta Izin Kepada Anak Ketika Mengambil Hak Hak nya
Di antara tuntunan dan adab orang tua kepada anaknya adalah meminta izin kepada sang anak bila orang tua ingin mengambil, meminjam, atau menggunakan sesuatu yang merupakan hak sang anak. Di antara faidah bagi tumbuh kembang anak adalah:
- Menunjukkan adanya perhatian orang tua terhadap anak.
- Sebagai sarana dalam mengajarkan adab-adab Islam ketika hendak menggunakan sesuatu yang bukan milik atau haknya.
Dengan harapan, ketika sang anak berinteraksi dengan orang lain, dia tidak akan asal ambil, tidak asal memakai milik temannya. Namun, dia akan meminta izin kepada pemilik barang tersebut terlebih dahulu.
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini sebuah hadits yang diriwayatkan melalui shahabat Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dihidangkan minuman. Lalu beliau pun meminumnya. Di sebelah kanan beliau ada seorang anak kecil dan di sebelah kiri beliau ada sekumpulan orang-orang tua. Lalu beliau bertanya kepada anak kecil tersebut, “Apakah Engkau mengizinkanku untuk memberikan sisa minumku ini kepada mereka yang di sana (para orang tua)?” Anak kecil tersebut menjawab, “Tidak, demi Allah. Aku tidak akan mendahulukan mereka atas sisa minumanmu yang sudah menjadi bagianku.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun meletakkan minuman tersebut ke tangan sang anak.” (HR. Al-Bukhari no. 5620 dan Muslim no. 2030)
Dalam riwayat lain (At-Tirmidzi no. 3455 dan Ahmad no. I/220) terdapat keterangan bahwa minuman dalam hadits ini adalah susu, anak kecil yang berada di sebelah kanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dan orang tua yang berada di sisi kiri beliau adalah Khalid bin al-Walid radhiyallahu ‘anhu.
Adab lain yang terkait dengan meminta izin kepada anak ketika mengambil haknya adalah menjelaskan alasan kepada anak ketika kita melarangnya mengambil sesuatu yang bukan merupakan haknya dari orang lain. Atau ketika orang tua tidak menunaikan kemauan anak yang dia pikir merupakan haknya.
Di antara dalil masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan melalui shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan,
“Al-Hasan bin ‘Ali (cucu Nabi, pen.) mengambil sebuah kurma dari tumpukan kurma sedekah (zakat). Lalu dia meletakkan kurma itu di mulutnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Cih, cih, keluarkan itu. Tidak tahukah Engkau bahwa kita (keturunan Nabi) tidak boleh makan sedekah (zakat)?” (HR. Al-Bukhari no. 1485 dan Muslim no. 1069)
Dari hadits ini dapat diambil faidah bahwa selain anak itu dilarang untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya dan alangkah baiknya bila sang anak pun diberitahu alasan mengapa dia dilarang sehingga dia pun bisa memahaminya dan hatinya pun tidak bertanya-tanya.
Dalil lainnya adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan melalui Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ketika ada seorang anak perempuan dan Arab Badui yang datang langsung meletakkan tangannya untuk mengambil makanan, seolah-olah keduanya terdorong oleh sesuatu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menahan kedua tangan mereka. Kemudian beliau bersabda,
“Sesungguhnya setan ingin mengambil makanan yang tidak disebut nama Allah ketika memakannya. Sungguh dia datang melalui anak perempuan ini untuk mengambilnya, maka aku pun menahannya. Demikian pula, dia pun datang pada diri Arab Badui ini untuk mengambil makanannya, lalu aku pun menahannya. Demi Allah, saat ini tangan setan itu berada di tanganku seperti tangan mereka berdua di tanganku.” (HR. Muslim no. 2017)
Metode ini pun diikuti para shahabat radhiyallahu ‘anhum. Dalil yang menunjukkannya adalah atsar yang diriwayatkan dari Qais bin ‘Abbad rahimahullah. Beliau mengatakan, “Ketika aku berada di masjid dan berada pada shaf yang terdepan, ada seorang laki-laki yang menarik aku dari belakang dengan keras. Dia menyingkirkanku dan dia berdiri di tempatku semula. Demi Allah, ketika itu pikiranku tidak lagi dalam shalat (tidak khusyuk). Ketika shalat sudah selesai, aku pun berpaling. Ternyata yang menarikku tadi adalah ‘Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhuma. Lalu pun ‘Ubay berkata,
“Wahai anak, semoga Allah tidak menjelekkanmu. Sesungguhnya ini adalah pengajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kami, agar kami berdiri di belakangnya. (HR. An-Nasa`i no. 808 dan dinilai shahih oleh al-Albani)
***
Post a Comment