Jangan Anda kira kelembutan ini hanya terbuka pada saat tidur dan mati saja, tapi ia pun terbuka saat sadar bagi mereka yang ikhlas berjihad, ikhlas melakukan riyadah (latihan) dan menyelamatkan diri dari kekuasaan nafsu, amarah, akhlak tercela dan perbuatan buruk.
Jika ia duduk di tempat sepi dan mengosongkan dirinya dari dari aktifitas indera, kemudian membuka mata hati dan pendengarannya, menjalankan fungsi hatinya sebagai bagian dari alam malakut, terus menerus menyebut kalimat Allah, Allah, Allah, dengan hatinya dan dengan tidak dengan lidahnya sampai ia tak mendapatkan informasi dari dirinya dan alam sekitarnya sedikitpun, dan yang ia lihat hanyalah Allah[13], maka kekuatan itu akan terbuka, apa yang ia lihat disaat tidur, ia bisa lakukan pada saat sadar, yang tampak adalah ruh para malaikat dan para nabi, gambar-gambar bagus yang indah dan mulia, saat itu tersingkaplah kerajaan langit dan bumi. Ia bisa lihat semua yang tak bisa dijelaskan dan tak bisa digambarkan, sebagaimana sabda Rasul Saw:
“Dibentangkan padaku bumi, seketika kulihat ujung barat dan timur.”[14]
Allah Swt menjelaskan:
“Dan demikianlah Kami perlihatkan pada Ibrahim tanda-tanda keagungan Kami (yang terdapat) di langit dan bumi.”
(Q.S. al-An’am [6]: 75).
Karena semua ilmu para nabi melalui jalan ini dan bukan melalui jalan indera, seperti ditegaskan Allah Swt:
“Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.”
(Q.S. al-Muzammil [73]: 8).
Artinya terputus dari segala sesuatu, penyucian diri dari segalanya dan terus memohon kesempurnaan pada-Nya, ini adalah jalan (tariq) kaum sufi zaman ini. Sedang cara pengajaran, adalah jalan (tariq) para ulama. Semua ini dirangkum dari jalan kenabian. Begitu juga ilmu para auliya’, sebab ilmu itu tertanam dalam hati mereka tanpa melalui perantara, yaitu dari Hadirat Ilahi sebagaimana firman-Nya:
“Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya di antara ilmu-ilmu dari sisi Kami.”
(Q.S. al-Kahfi [18]: 65).
Jalan ini tidak akan dipahami tanpa melalui latihan, dan jika tak dihasilkan dengan rasa, maka ia pun tak bisa dihasilkan melalui pengajaran[15]. Yang seharusnya dilakukan adalah mempercayainya hingga kita bisa mendapatkan kebahagiaan mereka, dan ini adalah sebagian keajaiban hati. Siapa yang tak melihat, ia tidak akan mempercayainya, seperti firman-Nya:
“Yang sebenarnya mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya.”
(Q.S. Yunus [10]: 39), dan firman-Nya:
“Dan ketika mereka tidak mendapat petunjuk dengannya (Alqur’an) maka mereka berkata:
“Ini adalah dusta yang lama.”
(Q.S. al-Ahqaf [46]: 11).
[13] Imam Jurjani berkata dalam Ta'rifat hal 163: lenyapnya hati dari mengetahui hal ihwal makhluk bahkan dari keadaan dirinya, ia liputi oleh Sulthon hakikat, ia hadir dalam AlHaq, gaib dari dirinya dan dari makhluk. Sebanding dengan ini adalahl kisah dalam al-Qur'an tentang Nabi yusuf, dimana para perempuan ketika menyaksikan ketampanan Nabi Yusuf merekapun memotong tangan sendiri, bagaimana keadaan jika seseorang melihat keindahan Dzat sang pemilik keindahan?.
Fana menurut ahli tasauf adalah tenggelam dalam keagungan dan penyaksian alHaq.
[14] Riwayat: Muslim;Fitan;no 19, Abu Dawud; Fitan, bab 1,Atturmudzi;Fitan;bab 14, Ibnu Majah;Fitan;bab9, Imam Ahmad;Musnad; Juz 5,hal 278. Hadis dari Syadad bib Aus dari Nabi Saw.
[15] Ini sebagaimana terjadi pada zaman alGhazali dimana para Murid penggemar tasauf dibebani beragam aturan oleh para Syeh Tasauf yang akan menunjukan jalan istiqomah. Adapun Tehnik tasauf alGhazali Ia mengambil langsung dari petunjuk kenabian tanpa perantara para Syeh tasauf, dan jenis tasauf ini doperuntukkan bagi penggemar berat seperti algazali sendiri.
Post a Comment