A. Cinta Suami Isteri sebagai Pesona yang indah
Allah SWT berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita. Qs.3:14Perkataan زُيِّنَ dalam bentuk majhul (pasif) yang berarti dihiasi atau dijadikan indah. حُبُّ الشَّهَوَاتِ terdiri atas dua kata حُب berarti cinta (hobi), dan الشَّهَوَاتِ berarti syahwat, kesenangan, kegemaran, keinginan. Manusia dihiasi cinta syahwat. Siapakah yang menjadikan cinta itu indah? Apakah penciptaan manusia, dilengkapi dengan tabi’at berpandangan indah pada sesuatu yang menyenangkan? Ataukah setan yang menggoda dan mengelabui manusia sehingga selalu menganggap indah dan baik pada yang disenangi? Faktanya; orang yang menyenangi sesuatu, biasanya memandang baik, indah, dan tidak menganggap adanya kekurangan, atau membahayakan. Sebagai contoh orang yang senang merokok, walau sudah tahu bahaya dan hukumnya, karena sudah hobi, biasanya sulit meninggalkannya.
Bila perlu, mereka akan mencari alasan untuk dijadikan dalil yang membolehkannya. Demikian pula bila seseorang mencintai lawan jenisnya, tidak pernah mau menghiraukan kelemahan yang dicintai. Penya’ir bijak mengatakan:
وَعَيْنُ الرِّضَا عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَة وَلَكِن عَيْنَ السُّخْطِ تُبْدِي الْمَسَاوِيَا
Mata orang yang senang tidak melihat aib yang disenanginya, tapi mata yang benci selalu memperhatikan kejelekannya.[1]Dalam ungkapan ini tersirat, bahwa untuk menjaga keutuhan cinta, jangan mudah untuk mengingat kejelekannya, tapi ingatlah kebaikan dan kelebihannya.
مِنَ النِّسَاءِ
yaitu: wanita-wanita, Syahwat pertama yang sering dipandang indah oleh manusia, beradasar ayat ini, ialah birahi terhadap lawan jenis. Jika pada ayat ini disebut wanita, bagi laki-laki, maka tidak perlu disebut lagi, wanita terhadap pria. Cinta terhadap lawan jenis, merupakan pesona hidup, yang sekaligus juga jadi ujian. Syahwat semacam ini tidaklah perlu dimatikan, tapi hendaklah dipenuhi sesuai aturan.B. Cara menjaga Keutuhan Cinta Suami Isteri
Bila telah disadari, bahwa cinta itu sangat mempesona, betapa indahnya bila suami isteri dapat menjaga keutuhannya sepanjang hayat. Berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit jantung diakibatkan oleh terlalu sering bertemu dengan yang dibenci. Banyak pula orang yang mudah sembuh dari berbagai penyakit, karena disekati dan selalu berdampingan dengan orang yang sangat dicintai. Dengan demikian akan terjaga kesehatan jasmani atau pun ruhani, bila suami isteri tetap saling mencintai. Inilah pentingnya menjaga keutuhan cinta suami isteri. Persoalannya adalah: langkah apa yang yang mesti ditempuh, agar rasa cinta itu tetap terpelihara? Berikut percikan beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengannya:
1. Memenuhi Hubb Al-syahwat scara halal
Rasul SAW bersabda:
إِذَا أَحَدُكُمْ أَعْجَبَتْهُ الْمَرْأَةُ فَوَقَعَتْ فِي قَلْبِهِ فَلْيَعْمِدْ إِلَى امْرَأَتِهِ فَلْيُوَاقِعْهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ.
“Jika salah seorang di antaramu bertemu dengan seorang wanita yang mempesona sehingga hatinya tertarik, maka hendaklah segera mamalingkan perhatiannya kepada istrinya dan bergaulah denganhya, karena dengan menggauli istri bisa menyalurkan dan memenuhi dorongan syahwat yang ada pada dirinya. Hr. Muslim[2] . Dalam riwayat lain,عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى امْرَأَةً فَأَتَى امْرَأَتَهُ زَيْنَبَ وَهِيَ تَمْعَسُ مَنِيئَةً لَهَا فَقَضَى حَاجَتَهُ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى أَصْحَابِهِ فَقَالَ إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
Dari Jabir diriwayatkan bahwa Rasul SAW pernah melihat seorang wanita, kemudian beliau langsung menemui istrinya yang bernama Zainab,[3] yang pada saat itu sedang menyamak kulit. Kemudian beliau segera memenuhi kebutuhannya. Tidak lama kemudian Rasul menemui shahabatnya dan bersabda: Sungguh perempuan itu menghadap maupun membelakang bagaikan setan (selalu menggoda). Jika salah seorang di antara kamu melihat wanita yang menarik, segeralah datangi istrinya. Dengan demikian ia akan bisa memenuhi kebutuhan nafsunya. Hr. Muslim dan al-Turmudzi. [4]Berdasar hadits ini, jika seorang suami tertarik oleh lawan jenis, segeralah penuhi kebutuhan syahwat dengan isteri sendiri, secara halal. Demikian pula sebaliknya. Dengan memenuhi syahwat suami isteri, akan menjaga keutuhan cinta, dan terhindar dari ketertarikan oleh yang lain. Bahkan pada hadits tersebut tersirat bahwa bergaul suami istri berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologis, sekali gus juga menentarmkan hati yang gelisah.
2. Memelihara Mawaddah dan rahmah Firman Allah SWT:
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ”
Di antara bukti ayat-ayat Allah, Ia ciptakan untukmu jodoh dari jenismu agar mencapai sakinah ketentraman. Ia jadikan di antaramu mawaddah dan rahmah. Sungguh dalam hal ini merupakan bukti ayat bagi orang yang berfikir” (Qs.30:21)Menurut ayat ini terdapat dua cinta yang dicapai dengan pernikahan; cinta mawaddah dan cinta rahmah. Mawaddah adalah cinta yang terwujud dari dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis sebagai fitrah insani. Sedangkan Rahmah ialah cinta yang dilandasi oleh dorongan fitrah Ilahi yang al-Rahman dan al-Rahim.[5] Hanya dengan nikah kedua cinta tersebut akan terpelihara sempurna. Melalui pernikahan kedua cinta tersebut akan terwujud dan terpelihara oleh suami istri. Seseorang mungkin saja bisa mencintai pacarnya sebelum menikah, tapi tidak akan meraih cinta rahmah. Seseorang juga bisa saja menyayangi saudaranya karena pertalian nasab, tapi tidak bisa meraih mawaddah. Hanya suami istri yang dapat meraih kedua cinta sekaligus.
3. Menjaga kesucian Farji dan menahan pandangan
Rasul SAW bersabda:
يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَآءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّومِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَآءٌ
“Hai para pemuda barangsiapa di antaramu mempunyai kemampuan, hendaklah segera menikah. Sesungguhnya nikah itu bisa menahan pandangan dan menjaga kesucian farji“. (Hr. al-Bukhari, Muslim, Ibn Majah, al-Nasa`iy.[6]Hadits ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi nikah adalah menjaga kesucian farji dan menahan pandangan. Dengan demikian untuk menjaga keutuhan cinta, hendaknya pernikahan itu berfungsi menjaga kesucian farji dan menahan pandangan. Firman Allah SWT
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(*)إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(*
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (Qs.23:5-6).Berdasar ayat ini, menyalurkan kebutuhan biologis kepada istri adalah terpuji dan tidak tercela. Jangan sekali-kali memenuhi kebutuhan biologis, kalau bukan bersama suami-isteri. Jika ketentuan tersebut dilanggar, maka akan merusak keutuhan cinta berdua.
4. Menyatukan pandangan
Penyatuan pandangan yang diwujudkan dalam hubungan biologis suami istri bukan hanya yang bersifat badani, tapi juga bersifat ruhani. Dalam peraktek hubungan biologis, sang istri merasa dirinya bersatu dengan suaminya. Sang suami pun bersatu dengan istrinya. Dengan penyatuan ini diharapkan juga bukan hanya berfungsi dalam manyatukan keinginan syahwat, tapi juga dalam pandangan dan pendirian. Dalam kehidupan suami istri pun diharapkan adanya rasa kebersamaan yang erat. Diri istri beranggapan sebagai diri suami, dan diri suami pun sebagai diri istri. Tepatlah apa yang difirmankan Allah SWT:
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
“Istrimu adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi istrimu” (Qs.2:187).Suami istri dalam ayat ini diumpamakan sebagai pakaian. Betapa erat keterkaitan mereka. Mereka saling melengkapi, saling menutupi, saling membutuhkan, tapi juga saling melindungi, sebagaimana fungsi pakaian bagi seseorang. Pakaian juga berfungsi sebagai gambaran iedentitas dan keindahan. Demikian pula antar suami dan istri. Keterikatan semacam ini diharapkan membekas pada penyatuan pandangan dalam menegakkan al-Haq dan mewujudkan generasi yang shalih.
5. Memelihara Kesalihan Turunan
Firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ ءَاتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ.
“Dialah Allah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya, Dia menciptakan istrinya, agar merasa senang kepadanya. Maka setelah suami mencampuri istrinya, istrinya itu mengandung dengan kandungan yang ringan beberapa waktu masih ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat, suami istri berdo’a kepada Allah Tuhannya, seraya berkata: Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami termasuk orang yang bersyukur” (Qs. 7 -Al-A’raf: 189).Ayat ini menunjukkan bahwa seorang mu’min, dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, tidak hanya untuk bersenang-senang, tapi juga mengharapkan anak yang shalih sebagai penerusnya yang akan bersyukur kepada Allah SWT bersama-sama. Berketurunan yang banyak dan berkualitas adalah termasuk manipestasi dari meneruskan perjuangan Rasul SAW. Dikatakan mengharapkan, karena menurut syari’ah, mempunyai keturunan itu bukan kewajiban, tapi saah satu fungsi dan hikmah berkeluarga. Jika berketurunan, hendaklah bersykur, karena telah mendapat ni’mat nasab. Jika tidak berketurunan, juga bersyukur, karena tidak banyak tangung jawab yang mesti dipikul.
6. Menjalin kerjasama
Syari’ah mengajarkan bahwa kepuasan dalam hubungan biologis tidak hanya untuk sepihak, tapi untuk kedua belah pihak suami-istri. Usaha yang demikian itu tentu saja harus dilakukan dengan kerjasama yang baik. Dalam ayat di atas (Qs.2:187) telah digambarkan bahwa istri adalah pakaian bagi suami dan suami pakaian bagi istri. Bagaimana mungkin dalam berpakaian dengan saling mamakai itu bisa harmonis tanpa kerjasama yang baik. Dengan demikian hubungan biologis pun berfungsi melatih kerjasama suami istri.
7. Penuhi Syahat didasari Ibadah
Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa hubungan biologis yang berdasar Islam, tidak hanya mendatangkan kebahagiaan, tapi juga memperoleh pahala, karena termasuk ibadah. Abu Dzar r.a meriwayatkan bahwa sekelompok sahabat menghadap Rasul SAW mengata kan: Ya Rasul Allah! Betapa bahagia orang-orang kaya; kami shalat mereka shalat, kami shaum mereka shaum. Namun mereka melebihi kami, karena bisa bersedekah dengan kelebihan hartanya.
Rasulullah SAW mendengar keluhan mereka menandaskan: Bukankah Allah telah memberikan kesempatan bagi kalian untuk bersedekah (tanpa harta) yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya tasbih adalah sedekah, tiap takbir juga sedekah, tiap membaca laa ilaha illah juga sedekah, tiap tahmid juga sedekah, amar ma’ruf dan nahy munkar pun sedekah, bahkan hubungan kelamin (dengan istrimu) termasuk sedekah. Para shahabat itu bertanya lagi: Wahai Rasul apakah jika salah seorang kami memenuhi kebutuhan syahwatnya dengan bersenang-senang bersama istri juga mendapat pahala? Rasul menandaskan:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ
“Bagaimana pandanganmu, andai ia salurkan syahwat itu kepada yang haram, bukankah berdosa?فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلالِ كَانَ لَهُ أَجْرًا
.Maka tentu saja kalau begitu, jika ia salurkan syahwatnya kepada yang halal akan mendapat pahala”. Hadits Riwayat Muslim,[7]8. Tidak melebihi cinta pada Allah dan rasul-Nya
Rasul SAW bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Seseorang, belum sempurna imannya, sehingga dia mencintaiku melebihi cintanya kepada orang tua, anak dan pada manusia yang lainnya secara kesuluruhan. Hr. al-Bukhari dari Anas.[8]Berdasar hadits ini, boleh mencintai apa dan siapa pun, tapi jangan melebihi cinta pada Allah dan rasul-Nya.
Post a Comment