Sahabatku, aku mendapatkan bahwa yang menjadi pangkal setiap yang bertentangan dengan akhirat, dan yang menjadi sasaran empuk dari tipu daya setan untuk merusak umat dan menyia-nyiakan batas-batas hukum agama, aku temukan hal itu terletak pada kecinntaan terhadap dunia, kehormatan, serta kedudukannya. Ia merupakan pangkal bencana dan muara dari setiap kesalahan. Lalu, bermula dari sinilah para hamba mengabaikan hak-hak Allah dan menelantarkan humkum-hukum-Nya, berupa perintah Shalat, puasa, zakat serta seluruh kewajiban lainnya. Akibat cinta pada harta dan kemegahan, mereka berlumur dengan hal-hal yang haram dan dosa, dan merekapun menganggap remeh sebagian besar perintah Allah dan larangan-Nya.
Oleh karena itu, mereka berani terang-terangan di hadapan Allah dalam melakukan penyimpangan, berani terus-menerus melakukan perbuatan dosa besar, serta berani berbuat aniaya terhadap diri sendiri, sedang mereka tidak merasakan. Padahal, sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan mereka akan ftnah dunia. Telah sampai kepada kita bahwa Rasululullah saw. Bersabda:
“Akan datang kepada kalian sepeninggalku, sebuah dunia yang bakal menelan iman kamu, sebagaiana api menghanguskan kayu bakar”.
Dalam hadis lain Rasulullah saw. Mengatakan:
“Senantiasa Tuhan ku berpaling dari dunia, dan dari orang yang diperdaya serta merasa tenang kepadanya, sejak dunia itu diciptakan smpai hari kiamat.” Dan “Celakalah orang-orang yang memperbanyak harta kecuali orang yang berkata dengannya tentang hamba-hamba Allah demikian dan demikian dari arah kiri dan kanannya, tapi mereka itu hanya sedikit.”
Telah sampai kepada kita bahwa Allah SWT. Mewahyukan kepada Musa as: “Wahai Musa, jangan sekali-kali engkau cenderung kepada cinta dunia, agar engkau tidak datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa yang sangat menyulitkanmu.” Juga telah sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata: “ Wahai pengikutku! Kekayaan itu memang kesenangan di dunia, tetapi kecelakaan di akhirat. Benar, bahwa orang-orang kaya merupakan tempat orang-orang mengambil muka di dunia, tetapi mereka akan diinjak-injak dengan kaki mereka di akhirat, dari depan dan dari punggung. Maka dengan kebenaran aku berkata kepada kalian: “Orang-orang kaya itu tidak akan memasuki alam kerajaan langit.”
Salah seorang salaf berkata: “Aku jatuh dari atas gedung lalu tulangku patah, itu lebih aku sukai daripada bergaul dengan orang kaya.” Ia juga mengatakan, Kekayaan di dunia merupakan kemuliaan, tetapi di akhirat merupakan kehinaan, dan orang kaya akan monyong mulutnya dan akan mengalir air liurnya” Rasul saw. Pernah ditanya oleh seseorang: “Siapa di antara umat Mu yang jahat? Beilau saw. Menjawab: “Orang-orang kaya.”
Celakalah engkau wahai pemuja dunia! Tidakkah pernah sampai kepadamu berita tentang Musa as. Yang melewati seseorang yang sedang menangis dan ketia ia pulang orang itu masih menangis juga, beliau lantas berujar: “Ya Tuha, seorang hamba Mu menangis karena takut kepada Mu,” Tuhan berkata: “Wahai Putra Imran, andai orang itu meninggalkan otaknya bersama air matanya lalu memohon seraya mengangkat kedua tangannya sampai keduanya berjatuhan niscaya tidak Aku ampuni dia, karena dia mencintai dunia.”
Firman Allah SWT Dalam Surat Hud ayat 15 – 16 yang tafsirnya:
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka telah kerjakan.”
Demikianlah keadaan orang yang mencintai dunia, semoga Allah SWT. Melindungi kita sekalian dari kecintaan kepadanya.
Sahabatku! Ketahuilah, bahwa baik dan rusaknya umat tergantung pada baik dan rusaknya ulamanya. Dan di antara ulama itu ada yang menjadi rahmat bagi umat, sehingga berbahagialah bagi siapa yang mengikuti mereka. Namun di antara mereka ada pula yang menjadi fitnah bagi umat sehingga celakalah orang yang akrab dengan mereka. Seorang yang berilmu, bila ia beramal berdasarkan ridha dari Allah SWT. Lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, tentu mereka itulah yang berhak menjadi Khalifah (wakil) pra Rasul as.; menjadi juru nasihat bagi hamba-hamba dan juru penerang ke jalan Allah SWT.
Mereka adalah teman-teman para Nabi di atas mimbar cahaya dalam perhiasan dan berpakaian, mereka dimuliakan dan digembirakan, lalu terhadap semua keluarga, baik yang terdekat maupun yang terjauh, mereka berikan syafaat, karena ketika dibangkitkan, semua makhluk masing-msing menjadi sibuk. Maka merekalah yang menjadi rahmat Allah atas umat serta berkah-Nya atas mereka. Mereka menyeru kepada jalan kemenangan sehinga menjadi berbahagialah orang yang menyambut seruan mereka, dan memperoleh kemenangan orang meneladani mereka, dan tentu saja bbagi mereka pula pahala yang sepurna plus pahala orang yang mengikuti ajakan mereka.
Terdapat beberapa riwayat yang melukiskan keadaan mereka, salah satu diantaranya ialah ucapan salah seorang tokoh tentang tafisr ayat berikut: Siapakah yang lebih baik perkatannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang salih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang bererah diri” (Fushshilat: 33), Ia berkata: Ini adalah kekasih Allah, wali-Nya, hasil seleksi-Nya dan pilihan-Nya. Orang ini adalah yang paling dicintai Allah di antara penghuni bumi. Ia menyambut seruan Allah dan mengajak orang untuk menyambut seruan itu. Dan ia beramal salih dalam menyambut seruan itu seraya berkata: “Aku termasuk orang-orang muslim”.
Inilah khalifah Allah, wahai kaum! Dan ulama semacam inilah yang patut kau teladani dan kau ikuti jejaknya, mudah-mudahan engkau endapatkan kebahagiaan serta kemenangan. Hanya saja sebagian yang lain di antara mereka masih relah terhadap dunia sebagai ganti dari akhirat. Mereka lebih mengutamakan dunia di sisi Allah mereka sangat gemar mengumpulkannya, serta berambisi untuk memperoleh kedudukan padanya. Ulama semacam ini lah yang senang diikuti oleh sebagian besar manusia sehingga banyak sekali di kalangan umat yang mendapat fitnah atas umat.
Mereka meninggalkan nasihat kepada manusia agar mereka tidak dijelek-jelekkan di tengah-tengah masyarakat. Celakalah mereka! Bagaimana mereka akan mendapatkan kebaikan di bawah ancaman dari Allah Azza wa Jalla kepada mereka? Di samping itu mereka telah menjual ilmu dengan harga yang murah. Sungguh, mereka itu merugi, dan alangkah jeleknya apa yang mereka perdagangkan itu, karena selain harus memikul dosa sendiri, ia juga harus menanggung dosa orang-orang yang mengikuti mereka, sehingga semuanya binasa dan menyebabkan binasa. Mereka itulah wakil setan, kaki tangan iblis, semoga Allah tidak memperbanyak orang seperti mereka di kalangan umat manusia. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan tentang fitnah yang ditimbulkan oleh ulama yang lebih mempriorotaskan dunia.
Telah sampai kepada kita bahwa beliau saw Bersabda:
“Para fuqaha (ulama) itu pengemban amanat para Rasul selama mereka tidak menceburkan diri ke dalam urusan dunia, dan apabila mereka berbuat demikian, ragukanlah keberagamaan mereka”.
Beliau saw. Juga bersabda:
Senantiasa umat ini berada di bawah tangan Allah dan di bawah lindungan-Nya selama para pembaca Al Qur’an tidak manut kepada para pejabatnya, selama orang-orang pilihan tidak memberikan restu kepada orang-orang jahatnya, dan selama orang-orang baik tidak mengisitimewakan orang-orang bejatnya. Tetapi, bila mereka melakukan itu, niscaya Allah akan mengangkat tangan-Nya dan menguasakan atas mereka orang-orang yang kejam yang bakal menindas mereka dengan seburuk-buruk siksaan.”
Beliau bersabda lagi: “Tidak terjadi kiamat sampai orang-orang terpercaya berkhianat dan para pembaca Al Qur’an menjadi fasik, mereka dihantam badai fitnah dan diliputi kegelapan sehingga mereka menjadi bingung seperti bingungnya orang-orang Yahudi di dalam gulita.”
Ada yang bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasul! Manusia manakah yang paling buruk? Beliau saw. Menjawab: “Ya Allah, berilah ampunan, seburuk-buruk umatku ialah ulama yang buruk.”
Akan datang kepada manusia suatu masa dimana masjid-masjid ramai tetapi kosong dari petunjuk. Hal demikian terjadi karena ternyata ulama mereka adalah seburuk buruk orang yang dinaungi oleh langit.”
Juga telah sampai pula kepada kita bahwa Allah SWT mewahyukan kepada Daud a. : Janganlah engkau musyawarahkan urusan mu dengan orang alim yang dimabukan oleh cinta kepada dunia, karena ia akan menjatuhkanmu dengan kemabukannya dari jalan kecintaan. Mereka itu adalah perampok-perampok atas hamba-hamba yang menginginkan-Ku.” Seorang ahli ilmua berkata : “Orang yang ditambah oleh Allah ilmunya tapi bertambah pula cintanya kepada dunia, niscaya tidak bertambah dekat jaraknya kepada Allah kecuali kian menjauh. Sebagian ahli ilmu menyebutkan tentang pergaulan dengan para ulama. Ia berkata: “Jika engkau mau, di dalam pergaulan dengan sebagian mereka terdapat fitnah, yaitu bila di antara mereka terperdaya oleh dunia, menggemarinya dan berambisi untuk mendapatkannya. Di dalam bergaul dengan mereka terdapat fitnah yang bakal menambah kebodohan orang yang bodoh, meningkatkan kebejatan orang yang bejat, serta merusak hari orang yang beriman.” Kemudian ia berkata lagi: Ulama yang buruk itu duduk-duduk di tengah jalan menuju akhirat, dan mereka menghalang-halangi hamba-hamba dari perjalanan menuju Allah SWT. Lalu ahli ilmu itu pun menangis.
Telah sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata: “Ulama yang buruk berpuasa dan melaksanakan shalat, tetapi tidak mengerjakan apa yang dianjurkan kepada mereka. Mereka belajr tetapi tidak mengamalkannya. Amat jelek apa yang mereka putuskan, mereka bertobat hanya melalui kata-kata serta angan-angan, dan mereka berbuat pun dengan hawa nafsu. Kamu tiak membutuhkan mereka untuk membersihkan kotoran dari kulit dan hatimu. Dengan kebenaran aku berkata kepada kamu: “Jangan menjadi seperti ampas yang disaring di mana hikmah mengalir dari mulut-mulut kamu tapi masih tersisa kedengkian di dalam dada kamu.
Wahai pemuja dunia! Bagaimana bisa mendapatkan akhirat orang yang tidak pernah padam api syahwatnya terhadap dunia? Tidak pernah putus keinginan dirinya? Dengan sebenarnya aku berkata: Hatimu menangis karena perbuatanmu, kalian menaruh dunia di bawah lidah dan meletakkan ilmu di bawah telapak kaki. Dengan sebenarnya aku mengatakan, kalian telah merusak akhirat kalian. Ternyata kebaikan dunia lebih kau sukai daripada kebaikan akhirat, maka siapa yang lebih merugi dari pada kamu jika kamu mengetahui! Celakalah kalian! Sampai kapan kalian tetap menghalangi orang-orang berjalan menuju cahaya, dan sampai kapan kalian berdiam di peukiman orang-orang yang bingung seakan-akan kalian menyerukan kepada penghuni dunia agar membiarkan dunia ini untuk kalian. Celakalah kalian! Apa gunanya untuk sebuah rumah yang gelap jikalau lampu penerang diletakan di atasnya, sedang di dalamnya sepi dan gelap?
Maka, demikian pula, tidak berguna cahaya ilmu yang berada di mulut-mulut kalian, sedangkan di dalam diri kalian terasa kosong, gelap dan hampa. Wahai pemuja dunia! Tidak maukah kalian menjadi ulama yang mengamalkan ilmunya, menjadi hamba yang bertakwa, dan menjadi orang merdeka yang dimuliakan. Hampir-hampir dunia mencabut kamu dari akar-akarmu lalu ditutupkan kepada muka-mukamu, kemudian kamu ditelungkupkan dan kesalahan-kesalahan mu ditarik dari ubun-ubun kemudian kamu didorong dari belakang untuk diserahkan kepada Sang Raja di Hari Pembalasan dalam keadaan telanjang dan sendiri-sendiri. Lalu Raja itu memberhentikan kamu dan mendirikan kamu dalam keadaan terbuka aurat. Dan akhirnya kamu diberi balasan atas buruknya seluruh perbuatan kamu.
Sahabatku! Mereka adalah ulama-ulama jahat alias setan-setan dalam rupa manusia; mereka menjadi fitnah bagi masyarakat; mereka sangat menggemari harta benda dunia serta kedudukannya mereka lebih mengutamakannya daripada akhirat; dan mereka pun merendahkan agama terhadap dunia. Selagi di dunia mereka sudah tercela, sedangkan di akhirat kelek, mereka merugi; atau Tuhan Maha Mulia akan memberikan ampunan melalui Kemurahan-Nya.
Aku melihat orang yang celaka, yang merugi, yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, bahwa kesenangannya bercampur dengan hal-hal yang menyusahkan dirinya. Mulai dari bermacam-macam bentuk kegelisahan dan kemaksiatan sampai dengan kepada kerusakan dan kebinasaan di akhir perjalanan hidupnya. Kegembiraan yang dulu pernah dimilikinya kembali menjauhinya, tidak lagi tersisa untuk dirinya bagian dari dunianya. Dan ia pun tidak bisa diselamatkan oleh agamanya, bahkan ia memperoleh kerugian ganda di dunia dan akhirat akibat kegandrungannya kepada dunia sedang ia tidak pernah mengetahui apa yang telah ditentukan untuk dirinya, dan itulah bentuk kerugian yang nyata! Alangkah buruknya musibah itu, dan alangkah besarnya bencananya! Karena itulah mawas dirilah kepada Allah.
Sahabatku! Janganlah kamu diperdaya oleh setan dan wakil-wakilnya di antara manusia hanya karena alasan yang lemah di sisi Allah SWT. Sesungguhnya mereka itu rakus terhadap dunia lalu mencari-cari alasan untuk diri mereka.
Mereka menduga bahwa sahabat-sahabat Rasul saw. Juga memiliki harta yang banyak sehingga orang-orang terperdaya itu berlindug di balik kisah mereka tentang para sahabat supaya orang lain mentolerir usaha mereka dalam menumpuk harta. Padahal setan telah menimpakan bala atas mereka, sedang mereka tidak menyadadri!
Celakalah dirimu wahai orang-orang yang telah terkena fitnah! Sesungguhnya dalihmu mengatasnamakan harta Abdurahman bin ‘Auf itu merupakan jebakan setan yang bertutur melalui lidahmu agar dirimu celaka! Sebab, ketika engkau menyangka bahwa sahabat-sahabat pilihan itu menghendaki harta untuk kemewahan, kemuliaan dan perhiasan, sungguh engkau telah berbagi ghibah kepada mereka serta berani mengkaitkan mereka dengan perkara yang besar. Juga ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik dan lebih utama daripada meninggalkannya, sungguh dirimu telah melecehkan Nabi Muhammad saw. Dan para Rasul. Engkau anggap mereka itu sedikit kemauan serta bersikap zuhud terhadap kebaikan yang engkau gandrungi beserta teman-teman mu. Engkau hubungkan mereka dengan kebodohan karena tidak meu mengumpulkan harta seperti yang engkau lakukan.
Demikian pula ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik daripada meninggalkannya, berarti engkau menganggap Rasulullah saw. Tidak memberikan nasihat kepada umatnya karena telah melarang mereka dari mengumpulkan harta, padahal ia tau bahwa hal itu baik untuk mereka. Sungguh engkau telah menipu mereka dengan prasangka itu, pada saat Beliau melarang mereka mengumpulkan harta. Demi Tuhan langit, engkau telah mendustakan Rasulullah saw. Padahal sesungguhnya, bagi umatnya, beliau adalah juru nasihat; beliau prihatin atas nasib mereka.
Baiklah, ketika engkau mengira bahwa mengumpulkan harta halal itu adalah lebih baik dan lebih utama daripada meninggalkannya, sesungguhnya engkau telah menganggap bahwa Allah SWT. Tidak memperhatikan hamba-hamba-Nya, karena telah melarang mereka mengumpulkan harta padahal dia tau bahwa mengumpulkan harta halal itu lebih baik daripada meninggalkannya. Sungguh engkau mengira bahwa Allah SWT. Tidak mengetahui bahwa keutamaan dan kebaikan ini terletak pada mengumpulkan harta karena telah melarang memperbanyaknya. Seakan-akan dirimu lebih mengetahui tempat-tempat kebaikan dan keutaaan darupada Tuhanmu. Maha Suci Tuhan dari kebodohanmu itu!.
Wahai orang yang terfitnah! Sesungguhnya dirimu dijerumuskan oleh setan ketika ia memperindah dalihmu dengan harta sahabat. Celakalah dirimu! Tidak ada gunanya bagimu beralasan dengan harta “Abdurrahman ra. Itu, karena beliau sendiri menginginkan pada hari kiamat agar dia diberi bagian dari dunia sekedar untuk kebutuhan makanan hariannya saja.
Rasulullah saw Berssabda: Tidak seorang pun di antara manusia pada hari kiamat kelak, yang kaya dan miskin, melainkan ia menginginkan supaya diberi bagian dari dunia sekedar untuk makanan harian saja.”
Telah sampai kepdaku bahwa ketika ‘Abdurrahman meninggal dunia, beberapa sahabat Rasul berkata: “Kami mengkhawatirkan ‘Abdurrhman pada harta yang ditinggalkannya.” Ka’ab berkata: “Subhanallah! Apa yang kalian takutkan terhadap ‘Abduurahman? Dia berusaha dengan cara baik dan menafkahkannya juga dengan baik.” Lalu hal itu terdengar oleh Abu Dzarr, dan ia pun keluar dala keadaan marah untuk menemui Ka’ab. Di tengah jalan ia melewati tulang rahang binatang, maka tulang itu pun diambilnya dan ia melanjutkan usaha mencari Ka’ab.
Ada yang membisiki Ka’ab bahwa ‘Abu Dzarr mencarinya. Maka larilah Ka’ab ke tempat ‘Utsman bin Affan, untuk mencari perlindungan dan menceritakan kepadanya tentang apa yang telah terjadi. Abu Dzarr pun terus mencarinya hingga sampai juga ke rumah Utsman Bin Affan. Tak kala Abu Dzarr masuk ke dalam rumah, berdirilah Ka’ab berlindung di balik Utsman bin Affan karena ketakutan. Lalu Abu Dzarr berkata kepadanya: “Wahai putera yahudi! Engkau kira tidak akan terjadi apa-apa dengan harta yang ditinggalkan “Aburrahman!
Suatu hari Rasulullah saw. Keluar dari Masjid Madinah menuju Uhud dan aku bersamanya, beliau berkata: “Wahai Abu Dzarr.” Aku menjawab: “Labaika ya Rasulullah. Orang yang banyak harta adalah orang yang paling miskin di akhirat kelak kecuali orang yang berkata demikian dan demikian dari arah kanan dan kiri, depan dan belakangnya, tapi mereka itu hanya sedikit.” Kemudian beliau berkata: “Wahai Abudzarr!” Aku menjawab: “Ya, ya Rasulullah.” Beliau melanjutkan: “Tidaklah menyenangkan bagiku andai aku memiliki emas sebessar gunung Uhud, yang aku nafkahkan di jalan Allah, lalu aku mati sedangkan pada saat aku mati itu aku masih menyimpan dua qirath.” Kemudian beliau menyambung lagi: “ Wahai Abu Dzarr! Engkau mau yang lebih banyak sedangkan aku mau yang lebih sedikit.” Rasulullah saw. Menginginkan ini sedangkan dirimu, wahai putera Yahudi, bilang tidak apa dengan harta ‘Abdurrahman. Engkau telah berdusta dan berdusta pula orang yang mengucapkan ucapan seperti ini.” Tidak hilang rasa takut Ka’ab sampai Abu Dzarr pergi.
Telah sampai kepada kami cerita tentang Abdurrahman bin ‘Auf, ketika ia kedatangan rombongan kafilah membawa barang-barang miliknya dari Yaman, sehingga seisi kota Madinah pun menjadi gempar. A’isyah ra. Bertanya: “Apa yang terjadi? Lalu dikatakan kepadanya bahwa rombongan kafilah ‘Abdurrahman telah tiba di Madinah. Spontan ia mengucapkan: “Benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Hal ini sampai kepada ‘Abdurrahman, lalu ia pun bergegas mendatangi A’isyah dan bertanya kepadanya. A’isyah menjawab: “ Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda: “Aku melihat surga dan aku melihat orang-orang miskin dari golongan Muhajirin. Orang-orang Muslim pun memasuki dengan bergegas namun aku tidak melihat seorangpun di antara orang-orang kaya yang memasukinya kecuali dengan cara merangkak. Mendengar itu, ‘Abdurrahman lantas berujar: “ Aku menjadikan Allah sebagai saksi bahwa sluruh kafilah ini berikut barang-barangnya untuk jalan Allah, sedangkan seluruh budak-budaknya merdeka, semoga aku memasukinya bersama mereka dengan bergegas.”
Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Pernah berkata kepada ‘Abdurrahman bin Auf, “Adapun dirimu adalah orang pertama masuk surga diantara orang-orang kaya dari umat ku, dan hampir saja engkau tidak memasukinya kecuali dengan cara merangkak.
Celakalah dirimu wahai orang yang terperdaya! Apakah alasanmu tentang harta, padahal ‘Abdurrahman bin ‘Auf dengan keutamaannya, ketakwaannya, perbuatan makrufnya, pengeluarannya di jalan Allah, perssahabatannya dengan Rasulullah saw. Dan berita gembiranya bahwa ia akan masuk surga, tetapi ia harus bertahan lebih dahulu di padang mahsyar, di tengah situasi yang sangat mencekam, hanya gara-gara harta yang ia peroleh secara halal demi untuk menjaga kesucian dirinya untuk erbuatan makrufnya, untuk nafkahnya yang tidak pernah berlebih-lebihan, untuk pengeluarannya di jalan Allah secara sukarela. Hanya karena ini terpaksa ia tidak bisa bergegas menuju surga bersama orang-orang miskin dari golongan Muhajirin. Kelak ia hanya bisa beringsut-ingsut jauh di belakang mereka. Nah, bagaimmana menurut dugaanmu terhadap orang-orang semacam kita yang senantiasa timbul tenggelam di dalam danau fitnah dunia?
Amat mengherankan terhadap dirimu wahai orang yang terperdaya! Sementara anda yang bergumul dalam kubangan syubhat dan haram, yang bersemangat dalam memungut kotoran-kotoran manusia. Yang tidak memperdulikan apa yang didapatkan dala, usaha anda, yang bergelimang dalam kesyubhatan, perhiasan dan kemegahan, yang terperangkap dalam tipu daya dunia, masih saja sempat berdalih dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auff dan hartanya, sesungguhnya sahabt juga dulunya berbuat demikian. Seolah-olah anda menganggap orang-orang salaf tersebut beserta tindakannya menjadi syubhat pula! Celakalah dirimu, karena anggapan demikian termasuk analogi iblis juga termasuk di antara fatwa-fatwanya yang ia bisikan kepada pengikut-pengikutnya.
Berikut aku akan membeberkan kepada dirimu tentang keadaanmu yang sebenarnya dan keadaan para salaf dahulu, agar engkau menyadari keburukanmu sekaligus akan mengerti tentang keutamaan para sahabat dengan harta benda mereka, yang diinginkan untuk menjaga kesucian dan dikeluarkan pada jalan Allah. Mereka berusaha dengan cara yang halal, memakan yang baik, mengeluarkan secara ekonomis, memprioritaskan keuramaan, tidak pernah menahan hak orang lain darinya, dan tidak bersifat kikir dengannya. Mereka berlaku dermawan dengan sebagian besar harta tersebut, bahkan di antara mereka ada yang mendermakan seluruhnya. Terlebih lagi dalam keadaan sulit, justru lebih mereka utamakan daripada diri mereka sendiri, Nah, apakah demikian pula sikapmu? Demi Allah, sungguh dirimu sangat jauh dari menyerupai mereka.
Sahabat-sahabat pilihan tersebut lebih menyukai hidup dalam kemiskinan. Mereka aman dari rasa takut miskin; dengan Allah dan ketentuan-Nya mereka bersuka cita terhadap bala ...mereka menerima dalam kelapangan mereka bersyukur dalam kesusahan mereka bersabar dalam senang mereka memuja kepada Allah mereka tawadhu terhadap kedudukan dan kemegahan mereka bersikap wara’. Mereka tidak mencari dunia kecuali hanya bagian yang diperbolehkan untuk mereka, dan merekapun merasa puas dengan berkecukupan (sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari)Mereka mengharapkan dunia namun mereka rela menjadikannya sebagai pinjaman. Mereka memutuskan perkaranya sekaligus. Mereka bersabar terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan darinya, mereka menelan pahitnya, dan berlaku zuhud terhadap kenikmatan dan kesenangannya. Maka, Demi Allah, apakah demikian sikapmu?
Telah ssampai kepda kami bahwa bila dunia menghampiri mereka, mereka berduka seraya meratap, “Ini merupakan sebuah dosa yang disegerakan pembalasannya.” Namun bila kemiskinan yang mendera mereka, mereka mengucapkan : “Selamat datang simbul orang-orang saleh.”
Juga telah sampai pula kepada kami, bahwa di antara mereka jika memasuki pagi hari dan mendapat makanan di dalam keluarganya, ia lantas menjadi sedih dan murung. Namun jika tidak mendapatkan apa-apa ia malah senang dan gembira. Padahal kebanyakan orang tidak demikian. Bila mereka tidak mendapatkan sesuatu untuk keluarganya, mereka bersedih. Sebaliknya, bila ada justru bergembira, dan engkau tidak demikian. Ia menjawab: “Bila aku memasuki pagi hari sedang di keluargaku tidak memiliki apa-apa, aku gembira karena dengan demikian aku memiliki kesempatan untuk menjadikan Muhammad saw. Sebagai teladan. Tetapi apabila memasuki pagi, aku mendapatkan sesuatu untuk keluarga, aku besedih, karena hari itu aku tidak memperoleh kesempatan untuk menjadikan beliau sebagai teladan.
Berikut ini, telah sampai pula kepada kami, bahwa bilamana berada dalam kemakmuran, mereka merasa prihatin dan meratap, “Apa yang terjadi dengan kami di dunia ini? Dan apa yang dimaui dengannya? Seolah-olah ketika itu mereka berada dalam suasana ketakutan.
Sebaliknya, bila berada dalam keadaan serba kekurangan, mereka malah merasa senang dan berkata, “ Sekarang Tuhan kami telah membuat perjanjian kepada kami.” Kemudian di antara sebagian mereka ada pula yang berkata: “Hari yang menyenangkan hatiku,” Seorang sahabat berkata: “Hari yang menyenangkan untuk ku adalah ketika ada yang bilang bahwa tidak ada apa-apa di rumah, tidak ada dinar, tidak ada dirham, juga tidak ada makanan, sebab bila Allah SWt. Menyukai seorang hamba, ia akan mengujinya, “ Demikian keadaan dan sikap orang-orang terdahulu, padahal sesungguhnya keutamaan mereka jauh dari sekedar yang telah kusebutkan tadi. Maka, Demi Allah, demikiankah keadaanmu? Demi Allah, sungguh sangat jauh kemiripanmu dengan mereka!
Lalu, sekarang aku akan membuka kedokmu wahai orang yang terperdaya! Sungguh keadaanmu sangat bertolak belakang dengan keadaan mereka, orang-orang salaf. Hal demikian terjadi karena engkau sering melampaui batas ketika kaya, berlaku sombong ketika lapang, bersuka ria di kala senang, lupa bersyukur terhadap nikmmat,frustasi di kala susah, benci bila ditimpa bala, dan tidak bisa menerima ketentuan Tuhan. Engkau membenti kefakiran dan menghindar dari kemiskinan, padahal keadann tersebut merupakan kebanggaan orang-orang Muslim, sedangkan dirimu malah menjauhinya.
Engkau sengaja menumpuk harta karena takut miskin. Padahal perbuatan demikian, cerminan dari buruk sangkamu kepada Allah dan kurang yakinmu kepada jaminan-Nya. Kiranya cukuplah sikapmu itu sebagai dosa, terlebih lagi bila engkau menumpuk harta itu untuk kesenangan, kemewahan, keinginan dan kenikmatan dunia.
Rasulullah saw. Bersabda: “Seburuk-buruk umatku, mereka yang diberi makan dengan kemewahan, lalu tubuh mereka tumbuh darinya. Seorang ahli ilmu berkata: “Akan datang pada hari kiamat kelak sekelompok orang yang menuntut kebaikan untuk mereka, lalu dikatakan kepada mereka: “Kamu telah menghabiskan rezkimu dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya .” (QS. Al-Ahqaf :20). Ternyata dirimu berada dalam kelalaian.
Engkau telah dicegah untuk menadapatkan kenikmatan akhirat lantaran kenikmatan dunia, maka alangkah besar penyesalan dan kecelakaan itu! Benar, barangkali engkau mengumpulkan harta demi kemegahan, kebanggaan dan perhiasan di dunia, padahal telah sampai kepada kami bahwa siapa yang mencari dunia untuk bermegahan dan berbangga dengannya, kelak ia akan berjumpa dengan Allah, dan Allah dalam keadaan marah kepadanya, sedangkan engkau tidak merasa terancam dengna kemarahan Allah yang bakal menimpamu ketika menginginkan kemegahan dan kemewahan itu.
OK. Barangkali menetap di dunia ini lebih engkau sukai daripada berpindah ke haribaan Allah Azza wa Jalla, dan engkau tidak suka untuk bertemu dengan Allah, padahal Allah lebih tidak suka untuk bertemu dengan mu. Engkau tetap berada dalam kelalaian, bahkan barangkali engkau akan meratapi kehilangan kesempatan mu untuk meraih mata benda di dunia itu.
Rasulullah saw. Bersabada: “Siapa yang menyesali dunia yang luput darinya, ia mendekati api neraka sejauh seribu tahun perjalanan.”
Nah, engkau sangat menyesali sesuatu yang luput darimu tanpa merasa terancam dengan kedekatanmu kepada siksaan Allah SWT. Benar, barangkali engkau kadang-kadang harus keluar dari agama mu demi untuk memenuhi keinginan duniawimu, lalu engkau bersuka cita terhadap dunia yang menghampirimu dan hatimu pun senang kepadanya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw Bersabda: "Siapa yang menyukai dunia dan itu menyenangkannya, hilanglah rasa takut akan akhirat dari hatinya.”
Salah seorang Ulama mengatakan: “Engkau akan diperhitungkan lantaran kesedihanmu, juga akan diperhitungkan lantaran kegembiraan mu terhadap dunia tat kala engkau mampu meraihnya.”
Siapa yang menyukai dunia, dan hal itu menyenangkannya, tercabutlah kekhawatiran terhadap hari akhirat dari hatinya. Egnkau bersukaria terhadap duniamu, sementara kau lepaskan kekhawatiran terhadap Allah. Baik, barangkali kepandaianmu pada dunia lebih berlipat daripada perhatianmu pada urusan akhirat barangkali musibah yang menimpamu karena maksiat lebih ringan menurutmu daripada musibah berkurangnya dunia. Baik, barangkali kekhawatiran terhadap kehilangan harta barangkali lebih belipat daripada kekhawatiranmu terhadap dosa. Barangkali engkau mengeluarkan untuk orang lain sesuatu yang engkau kumpulkan dari kotoran yang tercemar demi kedudukan dan kemuliaan dunia; Barangkali engkau rela orang-orang lain menerima murka Allah agar berbuat baik kepadamu, menghargai dan memuliakanmu.
Celakalah dirimu! Seakan-akan penghinaan Allah terhadapmu pada kari kiamat tidak berarti bagimu dibanding penghinaan manusia terhadapmu di dunia. Barangkali engkau menyembunyikan keburukanmu di mata manusia dan engkau tidak merasa terancam dengan pengetahuan Allah terhadap hal itu, seakan-akan tercemarnya namamu di sisi Allah tidak berarti bagimu daripada tercemarnya namamu di mata manusia; seakan-akan makhluk lebih tinggi nilainya di matamu daripada Khaliq. Maha Suci Allah dari kebodohanmu.
Celakalah dirimu! Masih ada sisa-sisa keburukan lainnya yang belum pernah disandang oleh dirimu dan bagaimana engkau akan berkata di hadapan orang-orang yang berakal. Padahal aib itu ada pada dirimu, dan dirimu berlumur dengan kotoran namun masih ingin berdalih dengan harta orang-orang yang suci.
Amatlah jauh kemiripanmu dengan orang-orang salih terdahulu! Demi Allah sesungguhnya telah sampai kepadaku bahwa mereka dalam hal yang di halalkan, lebih zuhud daripada kamu dalam hal yang di haramkan. Sesuatu yang tidak apa-apa menurutmu, merupakan bencana bagi mereka. Kesalahan kecil mereka pandang lebih besar daripada kamu dalam memandang dosa besar. Sebaik-baik dan sehalal-halal harta menurtmu adalah bagaikan yang subhat di antara harta mereka. Engkau prihatin terhadap kejahatan sebagaimana mereka prihatin terhadap kebaikan mereka karena khawatir tidak diterima. Puasamu bagaikan berbukanya mereka, kesungguhanmu dalam beribadah bagaikan masa reses dan waktu tidur mereka, bahkan seluruh kebaikanmu setara dengan satu dari kebaikan mereka.
Salah seorang sahabat berkata: “Keuntungan para shiddiqin (Orang-orang yang benar dan jujur) adalah sesuatu yang luput dari dunia mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah sesuatu yang dijauhkan dari mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah adalah sesuatu yang dijauhkan dari mereka di antara dunia. Maka siapa yang tidak demikian keadaannya, tidaklah ia bersama mereka di dunia, apalagi di akhirat.” Subhanallah! Berapa jauh perbedaan antara dua golongan tersebut! Golongan bersama sahabt pilihan yang mencari ke dudukan di sisi Allah dan golongan bersama kalian dalam kelompok orang-orang yang rendah. Semoga Allah Yang Maha Mulia memberikan ampunan dengan Karunia-Nya.
Apabila engkau mengira bahwa dirimu meneladani para sahabat dalam menumpuk harta untuk menjaga kesucian dan mengeluarkannya di jalan Allah, coba renungkanlah terlebih dahulu urusanmu itu! Celakalah dirimu, masih bisakah kita Ataukah engkau mengira bahwa engkau berhati-hati dalam mencari yang halal sebagaimana yang mereka lakukan? Padahal telah sampai ke padaku bahwa di antara sahabt ada yang mengatakan, “Kami meninggalkan tujuh puluh pintu dari yang halal karena khawatir akan jatuh kepada salah satu pintu yang haram”. Saudara ku! Adakah kewaspaadaan seperti ini dalam dirimu? Tidak, demi Tuhan Ka’bah, aku tidak mengira ada hal demikian pada dirimmu? Oleh karena itu, yakinah bahwa mengumpulkan harta dengan tujuan untuk berbuat baik adalah jebakan setan yang akan menggiringmu. Lantaran kebaikan itu, kepada usaha syubhat yang berbaur padanya antara yang batil dan yang haram.”
Wahai orang-orang yang terperdaya, tidakkah engkau mengetahi bahwa kekhawatiranmu akan tercebur ke dalam syubhat lebih utama dan lebih mulia nilainya di sisi Allah daripada berusaha dalam syubhat dan mengeluarkannya di jalan Allah dan di jalan kebaikan.
B Aku mendengar seorang ahli ilmu berkata: “Engkau meninggalkan satu dirham karena khawatir bahwa hal itu tidak halal, lebih baik bagimmu daripada engkau bersedekah dengan seribu dinar dari barang yang syubhat, yaitu yang tidak engkau ketahui apakah barang tersebut bagimu halal atau tidak.”
Kemudian, jika engkau mengira bahwa dirimu adalah paling bertakwa dan paling Wara’ untuk terjerumus ke dalam syubhat, dan engkau mengumpulkan harta halal berdasarkan dugaanmu untuk dikeluarkan di jalan Allah, celakalah dirimu bia menduga demikian sehingga merasa tidak akan diajukan untuk perhitungan (hisab). Karena sesungghnya para sahabat pilihan sangat takut terhadap pertanyaan ketika hisab.
Telah sampai kepada kami bahwa di antara mereka ada yang berkata: “Tidaklah menggemberikan ku kalau aku mendapatkan hasil dari usahaku setiap hari sebanyak seribu dinar dari barang yang halal, lalu aku nafkahkan dalam ketaatan kepada Allah dan usaha tersebut tidak menghalangiku melakukan shlata jamaah!.” Orang-orang berkata, kenapa demikian, mudah-mudahan Allah mengaisihimu? Ia menjawab: “Karena au tidak besa lepas dari suaru maqam pada hari kiamat, sehingga Allah SWT. Bertanya: “Hambaku, darimana usahamu ini dan di mana engkau nafkahkan?” Mereka itu orang-orang yang bertakwa yang berada dalam meliu Islami yang utuh, sedangkan barang yang halal tersedia buat mereka, tapi mereka meninggalkan harta karena malu akan di hisab, sebab khawatir bahwa kebaikan harta mereka tidak bisa menutupi keburukannya.
Adapun dirimu saat ini berada di tengah-tengah sampah umat, dan barang yang halal di masamu sangat langka, dan engkau memperebutkan kotoran-kotoran, lalu engkau mengira bahwa dirimu mengumpulkan harta yang halal! Celakalah dirimu! Di mana barang yang halal itu sehingga engkau bisa mengumpulkannya?
Walaupun harta yang halal tersedia di hadapanmu, namun apakah engkau tidak takut hatimu akan berubah ketika telah menjadi kaya? Karena, telah sampai kepada kami, bahwa di antara sahabt ada yang mendapatkan harta warisan yang halal, lalu ia meniggalkannya sebab khawatir itu akan merusak hatinya. Maka apakah engkau berkeyakinan bahwa hatimu lebih terpelihara daripada hati para sahabat sehingga engkau tidak menyimpang sedikitpun dari kebenaran dalam urusan dan keadaanmu. Maka jika engkau menduga demikian, sesungguhnya engkau telah berbaik sangka terhadap nafsumu yang selalu menyruh kepada keburukan. Celakah dirimu! Aku di sini hanya sekedar memberi nasihat.
Aku berpandangan, alangkah baiknya jika engkau merasa puas dengan berkecukupan dalam kebutuhan se hari-hari dan engkau tidak mengumpulkan harta demi perbuatan baik sehingga engkau tidak perlu diajukan pada hari hisab. Sebab telah sampai kepada kami, bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
“Siapa yang diseldiki secara mendalam ketika hisab, ia akan disiksa.”
Tertulis dalam Kitab Ihya, sebuah hadis yang berbunyi: “Seorang laki-laki dihadapkan pada kiamat, ia yang telah mengumpulkan harta dengan cara yang haram dan mengeluarkannya pada jalan yang haram pula, maka dikatakan , ‘Bahwa ia ke neraka. ‘Kemudian dihadapkan pula seorang laki-laki yang mengumpulkan harta secara halal tapi ia memngeluarkannya pada hal yang haram, maka dikatakan, ‘ Bahwa ia ke neraka, ‘Berikutnya dihadapkan pula seorang laki-laki yang telah berusaha secara halal dan mengeluarkannya pada jalan yang halal, maka dikatakan kepadanya ‘Berhenti dulu! Barangkali lantaran mencari harta itu engkau melalikan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadamu, pada shalat umpamanya, engkau tidak melaksanakannya tepat waktu, atau sedikit engkau anggap remeh pada ruku, sujud dan wudhunya.
Laki-laki itu menjawab “Tidak, ya Tuhan, aku berusaha dengan baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, juga tidak melengahkan sedikit pun di antara apa yang Engkau wajibkan kepadaku. ‘Kemudian dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau pernah menyoombongkan diri dengan kendaraan atau dengan pakaianmu, atau apapun yang engkau merasa bangga dengannya, ‘Ia menjawab: “Ya Tuhan ku, aku berusaha secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku, juga tidak menyombongkan diri atau merasa bangga dengannya, ‘Lalu dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau pernah menahan hak orang lain yang telah Aku suruh dirimu untuk memberikan kepadanya baik dari kerabatmu, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang musafir, ‘Ia menjawab: “Tidak, ya Tuhanku, aku telah berusaha secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melalaikan sedikitpun di antara apa yang telah Engkau wajibkan kepadaku, tidak menyombongkan diri dan tidak pula merasa bangga serta tidak menahan hak orang lain yang telah engkau perintahkan kepadaku untuk memberikan kepadanya, ‘Lalu orang-orang tadi di datangkan dan berdebat dengannya.
Mereka berkata, ‘YA Tuhanku, Engkau telah memberinya, menjadikannya kaya, menempatkannya di tengah-tengah kami dan menyuruhnya untuk memberi kami. ‘Maka jika orang ini benar-benar memberikan hak mereka, tidak melalaikan kewajibannya, tidak sombong dan berbangga, akan dikatakan kepadanya, Tunggu dulu! Sekarang hadirkan kesyukkuranmu terhadap satu nikmat yang telah aku karuniakan kepasamu, baik dari makanan, minuman, tegukan atau kelezatan. ‘Dan laki-laki itu terus saja ditanyai..” Nah, celakalah dirimu, siapa yang berani untuk diajukan dalam sidang pengadilan seperti ini, dihujani pertanyaan bertubi-tubi kecuali orang yang tertipu dan terperdaya sepertimu!.
Celakalah diirmu! Interogasi seperti tadi diajukan kepada seseorang yang selalu konsisten dalam mencari yang halal, yang selalu menunaikan hak-hak dengan hartanya, dan senantiasa melaksanakan kewajiban sesuai dengan batasan-batasannya, namun dia harus dihisab dengan hisab seperti itu. Lantas bagaimana menurutmu orang-orang seperti kita yang senantiasa timbul tenggelam dalam fitnah dunia dalam lumpurnya dalam syubhat dan perhiasannya. Celakalah engkau, karena interogasi semacam inilah maka orang-orang bertakwa enggan berurusan dengan dunia. Mereka merasa cukup dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, berusaha mengerjakan kebajikan yang lain tanpa perlu susah payah mencari harta.
Maka hendaknya dirimu menjadikan orang-orang pilihan tersebut sebagai teladan. Tetapi jika dirimu merasa enggan untuk melakukan hal demikian dan tetap mengira bahwa engkau sudah berada pada batas optimal dalam wara’ dan takwa, bahwa tidak mencari harta kecualli dari barang yang halal dengan dugaanmu bahwa hal itu untuk menjaga kesucian dan untuk pengeluaran di jalan Allah, engkau yakin bahwa sedikit pun engkau tidak menegeluarkan harta halal kecuali dengan benar, juga hatimu sedikitpun tidak berubah dari hal-hal yang disukai oleh Allah SWT.
Dan tidak membenci-Nya, baik secara rahasia maupun terang-terangan, bahkan selalu merasa takut, dan jika memang demikian adanya dirimu, tetapi engkau pasti tidaklah demikian, namun bagaimanapun keadaanyya yang penting engkau harus bersikap rela terhadap berkecukupan dan berusaha menghindari pemilik harta bila mereka ingin melibatkanmu. Lalu berusaha bergabung dengan rombongan pertama, yaitu rombongan Muhammad saw. Tanpa perlu ada kekhawatiran bakal tertahan untuk diperhitungkan. Tentulah mencari selamat atau celaka.
Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berssabda: “Para fakir miskin dari golongan Muhajirin lebih dahulu masuk surga daripada orang-orang kaya di antara mereka, selama lima puluh ribu tahun.” Beliau juga mengatakan: “Adapun pemilik harta, mereka bakal menemui kesulitan berupa penahanan, dan akan mengalami haus sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah”.
Hadis lain berbunyi: “Orang-orang miskin dari kaum yang beriman memasuki surga sebelum orang-orang kaya, mereka bersenang-senang dan memakan makanan, sedang yang lain masih merangkak dengan lutut mereka, maka Allah SWT. Berkata: “Di sana ada orang-orang yang aku kehendaki sebelum kamu, kalian adalah pemimmpin dan pejabat, maka, tunjukanlah kepada Ku apa saja yang telah kalian perbuat dengan sesuatu yang telah Aku berikan kepada kalian.”
Salah seorang ahli imu berkata: “Tidaklah menggembirakanku walau aku memiliki Humran Ni’am (kiasan untuk kenimkmatan yang besar), sedang aku tidak bisa bergabung dengan rombongan pertama bersasma Muhammad saw. Dan kelompoknya.
Wahai kaum yang mengkhawatirkan hisab! Raihlah kesempatan bersama orang-orang yang ringan beban hisab-nya dalam rombongan orang-orang Muslim, serta takutlah bila terlambat dan terpisah dengan rombonan Rasulullah saw. Sebagaimana takutnya orang-orang yang bertakwa.
Diceritakan bahwa seorang sahabat merasa haus lalu ia minta minum, maka didatangkanlah kepadanya segelas air dan madu. Ketika ia mengambil air itu dan meneguknya, ia pun terseduh kemudian menangis dan menangis. Lalu ia berusaha mengusap air mata dari wajahnya dan hendak berbicara, tapi ia kembali menangis.
Ketika tangisannya kian menjadi-jadi seorang bertanya kepadanya, apakah tangisan itu lantaran iar tadi? Ia menjawab: “Benar! Tat kala suatu hari aku duduk bersama Rasulullah saw. Dan tidak ada orang lain bersama beliau ketika itu selain diriku, beliau memertahankan dirinya dan berseru: “Menyingkirlah dariku” Aku bertanya kepadanya: “Demi dirimu, maka siapakah gerangan yang engkau ajak bicara? Beliau menjawab: “Itulah dunia yang tampil di depanku dengan corak dan keindahannya, yang berkata kepadaku: Wahai Muhammad, raihlah aku! Maka aku katakan kepadanya: “Menyingkirlah dariku!” Lalu ia berkata lagi :”Jika engkau selamat dariku, wahai Muhammad, sesungguhnya tidak akan selamat dariku orang-orang sesudahmu.
Wahai kaum, orang-orang pilihan itu menangis kecuali takut bila terputus hubungan dengan Rasulullah saw. Hanya lantaran meminum air yang halal, maka celakalah dirimu yang bergelimang dengan kenikmatan dan syahwat yang sulit untuk dikatakan terbebas dari usaha haram dan syubhat, padahal engkau tidak merasa khawatir akan terputus hubungan dengan Rasul saw. Alangkah bodohnya kebodohan mu itu!
Sungguh malang nian nasibmu, bila engkau tercecer dari rombongan Muhammad saw. Pada hari kiamat. Pasti engkau akan menyaksikan suatu peristiwa dahsyat yang membuat malaikat dan nabi-nabi bergidik melihatnya.
Bila engkau lengah dari mengejar rombongan itu, pasti engkau akkan mengalami masa yang panjang untuk menyusulnya. Bila engkau menghendaki harta yang berlimpah pasti engkau akan mengalami sulitnya hisab. Bia engkau tiidak merasa puas dengan yang sedikit pasti engkau mengalami masa penantian rintihan dan ratapan yang amat panjang. Bila engkau rela dengan keadaan orang-orang yang tertinggal, pasti engkau akan terputus hubungan dengan golongan kanan, dengan Rasul Tuhan Semesta Alam, dan engkau akan sangat terlambat untuk menikmati karunia orang-orang yang diberi kenikmatan,\. Dan bila engkau bersebarangan dengan sikap orang-orang yang bertakwa, pasti engkau akan bersama orang-orang yang tertahan dalam situasi yang mencekam di Hari Pembalasan.
Celakalah dirimu, renungkanlah apa yang engkau dengar! Maka jika engkau mengira bahwa dirimu juga seperti orang-orang salaf pilihan, merasa puas dengan sekedar bisa makan sehari-hari, bersikap zuhud terhadap yang halal, menafkahkan harta benda lebih engkau utamakan daripada diri sendiri, tidak khawatir akan kemiskinan, tidak menumpuk harta untuk hari esok, tidak menyukai harta berlimpah dan dan kekayaan, rela dalam kefakiran, gembira dengan yang sedikit dan kemiskinan, senang dengan kerendahan dan kesederhanaan, benci kedudukan dan ketinggian, engkau merasa kuat dalam urusanmu, dan tidak berubah dari petunjuk, sesungguhnya engkau telah melakukan hisab terhadap dirimu di dunia. Engkau telah menjalankan semua urusanmu sesuai dengan yang telah disetujui oleh keridhaan ALLAH SWT. Engkau tidak akan ditahan untuk diinterogasi dan tidak akan di hisab, dan orang sepertimu termasuk di antara orang-orang yang takwa.
Hanya saja engkau masih berpikiran bahwa engkau mengumpulkan harta yang halal untuk pengeluaran di jalan Allah. Maka, celaka dirimu, wahai orang yang terperdaya! Renungkanlah! Permasalahanmu dan perbaikilah pandanganmu! Tidakkah engau mengetahui bahwa menghindari kesibukan dengan harta serta mengosongkan hati untuk berzikir, mengingat menyebut, berpikir dan merenung tentu lebih selamat untuk agama, lebih memudahkan untuk hisab, lebih meringankan pertanyaan ketika diinterogasi, lebih merasa aman dalam menghadapi dahsyatnya peristiwa kiamat, lebih memperbanyak pahala dan lebih meninggikan nilaimmu di sisi Allah SWT, dalam keadaan berlipat-lipat.
Salah seorang sahabt berkata: “Andaikan seseorang di dalam sakunya memiliki sejulah uang dinar yang diinfakannya, sedang yang lain berzikir kepada Allah SWT. Niscaya yang berzikir itu lebih utama.”
Diceritakan bahwa salah seorang ulama ditanya tentang orang yang mencari harta untuk dikeluarkan dalam kebajikan, ia menjawab: “Meninggalkannya justru lebih baik.” Seorang Tabi’in pilihan ditanya tentang dua orang, salah seorang di antaranya mencari harta yang halal dan ia mendapatkannya, lalu dengannya ia menghubungkan tali silaturrahmi dan diperuntukannya untuk dirinya, sedangkan yang lain menjauh tidak mau mencarinya dan tidak mau menerimanya, maka yang mana di antara mereka yang lebih utama? “Demi Allah, jauh sekali antara keduanya, yang menghindar lebih utama, perbedaannya sama dengan antara timur dan barat,” Jawabnya.
Lebih baik bagimu untuk menyerahkan dunia kepada orang yang mengejarnya. Sedangkan bagimu sekarang adalah menjauhi kesibukan dengan harta supaya lebih menyegarkan untuk tubuhmu, mengurangi kecapaianmu, menyenangkan untuk hidupmu, memuaskan hatimu, mengurangi kegundahan dan kegelisahanmu. Maka atas dasar apa engkau mengumpulkan harta kalau meninggalkannya dapat membuatmu lebih utama daripada orang yang mengejarnya untuk tujuan kebajikan.
Benar, kesibukanmu dengan mengingat Allah lebih utama untuk mu daripada mengeluarkan harta di jalan-Nya, sehingga berkumpulah pada dirimu kesenangan dunia serta keselamatan serta keutamaan di akhirat.
Baiklah, seandainya mengumpulkan harta untuk kebajikan itu lebih utama daripada menjauhinya, pastilah kami didahului oleh Nabi Muhammad saw. Terhadap keutamaan dan kebaikan yang kamu kira terdapat dalam pencarian harta itu. Akan tetapi, Rasulullah saw. Mengetahui betul bahwa ridha Allah SWT. Terletak pada sikap menghindari dunia, maka dari itu jauhilah oleh mu.
Diceritakan dari Rasulullah saw. Bahwa beliau bersabda: “Aku didatangi oleh Jibril as. Yang membawa kunci perbendaharaan bumi. Maka demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, aku tidak mengulurkan tangan kepadanya.”
Dalam hal ini, seorang sahabt berkomentar, andaikata beliau mengeahui bahwa di situ ada kebaikan, pastilah beliau saw. Mengulurkan tangannya.
OK, andaikata dalam pengumpulan harta itu terdapat keutamaan yang besar, pastilah demi keutamaan akhlak engkau harus meneladani Nabi Muhammad saw. Karena dengannyalah Allah memberinya petunjuk, sekaligus kau harus pula menerima pilihan beliau saw. Untuk dirinya, yaitu menghindari dunia.
Rasulullah saw. Bersabda : “Apalah bagiku dan bagi dunia, tidaklah aku dan dunia ini melainkan seperti seorang musafir yang menunggangi kendaraannya lalu berteduh di bawah sebatang pohon kemudian ia berangkat lagi meninggalkannya.”
Dalam sebuah doanya beliau saw. Berkata: “Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama orang-orang miskin, janganlah engkau campurkan aku bersama orang-orang kaya.” Dan dalam doanya yang lain beliau saw. Berkata :”Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekedar memenuhi kebutuhan.”
Celakalah dirimu! Apakah kalian mengira bahwa Muhammad saw, itu bodoh sehingga memilih alternatif ini untuk dirinya? Tidak!!! Demi dzat yang telah memuliakannya dengan risalah, tidaklah beliau memilih suatu alternatif ini untu dirinya, melainkan pada perkara yang lebih utama dan lebih tinggi nilainya. Maka, ridhailah untuk dirimu sesuatu yang diridhai oleh Nabi Muhammad sw. Jadikanlah Nabimu itu sebagai teladan, dan berjalanlah di bawah panji-panjinya untuk mencapai surga dengan segera.
Saudaraku, renungkanlah apa yang kau dengar sarta yakinlah bahwa kebahagiaan dan kemenangan terdapat dalam tindakan menghindari dunia. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Sesungguhnya pemuka orang beriman di surga adalah orang yang apabila ia makan siang, ia tidak bisa makan malam, apabila ia mencari utang, ia tidak mendapatkan uang; ia tidak memiliki kelebihan pakaian kecuali yang menutupi tubuhnya, dan ia tidak mampu untu mencari sesuatu yang memperkayanya. Ia memasuki sore dalam keadaan demikian dan memasuki pagi juga dalam keadaan demikian, ia selalu ridha kepada Tuhan-nya. Mereka itulah orang-orang yang telah ddiberi nikmat oleh Allah dan golongan para nabi, shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang salih. Maka alangkah baiknya mereka sebagai teman-teman (QS. An-Nisa : 69).
Saudaraku, renungkanlah apa yang engkau dengar dan yakinlah bahwa keburukan itu terkumpul dalam perbuatan memperbanyak harta benda dunia. Telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw. Berkata kepada Bilal ra.: “Jika engkau mampu berjumpa dengan Allah dalam keadaan miskin, bukan dalam keadaan kaya maka lakukanlah.” Bilal berkata: “Bagaimana dengan diriku wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Apa yang dirizkikan kepadamu jangan disembunyikan dan apa yang diujikan atasmu jangan ditolak.” Bilal berkata lagi : “Bagaimana dengan diriku terhadap hal demikian ya Rasulullah?” Beliau berkata: “Atau engkau mau ke neraka?”.
Celakalah dirimu! Jika engkau memahami apa yang engkau dengar, maka tiada lagi alasan bagimu untuk mengumpulkan harta lebih dari sekedar kebutuhan sehingga dapat engkau jadikan dalih di hadapan Allah. Sungguh, demi Allah, jadikanlah itu kesibukan! Sampai kapan engkau masih tetap menumpuk-numpuk harta setelah adanya penjelasan ini. Sesungguhnya telah ditolak pengakuanmu bahwa engkau menumpuk harta untuk tujuan berderma dan kebaikan. Pasti engkau lakukan itu karena takut kemiskinan, juga engkau lakukan demi kenikmatan, perhiasan, kemewahan, bermegahan, keududukan, riya, kesombongan, penghargaan, sanjungan dan kemuliaan, lalu engkau mengira bahwa usaha itu demi kebajikan.
Sungguh maang nasibmu! Hati-hatilah terhadap Allah SWT. Dan malulah dengan pengakuanmu wahai orang yang terpeerdaya, karena sesungguhnya dirimu terjebak dalam fitnah dengan mencintai dunia. Jadikanlah dirimu mengakui bahwa keutamaan, kebaikan, dan ridha terhadap sekedar kebutuhan sehari-hari adalah dalam menghindari kelebihan. Jadikanlah dirimu ketika mengumpulkan harta itu merasa tertipu lalu mau mengakui kejahatanmu serta takut kepada hisab. Maka hal demikian itu lebih selamat untukmu dan lebih dekat kepada maaf daripada mencari-cari alasan untuk menumpuk-numpuk harta.
Saudaraku! Renungkanllah apa yang engkau dengar, dan perhatikanlah diri sendiri melalui akal sehatmu. Sesungguhnya keberuntungan untuk mu terdapat dalam menghindari dunia, dan Allah tidak memerlukanmu, tetapi dirimulah yang sangat butuh kepada Allah SWT.
Saudaraku! Ketahuilah bahwa pada masa sahabat r.a .. harta yang halal banyak tersedia, namun mereka adalah orang yang paling wara dan paling zuhud terhadap yang diperbolehkan untuk mereka. Sedangkan pada masa kita sekarang, yang halal sudah langka, maka bagaimana dengan kita untuk mendapatkan walau sekedar memenuhi kebutuhan dan menutupi hajat? Adapun perbuatan dari menumpuk-numpuk harta pada zaman kita sekarang, mudah-mudahan Allah SWT. Melindungi kita dari hal yang demikian. Maka, mana ketakwaan kita seperti takwanya para sahabat, seperti wara’, zuhud, dan kewaspadaan mereka? Mana nurani kita seumpama nurani dan kebaikan niat mereka? Kita telah dijangkiti, demi Tuhan Langit, oleh berbagai macam penyakit jiwa serta nafsu rendahnya, padahal dalam waktu dekat akan tiba waktu menghadap.
Maka, alangkah bahagianya orang yang ringan bebannya ketika mereka mendahului; alangkah geisahnya orang yang berat bebannya keetika harus tertahan dan alangkah senangnya orang-orang yang bertakwa pada hari dikumpulkan! Sedangkan duka cita yang panjang bagi orang yang bermewah-mewah dan mencampur adukan. Aku telah meberikan nasihat kepada kalian jika mau menerimanya, tapi sayang yang mau menerima nasihat ini hanya sedikit. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui rahmat-Nya
Post a Comment