Kawanku, aku merenungkan kodisi kita pada masa sekarang. Lama aku berfikir, lalu aku mendapatkan bahwa masa sekarang adalah masa-masa amat kompleks. Syariat-syariat keimanan telah berganti, pakain-pakaian ke Islaman telah terlepas, ajaran-ajran agama telah berubah, dinding-dinding hukum telah runtuh, serta kebenaran pu telah menjadi hilang sehinga penghuninya terancam binasa, kebatilah merajalela serta pengikutnya hari demi hari kian bertambah. Aku juga menemukan segala bentuk fitnah semakin saling tumpang tindih sehingga membuat bingung orang yang berakal, hawa nafsu kian dominan, dan musuhpun makin leluasa. Jiwa-jiwa dengan kegandrungannya terhadap seklurisme tersandera oleh nafsu syahwat yang bergelantungan; keinginan rendahnya ia perturutkan, dan dunia lebih ia priorotaskan daripada akhirat. Kemudian, dengan kegemarannya terhadap kedudukan dan kemegahan, ia sangat berambisi. Pemikirannya terhalang oleh riya” sehingga butalah ia akan akhirat.
Nurani dan kondisi pada masa kita memang jauh berbeda dengan nurani serta keadaan para salaf pendahulu kita. Telah sampai kepada kita bahwa sebagian sahabat berkata: “Seandainya salah seorang pendahulu kita yang salih dibangkitkan kembali dari kuburnya, lalu melihat pembaca-pembaca Al Qur’an, tentu tidak mau berbicara dengan mereka, dan akan berkata kepada semua orang, “mereka itu tidak beriman kepada hari perhitungan”.” Hanya kepada Allah saja aku mengeluhkan keadaan yang menimpa kita, berupa perubahan, pergantian dan pertentangan dengan “akhbar”(1) (akhbar adalah bentuk jamak dari khabar, yaitu berita-berita baik yang bersumber dari Al Qur’an maupun hadis.)
Tentang hal ini, telah sampai kepada kita Sabda Rasulullah saw. Yang mengatakan, ’Akan datang pada umat ini suatu masa ketika orang yang berpegang pada agamanya pada hari itu bagaikan menggenggam bara api”, (2) (Hadis diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi).
Juga Sabda Beliau yang berbunyi: “Orang yang tetap berpegang pada Sunnah pada saat terjadi kerusakan moralitas manusia, akan mendapat pahala seratus orang syahid.” (3) Hadis ini dikeluarkan oleh Al Bazzar.
Sedang Thabrani meriwayatkannya dengan lafal “Khamsina Syahida”. Hingga manakala aku menyadari bahwa bahaya benar-benar telah mengancam batas-batas agama, segala macam bentuk fitnah telah mengepung kita, sedang hawa nafsu di lingkungan kita benar-benar dipuja dan diperturutkan, aku pun sangat mengkhawatirkan bahwa agama akan tercabut secara keseluruhan. Sebab telah sampai kepada kita, hanya Allah yang lebih tahu, bahwa “Akan terjadi seseorang tercabut keimanannya sedang ia tidak menyadarinya”, Dan ada kalanya seseorang keluar dari rumahnya bersama agamanya, namun ketika pulang ia tidak lagi membawa serta agamanya sedikit pun. (4) (Hadis ini dikeluarkan oleh Ibn Abi’Ashim dalam bab tentang Zuhud dengan redaksi sedikit berbeda.
Prihatin terhadap hal demikian, aku berpandangan, sangat urgen bagi kita untuk berpedoan kepada satu di antara dua hal, yaitu : Bla kita tidak termasuk di antara orang-orang yang melaksanakan perintah Allah secara keseluruhan (utuh), tidak seharusnya kita mengabaikan apa-apa yang diperintahkan Allah kepada kita, sehingga kita akan menjadi binasa selama-lamanya. Ingat, mawas dirilah kepada Allah SWT.
Sahabatku, janganlah kalian menarik dirimu dari kebajikan seluruhnya, janganlah pula menganggap ringan perintah Allah seluruhnya, serta janganlah bersikap terang-terangan terhadap Allah dengan perilaku yang bertolak belakang dengan kehendak-Nya. Berpeganglah, meski sedikit saja di antara yang banyak, pada apa yang diwajibkan kepada kalian sekalipun ada alasan untuk meninggalkan sedikit di antara Perintah-Nya, tapi lakukanlah itu untuk menutupi kekurangan.
Memang sebagian kejahatan lebih ringan bobotnya daripada yang lain, dan sedikit saja yang dipertahankan jauh lebih baik daripada hilang secara keseluruhan. Karena, telah sampai kepada kita bahwa Rasul saw. Berkata kepada para sahabat-nya: “Akan datang setelah kalian suatu golongan, jika mereka berpegang pada sepersepuluh dari apa yang diberikan kepada kalian, mereka selamat.” (5). Hadis ini gharib, diriwayatkan oleh Tirmidzi. Ingat dan renungilah apa yang telah au katakan kepada kalian. Di sini aku hanya meringkas yang penting untuk disamppaikan, dan aku takut kepada kebinasaan bila menyia-nyiakannya. Aku berharap ampunan dari Yang Maha Mulia melalui Kemurahan-Nya.
Post a Comment